Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS KELOMPOK PRAKTIK KLINIK III

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA Ny “L” G1P0A0H0UK 37-38


MINGGU DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT
DI RUANG BERSALIN RSUD KOTA MATARAM
JUM’AT 24 MEI 2019

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK I2

1. DESIFA HAYATIN NUFUS 5. RIZKIA CAHYANTI

(P07124117046) (P07124117025)

2. HAWARIATUL HUSNA 6. TILA ENJELINA PERMATASARI

(P07124117051) (P07124117070)

3. NI KADEK WINDI AYU PUTRI 7 WIDIA JULINDASARI

(P07124117060) (P07124117033)

4. NURRAHIMA SERANANI 8. YESI PATRIA JULIARTA

(P07124117023) (P07124117038)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

JURUSAN DIV KEBIDANAN


2018/2019
LEMBAR PERSETUJUAN
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA NY “L” G1P0A0H0 UK 37-38 MINGGU
DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT
DI RUANG BERSALIN RSUD KOTA MATARAM
Disusun oleh :

Kelompok I2

1. DESIFA HAYATIN NUFUS 5. RIZKIA CAHYANTI

(P07124117046) (P07124117025)

2. HAWARIATUL HUSNA 6. TILA ENJELINA PERMATASARI

(P07124117051) (P07124117070)

3. NI KADEK WINDI AYU PUTRI 7 WIDIA JULINDASARI

(P07124117060) (P07124117033)

4. NURRAHIMA SERANANI 8. YESI PATRIA JULIARTA

(P07124117023) (P07124117038)

Di setujui oleh :

Pembimbing Lahan

(Winda Nisa Ekari S.SiT.)

Pembimbing Pendidikan I Pembimbing Pendidikan II

(Linda Meliati S.SiT.M.Kes.) (Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti M.Keb.)


NIP : 197707052006042001 NIP : 198606152008122005

Pembimbing Pendidikan III

(RA.Wulandari SST.)
NIP: 199004112014022003
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat izin-
Nya dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Laporan ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan penjelasan bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kelompok
ini tidak lepas dari bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada;
1. H. Awan Darmawan, S.Pd, M.Kes,. selaku direktur Poltekkes Kemenkes
Mataram.
2. Syajaratuddur Faiqah S.SiT. M.Kes. selaku ketua jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Mataram.
3. Imtihantun Najahah SST., M.Kes, selaku ketua prodi D.IV Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Mataram.
4. Dr.H.Lalu Herman Mahaputra, M.Kes.,M.Hum. selaku direktur RSUD Kota
Mataram.
5. Syukrun Nikmah,S.Keb. Selaku kepala ruang bersalin RSUD Kota Mataram
6. Winda Nisa Ekari S.SiT. selaku pembimbing lahan
7. Linda Meliati S.SiT.M.Kes , selaku pembimbing pendidikan I
8. Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti S.SiT.M.Kes SST. M.Kes. selaku pembimbing
pendidikan II
9. RA. Wulandari SST. Selaku pembimbing pendidikan III
10. Para Bidan dan seluruh petugas kesehatan di RSUD Kota Mataram
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat
menyempurnakan laporan ini kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi para pembaca, akhirnya penyusun mengucapkan
terimakasih.

Mataram, Senin 17 Juni 2019


Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................................2
KATA PENGENTAR...............................................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................5
B. Tujuan............................................................................................................................7
C. Manfaat..........................................................................................................................7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Pre Eklamsi .................................................................................................9
B. Etiologi Pre Eklamsi......................................................................................................9
C. Patofisiologis Pre Eklamsi.............................................................................................9
D. Penatalaksanaan Pre Eklamsi........................................................................................15
E. Tanda dan Gejala .........................................................................................................16
F. Faktor Resiko Pre Eklamsi ...........................................................................................17
G. Diagnosis Pre Eklamsi .................................................................................................17
H. Penanganan dan Pengobatan Pre Eklamsi ....................................................................18
I. Pengelolaan Pre Eklamsi Berat ....................................................................................20
J. Pemberian MgSO4 .......................................................................................................21
K. Prosedur Penanganan Pre Eklamsi di RSUD Kota Mataram ........................................24
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengumpulan Data Dasar..............................................................................................26
B. Interpretasi Data Dasar..................................................................................................30
C. Mengidentifikasi Diagnosa/ Masalah Potensial.............................................................32
D. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera..........................................................................32
E. Rencanan Asuhan Yang Menyeluruh............................................................................32
F. Pelaksanaan...................................................................................................................36
G. Evaluasi.........................................................................................................................39
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................................41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................42
B. Saran.............................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI).AKI adalah jumlah kematian ibu
selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh
kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena
sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000
kelahiran hidup.Indikator ini tidak hanya mampu menilai program
kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat,
karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari
sisi aksesibilitas maupun kualitas.

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011;2) menyatakan penyebab


langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah persalinan. Penyebab langsung kematian ibu adalah
perdarahan (32%) preeklamsia dan eklamasia (25%) partus lama dan infeksi
(5%) dan abortus (1%).Preeklamsia dan Eklamsia merupakan penyebab
kedua dari kematian ibu, dimana penyakit ini belum di ketahui penyabab
pastinya seperti apa, yang dapat di ketahui hanyalah gejala dan tanda -
tanda terjadinya penyakit ini yaitu adanya protein urine, tekanan darah
≥140/90 mmHg, dan adanya oedema.
Angka kematian bayi di provinsi NTB berdasarkan laporan tahun
2017 jumlah kasus kematian bayi adalah 953 kasus dari 103.926 kelahiran
hidup, turun dibandingkan tahun 2016 dengan jumlah kasus kematian bayi
adalah 1.006 kasus dari 103.132 kelahiran hidup dimana di kota Mataram
sendiri terdapat 44 kasus kematian bayi pada tahun 2017. AKB di provinsi
NTB masih diatas angka nasional sehingga dibutuhkan terobosan-terobosan
dan program-program yang mepunyai daya ungkit kuat untuk menurunkan
AKB (profil Dikes Propinsi NTB 2017).
Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian neonatal dengan cara : 1) meningkatkan kualitas pelayanan
emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit
PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED) dan 2) memperkuat
5
sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit.
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar
setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan
pelayanan keluarga berencana. Pada bagian berikut, gambaran upaya
kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari : (1) pelayanan kesehatan ibu
hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu
hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu
nifas, (5) Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan (6)
pelayanan kontrasepsi.

Status kesehatan maternal merupakan salah satu indicator untuk melihat


derajat kesehatan perempuan.Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan
indicator yang penting dalam menggambarkan status kesehatan maternal.
Kesehatan ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu targetyang ditentukan
dalam tujuan AGENDA 2030 (SustainableDevelopment Goals) yang ke-3
yaitu menargetkan AKI (Angka KematianIbu) 70 per 100.000 kelahiran
hidup, AKB (Angka Kematian Bayi)maksimum 12 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian balita maksimum 25 per 1000 kelahiran
hidup1. Kesehatan ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu target yang
ditentukan dalam SDGs 2030 namun angka kematian ibu, bayi dan balita di
ndonesia masih tergolong tinggi dan merupakan salah satu masalah utama
kesehatan yang dimana menjadi tugas dan tanggung jawab bersama
khususnya tenaga kesehatan dan masyarakat.

Angka kejadian kasus Pre-Eklamsia Berat (PEB) dari 1 bulan terakhir


yaitu pada tanggal 1-31 Mei 2019 di RSUD Kota Mataram dengan jumlah 4
pasien dari jumlah pasien 454 yang ada di Ruang Bersalin. Berdasarkan
uraian diatas untuk menghindari terjadinya komplikasi pada ibu dan janin
maka penanganan akhir yang dilakukan adalah dengan tindakan seksio
sesaria.
6
Melihat data tersebut di atas penulis tertarik untuk menulis kasus dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada NY”L” Dengan Pre-Eklamsia Berat Di
RSUD Kota Mataram Tanggal 25 Mei 2019”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan dapat melakukan asuhan kebidanan pada Ny’’L’’
dengan Pre – Eklamsi Berat dengan pendokumantasian Varney
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan asuhan kebidanan pada
Ny’’L’’ dengan Pre-Eklamsia Berat
b. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian data subyektif
dan obyektif pada NY’’L” denganpre-eklamsia berat
c. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan interpretasi data dasar pada
Ny ”L” dengan pre-eklamsia berat
d. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosa kebidanan
berdasarkan pengkajian data obyektif dan subyektif yang di dapatkan
pada Ny’’L”’ dengan Pre-Eklamsia Berat
e. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan tindakan segera yang
harus dilakukan pada Ny “L” dengan Pre-Eklamsia Berat
f. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan perencanaan asuhan
padaNy “L” dengan Pre-Eklamsia Berat
g. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penatalaksanaan pada
NY’’L’’ dengan Pre-Eklamsia Berat
h. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang
dilakukan terhadap Ny “L” dengan Pre-Eklamsia Berat
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam menangani kasus
patologi khususnya yang berkaitan dengan Pre-Eklamsia Berat dan dapat
mengaplikasikan dengan ilmu yang sudah didapatkan, dan menjadikan
suatu pengalaman dan dasar untuk melakukan tindakan selanjutnya.

7
2. Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran
terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pelayanan ibu bersalin
degan Pre-Eklamsia Berat
3. Bagi lahan praktik
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi lahan
praktik dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien
khususnya pasien dengaan Pre-Eklamsia Berat

8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pre-Eklamsia
Pre-Eklamsia Berat (PEB) adalah tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg
yang disertai oleh proteinuria ≥ +2 dengan menggunakan dipstick atau 5 mg/l pada
penggumpalan urine 24 jam, setelah usia kehamilan 20 minggu
(Wiknjosastro,2008:199).
Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Ai Yeyeh.R, 2011).
B. Etiologi Pre-Eklamsia
Penyebab penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Secara
teoritik urutan - urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi,
dan proteinuria.Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas
dapat dianggap bukan preeklamsi.

Dari gejala tersebut timbul hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang
paling penting.Namun, penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini.Bila
penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan
atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

C. Patofisiologi Pre-Eklamsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia.Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet.Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trombositopeni.Infark plasenta dan obstruksi plasenta
9
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.
Perubahan pada organ-organ:

1. Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada


preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2. Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak


diketahui penyebabnya.Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik.Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah.Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau di dalam retina.

10
4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada


plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin.Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi
partus prematur.

6. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh


edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis.Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

D. Penatalaksanaan Preeklampsia

Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan


persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan
pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya
harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan
hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah
hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan
beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama
pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin
hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.

Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :

1. Preeklamsi ringan

Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi


perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu.
Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan
proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-

11
pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di
rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam,
pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati,
asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi
berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial
tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan
janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan,
dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat
tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung
trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x
seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan
penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan.
Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan
umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik
yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan
janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan
preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai
tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan
profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap
preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema,
peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan
meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali
tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian
sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu
fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam
janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan
tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di
rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian
menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur
pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang

12
mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian
acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan
menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan,
pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar penelitian.
Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan
preeklamsi ringan.

Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST


dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan
konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test.
Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak
umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat
berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid
dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan
berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka
monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya
solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.

2. Preeklamsi berat

Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,


mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan
merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau
terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika
terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah
sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.

Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan


progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena
itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi,
disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah
usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,
penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk
meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal
jangka pendek dan jangka panjang.
13
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif
pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang
menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu
mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya
dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu
dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita
preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu,
wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus
diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan
preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23
minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.

Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat


adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan
perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam
setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya
bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli
menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang
lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan
dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi
tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi
tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg
bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20
mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang
diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit
kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat
diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan
hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam
14
terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin
dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan
kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.

Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi


berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal
puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran
tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika
hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik
thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.

Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam


kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau
kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi
pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami
konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak.
Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah
ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara
cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat
menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko
terjadinya edema pulmonal atau edema otak.

Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada
wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya
hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan
lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan
ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah
mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk
memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita
penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi
epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan
tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat
menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan
bahwa penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat

15
digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi
berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati.
Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan
bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah
persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman
digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan,
tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.

Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Indikasi ibu
a) Usia kehamilan ≥ 38 minggu
b) Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
c) Kerusakan progresif fungsi hepar
d) Kerusakan progresif fungsi ginjal
e) Suspek solusio plasenta
f) Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
g) Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
2. Indikasi janin
a) IUGR berat
b) Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
c) Oligohidramnion.
E. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami pre-
eklamsi berat yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik >110 mmHg,
terjadi peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus, trombosit <100.000/mm 3,
terkadang disertai oligouria <400ml/24 jam, protein urine >2-3 gr/liter, ibu hamil
mengeluh nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal
yang berat, perdarahan retina dan oedema pulmonum. Terdapat beberapa penyulit
juga yang dapat terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal ginjal,
gagal jantung, gangguan fungsi hati, pembekuan darah, sindrom HELLP, bahkan
dapat terjadi kematian pada bayi, ibu dan atau keduanya bila pre-eklamsi tidak
segera ditangani dengan baik dan benar (Ai Yeyeh.R, 2011).

16
F. Faktor resiko Pre-Eklamsia
1. Kehamilan pertama (Primipara)
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar
G. Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan


pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstream.
2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat

Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda
utama : hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk
kepentingan statistic, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda

17
menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh karena cepat tidaknya penyakit
meningkat tidak dapat diprediksi.
H. Penanganan Dan Pengobatan Pre-Eklamsia
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan
perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan
pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test (NST) dan
ultrasonograft (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :
a) Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau
gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6
jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24
jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b) Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra
uterine growth retardation (IUGR)/janin terhambat.
3. Hasil laboratorium
Adanya HELLP syndrome (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar
dan trombositopenia).
4. Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berat (dilakukan dirumah
sakit dan atas instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan
berbaring miring ke kiri ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30
menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan antasida, diet
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat
anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-
tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka.
Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

18
5. Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
6. Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
7. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral.
8. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda
menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid
D.
9. Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-
obat antipiretik diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon
2 cc secara IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan
ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita
kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin
HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin
lahir.
2. Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang
belum inpartu, yaitu :
a) Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih
dan dengan fetal heart monitoring.
b) Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal
assessment jelek. Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop <5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya

19
tetesan oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih
diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
I. Pengelolaan preeklampsia berat

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,


pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan (Prawirohardjo, 2010)

1. Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan yang sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang


tanda-tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan
kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat
badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

2. Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia


ringan, dibagi menjadi dua unsur:

a) Sikap terhadap penyakitnya, pemberian obat-obat dan terapi medisinalis.


b) Sikap terhadap kehamilannya ialah:

Aktif: manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila


keadaan hemodinamika sudah stabil.

Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko timggi untuk terjadinyan edema
paru dan oliguria.Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
faktor faktor yang sangat menetukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
onkotrik koloid/ pulmonary capillary wedge pressure.

20
Oleh karena itu monitoring input cairan ( melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penying. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berupa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin.Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakuakn
tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa: (a) 5 % Ringer-dektrose
artau cairan garam faali dengan jumlah tetesan: < 125 cc/ jam atau (b) Infus
Dektrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125
cc/ jam) 500 cc.

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi


bila produksi urin < 30 cc/ jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/ 24 jam. Diberikan
antsida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

J. Pemberian MgSO4 (Magnesium Sulfat)


1. Pemberian obat antikejang adalah:
a) Obat antikejang adalah:
(1) MgSO4 (Magnesium Sulfat)
b) Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang:
(1) Diasepam
(2) Fenitoin

Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsi telah banyak dicoba pada


prnderita eklampsia.

Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen.Fenitoin


sodium mepunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena.Fenitoin
sodium diberikan dalam dosis 15 mg/ kg berat badan dnegan pemberian
intravena 50 mg/ mrnit.Hasilnya tidak lebih baik magnesium
sulfat.Pengalaman pemakaian Fenitoin dibeberapa senter di dunia masih
sedikit.

Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat


(MgSO4H2O).

21
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskukar.Transmisi neuromuskukar membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi(terjadi
kompetitif inhibition antar ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium
yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja Magnesium
Sulfat.Magnesium Sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan utama untuk
antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.

2. Pemberian anti kejang (MgSO4)


MgSO4hanya diberikan melalui IM dimana 4 gram pada bokongkiri dan 4
gram pada bokong kanan.MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-
tanda preeklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.Pemberian
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda keracunan magnesium sulfat, yaitu
kelemahan otot, hipotensi, refleksfisiologis menurun, fungsi jantung terganggu,
depresi, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan.
a) Dosis awal

4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%


dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di
bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam larutan 10 cc)
dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan 1cc xylocain 2 % yang tidak mengandung adrenalin pada
suntikan IM.

b) Dosis ulangan

Diberikan 4 gram IM 40 % setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis


ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak
melebihi 2-3 hari.

c) Cara Persalinan:

22
Diusahakan pervaginam, namun jika dalam 24 jam induksi dianggap gagal,
harus dilakukan SC. SC jugadilakukan bila terdapat maternal distress dan
fetal distress.

3. Cara persalinan
a) Diutamakan pervaginam, kecuali ada indikasi SC
b) Jika belum inpartu, pertahankan kehamilan sampai aterm.
c) Jika inpartu, persalinan diteruskan seperti lazimnya
d) Jika telah bebas dari gejala PEB, pasien masih tetap dirawat 3 hari lagi baru
diizinkan pulang.
e) Agresif atau aktif (untuk kehamilan lebih dari 37 minggu).
4. Indikasi ibu:
a) Kegagalan terapi medikamentosa
b) Tanda dan gejala impending eklampsia
c) Gangguan fungsi hepar dan ginjal
d) Dicurigai solusio plasenta
e) Timbulnya gejala inpartu
5. Indikasi janin :
a) Usia kehamilan lebih dari 37 minggu
b) IUGR (berdasarkan hasil USG)
c) NST (Non Stressed Test) non reaktif dan profil biofisik abnormal.
d) Oligohidramnion
6. Indikasi laboratorium:
a) Trombositopenia progresif
b) Menjurus ke arah HELLP syndrome
c) Terapi Medikamentosa
d) Infus RL atau dekstrosa 5%
e) Pemberian anti kejang (MgSO4)
3. Pemeberian anti hipertensi
1) Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi, seperti:
a) Antihipertensi lini pertama
(1) Nifedipin

23
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120
mg dalam 24 jam.

b) Antihipertensi lini kedua

(1) Sodium nitroprusside: 0,25 µg i.v. /kg/ menit, infus; ditingkatkan


0,25 µg i.v./kg/ 5 menit.

(2) Diazokside: 30-60 mg i.v./ 5 menit; atau i.v. infus 10 mg/menit/


dititrasi.

2) Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:


a) Nifedipin
(1) Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
maksimum 120 mg per 24 jam
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.
3) Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah Hidralazin, akan
tetapi di Indonesia obat tersebut tidak tersedia, jadi bisa diberikan:
a) Labetolol 10 mg secara i.v.
(1) Jika respom tidak baik (tekanan diastol tetap >100 mmHg), berikan
labetolol 20 mg secara i.v.
(2) Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respon tidak baik
sesudaha 10 menit.
(3) Atau berikan Nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10
menit, beri tambahan 5 mg sublingual.
(4) Metildopa 3 x 250-500 mg/hari.
K. Prosedur Penanganan Preeklamsia Di RSUD Kota Mataram
1. Penatalaksanaan konservatif Pre-eklamsia ringan
a) Pre-eklamsia RinganRawat inap di rumah sakit
b) Bedrest dengan menurunkan aktifitas fisik
c) Sering melakukan pengukuran TD (setiap empat jam kecuali tengah malam
dan pagi hari)
d) Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan protein dalam urin (untuk
dievaluasi setiap dua hari), hematokrit, hitung trombosit, kadar kreatinin,
urat dan fungsi hati (untuk dievaluasi dua kali seminggu)
24
e) Evaluasi janin dengan USG (pada saat masuk rumah sakit dan setelah itu,
dua minggu sekali)
f) Pemberian anti hipertensi metal dopa dan nifedipine bila diastolik >90.
Hindari pemberian diuretic.
g) Lahirkan bayi jika kandungan pasien telah cukup umur atau ketika terdapat
tanda-tanda ketidak stabilan ibu dn janin.
2. Pre-eklamsia Berat
a) Profilaksis Kejang
(1) MgSO4 Intravena diberikan selama persalinan dan selama evaluasi
awal pasien
(2) MgSO4digunakan untuk menghentikan atau mencegah konvulsi
tanpa menyebabkan depresi SPP baik dan janin dan tidak boleh
diberikan untuk anti hipertensi.
(3) Dosis awal pemberian MgSO440% 4 gram/IV (Bolus) diencerkan
dalam 10 cc aquadest dengan spuit 20 cc, diberikan dalam 5 sampai
10 menit, pasang infuse RL drip MgSO440% sebanyak 15 cc dengan
tetesan 28 x/menit dan memasang dawer chateter.
(4) Dosis jaga 1-2 gram/jam dengan tetesan IV lambat dimulai segera
setelah dosis awal dan dilanjutkan 24 jam setelah persalinan atau
setelah konvulsi terakhir.
(5) MgSO4harus selalu diberikan dengan metode infuse terkendali atau
pantau untuk mencegah overdosis yang dapat bersifat lethal.
(6) Keracunan MgSO4 dihindari dengan dengan memastikan bahwa
sebelum pemberian setiap dosis pasien memiliki:
- Output urine tidak kurang dari 30 cc/jam
- Reflekss patella yang terjaga
- Kecepatan pernafasan >12/menit
(7) Ca Glukonas harus tersedia bila terjadi toksisitas (gram/intravena)
yang disuntikkan selama beberapa menit diberikan.

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA Ny “L”


G1P0A0H0 UK 37-38 MINGGU DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT
DI RUANG BERSALIN RSUD KOTA MATARAM

I. PENGUMPULAN DATA DASAR


 Hari/Tanggal :Jumat , 24 Mei 2019
 Waktu : Pukul 09:00 WITA
 Tempat pengumpulan data : Ruang Bersalin RSUD Kota Mataram
1. DATA SUBYEKTIF (S)
Identitas / Biodata
Nama pasien : Ny “L”
Nama suami :Tn “L”
Umur : 31
Umur : 35
Agama :Islam
Agama :Islam
Pendidikann : SMA
Pendidikann : S1
Pekerjaan : IRT
Pekerjaan :PNS
Suku/ Bangsa :Sasak/Indonesia
Suku/ Bangsa :Sasak/Indonesia
Alamat : Dasan Agung
Alamat : Dasan Agung
AnamnesaKebidanan

1. Tujuan / alasan kunjungan : Ibu hamil 9 bulan datang ke Rumah Sakit


membawa surat pengantar dari dokter untuk dilakukan induksi persalinan.
2. Tanda-tanda bahaya : Pusing yang berlebih
3. Keluhan Utama :Ibu mengatakan saat ini merasa
pusing
26
4. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Status perkawinan : Menikah
Menikah yang ke : 2 kali
Lama : 1 tahun
b. Bahasa yang digunakan di rumah : Bahasa Sasak
c. Kebiasaan hidup sehat : Ibu tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-
obatan terlarang dan tidak meminum minuman beralkohol
d. Dukungan dari suami atau keluarga mengenai kehamilannya : Suami
terkadang membantu pekerjaan ibu
e. Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan : Ibu dan keluarga
merasa bahagia dan senang
f. Status kesehatan suami : Suami ibu dalam keadaan sehat
g. Skrining Imunisasi TT : TT2 (TT1 waktu kelas 5 SD) (TT2 awal kehamilan)
h. Beban Kerja dan kegiatan sehari-hari :Menyapu, mencuci, memasak,
dan bersih-bersih rumah.
i. Pengambil Keputusan dalam keluarga : Ibu bersama dengan suami
j. Hubungan seks selama kehamilan :Tidak Dilakukan
k. Rencana tempat melahirkan dan penolong persalinan : Melahirkan di
puskesmas dan ditolong oleh Bidan
l. Persiapan persalinan
1) Transportasi : Motor atau mobil
2) Pendamping persalinan : Ibu atau suami
3) Alat – alat dan pakaian ibu beserta bayi : Sudah disiapkan
4) Donor darah : Saudara
5) Biaya/kartujaminan yang dimiliki : BPJS (kelas 3)
5. Riwayat penyakit keluarga:
a. Jantung : Tidak ada
b. Hipertensi : Ibu mengatakan ayahnya memiliki penyakit hipertensi
c. Diabetes Mellitus : Ibu mengatakan ibunya memiliki penyakit DM
d. KeturunanKembar : Tidak ada
e. Sirce cell disease : Tidak ada
f. Alergi : Tidak ada
g. Epilepsi : Tidak ada

27
h. Kelainan Mental : Tidak ada
i. KelainanKongenital : Tidak ada
j. Lain – lain : Tidak ada
6. Riwayat Kesehatan / penyakit yang pernah atau sedang diderita ibu
a. Jantung : Tidak ada
b. Hipertensi : Tidak ada
c. Diabetes Mellitus : Tidak ada
d. Tuberkolosis : Tidak ada
e. PenyakitGinjal : Tidak ada
f. Riwayatalergi : Tidak ada
g. Gangguan Mental : Tidak ada
h. Sirce cell disease : Tidak ada
i. Lain – lai : Tidak ada
7. Riwayat penyakit menular seksual
Riwayat diagnosis dan pengobatan seksual trans mitted infection termasuk
AIDS:
a. Pengeluaran vagina yang abnormal : Tidak ada
b. Luka dan pembengkakan pada vaginal : Tidak ada
c. Rasa nyeri pada saat berkemih : Tidak pernah
d. Diare yang berkelanjutan lebih dari 1 bulan : Tidak pernah
8. Riwayat operasi :
a. Operasi atau luka pada pelvis : Tidak pernah
b. Transfusi darah : Tidak pernah

9. Riwayat ginekologi Salpingectomy


a. Pengobatan infertilitas : Tidak pernah
b. Kehamilan ektopik : Tidak pernah
c. Operasi pada vagina, pelvic, dan uterus : Tidak pernah
10. RiwayatMenstruasi
a. Usia Menarche : 13 tahun
b. Siklusmenstruasi : 30 hari
c. Lama menstruasi : 7 sampai 9 hari
d. Jumlahdarah :Biasa, 2-3 kali ganti pembalut

28
e. Rasa sakit pada saat menstruasi :Perut terasa mules
11. Riwayat Kontrasepsi
a. Metode yang pernah dipakai : Tidak ada
b. Lama penggunaan kontrasepsi sebelum hamil :-
c. Kapan berhenti dan alasannya :-
12. Riwayat kehamilan ini
a. Hamil ke : 1
(pertama)
b. HPHT : 09–09-
2018
c. Umur kehamilan menurut ibu : 9 bulan
d. Pergerakan fetus dirasakan pertama kali : Usia kehamilan 5 bulan
e. Pergerakan fetus dalam 12 jam terakhir : Lebih dari 10 kali
f. Riwayat periksa ANC : 12 kali di Puskesmas dan Posyandu
(TM 1 : 3 kali di Posyandu ) ( TM 2: 3 kali di Posyandu 1 kali di
Puskesmas) ( TM 3: 4 kali di Posyandu 1 kali di Puskesmas) ( sumber
buku KIA)
g. Kekhawatiran – kekhawatiran khusus : Tidak ada
h. Obat yang dikonsumsi/termasuk jamu : Tablet tambah darah
yang diberikan oleh bidan sebanyak 2 bungkus,Kalk,B6,Vit C
( sumber buku KIA).
13. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Hamil Riwayat penyulit


Tempat Jenis BBL Umur
ke UK Penolong JK
persalinan persalinan Hamil Bersalin Nifas (gr) (thn)

I Ini - - - - - - - - -

14. Riwayat diet atau gizi yang dikonsumsi atau makan sehari – hari : (sebelum
dan selama hamil):

Sebelum hamil Selama hamil

Frekuensi makan Dua kali sehari Tiga kali sehari

29
Porsi Satu piring Satu piring

Menu/jenis Menu 4 bintang/beragam Menu 4 bintang/beragam

Kesulitan Tidak ada Tidak ada

Frekuensi minum 8 gelas perhari 8 gelas perhari

(sumber buku KIA)

15. Pola eliminasi :

BAB Sebelum Hamil Selama hamil

Frekuensi 1 kali sehari 2 kali sehari

Penyulit Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Lunak Lunak

BAK Sebelum hamil Selama hamil

Frekuensi 3-4 kali sehari Sering (> 4 kali sehari)

Penyulit Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Kekuningan, jernih Kekuningan, jernih

16. Beban kerja atau aktivitassehari – hari: Menyapu, mencuci, memasak, dan
bersih-bersih rumah
Pola istirahat dantidur :

Sebelum hamil Selama hamil

Siang ± 2 jam 1 jam

Malam 7-8 jam 7-8 jam

Kesulitan Tidak ada Tidak ada

17. Personal Hygiene

Frekuensi

30
Mandi 2 kali sehari

Gosok gigi 2 kali sehari

Ganti pakaian 2 kali sehari

Periksa gigi Tidak pernah

2. DATA OBJEKTIF (O)


a. Keadaan umum : Baik
b. Keadaan emosi : Stabil
c. Kesadaran : Composmentis
d. Posturtubuh : Normal
e. Berat badan : 65 kg
f. BB sebelum kehamilan : 50 kg
g. Kenaikan BB selama hamil :15kg
h. Tinggi badan : 153 cm
i. IMT : 22,6kg/m²
j. Lila : 25 cm
k. HTP :16-06-2019
l. Tanda – tanda vital
1) Tekanan darah : 170/120 mmHg
2) Nadi : 80 x/menit
3) Suhu tubuh : 36,7 ° C
4) Respirasi : 20x/menit
m. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : Bersih, rambut hitam, tidak ada ketombe,
distribusi merata, tidak rontok, dan tidak ada lesi
2) Muka
a) Warna : Tidak pucat
b) Chloasma gravidarum : Tidak ada
c) Oedema : Tidak ada
3) Mata

31
a) Konjungtiva : Tidak pucat (kemerahan)
b) Sklera : Putih, tidak ikterus
4) Mulut dan gigi
a) Bibir : Lembab, tidak pucat, dan tidak pecah-pecah
b) Rahang dan lidah : Tidak ada lesi
c) Gigi dangusi :Bersih, gusi tidak pucat, tidak ada perdarahan,tidak ada
karies, tidak ada flak.

5) Leher
a) Kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran
b) Kelenjar getah bening/Limfe : Tidak ada pembesaran
c) Bendungan vena Jugularis : Tidak ada
6) Payudara
a) Simetris : Simetris
b) Aerola : Hyperpigmentasi
c) Pembesaran : Normal
d) Warna kemerahan : Tidak ada
e) Puting susu : Menonjol
f) Retraksi/Dimpling : Tidak ada
g) Benjolan /Massa : Tidak ada
h) Pengeluaran : Kolostrum
i) Rasa nyeri tekan : Tidak ada
7) Abdomen
a) Bekas luka operasi : Tidak ada
b) Linea : Nigra
c) Striae : Livide
d) Palpasi Leopold
(1) Leopold I : TFU 25 cm, teraba bulat tidak melenting
(bokong) di fundus
(2) Leopold II : Tereba punggung di sebelah kanan ibu (PUKA)
(3) Leopold III : Presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP
(4) Leopold IV : 4/5 bagian

32
e) DJJ : (+), irama teratur 12-12-13, frekuensi DJJ 152 x/menit
f) TBBJ : 2.170 gram
g) HIS : (-)
8) Tangan dan kaki
a) Nyeri/perih saat menggenggam : Tidak ada
b) Tangan : Tidak ada oedema
c) Ujung jari/kuku : Normal (tidak pucat)
d) Oedema pada kaki : Tidak ada
e) Varises di kaki : Tidakada
f) Reflek patella : +/+
9) Pemeriksaan laboratorium/penunjang
Tanggal: 24-05-2019
a) Darah
(1) Hb : 11 gr%
(2) Golongan darah : O+
b) Urine
(1) Protein : (+2)
(2) Reduksi : (-)
10) Pemeriksaan penunjang lain
a) Sifilis : (-)
b) HbsAg : (-)
c) HIV : (-)
d) pH : 6,0
e) USG ( 15-05-2019 Sumber buku KIA )
(1) Hasil USG : AC : 20,57
(2) GA :25
(3) HC/AC :1.00
(4) FL :1.10 cm
(5) EDD : 25-05-2019
(6) FL/AC : 19,83 cm
(7) FL/BPD : 66,11 cm
(8) FL/HC : 18,5 cm
II. INTERPRETASI DATA DASAR

33
1. Diagnosa
a. Ibu :G1P0A0H0 usia kehamilan 37-38 minggu
dengan Pre-Eklampsia Berat
b. Janin :Tunggal/Hidup/Intrauterine, presentasi
kepala, K/U janin baik
2. Data Dasar
a. Data Subyektif (DS)
1) Ibu datang ke rumah sakit membawa surat pengantar dari dr. Gede H. Sp.OG.
2) Ibu mengatakan sekarang sedang pusing
3) Ibu mengatakan bahwa ini adalah kehamilan pertamanya
4) Ibu mengatakan bahwa ia tidak pernah keguguran
5) Ibu mengatakan hamil 9 bulan
6) Ibu mengatakan hari pertama dan haid terakhir tangga 09 September 2018
7) Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janinnya sampai sekarang
b. Data Objektif (DO)
1) Keadaan umum ibu dan janin baik
2) TTV
a) TD : 170/120 mmHg
b) Nadi : 80 x/menit
c) Suhu : 36,7 oC
d) Respirasi : 20 x/menit
3) Hasil pemeriksaan Leopold
a) Leopold I : TFU 25 cm, teraba bokong di fundus
b) Leopold II : Teraba punggung di sebelah kanan ibu (PUKA)
c) Leopold III : Presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP
d) Leopold IV : 4/5 bagian
4) Hasil pemeriksaan DJJ
a) Irama teratur 12-12-13, frekuensi DJJ 152x/menit
5) Hasil pemeriksaan lab
a) Sifilis : (-)
b) HBsAg : (-)
c) Protein urine : (+2)
d) HIV : (-)

34
e) Hb : 11 gr%
3. Masalah : Ibu merasa khawatir dengan keadaanya
4. Kebutuhan :Memberikan dukungan moril dan motivasi
kepada ibu dan memberitahu keadaanya.
-Konsultasi kepada dr advice (dr.Gede H. SpOg.)
III. MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
1. Eklampsia dan kematian pada ibu
2. IUFD pada janin

IV. KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN SEGERA


1. Mandiri : Memantau tekanan darah, lakukan
pemeriksaan CTG dan memantau tetesan infuse
2. Kolaborasi : Kolaborasi dengan dr. Sp.OG dan
dr.Sp.Anastesi untuk pemberian terapi dan tindakan selanjutnya
V. RENCANA ASUHAN YANG MENYELURUH
Hari/tanggal : Jumat 24 Mei 2019
Waktu : Pukul 10:15 WITA
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2. Berikan KIE tentang Pre eklamsia
3. Anjurkan ibu rawat inap dan tirah baring kiri
4. Anjurkan ibu untuk diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat dan rendah
lemak
5. Advice dari dr.Sp.OG (dr. Gede H. Sp.OG):
1) Terapi yang diberikan :
a. Memasang infuse RL 20 TPM
b. Nifedipine 3x1 hari/ 10 mg
c. Injeksi MgSo4 4 mg secara IM
d. Memasang O2 3-4 liter/menit
e. Amoxilin 500 mg 3x1 tablet
f. Dexametasone 1 gr 2x1 IV
g. Memasang DC
35
(Terapy sudah diberikan dan di ACC oleh dokter)

6. Lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesejahtraan ibu dan janin

VI. PELAKSANAAN ASUHAN


Hari/tanggal : Jumat 24 mei 2019
Waktu : Pukul 10:15 WITA
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan dan keadaanya sekarang bahwa
dari hasil pemerksaan laboratorium protein urine ibu (+2) Pemeriksaan
tanda-tanda vital: TD : 170/120 mmHg suhu 36,7 o C, nadi 80x/menit,
pernapasan 20x/menit, dan ibu mengalami tanda bahaya kehamilan yaitu pre
eklamsia
2. Memberikan KIE tentang Pre eklamsia
a. Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai protein urine dan odema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan
b. Klasifikasi pre eklampsia ada 2 yaitu pre eklampsia ringa ditandai dengan
TD 140/90 mmHg, dan pre eklampsia berat ditandai dengan tekanan darah
160/110 mmHg dengan protein urine +4
c. Tanda dan gejala yaitu pandangan mata kabur,odema ,nyei pada uluh hati,
hipertensi dan protein urine.
3. Menganjurkan ibu rawat inap dan tirah baring miring kiri
4. Menganjurkan ibu untuk diet makanan tinggi protein
(daging,sapi,ayam,telur,tempe) tinggi karbohidrat (gandum,beras,singkong,ubi
jalar) dan rendah lemak ( sayuran hijau,buah-buahan,ar putih)
5. Memberikan terapi dari dr.Advice:
a. Memasang infuse RL 20 TPM
b. Nifedipine 3x1/hari 10 mg
c. Injeksi MgSo4 4 mg secara IM
d. Memasang O2 3-4 liter/menit
e. Dexa 1 gr 2x1 IV
f. Memasang DC
6. Melakukan observasi persalinan
7. Persiapan SC

36
LEMBAR OBSERVASI

HIS DJJ TTV


Tgl/ Pengeluaran
+/ Keluhan Ket.
Jam Frek Lama Intens Frek Irama TD N S pervaginam
-
24 Mei 2x 25 Sedan + 136 11- 17 84 3 Bloody slym ibu VT
2019 g 12-11 0/1 6, mengeluh 1cm,
10 7 sakit 20%,
pukul pinggang ketuban
10.15 dan (+) tera
wita dirinya kepala
merasa denomin
lemas dan or bel
pusing jelaspen
unan
kepala
Hodge
tidak
teraba
bagian
kecil ja
dan

37
pusat
24 Mei 2x 25 Sedan + 136 11- 84 Bloody slym Lemas
2019 g 12-11 dan
pukul pusing
10.45
wita
24 Mei 2x 25 Sedan + 136 11- 84 Bloody slym Lemas
2019 g 12-11 dan
pukul pusing
11.15
wita
24 Mei 3x 30 sedan + 136 11- 84 3 Bloody slym Lemas
2019 g 12-11 6, dan
pukul 7 pusing
11.45
wita
24 Mei 3x 30 Sedan + 136 11- 84 3 Bloody slym Lemas
2019 g 12-11 6, dan
pukul 7 pusing
12.15
24 Mei 3x 35 sedan + 136 11- 84 Bloody slym Lemas VT Ø
2019 g 12-11 dan cm, eff
pukul pusing %,
12.15 ketuban
wita (+) tera
kepala
denomin
or bel
jelaspen
unan
kepala
Hodge
tidak

38
teraba
bagian
kecil ja
dan
pusat
24 Mei + 144 12- 17 - -
2019 12-12 0/1
pukul 00
20.30
wita
24 Mei + 148 12- 18 - -
2019 12-13 0/1
pukul 10
21.30
wita
24 Mei + 152 12- 16 - -
2019 13-13 0/1
pukul22 00
.30 wita

25 Mei + 132 11- 17 - -


2019 11-11 0/1
pukul 00
01.30
wita
25 Mei + 136 11- 17 - -
2019 12-11 0/1
pukul 00
03.00
wita

VII. EVALUASI HASIL ASUHAN

Hari/tanggal : Jumat, 24 mei 2019

39
Waktu : Pukul 12.15 WITA
1. Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan dan mengerti akan keadaannya.
2. Ibu telah mengetahui tentang bahaya Pre-eklamsia yang dialaminya
3. Ibu bersedia rawat inap dan tirah baring miring kiri
4. Ibu bersedia diet makanan tinggi protein ( daging,sapi,ayam,telur) tinggi
karbohidrat ( gandum,beras,singkong,ubi jalar) dan rendah lemak( sayuran
hijau,buah-buahan,ar putih)
5. Ibu sudah diberikan terapi:
a. Memasang infuse RL 20 TPM
b. Nifedipine 3x1/hari 10 mg
c. Injeksi MgSo4 4 mg secara IM
d. Memasang O2 3-4 liter/menit
e. Pasang DC
6. Persiapan pra operasi
a. Memakaikan baju operasi
b. Mencukur bulu pubis
c. Memasangkan cateter voly
d. Melakukan skin tes (Cepoferazone)
7. Hasil akhir
Tanggal/jam : Sabtu, 24 mei 2019/ 14:15 wita
Tempat : Ruang Operasi RSUD Kota Mataram
1) Pemeriksaan pada ibu:
a. K/u ibu : sedang
b. Kesadaran : composmentis
c. Keadaan emosi : stabil
d. TTV
- TD : 150/90 mmHg
- N : 85 x/menit
- S : 36,5◦ C
- Rr : 21 x/menit
2) Pemeriksaan pada bayi:

40
- Bayi lahir dengan tindakan SC jenis kelamin laki-laki, berat badan:
2.200 gram, panjang badan: 48 cm, Lila:9 cm, Lika:45 cm,Lida:46 cm.
pemeriksaan fisik: Lanugo (+) tidak ada kelainan apapun, anus (+).
- Bayi segera dirujuk ke NICU.

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pada kasus Ny “L” dari pengkajian didapatkan pada data subyektif,
didapatkan pasien mengatakan hamil ke 1 usia kehamilan 9 bulan mengeluh penglihatan
kabur,. Ibu mengatakan HPHTnya pada 09-09-2018. Dari data obyektif didapatkan TD :
170/120 mmHg, proteinuria +2. TFU : 25 cm tidak ada kontraksi, DJJ (+), irama 12-12-
13 (152x/menit). Pada pemeriksaan dalam didapatkanbelum ada pembukaan.
Dari pengkajian tersebut dapat dibuatkan analisa kebidanan yaitu ibu
G1P0A0H0umur kehamilan 37-38 minggu dengan PEB. Janin tunggal,hidup, intrauterin,
presentasi kepala k/u janin baik. Hal ini sesuai dengan gejala yang diderita oleh ibubahwa
preeklamsia berat ditandai dengaan adanya proteinuria +2 atau lebih dan adanya hipertensi
atau adanya oedema pada daerah extremitas atas atau bawah.
Untuk melakukan pemantauan ibu diberikan cairan infuse ringer laktat dengan drip
MgSO4. Pada pukul 09:30 ibu diberikan nefidipine 1 tablet per oral untuk menstabilkan
tekanan darah dan gastrol per vaginal untuk merangsang kontraksi.Tekanan darah dan
keluhan ibu tetap di pantau setiap 30 menit untuk melihat reaksi dari cairan dan obat yang
diberikan.

41
Pada penatalaksanaan dilakukan induksi persalinan dan pemberian RL 500 cc dengan 10
cc MgSO4 secara bolus.
Dari tinjauan kasus dan tinjauan teori tidak ada kesenjangan apapun, dimana pada
menanganan kasus PEB yang di alami oleh NY”L” hampir sama dengan penanganan kasus
PEB pada umumnya dan diberikan tindakan sebagaimana mestinya. Tindakan awal yang
diberikan pada NY”L” sesuai dengan penanganan pada kasus PEB (Protap) yang sudah
ada di RSUD Kota Mataram dan sesuai dengan Advice yang diberikan oleh dokter.
Tindakan akhir yang dilakukan pada NY”L” adalah persiapan pra opersai seperti
memasangkan pakaian operasi, mencukur bulu pubis, memasangkan cateter menetap,
melakukan skin test serta pemeriksaan DJJ. Kemudian NY”L” dibawa ke ruang operasi
untuk mendapatkan tindakan segera.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada NY’’L’’ dengan Pre-
Eklamsia Berat dengan pendokumantasian Manajment 7 langkah Varney
2. Mahasiswa mam pu melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif pada
NY’’L” dengan Pre-Eklamsia Berat
3. Mahasiswa mam pu melakukan interpretasi data dasar pada NY”L” dengan Per-
Eklamsia Berat
4. Mahasiswa mampu membuat diagnosa kebidanan berdasarkan pengkajian data
obyektif dan subyektif yang di dapatkan pada NY’’L’’ dengan Pre-Eklamsia
Berat
5. Mahasiswa mampu menentukan tindakan segera yang harus dilakukan pada Ny
“L” denganPre-Eklamsia Berat
6. Mahasiswa mampu menentukan perencanaan asuhan pada Ny “L” dengan Pre-
Eklamsia Berat
7. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada NY’’L’’ dengan Pre-
Eklamsia Berat

42
8. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang dilakukan terhadap
NY “L” dengan Pre-Eklamsia Berat
9. Dari kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa Ny “L” mengalami Pre-Eklamsia
Berat yang dilihat dari data subyektif dan data obyektif dimana Ny “L”
mengatakan tidak memiliki keluhan appapun akan tetapi tekanan darahnya tinggi,
dan didapatkan dari hasil pemeriksaan ibu tidak merasakan His atau kontraksi
serta tidak ada pengeluaran lendir bercampur darah kemudiandilakukan tindakan
pemberian induksi Gastrol per-vagina untuk merangsang kontraksi, Melakukan
informed consent pada suami atau keluarga terhadap tindakan yang akan
dilakukanyaitu penanganan terakhir hanya dengan tindakan operasi untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan janin yang dikandungnya.

B. Saran
1) Bagi lahan praktik
a. Diharapkan bagi RSUD Kota Mataram untuk terus mempertahankan mutu
pelayanan terutama pelayanan kebidanan khususnya pelayanan pada kasus
kegawatdaruratan maternal.
b. Diharapakan kepada Pembimbing Lahan untuk terus meningkatkan
bimbingan kepada mahasiswa yang melaksanakan praktek lahan sehingga
para mahasiswa mampu menerapkan teori yang didapat dari institusi masing-
masing langsung kepada pasien.
2) Bagi pendidikan
Diharapkan dari pihak pendidikan terus meningkatkan kualitas bimbingan dan
menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah mahasiswa dalam segala
hal selama melaksanakan praktek kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
3) Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa untuk terus belajar agar dapat melaksanakan asuhan
kebidanan dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal.

43
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik dan Eka Puspita.2015. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: TIM
Saryono. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. : Mitra Cendikia
Setyarini, Didien Ika&Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Materal dan Neonatal. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
Varney,H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Volume 2 Jakarta :
EGC
Wiknjossastro,H.2011.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.

44

Anda mungkin juga menyukai