Anda di halaman 1dari 11

Perdarahan rahim disfungsional adalah perdarahan abnormal akibat

perubahan hormonal.
Perdarahan rahim disfungsional paling sering terjadi pada awal dan akhir
masa reproduktif; 20% kasus terjadi pada remaja dan lebih dari 50% terjadi
pada wanita yang berusia di atas 45 tahun.
"/> Perdarahan rahim disfungsional adalah perdarahan abnormal akibat
perubahan hormonal.
Perdarahan rahim disfungsional paling sering terjadi pada awal dan akhir
masa reproduktif; 20% kasus terjadi pada remaja dan lebih dari 50% terjadi
pada wanita yang berusia di atas 45 tahun.

Perdarahan Uterus Disfungsional


Perdarahan rahim disfungsional adalah perdarahan
abnormal akibat perubahan hormonal.
Perdarahan rahim disfungsional paling sering terjadi
pada awal dan akhir masa reproduktif; 20% kasus
terjadi pada remaja dan lebih dari 50% terjadi pada
wanita yang berusia di atas 45 tahun.
Gejala

Perdarahan rahim disfungsional dapat dibedakan dari


periode menstruasi yang biasanya dari beberapa
karakteristik berikut:
* Terjadi lebih sering (jarak antar perdarahan kurang
dari 21 hari - polimenore).
* Sering terjadi perdarahan yang tidak teratur di antara
siklus menstruasi (metrorrhagia).
* Perdarahan yang terjadi banyak atau berlangsung
lebih dari 7 hari, tetapi pada interval yang teratur
(menorrhagia).
* Perdarahan yang terjadi banyak, sering, dan tidak
teratur di antara siklus menstruasi (menometrorrhagia)
Perdarahan saat siklus menstruasi dapat bersifat
abnormal. Perdarahan juga dapat terjadi pada waktu
yang tidak disangka-sangka. Beberapa wanita dapat
mengalami gejala-gejala yang berhubungan dengan
menstruasi, seperti payudara menjadi kencang,
kembung, dan kram, tetapi banyak juga yang tidak
mengalaminya.
Jika perdarahan terus berlangsung, maka dapat terjadi
kekurangan zat besi dan terkadang anemia.
Diagnosis
Dugaan perdarahan rahim disfungsional didasarkan
dari adanya perdarahan yang terjadi secara tidak
teratur atau dalam jumlah berlebihan. Diagnosa
perdarahan rahim disfungsional dapat ditegakkan
ketika semua penyebab lain yang mungkin telah
disingkirkan, misalnya gangguan pada organ
reproduksi (sindroma ovarium polikistik), peradangan,
gangguan pembekuan darah, gangguan tiroid,
kehamilan, komplikasi kehamilan, dan penggunaan
obat kontrasepsi atau obat-obat tertentu lainnya.
Untuk menyatakan bahwa suatu perdarahan bersifat
abnormal, maka perlu diketahui bagaimana pola
perdarahan. Untuk menyingkirkan penyebab lain yang
mungkin, maka perlu diketahui riwayat medis dan
dilakukan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan:
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan serum HCG (tes kehamilan)
Tes fungsi tiroid
Pemeriksaan kadar prolaktin, FSH, LH
Biopsi endometrium
Histeroskopi
Ultrasonografi (USG) panggul atau transvagina
seringkali dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat
pertumbuhan pada rahim dan apakah terjadi
penebalan pada lapisan rahim.
Jika risiko kanker endometrium meningkat, maka perlu
dilakukan pemeriksaan contoh jaringan rahim (biopsi
endometrium). Risiko ini meningkat pada wanita
dengan :
* Usia 35 tahun atau lebih
* Obesitas
* Sindroma Ovarium Polikistik
* Tekanan darah tinggi
* Diabetes
* Perdarahan yang menetap, tidak teratur, atau
banyak, meskipun dengan terapi
* Penebalan rahim (yang dideteksi dengan
ultrasonografi)
Penyebab & Faktor Risiko

Perdarahan rahim disfungsional biasanya terjadi akibat


kadar estrogen yang tetap tinggi, tidak turun seperti
seharusnya setelah sel telur dilepaskan dan tidak
mengalami pembuahan. Kadar estrogen yang tinggi ini
tidak diseimbangkan dengan kadar progesteron yang
cukup. Pada kasus tertentu, tidak ada sel telur yang
dilepaskan, dan permukaan rahim bisa terus menebal
dan tidak meluruh seperti seharusnya saat periode
menstruasi. Penebalan yang abnormal ini disebut
hiperplasi endometrium.
Secara berkala, lapisan rahim yang menebal terlepas
sebagian dengan tidak teratur, sehingga menimbulkan
perdarahan yang tidak teratur, lama, dan terkadang
sangat banyak. Jenis perdarahan ini umumnya terjadi
pada wanita dengan sindroma ovarium polikistik dan
pada beberapa wanita dengan endometriosis.
Jika siklus penebalan dan peluruhan rahim yang tidak
teratur terus berlanjut, maka dapat terbentuk sel-sel
pra-kanker dan meningkatkan risiko terjadinya kanker
rahim (kanker endometrial), bahkan pada wanita
berusia muda.
Perdarahan rahim disfungsional juga seringkali
merupakan tanda awal terjadinya menopause.
Gaya Hidup & Perawatan di Rumah

Terapi yang diberikan tergantung dari usia penderita,


seberapa berat perdarahan yang terjadi, apakah terjadi
penebalan rahim, dan apakah wanita tersebut masih
ingin hamil atau tidak.
Terapi bertujuan untuk mengendalikan perdarahan
dan, jika diperlukan, mencegah kanker endometrium.
Perdarahan dapat dikendalikan dengan obat-obatan.
Pertama-tama biasanya digunakan obat yang bukan
hormon, terutama untuk penderita berusia muda,
karena efek samping obat yang lebih sedikit (misalnya
NSAID atau asam traneksamat).
Ketika rahim mengalami penebalan tetapi sel-selnya
masih normal (hiperplasi endometrium), maka diberian
hormon untuk mengendalikan perdarahan. Seringkali
digunakan pil KB yang mengandung estrogen dan
progestin. Disamping untuk mengendalikan
perdarahan, pil KB juga dapat mengurangi rasa nyeri
pada payudara dan kram yang dapat ikut menyertai
perdarahan, serta untuk mengurangi risiko terjadinya
kanker endometrium. Perdarahan biasanya berhenti
dalam 12-24 jam. Terkadang diperlukan dosis tinggi
untuk mengendalikan perdarahan. Setelah perdarahan
berhenti, pil KB dosis rendah dapat diberikan selama
minimal 3 bulan untuk mencegah perdarahan ulang.
Sebagian wanita, misalnya wanita post-menopause
dan wanita yang berisiko sakit jantung, gangguan
pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah,
sebaiknya tidak menggunakan estrogen, termasuk
estrogen dalam pil KB kombinasi, tetapi dapat
menggunakan progestin saja. Progestin yang diberikan
ini tidak dapat mencegah kehamilan, untuk itu perlu
menggunakan metode kontrasepsi lain jika ingin
mencegah kehamilan.
Jika lapisan rahim tetap menebal atau perdarahan
menetap meskipun sudah diberikan terapi hormon,
maka biasanya diperlukan dilatasi dan kuretase.
Dengan tindakan ini, lapisan rahim dibuang. Namun,
pada beberapa wanita, tindakan ini dapat
menimbulkan jaringan parut pada endometrium
(sindroma Asherman), yang dapat menyebabkan
berhentinya perdarahan menstruasi (amenore).
Jika setelah dilatasi dan kuretase perdarahan tetap
terjadi, maka perlu dilakukan tindakan untuk
menghancurkan atau mengangkat lapisan rahim
(ablasi endometrium) untuk membantu mengendalikan
perdarahan, misalnya dengan pembekuan atau teknik
lainnya. Jika perdarahan tetap berlanjut, maka dapat
dianjurkan untuk dilakukan pengangkatan rahim
(histerektomi).
Jika lapisan rahim mengandung sel-sel yang
abnormal, terutama pada wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun dan tidak ingin hamil lagi, maka terapi
dapat dimulai dengan pemberian progestin dosis
tinggi. Biopsi kemudian dilakukan setelah 3-6 bulan
terapi. Jika hasil biospi ditemukan adanya sel-sel yang
abnormal, maka dilakukan histerektomi karena sel-sel
abnormal dapat menjadi ganas.
Pada kasus yang jarang, perdarahan yang sangat
hebat membutuhkan penanganan darurat, seperti
pemberian cairan melalui pembuluh darah dan
transfusi darah. Adakalanya, kateter dengan balon
yang dapat dikembangkan di ujungnya dimasukkan
melalui vagina ke dalam rahim. Balon kemudian
dikembangkan untuk memberi tekanan pada pembuluh
darah yang mengalami perdarahan sehingga
perdarahan dapat berhenti.
Kembali

Forum pendidikan klinik ilmu obstetri ginekologi untuk mahasiswa fakultas kedokteran
Rabu, 29 Juli 2009

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI

dr.Bambang Widjanarko SpOG

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI : Perdarahan uterus abnormal pada wanita yang terjadi pada
masa antara menarche dan menopause yang tidak berhubungan dengan :

Obat-obatan
Kelainan darah
Penyakit sistemik
Trauma
Keganasan
Kehamilan

Perdarahan uterus abnormal hampir selalu disebabkan oleh gangguan poros hormonal hipotalamus- hipofisis
ovarium

Diagnosa PUD umumnya dibuat setelah penyebab organik dari PUA disingkirkan.

Perdarahan pada umumnya berasal dari endometrium stadioum proliferatif.

Pada sebagian besar kasus, PUD berkaitan dengan :

Siklus ovarium yang anovulasi atau ologiovulasi ( misal pada PCOS


Tingkat kadar estrogen yang tidak sebanding dengan kadar progesteron

POLA PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI :

POLIMENOREA : frekuensi haid yang abnormal yang berlangsung setiap < 24 hari

MENORAGIA : Haid yang berlebihan dan berkepanjangan ( > 80 ml dan berlangsung > 7 hari ) namun dengan
siklus yang normal

METRORAGIA : Episode perdarahan yang tidak beraturan

MENOMETRORAGIA : Perdarahan uterus yang tidak teratur dan jumlah berlebihan

Sebagian besar kejadian PUD terjadi pada masa sekitar menarche (usia 11 14 tahun ) atau sekitar menopause (
usia 45 50 tahun .

Pada masa perimenopause , perdarahan uterus anovulasi seringkali disebabkan oleh menurunnya kapasitas
ovarium.
Pada masa remaja, perdarahan anovulasi sering disebabkan oleh kegagalan sistem hipotalamus hipofisis untuk
merespon mekanisme umpan balik positif dari estrogen.

Proses normal yang berlangsung pada siklus haid yang fisiologis :

1. Kadar estrogen meningkat secara gradual sehingga endometrium tumbuh dengan baik pada stadium
proliferasi
2. 24 jam pasca kenaikan mendadak (surge) dari hormon LH luteiniozing hormon, terjadi ovulasi dan diikuti
dengan pembentukan corpus luteum yang menghasilkan progesteron
3. Pada fase luteal (fase sekresi) , terdapat kenaikan kadar prostaglandin F2 (vasokonstriktor kuat) yang
menyebabkan terjadinya iskemia endometrium

Pada siklus yang anovulasi, kadar prostaglandine dalam endometrium non-sekresi rendah sehingga periode haid
tidak berlangsung secara efisien.

Siklus anovulasi (kadar estrogen tidak diimbangi dengan kadar progesteron yang memadai) yang berulang akan
menyebabkan hiperplasia atau karsinoma endometrium.

DIAGNOSA

Diagnosis PUD dibuat dengan menyingkirkan berbagai penyebab dari perdarahan uterus abnormal. Kemungkinan
kehamilan harus terlebih dulu disingkirkan

PENYEBAB NON DISFUNGSIONAL DARI PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL :

1. Iatrogenik :

1. Estrogen eksogen ( kontraspsi oral )


2. Aspirin
3. Heparin
4. Tamoxifen
5. IUD

2. Diskrasia darah :

1. Tromobositopenia
2. Fibrinolisin meningkat
3. Penyakit autoimune
4. Leukoemia
5. Penyakit Von Willebrand

3. Sistemik :

1. Penyakit hepar (metabolisme estrogen terganggu )


2. Penyakit ginjal (hiperprolaktinemia)
3. Penyakit tiroid

4. Trauma :

1. Laserasi
2. Abrasi
3. Benda asing

5. Penyakit organik :

1. Komplikasi kehamilan
2. Mioma uteri
3. Keganasan servik / corpus uteri
4. Polip endometrium
5. Adenomiosis
6. Endometritis
7. Hiperplasia endometrium

Pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis PUD :

1. Ultrasonografi pelvik
2. Biopsi endometrium

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa PUD :

1. Pemeriksaan laboratorium :

1. Darah Lengkap
2. Hitung trombosit
3. Serum Iron dan Iron binding globulin
4. Prothromibin dan partial prothrombine time
5. Bleeding tine
6. hCG urine
7. Fungsi tiroid
8. Progesteron serum
9. Fungsi hepar
10. Kadar prolaktin
11. Kadar FSH

2. Prosedur diagnostik :

1. Sitologi servik ( papaniculoau smear )


2. Biopsi endometrium
3. Ultrasonografi panggul
4. Histeroskopi

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan hormonal
Perdarahan berat pada masa menarche dan perimenopause seringkali memerlukan estrogen dosis tinggi
( kadang-kadang diberikan intravena)
Perdarahan yang ringan : estrogen dosis rendah per oral yang diikuti atau disertai dengan progestin, bila
perdarahan masih belum berhenti perlu dilakukan D & C
PUD seringkali memerlukan terapi dengan estrogen siklis 25 hari dan pada hari ke 10 15 dilanjutkan
dengan pemberian progestin
Pemberian progestin secara siklis digunakan pada pasien usia muda yang diperkirakan sudah memiliki
kadar estroen endogen cukup untuk melakukan sensitisasi reseptor progesteron
Pada pasien yang lebih tua yang tidak memberikan respon terhadap obat secara memadai dan tidak
menghendaki kehamilan lagi dapat dilakukan tindakan radikal yang permanen:
o Ablasi endometrium
o Histerektomi

PENATALAKSANAAN HORMONAL UNTUK PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI :

1. PERDARAHAN MASIF :

25 mg estrogen conjugated intravena

2. PENATALAKSANAAN LANJUTAN PASCA PENGENDALIAN PERDARAHAN MASIF :

Conjugated estrogen 2.5 mg peroral / hari selama 25 hari


Bila perdarahan masih berulang atau meningkat , dosis dapat ditingkatkan 2 kali lipat
Tambahkan 10 mg medroxyprogesteron acetat (MPA) pada 10 hari terakhir terapi.
Perdarahan lucut terjadi 5 7 hari setelah terapi berhenti

3. PENATALAKSANAAN MENOMETRORAGIA MODERAT DENGAN KOMBINASI ESTROGEN PROGESTIN :

Estrogen conjugated 1.25 mg peroral selama 25 hari disertai dengan MPA 10 mg untuk 10 hari terakhir
(hari ke 15 25 )
Kontrasepsi oral selama 21 hari (perdarahan lucut 7 hari kemudian )
PROGESTIN SIKLIS : 10 mg MPA 10 15 hari setiap bulan selama 3 bulan berturut-turut , perdarahan
lucut terjadi 5 7 hari pasca penghentian obat

Rujukan Kepustakaan :

1. [Guideline] James AH, Kouides PA, Abdul-Kadir R, Edlund M, Federici AB, Halimeh S, et al. Von
Willebrand disease and other bleeding disorders in women: Consensus on diagnosis and management
from an international expert panel. Am J Obstet Gynecol. May 28 2009;[Medline]. [Full Text].
2. Bayer SR, DeCherney AH. Clinical manifestations and treatment of dysfunctional uterine bleeding. JAMA.
Apr 14 1993;269(14):1823-8. [Medline].
3. Herbst A, Mishell D, Stenchever M. Abnormal uterine bleeding. In: Comprehensive Gynecology. 2nd ed.
Mosby-Year Book; 1992:1083-1097.
4. Johnson CA. Making sense of dysfunctional uterine bleeding. Am Fam Physician. Jul 1991;44(1):149-
57. [Medline].
5. Physician's Desk Reference. 50th ed. Medical Economics Books; 1996.
6. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Complications of pregnancy. In: William's Obstetrics. 19th ed.
McGraw-Hill Professional Publishing; 1993:819-820.
7. Rosenfeld JA. Treatment of menorrhagia due to dysfunctional uterine bleeding. Am Fam Physician. Jan
1996;53(1):165-72. [Medline].
8. Seamen C, Slovis C. Abnormal vaginal bleeding in the nonpregnant patient. Emerg Med Rep.
1996;17:219-226. [Medline]HOME

TIPS KESEHATAN
Perbedaan Diabetes Kering dan Diabetes Basah
Perbedaan diabetes kering dan basah Dalam dunia medis atau kedokteran sebenarnya tidak ada istilah
diabetes jenis kering ataupun diabetes basah. Namun istilah ini cukup populer dan berkembang di masyarakat, hal
ini karena beberapa pasien penderita diabetes mellitus atau kencing manis biasanya akan mempunyai dampak
dengan kondisi tubuh yang lama kelamaan menjadi kurus kering, sehingga munculah istilah tersebut.

Perbedaan Diabetes Basah Dan Diabetes Kering


Dalam istilah medis atau kedokteran, Diabetes di bedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Penjelasan terkait
2 tipe diabetes tersebut bisa anda baca di artikel kami sebelumnya ( Tips Sehat Untuk Mencegah Diabetes ).
Pengertian Diabetes mellitus atau kencing manis adalah satu penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatnya
kandungan glukosa didalam darah. Pada dibetes tipe 1 terjadi gangguan sekresi hormon insulin sehingga tidak
dapat memproduksi hormon insulin sama sekali. Hal ini di karenakan oleh satu penyakit auto imun di mana tubuh
dihambat untuk menghasilkan insulin. Pada umumnya pasien telah terdiagnosa diabetes tipe 1 ini sejak dini atau
anak-anak.

Sedangkan pada diabetes tipe 2, hormon insulin tetap terus bisa diproduksi namun jumlahnya lebih sedikit atau
kurang peka pada glukosa. Hal ini menyebabkan kekuatan untuk menolong glukosa masuk ke didalam tubuh jadi
rendah. Pada penderita diabetes tipe 2 ini sering terjadi pada mereka yang telah berusia lebih dari 40 tahun,
gemuk dan mempunyai riwayat diabetes dalam keluarga.

Akibat dari hormon insulin yang tidak bekerja secara malsimal, maka menimbulkan beberapa jenis gangguan
seperti tubuh mengambil cadangan glukosa yang ada didalam lemak. Jika hal ini terjadi secara berkepanjangan,
maka tubuh pasien akan terlihat kurus.
Perbedaan Diabetes Kering Dan Basah Berdasarkan Gejalanya

Penyakit diabetes merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelebihan kadar gula darah, dan kondisi kelebihan
kadar gula darah ini bisa terjadi pada siapa saja. Istilah diabetes basah dan kering merupakan istilah lain dari
diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan oleh gula darah yang sangat tinggi dan biasanya melebihi kadar diabetes
kering dan umumnya terjadi pada orang tua / usia lanjut.
Gejala Diabetes Kering

Yang dimaksud diabetes kering adalah istilah lain dari penyakit diabetes yang di sebabkan penderitanya
mengalami kondisi kurus atau kekeringan. Pada kondisi ini, tubuh menggunakan lemak sebagai pengganti tenaga
karena hormon insulin sudah tidak bisa memecah glukosa menjadi tenaga. Sebab inilah muncul istilah yang
disebut dengan diabetes kering.
Perbedaan Diabetes Kering dan Diabetes Basah
Pada penderita Diabetes kering biasanya mempunyai beberapa gejala yang beberapa diantaranya bisa terlihat
secara fisik. Berikut beberapa gejala-gejala diabetes kering :
Selalu merasakan lapar yang hebat
Rasa haus yang hebat
Pandangan kabur dikarenakan kadar gula dalam darah tinggi dan dapat mempengaruhi lensa mata
Kondisi Mood yang berubah-ubah
Pegal pada otot dehidrasi hebat
Merasakan Gatal-gatal karena kadar gula dalam darah tinggi
Berat badan turun karena lemak terus di bakar menjadi tenaga
Bau nafas tak sedap seperti bau buah akibat pembentukan keton sebagai hasil proses pembakaran lemak
dengan aseton sebagai sumber energi.

Penyebab Diabetes Kering

Terjadinya kondisi sakit diabetes kering bisa di sebabkan oleh banyak hal, berikut beberapa penyebab terjadinya
sakit diabetes kering :
Faktor Obesitas Seseorang dengan kondisi tubuh yang kelebihan berat badan atau obesitas lebih
rentan terkena diabetes kering ini.
Obat-obatan kimia Mengkonsumsi obat obatan kimia secara berlebihan bisa mengakibatkan terjadinya
diabetes kering.
Kebiasaan buruk dan pola makan Kebiasaan buruk dengan mengkonsumsi makanakan yang terlalu
banyak dan manis bisa juga menjadi penyebab diabetes kering.
Faktor keturunan Faktor keturunan atau genetik juga sangat mempengaruhi biasanya bila ada riwayat
keluarga terkena penyakit ini maka keturunannya pun beresiko terkena diabetes kering.
Pola hidup Pola hidup yang tidak sehat dan cenderung asal asalan seperti kurang olahraga, kurang
tidur, dan sering duduk dapat berpotensi timbulnya diabetes kering.

Hindarilah beberapa kondisi di atas sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya diabetes kering. Segera lakukan
pemeriksaan agar mendapatkan penanganan secara langsung misalnya seperti pemberian obat diabetes sebelum
terjadi penyakit diabetes yang lebih serius.
Gejala Diabetes Basah

Pada penderita diabtes basah perbedaan lebih pada kondisi fase dan juga keadaan fisik namun sebeneranya
mempunyai gejala-gejala atau ciri yang tidak jauh berbeda dengan diabetes kering. Berikut beberapa gejala-
gejala yang muncul pada penderita diabetes jenis basah :
Infeksi jaringan kulit, saraf, dan jaringan otot Salah satu gejala diabetes batas adalah
adanya Infeksi yang diakibatkan oleh bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus fusiformis. Secara
alami, infeksi biasanya terjadi pada daerah yang lembab, seperti mulut, usus, paru-paru, serviks dan juga
vulva. Sedangkan pada penderita diabetes basah, infeksi pada umumnya lebih sering terjadi di daerah
kaki.
Adanya infeksi berawal dari luka. Pada penderita diabetes basah jika memiliki luka maka luka tersebut
akan susah sekali mengering dan cenderung memburuk. Hal ini karena adanya bakteri yang hinggap dan
akhirnya tumbuh berkembang sehingga infeksi justru bertambah parah. Jika dibiarkan, keadaan ini bisa
berujung pada kebusukan sehingga bagian tersebut harus diamputasi.

Baca Juga : Cara Mengobati Diabetes Secara Alami

Anda mungkin juga menyukai