Anda di halaman 1dari 9

Laporan Pendahuluan Penyakit Metroragia

A. DEFINISI

Metroragia merupakan perdarahan rahim yang terjadi secara tidak teratur di antara dua siklus
menstruasi biasanya ringan, meskipun bisa berkisar dari noda darah sampai perdahan.
Biasanya, tanda umum ini mencerminkan perdarahan fisiologik ringan dari endometrium
selama ovulasi. Meskipun demikian, metroragia dapat menjadi satu-satunya indikator dari
kelainan ginekologi dan juga dapat berasal dari stres, obat, perawatan, dan spiral. (Gianti
Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber ,Nursing: Menafsirkan Tnada-Tanda dan
Gejala Penyakit:2011 hal 310)
Metroragia adalah perdarahan dengan jumlah yang bervariasi di antara periode
menstruasi, dengan interval yang tidak teratur tetapi sering terjadi. (Errol R. Norwitz , John O.
Schorge ,At a Glance OBSTETRI DAN GINEKOLOGI :2006 hal 15)
Metroragia adalah saat dimana menstruasi terjadi dengan interval tidak teratur, atau jika
terdapat insiden bercak darah atau perdarahan di antara menstruasi. (Helen Varney, Jan M.
Kriebs, Carolyn L. Gegor ,Buku Ajar ASUHAN KEBIDANAN Edisi4 Volume1:2007 hal 346)
Metroragia adalah perdarahan uterus biasanya tidak banyak timbul pada interfan partun
menstruasi yang tidak biasanya. (Chandranita, 2004)
Metroragia adalah perdarahan uterus yang terjadi disaat-saat menstruasi. (Rahayu
Widiastuti, Banbang Eko W, Umi Kulsum ,Kamus Keperawatan:2011 hal 285)
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.
Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih
diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip
endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan
estrogen oksogen.
B. ETIOLOGI

1. Penyebab Medis

Servisitis.Servisitis dapat menyebabkan perdarahan spontan, bercak darah, atau perdarahan


pascatrauma.

Perdarahan disfungsi rahim. Perdarahan rahim yang abnormal yang tidak disebabkan oleh
kehamilan atau kelainan ginekologi besar lainnya, biasanya muncul sebagai metroragia,
meskipun juga bisa menyebabkan menoragia.

Polip endometrial. Pada sebagian besar pasien, polip endrometrial menyebabkan perdarahan
abnormal, biasanya diantara dua siklus menstruasi atau pascamenstruasi; meskipun demikian,
beberapa pasien tidak mengalami gejala apapun.
Endometriosis. Metroragia (biasanya pramenstruasi) dapat menjadi indikator satu-satunya dari
endrometriosis atau menyertai ketidaknyamanan siklis pada panggul, ketidaksuburan, dan
dispareunia. Massa aksenal yang nyeri tekan dan cekat dapat teraba pada pemeriksaan bimanual.

Endometritis. Endometritis menyebabkan metroragia, rabas vagina bernanah, dan pembesaran


rahim. Juga menimbulkan demam, sakit perut bagian bawah, dan kram otot perut.

Adenosis vagina. Adenosis vagina umumnya menimbulkan metroragia. Palpasi menunjukkan


adanya kekasaran atau nodula di daerah vagina yang terkena.

2. Penyebab lain
Obat. Antikoagulan dan kontrasepsi baik pil, susuk, maupun suntikan, dapat menyebabkan
metroragia.

Operasi dan prosedur. Konisasi dan kauterisasi leher rahim dapat menyebabkan metroragia.
(Gianti Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber ,Nursing: Menafsirkan Tnada-
Tanda dan Gejala Penyakit:2011 hal 311)

C. PATOFISIOLOGI
Gangguan perdarahan yang dinamakan metroragia terjadi karena persistensi folikel yang
tidak pecah sehingga terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibat terjadi hyperplasia
endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus.
Secara garis besar kondisi ini dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel telur atau
ovum dari indung telur),tanpa ovulasi maupun keadaan lain,misalnya pada wanita premenopouse
(polikelpersisten). Sekitar 90% perdarahan uterus disfungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa
ovulasi (anovolation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi
Pada siklus ovulasi
Perdarahan rahim yang bias terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan
waktu menstruasi.perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormone estrogen sementara
hormone progesterone tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovalation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopouse dan masa reproduksi. Hal ini
karena tidak terjadi ovulasi,sehingga kadar hormone estrogen berlebihan sedangkan hormone
progesterone rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium). Mengalami penebalan berlebihan
(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kava pembeluh darah dan kelenjar) yang memadai.kondisi
inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain
pihak perdarahantidak terjadi bersamaan permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh
lantas diikuti perdarahan. Di permukaan lainnya jadilah perdarahan rahim berkepanjangan
(baradero mary, SPC,MM dkk,Klien gangguan system reproduksi dan seksualitas,2005)

D. TANDA DAN GEJALA


1. Siklus menstruasi normal adalah 24-35 hari
2. Perdarahan terjadi di antara dua kejadian menstruasi
3. Perdarahan terjadi dengan konsistensi bercak-bercak (Dutton, 2011 dan Manuaba, 2008)

a. Perdarahan ovulatori

Perdarahan ini merupakan kuang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan
ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk survey suhu badan
basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasa dari endometrium tipe sekresi tanpa
adanya sebab organic,maka harus dipikirkan sebagai etiologinya.

b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan timbulnya endometrium. Dengan menurunnya
kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklik,
kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpaut nya dengan jumlah folikel yang pada statu waktu
fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan
kemuadian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh esdtrogen tumbuh
terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasi dapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan
anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada masa
permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau
keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan realizing
faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun
keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovalatoir, pada seorang dewasa terutama dalam
masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor
ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan
disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga
berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan
lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir. (Prof dr. Hanifa wiknjosastro, DSOG. Ilmu
kebidanan:1999)

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH, LH, Proglatin dan
androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang
mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua
dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda
(<40 tahun) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan
endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuratase.
Maka penting untuk melakukan kuratase ulang dan investigasi yang sesuai pada seluruh kasus
perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi,
histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaan pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba
terapeutik.
4. Uji kehamilan : untuk melihat ada tanda-tanda kehamilan.
5. Pemeriksaan koagulasi : untuk memantau faktor pembekuan darah. (Prof dr. Hanifa
wiknjosastro, DSOG. Ilmu kebidanan:1999)

F. PENATALAKSANAAN

Bila perdarahan sangat banyak, istirahan baring dan transfusi darah


Bila pemeriksaan gynecologik menunjukkan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada
abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon
steroid. Dapat diberikan:
1. Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara IM di
propionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradi 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi
apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi.

2. Progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan
kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan pes os seharinirethindrone
15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 m, yang dapat diulangi berguna dalam
masa pubertas.

Terapi hormonal :
Setelah perdarahan teratasi berikan :
 Conjugated oestrogen 2,5 mg per oral setiap hari selama 25 hari
 Tambahkan 10 mg medroxyprogesteron acetat untuk 10 hari terakhir
 Tunggu perdarahan lucut 5-7 hari pasca penghentian terapi

3. Androgen
Propionas testosteron 50 mg IM. Hormon ini memiliki umpan balik positif dari perdarahan
uterus akibat hiperplasia endometrium.
Pada pubertas, pengobatan bisa dilakukan dengan terapi hormonal. Pemberian estrogen dan
progesteron dalam kombinasi dapat di anjurkan. Terapi dapat dilaksanakan pada hari ke-5
perdarahan uterus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21
siklus haid. (Astarto, 2011)
Kecuali pada pubertas, terapi yang baik dilakukan adalah dilatasi dan kerokan. (wiknjosastro,
2010)
Ketika semua terapi sudah diberikan namun perdarahan masih belum juga berhenti, langkah
terakhir untuk metroragia adalah histerektomi. (Manuaba, 2008)

G. PROGNOSIS
Keberhasilan pengobatan bergantung tindakan yang dilakukan pada subjek. Terapi hormonal
menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi efektif dapat mengoreksi banyak sekali kasus
ketidakteraturan menstruasi yang sering ditemukan. Sedangkan dilakukan tindakan kuratase
efektif untuk wanita yang memiliki kelainan struktural. (Norwitz, 2008)

2.2. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Keluhan utama
a. Nyeri perut saat haid klien dengan disminore.
b. Keluarnya darah haid berlebihan atau sedikit pada hiperminore dan hipominore
c. Adanya keluhan haid disiklus menstruasi pada oligominore dan poliminore dan aminore.

2. Riwayat penyakit sekarang


a. Mual dan Muntah
b. Pusing.
c. Kelelahan.
d. Nyeri yang menjalar dari bawah perut sampai punggung belakang (PQRST)

3. Riwayat penyakit dahulu


a. Pernah hamil atau belum pernah hamil.
b. Pernah melakukan oprasi atau pembedahan,DM dll.
4. Riwayat obstetri
a. Riwayat abortus
b. Riwayat siklus haid.
• Apakah haid teratur.
• Siklus berapa.
• Apakah ada masalah dengan haid.
• HPHT.
c. Riwayat kehamilan.
• Hamil berapa kali
• Ada masalah dalam kehamilan.
d. Riwayat KB
• Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan.
• Masalah dengan cara tersebut.
• Jenis kontrasepsi yang telah digunakan setelah persalinan.
5. Riwayat psikososial
a. Keadaan yang menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehar-hari klien.
b. Pendapat klien terhadap penyakit saat ini.
c. Perubahan yang timbul saat haid

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
• Tekanan darah: 110/70-130/90 mmHg.
• Respiratori: 16-24x/mnit
• BB
• Kesadaran.
• Nadi:76-92x/mnit
• Suhu:36-37x/mnit.
• TB.
b. Mata.
• Conjungtiva pucat pada perdarahan banyak (anemis).
c. Dada.
• Mammae pada penderita aminore tidah tumbuh.
d. Respiratori.
• Jalan nafas.
e. Abdomen
• Nodul/pembesaran tmbulnya mioma.
f. Genitalia.
• Perinium.
• Vesika urinaria.
g. Extrimitas (Integumen)
• Turgor kulit (CRT)
• Warna kulit.
• Kesulitan dalam pergerakan.
7. Data penunjang.
• Lab (Urine,Hb)
• USG
• Terapi
B. Diagnosa keperwatan
1. Nyeri(akut atau kronis) berhubungan dengan kontraksi uterus selama haid.
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umun.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnose Kriteria hasil Intervensi
Nyeri(akut atau kronis) bd Kreteria hasil: 1. Kaji tingkat nyeri.
kontraksi uterus selama haid. • Klien mengungkapkan 2. Jelaskan penyebab nyeri
adanya penurunan rasa pada klien.
nyeri/hilang. 3. Sarankan untuk relaksasi
• Klien bisa relaksasi dengan dengan mengatur posisi dan
ekspresi wajah yang tidak mengalihkan perhatian.
menunjukkan rasa nyeri. 4. Anjurkan dan bantu klien
• TTV dalam batas normal. pada disminore dikompres
dengan air hangat.
5. Kolaborasi penberian obat
anti nyeri.
6. Observasi TTV.

Resiko kurangnya volume Kreteria hasil: 1. Kaji status hidrasi pada


cairan bd perdarahan. • Turgor kulit baik baik( ). klien.
• Mukosa bibir tidak kering. 2. Kaji intek output cairan
• Kelopa mata tidak cekung. dan banyaknya pendarahan.
• Klien tidak haus. 3. Jelaskan pada klien
• Kencing Output kurang dan penyebabnya pendarahan dan
rencana tindakan
pekat.
keperawatan selanjutnya.
4. Anjurkan klien untuk
minum secara
adekuat(Minum 2,5liter/hri).
5. Kolaborasi pemberian
cairan parenteral( jika
diperlukan).
6. Kolaborasi pemnberian
obat untuk penderahan.
7. Observasi TTV
Intoleransi Aktivitas Kriteria Hasil: 1. Observasi
berhubungan dengan - Berpartisipasi dalam adanya pembatasan
kelemahan umun aktifitas fisik tanpa disertai klien dalam
peningkatan tekanan darah, beraktifitas
nadi dan pernafasan 2. Kaji adanya
- Mampu melakukan aktifitas factor yang
sehari-hari menyebabkan
Kriteria penilaian NOC: kelelahan
1. Tidak 3. Monitor
dilakukan sama sekali nutrisi dan sumber
2. Jarang energy yang adekuat
dilakukan 4. Monitor akan
3. Kadang adanya kelelahan
dilakukan fisik dan emosi secara
4. Sering berlebih
dilakukan 5. Bantu klien
5. Selalu untuk
dilakukan mengidentifikasi
aktifitas yang mampu
dilakukan
6. Bantu untuk
memilih aktifitas
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan
fisik dan psikologis
7. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktifitas
seperti kursi roda
8. Kolaborasi
dengan tenaga
rehabilitasi medic
dalam merencanakan
program terapi yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Evelyn C. Pearce ,Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis Jakarta


Tarwoto, Ratna Aryani, Wartonah ,2009 . Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan
Jakarta
Gianti Wijianto; drg. Anastasia L. Juwono; Yasmin Scheiber 2011,Nursing: Menafsirkan Tnada-
Tanda dan Gejala Penyakit: Jakarta
Helen Varney, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor ,2007 Buku Ajar ASUHAN KEBIDANAN
Edisi4 Volume1 Jakarta
Rahayu Widiastuti, Banbang Eko W, Umi Kulsum ,2011 Kamus Keperawatan
Prof dr. Hanifa wiknjosastro, DSOG. 1999 Ilmu kebidanan
Manuaba, chandradinata.dkk. 2004. Gawat-darurat Obstetri-ginekologi & Obsetri-ginekologi
sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC
Baradero,mary,SPC,MM.dkk. 2005. Klien gangguan sistem reproduksi dan seksualitas. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai