Oleh:
Preseptor:
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk melakukan amnioinfusi, harus ada syarat yang dipenuhi, yaitu usia
kehamilan yang kurang dari 26 minggu atau di antara usia kehamilan 24 hingga
32 minggu, serta adanya kondisi oligohidramnion, yakni kekurangan cairan
amnion kurang dari 5 persentil. Pelaksanaannya dapat dilakukan antepartum
maupun intrapartum. 1,3
1
Hal ini dilakukan untuk mengurangi cairan pada kehamilan kembar tersebut.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui tentang hal yang berhubungan dengan
cairan ketuban pada kehamilan, yaitu amniosintesis, amnioinfusi, dan
amnioreduksi, dan kondisi yang mengharuskan dilakukannya prosedur tersebut.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan sebagai dokter
muda mengenai, Amniosintesis, Amnioinfusi, Amnioreduksi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amniosintesis
5
c. Jumlah sel-sel yang tercat lipid (berwarna orange pada pengecatan
nile blue sulfate) lebih dari atau sama dengan 15%.
2. Monitoring penyakit hemolitik.
3. Determinasi seks.
4. Diagnosis kelainan genetik.
Indikasi pemeriksaan amniosintesis :
Ibu berusia di atas 35 tahun
Pasangan yang telah memiliki anak dengan ketidaknormalan
kromosom
Ibu yang membawa (karier) kelainan genetik X
Menilai kematangan paru
Menilai apakah terdapat spina bifida, anensefali maupun menilai
kadar bilirubin
6
d. Tindakan amniosintesis untuk pemeriksaan DNA dapat memberikan hasil
yang cepat.
e. Dalam Fanzylbera (2010), amniosintesis dikombinasikan dengan Chorionic
Villus Sampling (CVS) dapat digunakan sebagai metode diagnosis Down
Syndrome dan kelainan genetik lainnya. CVS adalah pengamblan sampel sel
janin yang berasal dari vili korionik. Keakuratan kombinasi kedua
pemeriksaan ini untuk mendiagnosis Down Syndrome lebih dari 99%.
Mekanisme pemeriksaannya adalah sel yang diperoleh dari kedua metode
tersebut dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap ukuran kromosom dan
model ikatannya. Terdapatnya extra copy dari kromosom 21 pada kariotip
dapat digunakan sebagai penanda terjadinya Down Syndrome (kelainan
genetik yang paling sering terjadi).
7
f. Diambil kira-kira 1 ml cairan amnion harus dimasukan dalam tabung test
terppisah untuk pemeriksaan alpha-fetoprotein.
Umumnya tidak dianjurkan melakukan pengulangan amniosintesis lebih dari
2 kali punksi dalam tenggang waktu 7-14 hari interval.
yang berganda ini tampak melekat pada tabung kultur dalam waktu 12-24 jam
pembuatan media. Ada 4 jenis sel cairan amnion yang dapat diamati, yaitu: sel
parabasal, sel blue intermediate, sel skuamosa tak berinti tercat biru, dan sel tak
berinti tercat jingga pada amnion yang diaspirasi pada trisemester ketiga.
8
2.1.7 Resiko Amniosentesis1,2,3,5,7,8
1. Keguguran
Ada kemungkinan kecil risiko keguguran di setiap kehamilan, baik
dengan menjalani amniosentesis/CVS atau tidak. Amniosentesis
meningkatkan sedikit risiko keguguran, terutama jika dilakukan sebelum usia
kehamilan 15 minggu. Untuk menurunkan risiko ini, amniosentesis dilakukan
oleh dokter yang berkompetensi dan berpengalaman.
Tidak bisa dipastikan mengapa bisa terdapat sedikit kemungkinan
amniosentesis mengarahkan kepada keguguran. Bisa jadi disebabkan oleh
infeksi, perdarahan, atau kerusakan membrana amniotik yang disebabkan
oleh prosedur.
Jika keguguran memang terjadi, biasanya terjadi dalam 72 jam pasca
amniosentesis. Namun, keguguran masih bisa terjadi hingga dua minggu
sesudahnya. Keguguran yang terkait prosedur jarang terjadi setelah 3 minggu
pasca amniosentesis.
2. Infeksi
Infeksi bisa, jarang, terjadi setelah amniosentesis. Sekitar 1 dari 1.000 ibu
hamil yang menjalani amniosentesis mengalami infeksi serius di dalam cairan
amniotik. Infeksi bisa disebabkan oleh beberapa hal, semisal:
a. Perlukaan pada usus dengan jarum yang digunakan pada prosedur,
sehingga kuman yang biasanya ada di usus masuk ke cairan amniotik.
b. Kuman yang ada di kulit (perut) ikut masuk bersama jarum ke dalam
rongga perut atau rahim.
c. Kuman yang ada di alat USG atau jeli USG, ikut masuk ke dalam rongga
perut.
Gejala bisa termasuk demam, nyeri pada perut, konstraksi rahim. Namun,
9
infeksi biasanya tidak terjadi jika prosedur untuk mencegah infeksi dilakukan
dengan benar.
2.2 Amnioinfusi
2.2.1 Pengertian
Amnioinfusi adalah Prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis
atau ringer laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan
amnion.1,3
10
Gambar 2.3a. Amnioinfusi
2.2.2Syarat
Cara ini dilakukan dengan memberikan 500 sampai dengan 800 ml bolus
cairan normal salin yang hangat diikuti dengan pemberian infus secara kontinu
sebanyak 3 ml per jam.
12
1. Amnioinfusi antepartum
Dalam masa antepartum tindakan amnioinfusi bertujuan untuk menilai
struktur anatomi janin, dan juga untuk mengurangi komplikasi pada janin akibat
oligohidramnion, namun lebih jarang dilakukan.9,10,11
2. Amnioinfusi intrapartum
Dalam periode intrapartum, Amnioinfusi bertujuan untuk diagnostik
(aspirasi cairan untuk pemeriksaan mikrobiologi), terapeutik (mengurangi
kompresi tali pusat) atau profilaksis (mencegah aspirasi mekonium).11
13
pewarnaan gram, kultur dan tes sensitivitas sesuai indikasi, dengan memasukkan
cairan melalui kateter intrauteri kemudian dilakukan pembilasan dapat
menemukan pewarnaan mekonium yang tersembunyi (tidak nampak).11
2.2.4 Tujuan8,9
Menurunkan resiko terjadinya PPROM (Preterm Premature
rupture of membranes)
Menurunkan resiko terjadinya persalinan prematur.
14
Menurunkan resiko terjadinya prolaps selaput.
2.2.5 Kontraindikasi
Pada umumnya kontraindikasi untuk persalinan pervaginam seperti plasenta
previa, riwayat ruptura uteri juga merupakan kontraindikasi absolut untuk
amnioinfusi transervikal intrapartum.
a. Anomali uterus
b. Korioamnionitis
c. Penyakit jantung ibu yang termasuk klasifikasi klas II, III dan IV
d. Pertumbuhan janin terhambat
e. Malformasi janin
f. Gawat janin
g. Malpresentasi
h. Riwayat seksio sesar klasik, atau jenis seksio sesar sebelumnya tidak
diketahui
i. Solusio plasenta
15
j. Kehamilan ganda
2.2.6 Prosedur9,11
1. Berikan penjelasan kepada pasien mengenai keuntungan dan kerugian
tindakan ini dan lebih baik kalau ada persetujuan tertulis.
2. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menilai prensentasi, ada tidaknya
prolaps tali pusat, dilatasi dan pendataran serviks dan penurunan kepala.
3. Lakukan konfirmasi apakah selaput ketuban sudah pecah untuk tindakan
amnioinfusi transervikal. Pasang elektroda untuk internal kardiotokografi
dan kateter tekanan intrauteri. Pemasangan elektroda di kulit kepala janin
untuk pemantauan jantung janin yang kontinu bukan suatu keharusan,
namun dianjurkan untuk memantau kesejahteraan janin dengan lebih
akurat.
4. Kateter intrauteri yang dipasang harus dapat memantau tekanan intrauteri
dan memasukkan cairan, ada pula yang memakai tokodinamometer
eksternal untuk memantau tekanan uterus.
5. Cairan yang digunakan adalah normal salin atau ringer laktat, sebaiknya
suhu cairan 37C untuk janin yang prematur atau untuk infus yang cepat
6. Infus diberikan dengan kecepatan 10–14 cc/menit, bisa lebih cepat sampai
15–25 cc/menit. Infus awal umumnya 500-600 ml. Ada yang
menganjurkan untuk menghentikan infusi setelah pemberian bolus namun
ada pula yang menganjurkan melanjutkan infusi dengan kecepatan 2-3
ml/menit. Biasanya diperlukan waktu 15–20 menit untuk memasukkan 500
ml cairan. Dengan pemberian awal sebanyak 500 cc sebagian besar (90%
kasus) menunjukkan hilangnya deselerasi variabel dan dapat
meningkatkan AFI >10,0 cm, namun ada 15% yang memerlukan
pemberian kedua dan 5% yang memerlukan pemberian ketiga.
16
7. Batas akhir infusi tergantung dari pengalaman dan tujuan yang ingin
dicapai dan bersifat individual, biasanya dihentikan bila :
Sudah ditetapkan memberikan infusion 600 – 1000 ml
Ada perbaikan deselerasi variabel
Indeks cairan amnion > 8 – 10 cm
8. Bila dilakukan pemantauan dengan ultrasonografi, dianjurkan memakai
panduan sebagai berikut :
Bila indeks cairan amnion >10 cm, tidak perlu menambah cairan bolus
Bila indeks cairan amnion 5-10 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak
250 ml dan lakukan USG ulang.
Bila indeks cairan amnion <5 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak 500
ml dan lakukan USG ulang.
9. Dapat juga dilakukan bolus ulangan 500–600 ml tiap 6 jam atau infus yang
tetap dengan kecepatan 2-3 ml/menit, tergantung pada tekanan uterus,
indeks cairan amnion yang diperiksa secara periodik dan perkiraan jumlah
cairan ketuban yang keluar.
10. Lakukan penilaian periodik terhadap: pola denyut jantung janin, aktivitas
dan tonus uterus, jumlah cairan yang diberikan, rembesan dari vagina, dan
kemajuan persalinan.
11. Penilaian terhadap komplikasi.
2.2.7 Komplikasi
Dari survei yang dilakukan ada 26% senter yang melaporkan paling sedikit
satu komplikasi, yang paling sering adalah hipertonus uteri (14%) kemudian
denyut jantung yang abnormal (9%), namun komplikasi yang berat jarang terjadi.
Untuk mencegah terjadinya overdistensi uterus maka pemberian cairan harus
diawasi dengan baik, telah dilaporkan kejadian overdistensi pada pemberian 4
liter cairan salin secara kontinu.1,9
17
Posner dkk melaporkan 2 kasus polihidramnion yang terjadi sesudah
amnioinfusion, satu disangka solusio plasenta dan yang satunya terjadi bradikardi
janin dan peningkatan tonus uteri, namun keduanya membaik setelah dilakukan
pengeluaran cairan amnion. Miyazaki dan Taylor melaporkan satu kasus
bradikardi janin pada saat memberikan amnioinfusi yang cepat (400 ml dalam 8
menit.
Strong dkk melaporkan perpanjangan lama persalinan dari 10,1 + 6,5 jam
menjadi 16,8+12,1 jam sedang Schimmer dkk melaporkan pemendekan lama
persalinan pada pasien yang diberikan amnioinfusi. Dibble dan Elliott melaporkan
2 kasus emboli air ketuban pasca amnioinfusi, namun merupakan emboli ringan
karena adanya efek dilusi dari cairan yang diberikan terhadap partikel. Penulis
lain melaporkan adanya distres pernafasan ibu yang berhubungan dengan
amnioinfusi.10
2.3. Amnioreduksi
2.3.1 Pengertian12
2.3.2 Indikasi12
Tujuan pada ibu dalam kehamilan tunggal adalah memperbaiki dispnea ibu.
Secara keseluruhan, indikasi yang paling umum untuk amnioreduksi adalah dalam
pengaturan twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS), di mana ia dilakukan
untuk mengurangi volume cairan pada kembar penerima dan dengan demikian
18
meningkatkan aliran darah ke donor kembar dengan mengurangi tekanan di dalam
rongga ketuban.
2.3.3Kontraindikasi12
19
2.3.4 Persiapan sebelum tindakan12
A. Edukasi dan Persetujuan Pasien
Persetujuan tertulis harus diperoleh dari pasien. Menginformasikan
tentang risiko, manfaat, dan alternatif yang, dan pasien harus mengerti.
Secara khusus, risiko seperti persalinan prematur (dan kelahiran), infeksi
(misalnya korioamnionitis), solusio plasenta (perdarahan), dan kematian janin
harus dijelaskan kepada pasien. Risiko keseluruhan 1,5-3,1% dicatat dalam
literatur.
B.Perencanaan Praprosedural
C. Persiapan Pasien
Sedasi ibu dengan benzodiazepin dapat mengurangi pergerakan dan
meningkatkan kenyamanan. Anestesi lokal (misalnya lidokain) disuntikkan ke
kulit dan jaringan subkutan untuk mengurangi rasa sakit. Pasien harus
telentang dalam posisi miring lateral kiri untuk mengurangi kompresi vena
cava, dan bantal penopang harus digunakan untuk meningkatkan kenyamanan
ibu.
21
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
2. Leven, Kenneth J, dkk. 2017. Obstetri William. Edisi 24. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
5. Soothill P. Fetal blood sampling before labor. In: James D, Steer P, Weiner C,
Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York:
W.B Saunders; 2000. p. 225-33
8. Kusmiyanti, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitra Maya.
9. WikajosastroH, Saifuddin AB Rachimhadi T.editor.Ilmu Kebidanan Edisi
kelima .Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirhardjo, 2007.
10. Ouzounian J, Paul R. Role of Amnioinfusiin contemporary obstetric practice.
Contemporary OB/GYN® Archive 1996.
11. Weismiller D. Transcervical amnioinfusion. Available at: URL:
www.aafp.afp/index.html.
12. Jenny E Halfhill. Amnioreduction. MesScape. 2019 (Diakses pada
https://emedicine.medscape.com/article/ pada tanggal 14 Februari 2019)
13. Cunningham FG, et al. Prenatal diagnosis. In: Williams Obstetrics. 24th ed.
New York, N.Y.: The McGraw-Hill Companies; 2014.
23