Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

METRORAGI

Di Susun Oleh :
Nurtin Hasan
NIM. PO7120422089

Preceptor Institusi Preceptor Klinik

(……………………………………….) (……………………………………….)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN


KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN METRORAGI
A. DEFINISI

Metroragia merupakan perdarahan rahim yang terjadi secara tidak teratur di antara
dua siklus menstruasi biasanya ringan, meskipun bisa berkisar dari noda darah sampai
perdahan.
Biasanya, tanda umum ini mencerminkan perdarahan fisiologik ringan dari
endometrium selama ovulasi. Meskipun demikian, metroragia dapat menjadi satu-satunya
indikator dari kelainan ginekologi dan juga dapat berasal dari stres, obat, perawatan, dan
spiral. (Gianti Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber ,Nursing:
Menafsirkan Tnada-Tanda dan Gejala Penyakit:2011 hal 310)
Metroragia adalah perdarahan dengan jumlah yang bervariasi di antara periode
menstruasi, dengan interval yang tidak teratur tetapi sering terjadi. (Errol R. Norwitz ,
John O. Schorge ,At a Glance OBSTETRI DAN GINEKOLOGI :2006 hal 15)
Metroragia adalah saat dimana menstruasi terjadi dengan interval tidak teratur,
atau jika terdapat insiden bercak darah atau perdarahan di antara menstruasi. (Helen
Varney, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor ,Buku Ajar ASUHAN KEBIDANAN Edisi4
Volume1:2007 hal 346)
Metroragia adalah perdarahan uterus biasanya tidak banyak timbul pada interfan
partun menstruasi yang tidak biasanya. (Chandranita, 2004)
Metroragia adalah perdarahan uterus yang terjadi disaat-saat menstruasi. (Rahayu
Widiastuti, Banbang Eko W, Umi Kulsum ,Kamus Keperawatan:2011 hal 285)
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus
haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan
dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah
kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks),
kelainan fungsional dan penggunaan estrogen oksogen.
B. ETIOLOGI

1. Penyebab Medis
Servisitis. Servisitis dapat menyebabkan perdarahan spontan, bercak darah, atau
perdarahan pascatrauma.
Perdarahan disfungsi rahim. Perdarahan rahim yang abnormal yang tidak
disebabkan oleh kehamilan atau kelainan ginekologi besar lainnya, biasanya muncul
sebagai metroragia, meskipun juga bisa menyebabkan menoragia.
Polip endometrial. Pada sebagian besar pasien, polip endrometrial menyebabkan
perdarahan abnormal, biasanya diantara dua siklus menstruasi atau pascamenstruasi;
meskipun demikian, beberapa pasien tidak mengalami gejala apapun.
Endometriosis. Metroragia (biasanya pramenstruasi) dapat menjadi indikator satu-
satunya dari endrometriosis atau menyertai ketidaknyamanan siklis pada panggul,
ketidaksuburan, dan dispareunia. Massa aksenal yang nyeri tekan dan cekat dapat
teraba pada pemeriksaan bimanual.
Endometritis. Endometritis menyebabkan metroragia, rabas vagina bernanah, dan
pembesaran rahim. Juga menimbulkan demam, sakit perut bagian bawah, dan kram
otot perut.
Adenosis vagina. Adenosis vagina umumnya menimbulkan metroragia. Palpasi
menunjukkan adanya kekasaran atau nodula di daerah vagina yang terkena.
2. Penyebab lain
Obat. Antikoagulan dan kontrasepsi baik pil, susuk, maupun suntikan, dapat
menyebabkan metroragia.
Operasi dan prosedur. Konisasi dan kauterisasi leher rahim dapat menyebabkan
metroragia. (Gianti Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber ,Nursing:
Menafsirkan Tnada-Tanda dan Gejala Penyakit:2011 hal 311)
C. PATOFISIOLOGI 

Gangguan perdarahan yang dinamakan metroragia terjadi karena persistensi folikel


yang tidak pecah sehingga terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibat terjadi
hyperplasia endometrium karena stimulasi  estrogen yang berlebihan dan terus menerus.
Secara garis besar kondisi ini dapat terjadi  pada siklus ovulasi (pengeluaran sel
telur atau ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada
wanita premenopouse (polikelpersisten). Sekitar 90% perdarahan uterus disfungsional
(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovolation) dan 10% terjadi dalam siklus
ovulasi
Pada siklus ovulasi
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun
bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar
hormon estrogen sementara hormon progesterone tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovalation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopouse dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen
berlebihan sedangkan hormon progesterone rendah. Akibatnya dinding rahim
(endometrium). Mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga
(kava pembeluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah yang menyebabkan
terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain pihak perdarahan
tidak terjadi bersamaan permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas
diikuti perdarahan. Di permukaan lainnya jadilah perdarahan rahim berkepanjangan
(baradero mary, SPC,MM dkk,Klien gangguan system reproduksi dan seksualitas, 2005)

D. TANDA DAN GEJALA


1. Siklus menstruasi normal adalah 24-35 hari
2. Perdarahan terjadi di antara dua kejadian menstruasi
3. Perdarahan terjadi dengan konsistensi bercak-bercak (Dutton, 2011 dan Manuaba,
2008)
a. Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kuang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakkan
diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk survey suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasa dari endometrium tipe sekresi
tanpa adanya sebab organic,maka harus dipikirkan sebagai etiologinya.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan timbulnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-
kadang bersifat siklik, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpaut nya dengan jumlah folikel yang pada statu
waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia, dan kemuadian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah
pengaruh esdtrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasi
dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya
perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada
masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan
atau keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses
terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovalatoir, pada seorang
dewasa terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak
diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat
banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit
tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan,
kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan
perdarahan anovulatoir. (Prof dr. Hanifa wiknjosastro, DSOG. Ilmu kebidanan:1999)

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH, LH,
Proglatin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan
jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak
teratur atau wanita muda (<40 tahun) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus
menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia
mungkin terlewatkan bahkan saat kuratase. Maka penting untuk melakukan kuratase
ulang dan investigasi yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal
berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih
sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaan pada wanita yang tidak berhasil dalam uji
coba terapeutik.
4. Uji kehamilan : untuk melihat ada tanda-tanda kehamilan.
5. Pemeriksaan koagulasi : untuk memantau faktor pembekuan darah. (Prof dr. Hanifa
wiknjosastro, DSOG. Ilmu kebidanan:1999)
F. PENATALAKSANAAN
Bila perdarahan sangat banyak, istirahat baring dan transfusi darah. Bila
pemeriksaan gynecologik menunjukkan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada
abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan
hormon steroid. Dapat diberikan:
1. Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan
secara IM di propionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradi 1,5 mg, atau valeras
estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi.
2. Progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium,
dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan
pes os seharinirethindrone 15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 m,
yang dapat diulangi berguna dalam masa pubertas.
Terapi hormonal :
Setelah perdarahan teratasi berikan :
 Conjugated oestrogen 2,5 mg per oral setiap hari selama 25 hari
 Tambahkan 10 mg medroxyprogesteron acetat untuk 10 hari terakhir
 Tunggu perdarahan lucut 5-7 hari pasca penghentian terapi
3. Androgen
Propionas testosteron 50 mg IM. Hormon ini memiliki umpan balik positif dari
perdarahan uterus akibat hiperplasia endometrium.
Pada pubertas, pengobatan bisa dilakukan dengan terapi hormonal. Pemberian
estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat di anjurkan. Terapi dapat
dilaksanakan pada hari ke-5 perdarahan uterus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan
progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid. (Astarto, 2011)
Kecuali pada pubertas, terapi yang baik dilakukan adalah dilatasi dan kerokan.
(wiknjosastro, 2010)
Ketika semua terapi sudah diberikan namun perdarahan masih belum juga berhenti,
langkah terakhir untuk metroragia adalah histerektomi. (Manuaba, 2008)

G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Keluhan utama
a) Nyeri perut saat haid klien dengan disminore.
b) Keluarnya darah haid berlebihan atau sedikit pada hiperminore dan hipominore
c) Adanya keluhan haid disiklus menstruasi pada oligominore dan poliminore dan
aminore.
2. Riwayat penyakit sekarang
    a. Mual dan Muntah
    b. Pusing.
    c. Kelelahan.
    d. Nyeri yang menjalar dari bawah perut sampai punggung belakang (PQRST)
3. Riwayat penyakit dahulu
   a. Pernah hamil atau belum pernah hamil.
   b. Pernah melakukan oprasi atau pembedahan,DM dll.
4. Riwayat obstetri
   a. Riwayat abortus
   b. Riwayat siklus haid.
      • Apakah haid teratur.
      • Siklus berapa.
      • Apakah ada masalah dengan haid.
      • HPHT.
   c. Riwayat kehamilan.
      • Hamil berapa kali
      • Ada masalah dalam kehamilan.
  d. Riwayat KB
      • Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan.
      • Masalah dengan cara tersebut.
      • Jenis kontrasepsi yang telah digunakan setelah persalinan.
5. Riwayat psikososial
   a. Keadaan yang menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehar-hari klien.
   b. Pendapat klien terhadap penyakit saat ini.
   c. Perubahan yang timbul saat haid
6. Pemeriksaan fisik
   a. Keadaan umum
      • Tekanan darah: 110/70-130/90 mmHg.
      • Respiratori: 16-24x/mnit
      • BB
      • Kesadaran.
      • Nadi:76-92x/mnit
      • Suhu:36-37x/mnit.
      • TB.
   b. Mata.
      • Conjungtiva pucat pada perdarahan banyak (anemis).
   c. Dada.
      • Mammae pada penderita aminore tidah tumbuh.
   d. Respiratori.
     • Jalan nafas.
   e. Abdomen
    • Nodul/pembesaran tmbulnya mioma.
   f. Genitalia.
    • Perinium.
    • Vesika urinaria.
   g. Extrimitas (Integumen)
    • Turgor kulit (CRT)
    • Warna kulit.
    • Kesulitan dalam pergerakan.
7. Data penunjang.
   • Lab (Urine,Hb)
   • USG
   • Terapi
b. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama haid.
2. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

c. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Kriteria hasil Intervensi
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri (I.08238) :
berhubungan dengan menurun dengan
agen pencedera kriteria : (L.08066) Observasi :
fisiologis (D.0077)
1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
menurun.
frekuensi, kualitas, intensitas
2. Meringis
nyeri
menurun
2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif 3. Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup

Terapeutik :

6. Berikan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Pertimbangkan jenis dan
Diagnosis Kriteria hasil Intervensi
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri.

Edukasi :

10. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
11. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
12. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
13. Ajarkan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :

14. Kolaborasi pemberian


analgetik, jika perlu

Risiko syok Tingkat syok Pencegahan syok (I.02068) :


berhubungan dengan  menurun dengan Observasi :
kekurangan volume kriteria : (L.03032) 1. Monitor status
cairan (D.0039) 1. Kekuatan nadi kardiopulmonal (frekuensi
meningkat dan kekuatan nadi, frekuensi
2. Output urine napas, TD, MAP)
meningkat 2. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
3. Tingkat kesadaran
3. Monitor status cairan
meningkat
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
4. Monitor tingkat kesadaran
dan respon pupil
Terapeutik :
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen
6. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanik, jika perlu
7. Pasang jalur IV, jika perlu
8. Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine, jika
Diagnosis Kriteria hasil Intervensi
perlu
Edukasi :
9. Jelaskan penyebab/factor
risiko syok
10. Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
11. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
12. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi :
13. Kolaborasi pemberian IV,
jika perlu
14. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
Intoleransi Aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178) :
berhubungan dengan meningkat dengan Observasi :
kelemahan (D.0056) kriteria : (L.05047) 1. Identifikasi gangguan fungsi
1. Keluhan Lelah tubuh yang mengakibatkan
menurun. kelelahan
2. Dispnea saat 2. Monitor kelelahan fisik dan
aktivitas menurun emosional
3. Dispnea setelah 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas menurun 4. Monitor lokasi dan
4. Frekuensi nadi ketidaknyamanan selama
membaik melakukan aktivitas
Terapeutik :
5. Sediakan lingkungan yang
nyaman dan rendah stimulus
(mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
6. Lakukan Latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan.
Edukasi :
9. Anjurkan tirah baring
Diagnosis Kriteria hasil Intervensi
10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi :
13. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary, SPC, MM.dkk. 2005. Klien gangguan sistem reproduksi dan seksualitas.
Jakarta: EGC
Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis Jakarta
Gianti Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber  2011, Nursing:
Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit: Jakarta
Helen Varney, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor ,2007 Buku Ajar ASUHAN
KEBIDANAN Edisi 4 Volume1 Jakarta
Hanifa wiknjosastro, DSOG. Prof dr. 1999 Ilmu kebidanan
Manuaba, chandradinata.dkk. 2004. Gawat-darurat Obstetri-ginekologi & Obsetri-
ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC
Rahayu Widiastuti, Banbang Eko W, Umi Kulsum ,2011 Kamus Keperawatan
Tarwoto, Ratna Aryani, Wartonah, 2009 . Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan Jakarta

Anda mungkin juga menyukai