Dosen Pembimbing :
Aida Novitasari, S.Kp., Ns., M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1.
Tingkat II Reguler B
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
2021
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Pengalaman orang tua ketika anak harus dirawat di rumah sakit merupakan
pengalaman yang menegangkan. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan
peran orang tua ketika anak dirawat oleh tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit. Orang tua perlu memberikan dukungan pada anak yang dirawat
dan memperhatikan anggota keluarga lainnya yang ada di rumah. Orang tua
bisa mengalami stres akibat kondisi anak selama perawatan di rumah sakit.
Pengalaman stres yang terjadi pada orang tua diakibatkan karena belum dapat
informasi atau kurangnya informasi tentang kondisi anak, prognosis, rencana
pengobatan dan pemeriksaan diagnostik. Informasi ini memungkinkan mereka
untuk memahami atas situasi yang belum diketahui sebelumnya (Kristension,
Shields, O’Challaghan, 2003).
Sakit dan hospitalisasi menimbulkan krisis pada kehidupan anak. Di
rumah sakit anak harus menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi
asuhan yang tidak dikenal. Seringkali anak harus mengalami prosedur yang
menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak
diketahui. Interpretasi anak terhadap kejadian dan respon anak terhadap
pengalaman selama di rumah sakit akan diasumsikan sebagai pengalaman
yang kurang baik, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat
perkembangan anak. Pada saat seperti itu perasaan anak akan penuh dengan
beban emosional seperti rasa cemas, ketakutan, perasaan rendah diri, perasaan
marah, depresi, perasaan tidak berdaya, ketergantungan yang berlebihan pada
orang lain dan tidak mampu berpikir dengan baik (Wahyunin, 2006).
Peran orang tua yang dipaparkan oleh Chen (2005) menjelaskan bahwa
bentuk peran serta orang tua selama anak dirawat di rumah sakit adalah
dengan menjalin kolaborasi antara orang tua dengan profesi kesehatan dan
kehadiran orang tua yang dapat memberikan rasa nyaman pada anak. Bentuk
kolaborasi orang tua dan profesi kesehatan diwujudkan dengan adanya
keterlibatan orang tua dalam perawatan, memberikan support emosional
1
kepada anak, ikut terlibat pada tindakan yang sederhana, menjelaskan kepada
anak tentang kondisi anak dan memenuhi kebutuhan anak selama dirawat.
.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik anak sulung, tengah, dan bungsu ?
2. Apa ciri anak sulung, tengah, dan bungsu?
.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik anak sulung, tengah, dan bungsu.
2. Untuk mengetahui ciri anak sulung, tengah, dan bungsu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Anak Sulung, Tengah, dan Bungsu
Anak sulung adalah anak yang paling tua atau anak pertama yang lahir dari suatu
keluarga. Karena anak tersebut adalah anak sulung maka berarti pengalaman
merawat anak, pengalaman mendidik anak belum dimiliki oleh kedua
orangtuanya. Sering dikenal bahwa anak sulung ini sebagai “experimental child”.
Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orangtua membawa akibat
tersendiri dalam diri anak. Jadi, karena orangtua belum berpengalaman merawat
anak sewaktu menghadapi anak pertamanya, orangtua cenderung terlalu cemas
dann melindungi berlebihan (Gunarsa, 1995:170).
Mereka dibayangi sikap orangtua yang terlalu melindungi, oleh sebab itu anak
sulung cenderung mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan dengan
anak yang lahir kemudian. Semakin banyak anak yang lebih muda berhubungan
dengan kakak mereka, semakin banyak ketakutan yang mereka alami. Anak
sulung terbiasa dengan perhatian dan kasih sayang yang tetap dari ibu, sehingga
lebih mudah dirusak oleh keterlantaran emosional dibandingkan dengan anak-
anak yang lahir kemudian. (Hurlock, 1997:217).
Hal ini diasumsikan bahwa anak sulung memiliki nilai tertinggi dalam keluarga
karena besar harapan dan keinginan orang tua terhadap anak sulung, maka dari itu
anak sulung didorong untuk mencapai standar prestasi yang tinggi.
Adler (dalam Boeree, 2008, hlm.151) juga mengemukakan bahwa anak sulung
memiliki lebih banyak persoalan di masa kanak-kanak dibanding adik-adiknya,
3
anak sulung juga memiliki sisi positif yaitu cerdas dan berbakat serta lebih
konservatif dibanding dengan adik-adiknya
Anak kedua atau anak tengah sejak lahir sudah terbiasa berbagi perhatian orang
tua dengan kakaknya dan hal tersebut membuat anak kedua atau anak tengah lebih
mudah untuk bekerjasama dibanding dengan anak sulung. Anak kedua atau anak
tengah memiliki ciri khas yaitu seolah-olah dalam situasi perlombaan untuk dapat
terus mengejar dan mengungguli kakaknya. Mereka sering bermimpi namun
terkadang tergesa-gesa dalam mencapainya.
Anak tengah adalah anak yang memiliki kedudukan yang diapit oleh seorang atau
beberapa orang kakak dan seorang atau beberapa orang adik. Karena keadaan fisik
kakaknya biasanya lebih besar maka dapat menimbulkan tekanan bila kakaknya
bertindak otoriter. Adiknya yang kecil dengan kelucuannya dapat merebut
perhatian orangtua sehingga seringkali menimbukan rasa iri.
4
2.1.3 Karakteristik Anak Bungsu
Adler (dalam Hall & Linzey, 2009:252) mengamati masing-masing anak dalam
urutan kelahiran mempunyai keunggulan dan kelemahan, namun yang paling
sering menarik perhatian dalam keluarga adalah anak bungsu. Menurut Agus
Sujanto (2009:54), dari orangtua, kadang-kadang nampak seakan-akan ada hak
istimewa kepada anak bungsu, yaitu apabila orangtua itu mempunyai banyak
anak, sehinga nampak status ekonomi sosialnya menurun. Dengan menurunnya
status ekonomi sosial ini, si anak bungsu dirasakan sebagai anak yang hidup
dalam keadaan yang tidak sama dengan waktu kakak-kakaknya masih kecil
dahulu, dan orangtua mengkhayati hal semacam ini dengan mencurahkan
perasaan dengan perbuatan-perbuatan yang menampakkan lebih menyayangi anak
bungsunya.
Baker (2004:21), juga menyebutkan anak bungsu dalam sebuah keluarga memiliki
masalah yang sama dengan anak tunggal, selain juga tekanan orangtua mereka
yang sudah lelah menjadi orangtua, dan kemarahan kakak-kakak mereka yang
mengakibatkan tidak berlakunya semua tradisi di rumah, peraturan dan jam
malam. Akibatnya anak ini tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan
karakter yang kuat dalam bidang-bidang penting untuk kesuksesan dan
keberadaannya di masa depan.
Adapun, anak bungsu cenderung merasa aman, percaya diri, spontan, bersifat
baik, murah hati, manja, tidak matang, ekstrovert, kemampuan berempati, merasa
tidak mampu dan rendah diri, memusuhi saudaranya yang lebih tua, iri hati, tidak
bertanggung jawab dan bahagia.
5
2.2 Ciri – Ciri Anak Sulung, Tengah dan Bungsu
1. Sering merasa sendiri atau terasingkan. Hal ini terjadi karena umumnya
anak sulung merupakan anak yang diharapkan oleh orang tuanya maka
ketika lahir seluruh perhatian mereka tertuju pada anak sulung. Ketika
anak kedua lahir, perhatian orang tuanya pun terbagi untuknya tetapi
6
ketika si bungsu lahir seluruh perhatian orang tuanya akan tertuju pada si
bungsu.
3. Tegas dan mandiri. Tidak seperti anak sulung yang cenderung keras, anak
tengah terkadang lebih memilih untuk menjadi tegas dan lebih bisa
memposisikan dirinya didalam suatu keluarga.
5. Susah untuk diatur dan ambisius. Anak tengah akan susah untuk diatur
dan cenderung keras kepala dalam suatu keluaraga maupun lingkungan
sekitarnya karena mereka memiliki ego yang tinggi.
1. Cenderung keras dan banyak menuntut sebagai akibat dari kurang ketatnya
disiplin dan “dimanjakan” oleh anggota-anggota keluarga.
2. Tidak banyak memiliki rasa benci dan rasa aman yang lebih besar karena
tidak pernah disaingi oleh saudara-saudaranya yang lebih muda.
3. Biasanya dilindungi oleh orangtua dari serangan fisik atau verbal kakak-
kakaknya dan hal ini mendorong ketergantungan dan kurangnya rasa
tanggung jawab.
5. Mengalami hubungan sosial yang baik di luar rumah dan biasanya popular
tetapi jarang menjadi pemimpin karena kurangnya kemauan memikul
tanggung jawab.
7
6. Cenderung merasa bahagia karena memperoleh perhatian dan
“dimanjakan” anggota-anggota keluarga selama awal masa kanakkanak.
8
BAB III
PENUTUP
.1 Kesimpulan
Pengalaman orang tua ketika anak harus dirawat di rumah sakit merupakan
pengalaman yang menegangkan. Di rumah sakit anak harus menghadapi
lingkungan yang asing dan pemberi asuhan yang tidak dikenal. Seringkali
anak harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan
kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui.
Peran orang tua yang dipaparkan oleh Chen (2005) menjelaskan bahwa
bentuk peran serta orang tua selama anak dirawat di rumah sakit adalah
dengan menjalin kolaborasi antara orang tua dengan profesi kesehatan dan
kehadiran orang tua yang dapat memberikan rasa nyaman pada anak. Bentuk
kolaborasi orang tua dan profesi kesehatan diwujudkan dengan adanya
keterlibatan orang tua dalam perawatan, memberikan support emosional
kepada anak, ikut terlibat pada tindakan yang sederhana, menjelaskan kepada
anak tentang kondisi anak dan memenuhi kebutuhan anak selama dirawat.
.2 Saran
Pada saat anak dihospitalisasi, orang tua sebaiknya mempersiapkan baik
secara fisik maupun psikologis sehingga peran serta orang tua dapat dilakukan
dengan baik. Peran serta orang tua meliputi memenuhi kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Orang tua bias berperilaku yang positif
sehingga anak merasa terlindungi.
Perawat di ruang rawat anak sebaiknya membina hubungan yang lebih
baik kepada orang tua maupun anak. Segala informasi tentang kondisi anak
bisa disampaikan mulai anak masuk rumah sakit sampai pulang sehingga tidak
menimbulkan kecemasan pada orang tua. Pada pelaksanaan perawatan
sebaiknya melibatkan orang tua sehingga anak merasa nyaman berada
disamping orang tuanya.
9
DAFTAR PUSTAKA
10