Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“ASUHAN KEBIDANAN DENGAN ATRESIA ANI”

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh Kelompok 2


Anggota :

Aisha Salsabila Rahmah (P07124220002)


Sebrina Damian Vinanti (P07124220062)

POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Kebidanan Dengan Atresia Ani”.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku
dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang kami buat demi masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.

Banjarbaru, September 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang terbanyak pada
daerah anorektal. Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai
malfornasi anorektal, adalah suatu atresia kelainan kongenital tanpa anus
atau dengan anus penyakit tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit cacat kongenital pada
dijumpai adanya kelainan anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah
angka kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan.
Kejadia. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan
perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumiah penduduk
Indonesia 200 juta. Hasil surveilans Kemenkes, pada periode September
2014 – Maret 2018 terdapat 1.085 bayi dengan kelainan bawaan. Jenis
kelainan bawaan terbanyak adalah talipes dan orofacial cleft defect.
Sedangkan kasus atresia ani dilaporkan 9,7% kasus, yaitu urutan kelima
dari kelainan bawaan tersering.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar atresia ani ?
2. Bagaimana manajemen asuhan kebidanan pada bayi dengan kelainan
atresia ani ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar atresia ani.
2. Untuk mengetahui Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan
kelainan atresia ani.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Atresia Ani


1. Pengertian
Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang
memisahkan bagian entodern menyebabkan pembentuk tulang anus
yang tidak normal atau sempurna. Anus terlihat rata atau sedikit
cekung ke dalam atau terkadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum
2. Penyebab
Atresia ani dapat disebabkan dari beberapa faktor, antara lain :
a. Saluran pencernaan atas dengan daerah dubur terputus sehingga
bayi lahir tanpa lubung dubur.
b. Ketidak sempurnaan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan
c. Terdapat gangguan atau terhentinya perkembangan embriologi di
daerah usus, rektum pada bagian distal serta traktus urogenitalis ,
yang terjadi antara minggu keempat hingga keenam usia
kehamilan
3. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala yang akan terjadi apabila bayi
mengalami kelainan atresia ani yaitu sebagai berikut :
a. Tidak mengeluarkan tinja atau feses dalam 24 – 48 jam pertama
setelah lahir.
b. Perut bayi tampak buncit yang tidak normal, membesar, atau
membengkak
c. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
d. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat
(hiperperistaltik) pada akultasi.

3
e. Tidak ada lubang anus.
f. Memiliki lubang anus di tempat yang tidak semestinya, misalnya
terlalu dekat dengan vagina.
g. Ada selaput yang menutupi lubang anus
h. Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk
menentukan tingginya atresia.
i. Terkadang tampak ileus obstruktif.
j. Dapat terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering terjadi
fistelrektovaginal, sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi
fistel rektourinal.
4. Klasifikasi
a. Supralevator = high = letak tinggi (proximal)
1) Tidak mencapai tingkat m. levator anus, dengan jarak antara
ujung buntu rektum sampai kulit premium > 1 cm.
2) Biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing (fistel
rectovesical) atau ke saluran genital (fistel rectovaginal).
3) Rektum di atas Pubococcygeal line.
4) Dengan fistel 90 %, tidak ada fiskel 10 %.
5) Fiskel secara klinis
b. Translevator = low = letak rendah (distal)
1) Rektum menembus m. levator anus, sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
2) Rectum terletak di bawah garis yang melalui ischium point
(Pubococcygeal line).
3) Dapat merupakan stenosis anus yang hanya membutuhkan
dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis yang
mudah dibuka segera setelah anak lahir.
5. Komplikasi
a. Konstipasi
b. Robekan (perforasi) usus
c. Infeksi saluran kemih

4
d. Inkontinensia tinja atau urine
e. Penumpukan cairan di vagina (hidrokolpos)
f. Penyempitan anus (stenosis anus)
6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yang bertujuan untuk memastikan diagnosis diantaranya :
a. Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X pada abdomen, pemeriksaan ini dilakukan untuk
menentukan kejelasan gambaran keseluruhan bowel serta untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dan sfingte rnya.
c. CT-Scan, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
lesi atau tidak.
d. Pvelografi intra vena, pemeriksaan ini berguna untuk menilai
pelviokalises dan ureter.
e. Pemeriksaan fisik pada rektum, pemeriksaan ini biasanya akan
dilakukan colok dubur atau lebih gampang nya dilakukan
pengecekan suhu melalui anus.
f. Rongenogram abdomen dan pelvis, pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi apakah fistula yang berhubungan dengan
trankus urinarius atau tidak
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Preventif :
Diberitahukan kepada ibu hamil untuk berhati-hati dalam
mengkonsumsi obat-obatan pada saat usia kehamilan tiga bulan.
b. Pemeriksaan segera setelah bayi lahir.
Memeriksa segera lubang anus segera setelah bayi lahir dan
lakukan rujukan. Penatalaksanaan medis yaitu dilakukan fistektomi
ditempat yang lunak/ anus pada atresia ani letak rendah. Pada
atresia ani letak tinggi dilakukan colostomy.
c. Penatalaksanaan Lanjutan

5
1) Pembuatan kolostomi
Kolostimi yaitu sebuah lubang buatan yang dibuat
oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk
mengeluarkan feses. Pembuatan lubang kolostomi biasanya
sementara ataupun permanent dari usus besar atau colon iliaka.
Untuk anomaly tinggi dilakukan tindakan kolostomi beberapa
hari setelah lahir.
2) Posterio Sagital Ano Rektal Plasy (PSARP)
Bedah definitifnya, yaitu tindakan Anoplasty dan
umumnya ditunda 9-12 bulan. Penundaan ini bertujuan untuk
member waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot
untuk berkembang. Tindakan ini juga dapat memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
3) Penutupan kolostomi
Tindakan yang terakhir dari penderita Atresia ani.
Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai
buang air besar (BAB) melalui anus. Pertama BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB akan berkurang
frekuensinya dan agak padat.
4) Pemberian cairan parenteral contohnya KAEN 3B.
Pemberian antibiotic yang berguna untuk mencegah
infeksi pasca operasi seperti cefotaxime dan garamicin.
5) Pemberian vitamin c
Pemberian vitamin c dapat dilakukan yang berguna
untuk meningkatkandaya tahan tubuh pada anak.

6
BAB III

TINJAUAN KASUS

7
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai