Anda di halaman 1dari 3

PERAN MIKRONUTRIEN (VITAMIN A

DAN ZINC) TERHADAP SISTEM IMUN


Sep21
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Vitamin adalah komponen organik yang diperlukan dalam jumlah kecil, namun sangat penting
untuk reaksi-reaksi metabolik di dalam sel, serta diperlukan untuk pertumbuhan normal dan
pemeliharaan kesehatan. Beberapa vitamin berfungsi sebagai koenzim yang bertanggung jawab
terhadap berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang esensial. Sebagian besar koenzim terdapat
dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2006; Piliang
2006).
Zat gizi mikro, baik vitamin maupun mineral diperlukan oleh tubuh dalam jumlah terbatas,
namun mempunyai peranan yang sangat penting. Kekurangan zat gizi mikro pada tingkat ringan
sekalipun, dapat mempengaruhi kemampuan belajar, mengganggu produktivitas kerja, dan
kualitas sumber daya manusia (World Bank 2006). Vitamin dan mineral mempunyai fungsi
membantu kerja berbagai jenis enzim, di samping itu juga sebagai antioksidan yang berkaitan
erat dengan fungsi sistem kekebalan (imunitas) tubuh. (Wintegrest et al. 2007).
Sistem imunitas/kekebalan tubuh memerlukan zat gizi antioksidan antara lain untuk
memproduksi dan menjaga keseimbangan sel imun (hematopoises), melindungi membran sel
dari SOR ( vitamin dan mineral sebagai antioksidan), untuk melawan mikroorganisme penyebab
penyakit (imunitas bawaan/innate dan dapatan/adaptive). Tubuh memerlukan vitamin dan
mineral dalam jumlah yang cukup agar sistem imun dapat berfungsi secara optimal. Vitamin dan
mineral tertentu seperti vitamin A, vitamin E, vitamin C, vitamin B6, vitamin B12, zinc,
selenium dan zat besi mempunyai peranan dalam respon imun. Zat gizi tersebut membantu
pertahanan tubuh pada tiga level yaitu pertahanan fisik (kulit/mukosa), seluler dan produksi
antibodi. Oleh karena itu kombinasi vitamin dan mineral dapat membantu sistem perlindungan
tubuh bekerja dengan optimal (Wintergerst et al. 2007).
Vitamin A dan zinc adalah zat gizi mikro berperan penting dalam fungsi sistem imunitas bawaan
(Innate immunity) maupun perolehan (adaptive immunity) dan mempertahankan integritas sel
mukosa, juga diperlukan dalam ekspresi gen di selular baik di level transkripsi maupun translasi.
Untuk mobilisasi kedua zat gizi mikro memerlukan karier berupa protein transporter (retinol
binding protein dan metallothionine atau albumin) untuk mengikat dan memindahkan ke jaringan
target perifer (Berdanier C.D et al. 2009).
B. TUJUAN

Untuk mengetahui peran mikronutrien (Vitamin A dan Zink) terhadap sistem imun.

PEMBAHASAN
A. SISTEM IMUN
Imunitas atau kekebalan adalah kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, meniadakan kerja
toksin dan faktor virulen lainnya yang bersifat antigenik dan imunogenik. Antigen adalah suatu
bahan atau senyawa yang dapat merangsang pembentukan antibodi. Antigen dapat berupa
protein, lemak, polisakarida, asam nukleat, lipopolisakarida, lipoprotein dan lain-lain. Antigenik
adalah sifat suatu senyawa yang mampu merangsang pembentukan antibodi spesifik terhadap
senyawa tersebut. Sedangkan imunogen adalah senyawa yang dapat merangsang pembentukan
kekebalan/imunitas, dan imunogenik adalah sifat senyawa yang dapat merangsang pembentukan
antibodi spesifik yang bersifat protektif dan peningkatan kekebalan seluler. Jika sistem kekebalan
melemah, kemampuannnya untuk melindungi tubuh juga berkurang, sehingga membuat patogen,
termasuk virus dapat tumbuh dan berkembang dalam tubuh. Sanitasi yang buruk, kesehatan
personal, kepadatan penduduk, makanan dan air yang terkontaminasi serta pengetahuan gizi
yang kurang memberikan kontribusi terhadap menurunnya kekebalan (Roitt 2003).
Sistem imunitas terdiri atas sistem imunitas alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan
didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Sistem imunitas yang normal sangat penting untuk
kesehatan manusia, dan makanan adalah salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
sistem imunitas. (Alberset et al., 2005).

Sistem imun non-spesifik adalah sistem pertahanan bawaan, yakni komponen normal tubuh yang
selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba yang akan masuk ke dalam
tubuh. Untuk menyingkirkan mikroba tersebut dengan cepat, imunitas non-spesifik melibatkan
kulit dan selaput lendir, fagositosis, inflamasi, demam, serta produksi komponen-komponen
antimikrobial (selain antibodi). Sistem imun ini disebut non-spesifik karena tidak ditujukan
terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan
respon secara langsung (Baratawidjaja 2006).
Berbeda dengan sistem imun non-spesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda asing yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul
dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem

imun tersebut. Benda asing yang sama bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian
dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah
dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik (Baratawidjaja 2006).
Sel limfosit merupakan sel yang berperan utama dalam sistem imun spesifik, sel T pada imunitas
seluler, dan sel B pada imunitas humoral. Pada imunitas humoral, CD4+ adalah molekul
permukaan sel T helper akan berintegrasi dengan sel B dan merangsang proliferasi dan
diferensiasi sel B. Pada imunitas seluler, CD4+ mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan
mikroba intraselular yang menginfeksi sel. Kedua sistem imun bekerja sangat erat satu dengan
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai