PENDAHULUAN
1
DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi, dimana mudah terjadi
infeksi pada ISK, TB paru, dan infeksi kaki (selulitis) yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.3,4 Infeksi pada regio pedis
merupakan infeksi jaringan lunak yang paling sering terjadi pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2. Infeksi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 selain dapat
memperburuk pengendalian glukosa darah juga dapat meningkatkan morbiditas
karena berpotensi menyebabkan osteomielitis, amputasi dan kekerapan kunjungan
ke rumah sakit. Infeksi berat bahkan dapat menyebabkan septikemia yang
berujung pada kematian.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penulis menyadari pentingnya
pemahaman dokter agar tidak hanya terfokus pada manajemen penyakit Diabetes
Mellitus Tipe 2 saja namun juga memperhatikan kelainan komorbid dan penyulit
yang sering menyertai Diabetes Mellitus Tipe 2.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan penegakkan diagnosis pasien Diabetes Melitus Tipe 2
dengan Abses Pedis.
1.2.2 Mengetahui ketepatan penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus Tipe 2
dengan Abses Pedis.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
3.1.1 Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Bangun Rejo Rt. 01 Teluk dalam
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Status Kawin : Kawin
Masuk Rumah Sakit : 29 Februari pukul 03.44 WITA
3
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu.
Tidak ada riwayat hipertensi dan penyakit jantung.
4
Hidung
Penyumbatan : (-/-) Daya penciuman : Normal
Perdarahan : (-/-) Nafas cuping : (-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gusi : Berdarah (-)
Mukosa : Pigmentasi (-), Hiperemis (-), Pucat (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Umum : Simetris
Kelenjar limfe : Pembesaran (-)
Trachea : Di tengah
Tiroid : Pembesaran (-)
3.2.4 Thoraks
Bentuk : Simetris
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Sternum : Nyeri Tekan (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal
Simetris
Pergerakan simetris
Retraksi (-/-)
Palpasi : Pergerakan simetris
ICS melebar (-/-)
Fremitus raba seimbang (D=S)
Nyeri (-/-)
Perkusi : Sonor |
Nyeri ketok (-/-)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-) tampak
Pulsasi jantung (-) terlihat
Palpasi : Ictus cordis (+) teraba: garis midklavikula kiri pada ICS V
Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan: garis sternal kanan pada ICS III-V
Batas jantung kiri: garis midklavikula kiri pada ICS V
Auskultasi : S1 – S2 tunggal regular
5
Gallop S3 (-) S4 (-)
Murmur jantung (-)
3.2.5 Abdomen
Inspeksi : Bentuk Datar
Kulit Lembab
3.2.6 Ekstremitas
Superior : Edema (-/-)
Tremor (-/-)
Akral hangat (+/+)
Cyanosis ujung jari (-/-)
Pulsasi arteri brakhialis (+2/+2)
Pulsasi arteri radialis (+2/+2)
Inferior : Akral hangat (+/+) Anhidrosis (-)
Cyanosis ujung jari (-/-)
Pulsasi arteri poplitea: (+2/+2)
Pulsasi arteri dorsalis pedis: (sde/+2)
Pulsasi arteri tibialis posterior: (sde/+2)
Deformitas (-/-)
Sensasi Tajam: (↓/↓)
Sensasi Sentuhan Halus: (-/-)
6
29 Februari 2012
Darah HDT
-GDS: 492 mg/dL -WBC: 16.900
-Ureum: 37,1 -RBC: 4.460.000
-Kreatinin: 1,3 -PLT: 223.000
Elektrolit -HGB: 12,8 g/Dl
-Na: - -HCT: 35,9 %
-K: - -MCV: 80,4 fl
-Cl: - -MCH: 28,7 pg
-MCHC: 35,7 g/dL
3.4 Diagnosis
Abses pedis dekstra et causa infeksi ulkus neuropatik post debridement hari ke-
XX dengan Diabetes Mellitus tipe 2 uncontrolled.
3.5 Penatalaksanaan
1. RL 20 tpm
2. Fosfomisin (Fosfomisin) 2x1 g IV Amp.
3. Metronidazole 3x500 mg IV
4. RI 3x8 IU
5. Ranitidin 2x1 ampul IV
6. Neurovit E 1x1 tablet P.O
7. PCT 3x500 mg P.O jika demam
8. Ondancentron 3x1 amp (k/p)
9. Rawat luka dengan NaCl
3.6 Prognosis
Vitam: Dubia et bonam
Functionam: Dubia et bonam
3.7 Follow-Up
Tgl 01 maret 2012 02 maret 2012 03 maret 2012 05 maret 2012
S -Bengkak dan - Bengkak dan - Bengkak dan - Bengkak dan
nyeri pada kaki nyeri pada kaki nyeri pada kaki nyeri pada kaki
kanan hingga 1/3 kanan hingga 1/3 kanan hingga 1/3 kanan hingga 1/3
cruris cruris cruris cruris
-Demam -Demam (-),Mual -Demam (-), -Demam (-),
(+),Mual (-) (-) Muntah(-), lemas (+)
Muntah(-), BAB BAB (-)
(-)
7
-TD: 100/70 -TD: 100/80 -TD: 110/70 -TD: 100/60
-Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi:
100x/menit 86/menit 82/menit 89x/menit
-Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas:
22/menit 20/menit 20/menit 20/menit
-Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): 36
38,1 °C 36,8 °C 36,7 °C °C
-Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva
anemis (-) anemis (-) anemis (-) anemis (-)
-Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-)
-Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-)
-Bising usus (+) - Pus (+)
Normal
A -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II
+Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis
P RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm
Cefotaxim Inj. Cefotaxim Inj. Cefotaxim Inj. Cefotaxim Inj.
IV 3x1 g IV 3x1 g IV 3x1 g IV 3x1 g
metronidazole Metronidazole Metronidazole Metronidazole
3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg
Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj.
2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp.
RI 3x8 IU RI 3x8 IU RI 3x8 IU RI 3x8 IU
Neurovit E 1x1 Neurovit E Neurovit E Neurovit E
tab 1x1 tab 1x1 tab 1x1 tab
PCT 3x500 mg PCT 3x500 PCT 3x500 PCT 3x500 mg
Consult Bedah Rawat luka
mg mg
Cek KDL,
Rawat luka Rawat luka dengan NaCl
GDP, G2PP,
dengan NaCl dengan NaCl
elektrolit
Kultur pus
Ro. Pedis
AP/Lat
8
Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
-TD: 110/70 -TD: 130/80 -TD: 130/80 -TD: 130/80
-Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi:
78x/menit 80/menit 78/menit 89x/menit
-Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas:
20/menit 20/menit 20/menit 20/menit
-Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): 36
37,1 °C 36,8 °C 36,7 °C °C
-Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva
anemis (-) anemis (-) anemis (-) anemis (-)
-Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-)
-Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-)
-Pus (+) -Pus (+) -Pus (+) - Pus (+)
A -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II
+Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis post
post debridement post debridement debridement hari
hari I hari II III
P RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm
Cefotaxim Inj. Ceftriaxone Ceftriaxone Ceftriaxone
IV 3x1 g Inj. IV 2x1 g Inj. IV 2x1 g Inj. IV 2x1 g
metronidazole Metronidazole Metronidazole Metronidazole
3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg
Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj.
2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp.
RI 3x8 IU RI 3x10 IU RI 3x8 IU RI 3x8 IU
Neurovit E 1x1 Neurovit E Neurovit E Neurovit E
tab 1x1 tab 1x1 tab 1x1 tab
PCT 3x500 mg PCT 3x500 PCT 3x500 PCT 3x500 mg
Consult Bedah Antrain 3x1
mg mg
Cek KDL, Antrain 3x1 Antrain 3x1 amp
GDP, G2PP, Rawat luka
amp amp
elektrolit Rawat luka Rawat luka dengan NaCl
dengan NaCl dengan NaCl
9
Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
-TD: 130/70 -TD: 130/80 -TD: 120/70 -TD: 120/80
-Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi:
80x/menit 86/menit 82/menit 83x/menit
-Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas:
22/menit 20/menit 20/menit 20/menit
-Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): 36
37,1 °C 36,8 °C 36,7 °C °C
-Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva
anemis (-) anemis (-) anemis (-) anemis (-)
-Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-)
-Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-)
-pus (+), darah - pus (+), darah -pus (+) - Pus (+)
(+) (+)
A -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II -DM tipe II
+Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis +Abses Pedis
post debridement post debridement post debridement post debridement
hari IV hari VI hari VII hari VIII
P RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm RL 20 tpm
Ceftriaxone Ceftriaxone Ceftriaxone Ceftriaxone
Inj. IV 2x1 g Inj. IV 2x1 g Inj. IV 2x1 g Inj. IV 2x1 g
Metronidazole Metronidazole Metronidazole Metronidazole
3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg 3x500 mg
Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj. Ranitidin Inj.
2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp. 2x1 Amp.
RI 3x8 IU RI 3x8 IU RI 3x8 IU RI 3x8 IU
Neurovit E Neurovit E Neurovit E Neurovit E
1x1 tab 1x1 tab 1x1 tab 1x1 tab
PCT 3x500 PCT 3x500 PCT 3x500 PCT 3x500 mg
Antrain 3x1
mg mg mg
Antrain 3x1 Antrain 3x1 Antrain 3x1 amp
Rawat luka
amp amp amp
Rawat luka Rawat luka Rawat luka dengan NaCl
dengan NaCl dengan NaCl dengan NaCl
10
-Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi: -Frekuensi Nadi:
80x/menit 86/menit 82/menit 83x/menit
-Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas:
22/menit 20/menit 20/menit 20/menit
-Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): 36
37,1 °C 36,8 °C 36,7 °C °C
-Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva -Konjungtiva
anemis (-) anemis (-) anemis (-) anemis (-)
-Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-)
-Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-)
11
-Frekuensi Nafas: 20/menit -Frekuensi Nafas: -Frekuensi Nafas:
-Suhu (aksila):
22/menit 20/menit 20/menit
-Suhu (aksila): 36,8 °C -Suhu (aksila): -Suhu (aksila): 36
-Konjungtiva
37,1 °C 36,7 °C °C
-Konjungtiva anemis (-) -Konjungtiva -Konjungtiva
-Sklera ikterik (-)
anemis (-) anemis (-) anemis (-)
-Rhonki (-/-)
-Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-) -Sklera ikterik (-)
-Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-) -Rhonki (-/-)
O: P:
- Kesadaran: Composmentis RL 20 tpm
-TD: 120/70 Fosfomisin Inj. IV 2x1 g
-Frekuensi Nadi: 80x/menit Metronidazole 3x500 mg
-Frekuensi Nafas: 20/menit Ranitidin Inj. 2x1 Amp.
-Suhu (aksila): 36 °C RI 3x10 IU
-Konjungtiva anemis (-) Neurovit E 1x1 tab
-Sklera ikterik (-) PCT 3x500 mg
-Rhonki (-/-) Ondancentron 3x1 amp (k/p)
12
Rawat luka dengan NaCl
Hasil Laboratorium
Tgl 29/02 01/03 05/03 08/03 12/03 15/03 19/03 24/03
GDS 429 - - - - - - -
GDP - 219 251 167 112 116 82 63
GD2PP - 261 275 193 120 213 112 90
HbA1c - 13,0 - - - - - -
Ur 37,1 43,2 35,9 - - - - -
Cr 1,3 0,8 0,9 - - - - -
Eri 4.460.000 - - - - - - -
Leu 16.900 - - - - - - -
Tr 223.000 - - - - - - -
Hb 12,8 - - - - - - -
Hct 35,9 - - - - - - -
Prot
- 5,4 - - - - - -
Total
Albumin - 2,8 - - - - - -
Globulin - 2,6 - - - - - -
1 Maret 2012
Jenis mikroba: Klebsiella Pneumonia
Pewarnaan gram: coccus gram negatif
13
Sulbactam Cefoperazone.
12 Maret 2012
Jenis mikroba: Klebsiella Pneumonia
Pewarnaan gram: coccus gram negative
19 Maret 2012
Jenis mikroba: Citrobacter freundii
Pewarnaan gram: coccus gram negative
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh
WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.2
Diagnosis DM dapat ditentukan melalui tiga cara (Tabel 2.1). Pada sarana
laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik, pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan hasil ≥ 6.5% termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis DM.2,6
2.1.4 Penatalaksanaan2
2.1.4.1 Evaluasi Medis
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama meliputi:
1. Riwayat Penyakit
a. gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C,
hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM
b. pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
c. riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
d. pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM
secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
e. pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani
f. riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
g. riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
h. gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan)
i. pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
2. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran tinggi dan berat badan
b. pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
c. pemeriksaan funduskopi
d. pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. pemeriksaan jantung
f. evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin)
dan pemeriksaan neurologis
i. tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
3. Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
a. glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. A1C
c. profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
d. kreatinin serum
e. albuminuria
f. keton, sedimen dan protein dalam urin
g. elektrokardiogramr
h. foto sinar-x dada
4. Tindakan Rujukan
a. ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
b. konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
c. konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
d. konsultasi dengan edukator diabetes
e. konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog)
atau spesialis lain sesuai indikasi
2.1.4.2 Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
1. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
a. Perjalanan penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM dan risikonya
d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fsik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i. Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
j. Pentingnya perawatan kaki
k. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
2. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
b. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
c. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
d. Makan di luar rumah
e. Rencana untuk kegiatan khusus
f. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
g. Pemeliharaan/Perawatan kaki
a. Patofisiologi
Faktor primer terjadinya neuropati diabetika adalah hiperglikemia persisten
(faktor metabolik), dan faktor lain yaitu : kelainan vaskuler, dan peranan nerve
growth factor.8
1) Faktor metabolik
Proses terjadinya neuropati berawal dari hiperglikemia persisten yang
menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, dimana terjadi aktivasi enzim aldose
reduktase yang merubah glukosa menjadi sorbitol, lalu dimetabolisme oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. enzim aldose reduktase yang meningkat
berkompetisi dengan NO syntase sehingga produksi NO menurun dan terjadinya
defisit vasodilator andotel. Akumulasi sorbitol dalam sel saraf dapat menyebabkan
keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema saraf, dan sel saraf
dapat rusak. Selain itu, peningkatan sorbitol menghambat masuknya mioinositol ke
dalam sel saraf, sehingga menimbulkan stres osmotik yang dapat merusak
mitokondria, dan akan menstimulasi PKC. Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi
Na-K-ATPase sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat
terhambatnya mioinositol masuk ke sel saraf dan terjadilah gangguan transduksi
sinyal pada saraf. Jalur poliol juga menyebabkan menurunnya persediaan NADPH
saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif sehingga
membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan
produksi NO. Penurunan produksi NO akan menyebabkan vasodilatasi berkurang,
aliran darah ke saraf menurun, dan terjadilah ND. Hiperglikemi persisten juga
meningkatkan produksi AGE. AGE ini sangat toksik dan merusak semua protein
tubuh termasuk sel saraf. 8
2) Kelainan vaskuler
Hiperglikemi persisten merangsang produksi radikal bebas (reactive oxygen
species = ROS) yang dapat merusak endotel dan menetralisasi NO, menyebabkan
trombosis arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan demielinisasi
sel saraf akibat iskemia akut.8
3) Peranan nerve growth factor (NGF)
NGF berperan untuk mempercepat dan mempertahankan saraf, pada DM
kadarnya menurun. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan
calcitonin gen regulated peptide (CGRP), keduanya berefek terhadap
vasodilatasi, motilitas intestinal, dan nosiseptif.8
b. Diagnosa
Klasifikasi ND dari yang paling sering terjadi adalah polineuropati distal
simetris, neuropati autonom, dan neuropati fokal & multifokal. Yang dibahas di sini
hanya 2, yaitu :
1) Polineuropati Distal Simetris
Gejala dan tanda mulai dari distal dan meluas ke arah proksimal secara simetris,
yang terkena pada awalnya adalah fungsi sensorik secara progresif dan
selanjutnya mengenai semua fungsi saraf. Gangguan neurologis biasanya mulai
dari jari-jari kaki, dan terus meluas pada ekstremitas atas dan bawah. Yang lazim
terkena adalah serabut saraf dengan diameter besar dan menimbulkan gejala
seperti gangguan keseimbangan, penurunan sensasi posisi, dan pengurangan
sensasi getaran. Tidak dijumpai nyeri subyektif, parestesi, dan rasa tebal. Bila
yang terkena serabut kecil, maka muncul keluhan berupa sensasi nyeri dan suhu,
seperti pasien merasa nyeri, kesemutan, dingin, tebal, dan mati rasa. Gejala ini
sering muncul pada malam hari sehingga dapat menyebabkan insomnia.11
2) Neuropati Otonom
Neuropati otonom dapat mengenai saraf simpatis dan parasimpatis.
Manifestasi neuropati otonom bervariasi sesuai dengan serabut saraf yang
terkena lesi. Neuropati otonom pada traktus gastrointestinal adalah gastroparesis
pada saluran GI atas, diare dan konstipasi pada GI bawah. Neuropati otonom
pada traktus genitourinarius adalah sistopati (karena paresis pada m. detrusor),
DED (Disfungsi Ereksi Diabetik), dan disfungsi seksual wanita.9
Diagnosa neuropati otonom ditegakkan dengan mengetahui adanya
neuropati otonom pada kardiovaskular dengan pemeriksaan hipotensi
postural/hipotensi ortostatik.12 Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan
tekanan darah ketika berbaring dan berdiri. Pengukuran tekanan darah pertama
pada posisi berbaring, kemudian istirahat pada posisi berbaring selama 20 menit,
selanjutnya posisi berdiri selama 3 menit dan diukur tekanan darah kedua. Pasien
dikatakan hipotensi ortostatik bila saat posisi berbaring tekanan sistolik ≥ 20
mmHg atau tekanan diastolic ≥ 10 mmHg, dan sebagai kompensasinya
peningkatan heart rate > 15 x/menit pada posisi berdiri. Neuropati otonom yang
bermanifestasi pada disfungsi system saraf simpatis berupa hiperhidrosis pada
extremitas superior dan anhidrosis pada extremitas inferior, sehingga kulit kaki
menjadi kering dan berisiko besar untuk terjadi ulkus diabetika.
Pada perubahan posisi tubuh dari tidur ke berdiri maka tekanan darah
bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa
normal, tekanan darah arteri ratarata pada kaki adalah 180200 mmHg. Tekanan
darah arteri setinggi kepala adalah 6075 mmHg dan tekanan venanya 0. Pada
dasarnya, darah akan mengumpul pada vena ekstremitas inferior sebanyak 650
jantung akan berkurang, curah jantung juga berkurang sehingga pada posisi
mmHg, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah/meningkat ringan sampai 10
inferior akan cenderung mengurangi suplai darah ke otak. Tekanan arteri kepala
akan turun mencapai 2030 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan
jaringan otak. Hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam
dinding hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher; namun dalam jumlah
banyak didapatkan dalam dinding arteri karotis interna, sedikit di atas bifurcatio
darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen,
peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung, dan sekresi
zatzat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan sistem
Renin Angiotensin Aldosteron, pelepasan ADH, dan neurohipofisis. Kegagalan
3. Cefotaxime
Merupakan cephalosporin generasi III yang berikatan dengan membran sel
bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel yang sangat aktif terhadap berbagai
kuman Gram-positif maupun Gram-negatif aerobic. Aktivitasnya terhadap B.
fragilis sangat lemah bila dibandingdenganklindmisin dan metronidazol. 16,19
Farmakokinetik: A : diabsobsi cepat dari GIT, D: didistribusi luas, termasuk
CSF. Protein binding 30-50%, M:dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif,
E: melalui urine, T ½ 1 jam 17,18
Dosis: Dosis: IV/IM dewasa 1 gr 2x/hari, bila infeksi ringan-sedang1-2 gr tiap 8
jam, bila infeksi berat 2 gr 3-4x/hari. Anak berat badan >50kg 1-2 gr 3-4x/hari, 1
bulan-12 tahun, berat badan <50 kg 100-200 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis16
Indikasi: Bakterisid, infeksi bakteri gram positif dan gram negative.
Efek samping: Diare ringan, kram perut, jarang menimbulkan rash,pruritus,
urtikaria, kandidiasis oral atau vagina
Interaksi obat: Aminoglikosida dan loop diuretik meningkatkan efek
nefrotoksik, kloramfenikol menginhibisi cefotaxime, oral antikoagulan
menyebabkan hipoprotrombinemia16,17
4. Ceftriaxone
Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang
diberikan secara IV atau IM. Kadar plasma rata-rata cetriaxone setelah pemberian
secara tunggal infus intravena 0,5;1 atau 2 gr dalam waktu 30 menit dan IM
sebesar 0,5 atau 1 g pada orang dewasa sehat. Ceftriaxone juga serupa dengan
seftizoksim dan sefotaksim, mempunyai waktu paruh yang sangat panjang
sehingga diberikan sekali / dua kali sehari.
Farmakokinetik : Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan
kadar plasma maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis
multipel IV atau IM dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g
menghasilkan akumulasi sebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal. Sebanyak 33-
67 % ceftriaxone yang diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk
yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil
dalam feses sebagai bentuk inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata
ceftriaxone 1-3 jam setelah pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung
empedu, 100 mg/ml dalam saluran empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2
mg/ml dalam dinding kandung empedu dan 62,1 mg/ml dalam plasma. Setelah
pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam,
volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L, klirens plasma 0,50-1,45 L/jam dan
klirens ginjal 0,32-0,73 L/jam. Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan
besarnya adalah 85-95 %. Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami
peradangan pada bayi dan anak-anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah
pemberian dosis 50 mg/kg dan 75 mg/kg IV, berkisar antara 1,3-18,5 ug/ml dan
1,3-44 ug/ml. Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone
hanya sedikit sekali terganggu pada usia lanjut dan juga pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Indikasi : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap
Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih,
sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra
abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi
pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Efek samping obat : Secara umum ceftriaxone dapat ditoleransi dengan baik.
Efek samping yang dapat ditemukan adalah :
Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan
phlebitis setelah pemberian intravena.
Hipersensitivitas : Ruam kulit dan kadang-kadang pruritus, demam atau
menggigil
Hematologik : Eosinofilia, trombositosis, lekopenia dan kadang-kadang
anemia, anemia hemolitik, netropenia, limfopenia, trombositopenia dan
pemanjangan waktu protrombia.
Saluran cerna : Diare dan kadang-kadang mual, muntah, disgeusia.
Hati : Peningkatan SGOT atau SGPT dan kadang-kadang peningkatan
fosfatase alkali dan bilirubin.
Ginjal : Peningkatan BUN dan kadang-kadang peningkatan kreatinin serta
ditemukan silinder dalam urin.
Susunan saraf pusat : Kadang-kadang timbul sakit kepala atau pusing.
Saluran kemih dan genital : Kadang-kadang dilaporkan timbulnya
monitiasis atau vaginitis
5. Fosfomisin (Fosmidex)
Fosfomisin trometamin yang bekerja dengan menghambat tahap awal
sintesis dinding sel kuman. Fosfomisin aktif terhadap kuman Gram-positif
maupun Gram- negative.20
Farmakokinetik: bioavailabilitasnya pada pemberian oral hanya 37%. Pemberian
bersama makanan akan mengurangi penyerapan obat ini sebesar 30%. Obat ini
tidak terikat dengan protein plasma. T ½ 5,7 jam. Ekskresi renal obat ini ialah
38%. Fosfomin tidak mengalami metabolism dalam tubuh dan dikeluarkan dalam
urin dan tinja sebagai zat induknya. 20
Indikasi: infeksi saluran kemih tanpa komplikasi pada wanita yang disebabkan
oleh E. coli dan E. faecalis dan pencegahan infeksi pada bedah abdomen. 16,20
Efek samping : diare, mual, sakit kepala, vertigo dan vaginitis.
Dosis: infuse dewasa 2-4 g. anak100-200 mg/kg. keduanya dengan drip infuse i.v
terbagi dalam 2 dosis. Pembedahan akut dan efektif dewasa dan anak> 12 tahun
dosis tunggal 8 g infuse i.v ½ - 1 jam sebelum pembedahan. 16
6. Metronidazole
Derivat nitroimidazole yang merusak DNA bakteri dan protozoa,
menghambat sintesis asam nukleat.
Farmakokinetik: A: diabsorbsi baik di GIT, diabsorbsi minimal pada pemakaian
topical, D: ikatan protein <20%, didistribusi luas melewati BBB, M: di hepar
menjadi metabolit aktif, E: terutama lewat urine, sebagain di feses, T ½ 8-10 jam
16,17
Dosis: Dosis: infeksi kulit, SSP, traktus respirasi bawah, tulang, sendi,
intraabdomen, ginekologi, endokarditis, septicemia peroral/IV dewasa, orangtua,
anak 30 mg/kg/hari dibagi 4 dosis, maksimal 4 gr. Trikomoniasis, per oral dewasa
250 mg tiap 8 jam atau 2 gr sebagai dosis tunggal, anak 15-30 mg/kg/hari dibagi 3
dosis, Amubiasis per oral dewasa 500-750 mg tiap 8 jam, Anak 35-50 mg/kg/hari
dibagi 3 dosis.16
Indikasi: Bakterisid, Antiprotozoa, Amubisidal, Trikomonasidal, antiinflamasi
dan imunosupresif bila diberikan topikal.
Efek samping: Anoreksia, mual, mulut kering, rasa logam, intra vaginal:
servicitis, vaginitis, kram perut, nyeri uterus
Interaksi obat: Meningkatkan level Carbamazepine, Meningkatkan level
fenitoin, disulfiram menyebabkan toksisitas SSP, IV fenitoin, luminal, diazepam,
cotrimoxazole menyebabkan reaksi seperti disulfiram 16,17
7. Ranitidin
Secara kompetitif menghambat ikatan histamin dengan H 2 reseptor di
lambung sehingga cAMP intrasel menurun, maka sekresi asam lambung
menurun. Poten menghambat asam lambung basal, sekresi nokturnal asam
lambung karena sangat tergantung pada histamin (90%).16,17
Farmakokinetik :
Absorbsi: cepat dan baik tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas 50-
60%, konsentrasi puncak pada plasma 2-3 jam setelah pemberian per oral.
Diabsorbsi secara cepat dengan pemberian IM dengan konsentrasi puncak
plasma didapatkan setelah 15 menit.
Distribusi : terikat secara lemah pada protein plasma yaitu sekitar 15%,
melewati barier otak dan plasenta, serta didistribusikan ke dalam ASI.
Metabolisme: hepar
Ekskresi: ginjal. T ½ = 2-3 jam, meningkat pada gangguan ginjal. Sebagian
kecil melalui feses. 16,17
Indikasi : Ulkus duodenum, ulkus gaster, GERD17,18
Efek samping obat : Diare, jarang menimbulkan konstipasi, sakit kepala yang
biasanya berat. 16,17
Dosis dan sediaan : Tablet 150 mg (Acran), Tablet film coated 300 mg
(Indoran), 150 mg (Radin), Kaplet 300 mg (Acran), Ampul 25 mg/ml (Antid).
Dosis: per oral dewasa 150 mg 2x/hari atau 300 mg 1x/hari sebelum tidur,
pemeliharaan 150 mg 1x/hari sebelum tidur. Anak 2-4 mg/kg/hari dibagi 2 dosis.
Maksimal 300 mg/hari. Untuk iv/im dewasa 50 mg/dosis tiap 6-8 jam, anak 2-4
mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, maksimal 200 mg/hari. Neonatus peroral 2
mg/kg/hari dibagi 2 dosis, iv inisial 1,5 mg/kg/dosis lalu 1,5-2 mg/kg/hari dibagi
2 dosis. Dengan gangguan hepar bila klirens kreatinin < 50 ml/menit diberi per
oral 150 mg 1x/hari atau iv/im 50 mg tiap 18-24 jam. 16,17
Interaksi obat: Meningkatkan absorbsi obat Glipizide, Gliburide, Tolbutamide
sehingga potensial hipoglikemia, Meningkatkan konsentrasi Nifedipine,
Menurunkan absorbsi Ketoconazole, Cefuroxime karena absorbsinya tergantung
media asam. 16,17
Perhatian: Gangguan hepar dan ginjal 16,17
8. Ondansentron
Antagonis selektif pada reseptor (5HT3) di area postrema dan nucleus
traktus.solitarius dan pada terminal aferen N.vagus serta memiliki aksi
antiemetik sentral dengan menghambat reflex muntah yang disebabkan stimulasi
vagus ketika 5-HT dilepaskan di usus saat merespon obat sitotoksik dan radiasi
16,17
9. Paracetamol
Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan
mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik Parasetamol
dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya
sangat lemah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan
per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar
maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah
pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa
mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonyugasi.
Farmakokinetik : Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa
paruh plasma antara 1 sampai 3 jam
Indikasi :Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan
asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit
kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot. Serta menurunkan
demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Efek samping obat :
Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada
penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di
atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini
disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal
oleh glutation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan
peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –
SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Parasetamol dengan
dosis diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis bisa menimbulkan antara lain
mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu
diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin) sedini
mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat
menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai
air susu ibu.
Dosis dan sediaan :
Dibawah 1 tahun: ½ - 1 sendok teh atau 60 – 120 mg, tiap 4 - 6 jam. 1 - 5 tahun:
1 - 2 sendok teh atau 120 – 250 mg, tiap 4 - 6 jam. 6 - 12 tahun: 2 - 4 sendok teh
atau 250 – 500 mg, tiap 4 - 6 jam. Diatas 12 tahun: ½ - 1 g tiap 4 jam,
maksimum 4 g sehari.
Interaksi obat: Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan
pada dosis biasa tidak interaktif. Kombinasi dengan obat penyakit AIDS
zidovudin meningkatkan resiko neutropenia
Perhatian: Paracetamol sudah digunakan secara luas, dan pada dosis yang
dianjurkan, efek sampingnya ringan dan jarang terjadi. Laporan mengenai efek
yang tidak diinginkan, jarang. Kebanyakan laporan dari efek samping
parasetamol berhubungan dengan dosis yang berlebihan.
Paracetamol harus digunakan dengan hati-hati pada penderita payah hati dan
disfungsi ginjal.
10. Neurovit E
Terdiri dari Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200 mcg,
Vitamin E 50 mg.16
Farmakokinetik: vitamin B1, B6, B12 adalah vitamin neurotropik yang
terpenting dari vitamin B-kompleks. Terutama dalam konsentrasi yang tinggi.
Vitamin B1 diperlukan untuk mempertahankan konsumsizatasam dalam
jumlahyang cukup besar dalam otak, untukmencegah akumulasi asam laktat asam
piruvat. Vitamin B6 dibutuhkan untuk mengaturmetabolisme aam glutamatdan
asam aminobutirat untuk kelancaran fungsi otak. Kombinaiketiga vitamin
neurotropik bekerjasinergis, sehingga daya sembuhnya sebagai keseluruhan
melebihiefek-efek yang dimiliki masing-masing vitamin itu sendiri. Vitamin E
adalah antioksidan biologisuntuk menghemat penggunaan oksigen.
Indikasi : gangguan neurologic seperti neuritis, neuroparalisis, lumbago,
neuralgia, reumatik, paraestesis, neuropati asthenia, keadaan lesu, lemah, masa
penyembuhan setelah infeksi, anemia. 16
Dosis : 1 tablet sehari. 16
11. Antrain
Metamizole Na adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang
mempunyai khasiat analgesik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat transmisi
rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer. Metamizole Na bekerja sebagai
analgesic.
Dosis dan sediaan: tablet 500 mg, ampul 1gr/2ml. Dewasa: Tablet : 1 tablet jika
sakit timbul, berikutnya 1 tablet tiap 6-8 jam, maksimum 4 tablet sehari. Injeksi :
500 mg jika sakit timbul, berikutnya 500 mg tiap 6-8 jam maksimum 3 kali sehari,
diberikan secara injeksi I.M. atau I.V.
Indikasi: Untuk meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik, post operasi.
Perhatian: Ibu hamil, menyusui dan lanjut usia
Efek samping obat: Reaksi hipersensitivitas: reaksi pada kulitmisal kemerahan,
Agranulositosis
Interaksi obat: Bila Metamizole Na diberikan bersamaan dengan Chlorpromazine
dapat mengakibatkan hipotermia16,17
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa
Teori Kasus
Dinyatakan Diabetes Mellitus tipe 2 Abses pedis dekstra et causa infeksi
ulkus neuropatik post debridement
bila: hari ke- XVIII dengan Diabetes
Mellitus tipe 2 uncontrolled:
1. Gejala klasik DM + glukosa
plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL 1. Sebelum di diagnose DM, pasien
(11.1 mmol/L) sudah 1 tahun mengalami buang
Glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan air yang sering pada malam hari
sesaat pada suatu hari tanpa (5-7 kali dalam semalam), rasa
memperhatikan waktu makan
terakhir. atau cepat haus dan lapar serta
2. Gejala klasik DM + Kadar penurunan berat badan.
glukosa plasma puasa ≥126 2. dirawat di RS 6 bulan yang lalu
mg.dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak dengan darah gula darah pasien
mendapat kalori tambahan 510 mg/dL
sedikitnya 8 jam. Atau 3. Riwayat DM sejak 6 bulan yang
3. Kadar glukosa plasma 2 jam
pada TTGO ≥220 mg/dL (11.1 lalu, tidak rutin control
mmol/L) 4. GDS saat MRS 492 mg/dL
TTGO dilakukan dengan 5. Pemeriksaan kadar gula tanggal
standard WHO, menggunakan 01/03 GDP : 219 mg/dL, dan
beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus G2PP : 261 mg/dL
yang dilarutkan kedalam air.
1. Ringer Laktat
Pada pasien ini, terapi cairan yang diberikan yaitu ringer laktat.
Biasanya cairan ini diberikan sebagai cairan pengganti sesuai dengan
sifatnya yang isotonis, dimana partikel yang terlarut sama dengan CIS,
dapat melewati membran semi permeabel. Tonositas 275-295 mOsm/kg.
Dengan tekanan onkotiknya yang rendah, cairan ini dapat dengan cepat
terdistribusi ke seluruh cairan ekstraseluler. Pada pasien ini diberikan 20
tetes/ menit (1 tetes=0,05 ml). Berarti cairan infus akan habis dalam waktu
+8 jam. Penentuan kecepatan pemberian ini dilihat dari keadaan pasien.
Karena keadaan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda terjadi gangguan
keseimbangan cairan maka cukup diberikan cairan infus RL dengan
kecepatan 12 tetes/menit untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis.
No Teori kasus rasional
Ya tidak
1 Indikasi: mengembalikan sebagai terapi √
keseimbangan elektrolit pada rumatan
keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik
2 Kontraindikasi: hipernatremia, tidak ada √
kelainan ginjal, kerusakan sel hati, kontraindikasi
asidosis laktat. pada pasien
3 Dosis : sesuai dengan kondisi diberikan 20 tpm √
penderita yang akan habis
dalam waktu 8 jam
4 Efek samping: edema jaringan
pada penggunaan dengan volume
yang besar, biasanya pada paru- -
paru hiperkloremia dan asidosis
metabolic
3. Cefotaxime
Pada pasien ini diberikan cefotaxime sejak tanggal 29 februari – 06 maret
2011 yang merupakan golongan cefalosforin generasi III. Kerja cefotaxime
berikatan dengan membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel yang
sangat aktif terhadap berbagai kuman Gram-positif maupun Gram-negatif
aerobic . Pasien ini mengalami abses pedis, dan pada hasil pemeriksaan uji
sensitivitas tanggal 01 maret 2012 didapatkan bahwa cefotaxime merupakan salah
satu anti mikroba yang resisten.
4. Ceftriaxon
Pasien diberikan ceftriaxone sejak tanggal 07 maret – 14 maret 2011.
Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan
secara IV atau IM. Pada hasil pemeriksaan uji sensitivitas tanggal 06 maret 2012
didapatkan bahwa ceftriaxone masih termasuk antimikroba yang sensitive.
2 Dosis : Diberikan √
Dewasa dan anak > 12 tahun Ceftriaxone Inj.
dan anak BB > 50 kg : 1 - 2 IV 2x1 g
gram satu kali sehari. Pada
infeksi berat yang disebabkan
organisme yang moderat
sensitif, dosis dapat dinaikkan
sampai 4 gram satu kali
sehari.
Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg
BB tidak boleh lebih dari 50
mg/kg BB, satu kali sehari.
Bayi 15 hari -12 tahun : 20 -
80 mg/kg BB, satu kali sehari.
Dosis intravena > 50 mg/kg
BB harus diberikan melalui
infus paling sedikit 30 menit.
Ceftriaxone 1 gram injeksi ( 1
box berisi 2 vial serbuk
injeksi @ 10 mL).
3 Interaksi obat: Kombinasi Tidak √
dengan aminoglikosid dapat didapatkan obat
menghasilkan efek aditif atau yang dapat
sinergis, khususnya pada infeksi menimbulkan
berat yang disebabkan oleh interaksi
P.aeruginosa & Streptococcus
faecalis.
4 Efek samping obat : reaksi local, - √
hipersensitivitas, gangguan
hematologic, diare, mual muntah,
penigkatan SGOT dan SGPT,
nyeri kepala, vaginitis.
5 Cara Pemakaian: dapat Pada pasien ini √
digunakan secara parenteral diberikan secara
parenteral
5. Fosmidex
Pada pasien ini diberikan Fosfomisin sejak 15maret 2011. Fosfomisin
bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis dinding sel kuman. Fosfomisin
aktif terhadap kuman Gram-positif maupun Gram- negative. Pada hasil
pemeriksaan uji sensitivitas tanggal 12 maret 2012 dan 19 maret 2012 didapatkan
bahwa Fosfomisin masih termasuk antimikroba yang sensitive.
No Teori Kasus rasional
Ya tidak
1 Indikasi: infeksi saluran kemih Abses Pedis √
tanpa komplikasi pada wanita
yang disebabkan oleh E. coli
dan E. faecalis dan pencegahan
infeksi pada bedah abdomen.
2 Dosis dan sediaan: infuse Diberikan fosmidex Inj. √
dewasa 2-4 g. anak100-200 IV 2x1 g
mg/kg. keduanya dengan drip
infuse i.v terbagi dalam 2 dosis.
Pembedahan akut dan efektif
dewasa dan anak> 12 tahun
dosis tunggal 8 g infuse i.v ½ -
1 jam sebelum pembedahan.
4 Efek samping obat: diare, - √
mual, sakit kepala, vertigo dan
vaginitis.
5 Cara Pemakaian: dapat Pada pasien ini √
digunakan secara parenteral diberikan secara
parenteral