Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN

DIAJUKAN UNTUK PEMENUHAN TUGAS KD I


DOSEN PEMBIMBING : Dedep Nugraha, Skep.,Ners.,MKep

Disusun oleh:
Adelia (191FK03103)
Dela Lorenza (191FK03110)
M. Javier Zada (191FK0109)
Nelis Siti Aisyah(191FK03108)

Tingkat 1/C
Kelompok H (2)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA (UBK)
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Dasar
Keperawatan dengan judul “Konsep Pemenuhan Kebutuhan Aman”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
Ibu/Bapak Dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Bandung, 17 November 2019

Penulis

1
Daftar Isi
Kata Pengantar ---------------------------------------------------------------------- i

Daftar Isi --------------------------------------------------------------------------- ii

BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------- 3

1.1 Latar Belakang -------------------------------------------------------------- 3


1.2 Rumusan Masalah----------------------------------------------------------- 4
1.3 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 4
1.4 Manfaat Penulisan ---------------------------------------------------------- 4

BAB II PEMBAHASAN----------------------------------------------------------- 6

2.1 Pengertian Aman ---------------------------------------------------------- 6


2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman ------------------------------------- 9
2.3 Fisiologi Sistem Rasa Aman ------------------------------------------- 10
2.4 Faktor yang mempengaruhi Rasa Aman ------------------------------- 10
2.5 Anatomi Fisiologi Sensosik -------------------------------------------- 12
2.7 Saraf Sensorik ------------------------------------------------------------ 13
2.6 Resistensi Tubuh Terhadap Infeksi ------------------------------------ 19
2.8 Nyeri ----------------------------------------------------------------------- 28
2.9 Fisiologi Nyeri ------------------------------------------------------------ 30
2.10 Masalah Pada Kebutuhan Rasa Aman -------------------------------- 39
2.11 Etiologi ------------------------------------------------------------------ 44
2.12 Asuhan Keperawatan --------------------------------------------------- 48

BAB III PENUTUP--------------------------------------------------------------- 59

3.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------------- 59


3.2 Saran ----------------------------------------------------------------------- 59
Daftar Pustaka ---------------------------------------------------------------- 60

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan
(Hidayat, 2009). Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti makanan, air,
keamanan, dan cinta yang merupakan hal yang penting untuk bertahan hidup
dan kesehatan. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah
sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami hubungan antara
kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut teori ini,
beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih dasar daripada kebutuhan lainnya;
oleh karena itu beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang
lain (Potter & Perry, 2005).
Hirarki kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan
prioritas. Kebutuhan akan keselamatan dan kenyamanan, yang melibatkan fisik
dan psikologis menjadi tingkatan yang kedua. . Berbagai teori keperawatan
menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan
tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki
subjektivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik
fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi
cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri. Nyeri dapat merupakan
faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk
pulih dari suatu penyakit. Kolcaba (1992)
mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi
kebutuhan dasar manusia. Sehingga diharapkan perawat dapat memberi asuhan
keperawatan kepada klien diberbagai keadaan dan situasi untuk menghilangkan

3
nyeri atau meningkatkan kenyamanan. Uraian di atas merupakan gambaran
mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan kenyamanan. Berbagai upaya
akan dilakukan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan aman nyaman pada
setiap individu terutama yang terindikasi mengalami masalah nyeri. Oleh sebab
itu penulis membahas mengenai masalah kebutuhan aman nyaman pada klien.

1.2 rumusan masalah


1. Apa pengertian dari rasa aman ?
2. Apa yang dimaksud dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi rasa aman ?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem sensorik
5. Apa saja resistensi tubuh terhadap infeksi ?
6. Bagaimana konsep askep pada gangguan pemenuhan kebutuhan rasa
aman ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari rasa aman
2. Mengetahui maksud pemenuhan kebutuhan rasa aman
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi rasa aman
4. Mengetahui sistem sensorik
5. Mengetahui resistensi tubuh terhadap infeksi
6. Mengetahui konsep askep pada gangguan pemenuhan kebutuhan rasa
aman

1.4 Manfaat
1. Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan, serta menjadi sumber informasi
bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

4
2. Perawat
Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk
Mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya
meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pasien
hirschprung dengan post tutup colostomy dengan masalah keperawatan
gangguan rasa nyaman: nyeri.
3. PasienMeningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong
diri sendiri serta sebagai acuan bagi keluarga untuk melakukan
perawatan kepada keluarga yang mengalami tindakan pembedahan atas
riwayat hirschprung.
4. Penulis Memperoleh pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman pasien, meningkatkan keterampilan dan wawasan peneliti.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aman

Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis.


Pemenuhan kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh babas
dari kecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (carpenito, 2008)

Rasa aman didefinisikan oleh Maslow dalam Potter & Perry (2006)
sebagai sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungannya yang
mereka tempati. Abraham Maslow dalam Potter&Perry, 2006 juga
mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok yang harus terpenuhi yang digambarkan ke dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid dan prioritas pemenuhan kebutuhan ini dimulai dari
tingkatan yang paling bawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan
sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Kebutuhan biologis
2. Kebutuhan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman ini meliputi kebutuhan untuk dilindungi, jauh dari
sumber bahaya, baik berupa ancaman fisik maupun psikologi.
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
Kebutuhan akan rasa cinta, dicintai dan menyayangi dapat di miliki
setiap orang karena setiap orang membutuhkan untuk dapat berinteraksi
dengan orang lain dan kebutuhan untuk dapat merasa memiliki.
4. Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan yang dimiliki seseorang dapat berupa
pemberian apresiasi dan reward atas prestasi yang berhasil dilakukan,

6
kecakapan dalam melaksanakan kompetensi serta berupa dukungan dan
pengakuan lain atas prestasinya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan secara estitika atau dalam
menampilkan diri, kebutuhan kognitif, kompetensi dan menyadari akan
potensi dirinya. Kebutuhan ini muncul dan akan menjadi tuntutan
seseorang apabila kebutuhan dasar yang lain seperti psikologis, rasa
aman dan kebutuhan penghargaaan telah terpenuhi. Kebutuhan akan
aktualisasi ini akan menjadi prioritas jika ketiga kebutuhan yang lain
sudah mampu dipenuhi oleh individu.
Kebutuhan rasa aman pasien menjadi prioritas pelayanan di
rumah sakit Sanglah. Hal ini sesuai dengan predikat RSUP Sanglah
sebagai rumah sakit yang telah terakreditasi Joint Commission
Acreditation (RSUPS, 2012). The Joint CommisionInternational, 2016
mengembangkan akreditasi rumah sakit dimana indikator utamanya
adalah International Patient Safety Goals (IPSG) atau Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP). Keselamatan pasien (Patient Safety) rumah
sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis pasien, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
(DepKes, 2008).
Potter & Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi

7
masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah
lainnya.

Perubahan kenyamanan adalah dimana individu mengalami sensasi


yang tidak menyenangkan dan berespon terhadap rangsangan yang
berbahaya (Linda Jual,2000). Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman
emosional yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensional
atau gambaran adanya kerusakan (NANDA,2005). Kebutuhan rasa nyaman
yang paling sering yang menyebabkan pasien datang ke unit gawat darurat
adalah rasa nyeri. RSUP Sanglah menempatkan kebutuhan penanganan rasa
nyeri sebagai kebutuhan penting yang harus ditangani segera. Pengkajian
nyeri termuat dalam pengkajian keperawatan sebagai pengkajian dalam
penanganan pasien gawat darurat dalam secondary survey setelah dilakukan
penanganan primary survey (airway, breathing, circulation, disability).
Kebutuhan penanganan nyeri juga telah dibuatkan standar operasional
prosedur tersendiri sebagai pedoman dalam penanganan nyeri yang berlaku
dirumah sakit (RSUPS, 2012).

Potter & Perry, 2006 mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman


adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu keputusan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari). Ketidak nyamanan adalah keadaan ketika individu

8
mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap
suatu rangsanga. Karakteristik keamanan dan keselamatan :
1. Pervasiveness (insidensi)
Keamanan bersifat pervasif artinya luas mempengaruhi semua hal. Artinya
klien membutuhkan keamanan pada seluruh aktifitasnya seperti makan,
bernafas, tidur, kerja, dan bermain.
2. Perception (persepsi)
Persepsi seseorang tentang keamanan dan bahaya mempengaruhi aplikasi
keamanan dalam aktifitas sehari-harinya. Tindakan penjagaan keamanan
dapat efektif jika individu mengerti dan menerima bahaya secara akurat.
3. Management (pengaturan)
Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan melakukan
tindakan pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktek keamanan.
Pencegahan adalah karakteristik mayor dari keamanan.
Menurut Bangun Wilson (2012:377) Keselamatan Kerja adalah
perlindungan atas keamanan kerja yang dialami pekerja baik fisik
maupunmental dalam lingkungan pekerjaan.Menurut Mondydan Noe,
dalam (PangabeanMutiara,2012:112), Manajemen Keselamatan kerja
meliputi perlindungan karyawan darikecelakaan di tempat kerja
sedangkan,kesehatan merujuk kepada kebebasankaryawan dari penyakit
secara fisik maupun mental.Keselamatan kerjamenunjukkan pada kondisi
yang aman atau selamatdari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat
kerja (Mangkunegara,2000:161 DalamWahyu Ratna S. 2006:16).

2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman

Hirarki Abraham Maslow dalam Potter & Perry, 2006 menyebutkan


bahwa kebutuhan rasa aman meliputi kebutuhan untuk di lindungi, jauh dari
sumber bahaya, baik berupa ancaman fisik maupun psikologi. Hal ini sesuai
dengan tujuan pembentukan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-

9
RS. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008) mendefinisikan
bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm/cedera yang
tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi
(penyakit, cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait
dengan pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/ Menkes/ Per/ VIII/2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

2.3 Fisiologi Sistem/Fungsi Normal Sistem Rasa Aman dan Nyaman

Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju


kebatang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi tersimulasi sebagai
bagian dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keamanan dan Keselamatan

Potter & Perry, 2006 menyebutkan bahwa keamanan adalah kondisi


bebas dari cedera fisik dan psikologis . Keselamatan adalah suatu keadaan
seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan.
Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dilakukan untuk menjaga
tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau petugas lainnya
yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Faktor yang mempengaruhi
keamanan dan keselamatan meliputi:

10
2.4.1 Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan mudah
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
2.4.2 Status Mobilisasi
Status fisik dengan keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan
otot, dan kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko cedera
2.4.3 Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi
terhadaprangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman
dan penglihatan
2.4.4 Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit
2.4.5 Tingkat Kesadaran Kecemasan
Tingkat kesadaran yang menurun, pasien koma menyebabkan
responterhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang
tidur.
2.4.6 Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak diterima
dengan baik.
2.4.7 Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.
2.4.8 Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
2.4.9 Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko
terhadap penyakit tertentu.

11
2.4.10 Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia
anak-anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
2.4.11 Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
2.4.12 Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri.

2.5 Anatomi fisiologi system sensorik


Saraf sensorik yaitu sel saraf yang berfungsi menerima dan menghantar
impuls atau rangsangan dari reseptor (alat indera) ke sistem saraf pusat, yaitu
otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Reseptor sensoris
Merupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang
kondisi didalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Reseptor sistem
syaraf sensorik ini dibantu oleh lima macam bagian tubuh, yang mampu
menghantarkan rangsang menuju ke syaraf sensorik dan menghantarkannya ke
otak. Dalam kondisi yang normal sistem syaraf ini mampu menghantarkan
rangsang dari luar tubuh ke otak.
Macam indra yang berperan dalam pengaturan sistem syaraf sensorik yaitu
indra penglihatan untuk rangsang cahaya ; indra pendengaran untuk suara ;
indra penciuman untuk bau; indra pengecapan untuk mengecap atau rasa ;
indra peraba untuk sentuhan. Sistem indra ini memiliki pola kerja, fungsi,
sistem dan tugasnya masing-masing untuk mentransfer rangsang kepada syaraf
sensorik dan diteruskan ke syaraf pusat sehingga menimbulkan aksi atau reaksi
berupa respon/gerakan. Kesimpulan : Pola kerja yang normal pada sisitem
syaraf panca indra akan memudahkan impuls informasi menuju ke sistem
syaraf sensorik dan dapat diteruskan kesistem syaraf pusat untuk dirubah

12
menjadi respon/gerak yang sesuai dengan rangsang yang diberikan. Manusia
tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan
jalan melihat, mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-
panas, rasa-dingin, dan sebagainya. Kegiatan ini berkaitan dengan Neuron
sebagai dasar dari sistem syaraf manusia. Setiap neuron terdiri dari sel syaraf
dan seratnya. Sel syaraf berfariasi dalam bentuk dan ukuran berdasarkan fungsi
yang berbeda-beda. Seperti sel saraf sensorik atau sistem syaraf yang
fungsinya menghantarkan rangsang ke otak atau syaraf pusat. Sistem syaraf
pusat secara terus menerus mendapatkan informasi tentang dunia luar tubuh,
tentang keadaan organ dan jaringan di dalam tubuh. Kesemua rangsang yang
diterima oleh syaraf pusat itu diberikan oleh sistem syaraf sensorik. Sistem ini
menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan kemudian
mengintegrasikan untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh.
Sebagian besar kegiatan sistem saraf berasal dari pengalaman sensoris atau
reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditorius, reseptor raba
di permukaan tubuh, atau jenis reseptor lain. Pengalaman sensoris ini dapat
menyebabkan suatu reaksi segera, atau kenangannya dapat disimpan di dalam
otak selama bermenit-menit, berminggu-minggu, atau bertahun-tahun dan
kemudian dapat membantu menentukan reaksi tubuh di masa yang akan datang.
Dari penjelasan diatas akan dibahas mengenai sistem atau pola kerja syaraf
sensorik, anatomi syaraf sensorik, fungsi reseptor dan sensibilitas saraf sensorik
bagi tubuh manusia.

2.6 Saraf sensorik

yaitu sel saraf yang berfungsi menerima dan menghantar impuls atau
rangsangan dari reseptor (alat indra ) ke system saraf pusat, yaitu otak
(ensefalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Ujung akson dari

13
saraf sensorik berhubungan dengan seraf asosiasi (intermediet). System
sensorik menempatkan atau memungkinkan individu berinteraksi atau
berhubungan dengan lingkungannya. Setiap sensasi yang diterima tergantung
pada kuatnya stimulasi yang diterima oleh reseptor.

Sel saraf sensorik disebut juga sel saraf indera, karena berfungsi
membawa rangsangan (impuls) dari indera ke saraf pusat. Kerja utama system
saraf yang berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk setiap neuron
terdiri dari akibat adanya stimulus (rangsang). Satu badan sel yang di dalamnya
terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf,
yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel
saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke sel
saraf lain atau ke jaringan lain.

Saraf sensori seperti Olfaktorius berfungsi Menerima rangsang dari


hidung dan menghantarkannya ke otak. Untuk optik diproses sebagai sensasi
bau berfungsi menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses . Vestibulokoklearis, berfungsi sebagai persepsi visual sebagai
sensori sistem vestibular, mengendalikan keseimbangan dan sebagai sensori
koklea yaitu menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai suara. Sistem
sensoris ini terdiri atas :

2.6.1 Somestesia

Yaitu perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari
somatopleura seperti kulit , tulang, periosteum, tendon, otot. Jadi segala macam
perasaan yang tidak tercakup dalam perasaan panca indera penciuman,
penglihatan, pengecapan, pendengaran dan peraba. Somestesia terbagi atas :

14
2.6.1.1 Perasaan Protopatik (eksteroseptif)
Mencakup perasaan yang menyakiti yang terdiri dari rasa nyeri,
suhu dan rasa tekan. Reseptornya terletak pada kulit yang berasal dari alat
perasa pada kulit dan mukosa yang bereaksi terhadap rangsang dari luar
atau perubahan perubahan disekitarnya. Alat perasanya berupa ujung-
ujung susunan saraf aferen yang sebagian merupakan serabut bebas yang
tidak memperlihatkan bentuk khusus yang disebut nosiseptor atau alat
perasa nyeri dan sebagian memperlihatkan suatu bentuk.
Ujung serabut saraf bebas yang tersusun seperti sisir dinamakan
alat Ruffini, merupakan alat perasa panas. Ujung saraf yang berbentuk
seperti bunga mawar yang masih kuncup dinamakan Krause, merupakan
alat perasa dingin. Ujung saraf yang berbentuk seperti piring (alat Merkel)
dan yang lain merupakan sekelompok piring yang terbungkus dalam
kapsul (alat Meissner), kedua-duanya merupakan alat perasa raba.

2.6.1.2 Perasaan Proprioseptif


Meliputi perasaan yang diperlukan untuk mengatur diri sendiri
mencakup rasa gerak, getar, sikap dan rasa halus. Reseptornya berada
didalam otot, tendon dan jaringan pengikat sendi-sendi

2.6.1.3 Viseroestesia
Yaitu perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal
dari visceropleura, seperti usus, paru, limpa dan sebagainya Di dalam
tubuh manusia terdapat alat-alat tubuh sensoris. Bermacam - macam
reseptor untuk mengetahui rangsangan dari luar atau disebut juga
ekstraseptor. Ekstraseptor sering disebut juga alat Ada lima macam alat
indera pada tubuh indera. manusia yaitu, indera penglihatan, indera
penciuman, indera peraba, indera pendengaran, indera pengecap. Alat
indera berfungsi untuk mensensor keadaan diluar , apa yang kita lihat, apa

15
yang kita dengar, apa yang kita cium, apa yang kita rasakan, apa yang kita
dengar dapat mempengaruhi perilaku keadaan sesesorang. Informasi
sensori untuk mencapai kesadaran dapat diperoleh dari beberapa indra
yaitu : mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit.
a. Mata
Viseroestesia Yaitu perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh
yang berasal dari visceropleura, seperti usus, paru, limpa dan
sebagainya Di dalam tubuh manusia terdapat alat-alat tubuh
sensoris. Bermacam - macam reseptor untuk mengetahui rangsangan
dari luar atau disebut juga ekstraseptor. Ekstraseptor sering disebut
juga alat Ada lima macam alat indera pada tubuh indera. manusia
yaitu, indera penglihatan, indera penciuman, indera peraba, indera
pendengaran, indera pengecap. Alat indera berfungsi untuk
mensensor keadaan diluar , apa yang kita lihat, apa yang kita dengar,
apa yang kita cium, apa yang kita rasakan, apa yang kita dengar
dapat mempengaruhi perilaku keadaan sesesorang. Informasi
sensori untuk mencapai kesadaran dapat diperoleh dari beberapa
indra yaitu : mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit. a. Mata Mata
terdiri dari otot mata, bola mata dan saraf mata serta alat tambahan
mata yaitu alis, kelopak mata dan bulu mata. Alat tambahan ini
berfungsi melindungi mata dari gangguan lingkungan. Alis mata
berfungsi untuk melindungi mata dari keringat, kelopak mata
melindungi mata dari benturan dan bulu mata melindungi mata dari
cahaya yang kuat debu dan kotoran.
Fungsi bagian-bagian mata adalah:
1. kornea mata berfungsi untuk menerima rangsang cahaya dan
meneruskannya ke bagian mata yang lebih dalam.
2. Lensa mata berfungsi meneruskan dan memfokuskan cahaya
agar bayangan benda jatuh ke lensa mata.

16
3. Iris berfungsi mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk
ke mata.
4. Pupil berfungsi sebagai saluran masuknya cahaya.
5. Retina berfungsi untuk membentuk bayangan benda yang
kemudian dikirim oleh saraf mata ke otak.
6. Otot mata berfungsi mengatur gerakan bola mata.
7. Saraf mata berfungsi meneruskan rangsang cahaya dari retina ke
otak.

b. Telinga
Telinga terdiri dari:
1) Telinga bagian luar yaitu daun telinga, lubang telinga, dan liang
pendengaran.
2) Telinga bagian tengah terdiri dari gendang telinga, 3 tulang
pendengar (martil, landasan dan sanggur) dan saluran
eustachius.
3) Telinga bagian dalam terdir dari alat keseimbangan tubuh, tiga
saluran setengah lingkran, tingkap jorong, tingkap bundar dan
rumah siput (koklea).
Fungsi bagian-bagian telinga:
a. Daun telinga, tubing telinga, dan liang pendengaran berfungsi
menangkap dan mengumpulkan gelombang bunyi.
b. Gendang telinga, berfungsi menerima rangsang bunyi dan
meneruskannya ke bagian yang lebih dalam.
c. Tig atulang pendengaran (tulang martil, landasan dan
sanggurdi) berfungsi memperkuat ger=taran dan
meneruskannya ke koklea atau rumah siput.
d. Tingkap jorong, tingkap bundar, tiga saluran setengah
lingkaran dan koklea (rumah siput) berfungsi mengubah impuls

17
dan diteruskan ke otak. Tiga saluran setangah lingakran juga
berfungsi menjaga keseimbangan tubuh.
e. Saluran eustachius menghubnungkan rongga mulut dengan
telinga bagian luar.

c. Hidung
Fungsi bagian-bagian hidung:
1. Lubang hidung berfungsi untuk keluar masuknya udara
2. Rambut hidung berfungsi untuk menyaring udara yag masuk
ketika bernafas
3. Selaput lendir berfungsi tempat menempelnya kotoran dan
sebagai indra pembau.
4. Serabut saraf berfungsi mendeteksi zat kimia yang ada dalam
udara pernafasan.
5. Saraf pembau berfungsi mengirimkan bau-bauan yang ke otak.

d. Lidah
Bagian lidah yang berbintil-bintil disebut papilla dalah ujung
saraf penegcap. Setiap bintil bintil saraf pengecap tersebut mempunyai
kepekaan terhadap rasa tertentu berdasarkan letaknya pada lidah.
Pangkal lidah dapat mengecap rasa pahit, tepi lidah menegcap rasa asin
dan asam serta ujung lidah dapat menegcap rasa manis .

e. Kulit
Kulit kita dapat merasakan sentuhan. Bagian indra peraba yang
paling peka adalah ujung jari, telapak tangan, telapak kaki, bibir dan alat
kemaluan.
Fungsi bagian bagian kulit:

18
1. Kulit ari berfungsi mencegah masuknya bibit penyakit dan
mencegah penguapan air dari dalam tubuh.
2. Kelenjar keringat berfungsi menghasilkan keringat.
3. Lapisan lemak berfungsi menghangatkan tubuh.
4. Otot penggerah rambut berfungsi mengatur gerakan rambut.
5. Pembuluh darah berfungsi mengalirkan darah keseluruh tubuh (
Lidia Widia, 2015)

2.7 RESISTENSI TUBUH TERHADAP INFEKSI


2.7.1 Leukosit, Granulosit, Sistem makrofag monosit, dan inflamasi
1) Leukosit (Sel darah putih)
Sel darah putih atau leukosit adalah sel yang membentuk komponen
darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.Sel darah putih
tidak berwarna, memiliki inti,dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat
menembus dinding kapiler /diapedesis Normalnya kita memiliki 4x109 hingga
11x109 sel darah putih dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar
7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat
hingga 50000 sel per tetes.

Ada beberapa jenis sel darah putih, yaitu:


a) Basofil.
b) Eosinofil.
c) Sel batang.
d) Sel segmen.
e) Limfosit.
f) Monosit.

19
Tabel 1. Tipe sel darah putih dan persentasi jumlahnya di dalam tubuh manusia

Tipe Diagram % dalam Keterangan


tubuh
manusia
Neutrofil Neutrofil berhubungan
dengan pertahanan tubuh
terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan
kecil lainnya, serta biasanya
juga yang memberikan
65% tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri; aktivitas dan
matinya neutrofil dalam
jumlah yang banyak
menyebabkan adanya
nanah.

Eosinofil Eosinofil terutama


berhubungan dengan infeksi
parasit, dengan demikian
4% meningkatnya eosinofil
menandakan banyaknya
parasit

20
Basofil Basofil terutama
bertanggung jawab untuk
<1% memberi reaksi alergi dan
antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin
kimia yang menyebabkan
peradangan.

Limfosit Limfosit lebih umum dalam


sistem limfa. Darah
mempunyai tiga jenis
limfosit:

Sel B: Sel B membuat


antibodi yang mengikat
patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B
tidak hanya membuat
antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi
setelah adanya serangan,
beberapa sel B akan
25%
mempertahankan
kemampuannya dalam
menghasilkan antibodi
sebagai layanan sistem
'memori'.)

Sel T: CD4+ (pembantu)


Sel T mengkoordinir

21
tanggapan ketahanan (yang
bertahan dalam infeksi HIV)
sarta penting untuk
menahan bakteri
intraseluler. CD8+
(sitotoksik) dapat
membunuh sel yang
terinfeksi virus.

Sel natural killer: Sel


pembunuh alami (natural
killer, NK) dapat
membunuh sel tubuh yang
tidak menunjukkan sinyal
bahwa dia tidak boleh
dibunuh karena telah
terinfeksi virus atau telah
menjadi kanker

Monosit Monosit membagi fungsi


"pembersih vakum"
(fagositosis) dari neutrofil,
tetapi lebih jauh dia hidup
dengan tugas tambahan:
memberikan potongan
6% patogen kepada sel T
sehingga patogen tersebut
dapat dihafal dan dibunuh,
atau dapat membuat

22
tanggapan antibodi untuk
menjaga.

Makrofag Monosit dikenal juga


(lihat di atas) sebagai makrofag setelah
dia meninggalkan aliran
darah serta masuk ke dalam
jaringan.

Sel jaringan lainnya :

1. Histiosit, ada dalam sistem limfa bersama jarigan lainnya, tetapi tidak umum
di dalam darah:
a. Makrofag
b. Sel dendritik
2. Sel Mast
3. Alergi dapat menyebabkan perubahan jumlah sel darah putih.

Gambar 1. Silsilah sel darah

23
2) Granulosit
Granulosit Neutrofil, atau sering hanya disebut neutrofil adalah sel
darah putih terbanyak yang terkandung dalam darah manusia, berkisar 65%
sampai 70%.

Kegunaan
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta
proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan
tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil
dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah. Granula berwarna
merah kebiruan. Memiliki 3 inti sel.

Gambar 2. Bercak darah menunjukkan granulosit neutrofil, di mana tiga lobus


nukleus dapat terlihat.

3) Sistem makrofag monosit

Proses fagositosis adalah sebagian dari respons imun non spesifik dan yang
pertama kali mempertemukan tuan rumah dengan benda asing. Istilah
endositosis lebih umum dan mempunyai dua arti yaitu fagositosis (pencernaan
partikel) dan pinositosis (pencernaan nonpartikel, misalnya cairan). Sel yang
berfungsi menelan dan mencerna partikel atau substansi cairan disebut sel

24
fagositik, terdiri dari sel fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear. Sel
ini pada janin berasal dari sel hematopoietik pluripotensial yolk sac, hati, dan
sumsum tulang.

Proses menelan dan mencerna mikroorganisme dalam tubuh manusia


diperankan oleh dua golongan sel yang disebut oleh Metchnikoff sebagai
mikro- (sel polimorfonuklear) dan makrofag. Istilah retikuloendotelial untuk
monosit dan makrofag telah diganti dengan sistem fagosit mononuklear karena
fungsi fundamental kedua sel ini adalah fagositosis. Dalam perkembangannya
sel fagosit mononuklear dan sel granulosit dipengauhi oleh hormon.

Kedua sel ini berasal dari unit sel progenitor yang membentuk granulosit
dan monosit (colony forming unit-granulocyte macrophage = CFU-GM).
Hormon tersebut adalah glikoprotein yang dinamakan faktor stimulasi koloni
(colony stimulating factor = CSF), seperti faktor stimulasi koloni granulosit-
makrofag (granulocyt macrophage colony stimulating factor = GM-CSF),
faktor stimulasi koloni makrofag (macrophage colony stimulating factor = M-
CSF) dan interleukin-3 (IL3) yang merangsang diferensiasi sel CFU-GM
menjadi sel monoblast yang kemudian menjadi sel promonosit dan sel
mieloblast menjadi sel progranulosit. Sel promonosit dapat mengadakan
endositosis tetapi daya fagositnya kurang dibandingkan dengan monosit. Sel
monosit lebih kecil dari prekusornya tetapi mempunyai daya fagositosis dan
mikrobisidal yang kuat. Perkembangan seri mononuklear sampai berada di
darah perifer memakan waktu 6 hari dan mempunyai masa paruh di sirkulasi
selama 3 hari (lihat Gambar 6-1).

Terdapat dua jenis fagosit di dalam sirkulasi yaitu neutrofil dan monosit,
yaitu sel darah yang datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba
intraselular dan memakannya (ingestion). Neutrofil (disebut juga leukosit
polimorfonuklear / PMN) adalah leukosit terbanyak di dalam darah yaitu

25
berjumlah 4.000-10.000 per mm3. Apabila terjadi infeksi, produksi neutrofil di
sumsum tulang meningkat dengan cepat hingga mencapai 20.000 per mm3
darah. Produksi neutrofil distimulasi oleh sitokin yang disebut colony-
stimulating factor. Sitokin ini diproduksi oleh berbagai sel sebagai respons
terhadap infeksi dan bekerja pada sel stem sumsum tulang untuk menstimulasi
proliferasi dan maturasi prekursor neutrofil. Neutrofil merupakan sel yang
pertama berespons terhadap infeksi, terutama infeksi bakteri dan jamur.
Neutrofil memakan mikroba di dalam sirkulasi, serta dapat memasuki jaringan
ekstraselular di tempat infeksi dengan cepat kemudian memakan mikroba dan
mati setelah beberapa jam.

Neutrofil dan monosit bermigrasi ke jaringan ekstravaskuler di tempat


infeksi akibat berikatan dengan molekul adhesi endotel dan sebagai respons
terhadap kemoatraktan. Jika mikroba infeksius dapat melewati epitelium dan
masuk jaringan subepitel, makrofag akan mengenali mikroba dan memproduksi
sitokin. Dua dari sitokin ini, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-
1 (IL-1), bekerja pada endotel pembuluh darah kecil di tempat infeksi. TNF dan
IL-1 menstimulasi endotel untuk mengekspresikan 2 molekul adhesi yang
disebut E-selectin dan P-selectin. Sel makrofag akan menjadi aktif atas
pengaruh sitokin sehingga selnya lebih besar, membran plasmanya berlipat-
lipat, banyak pseudopodia serta mempunyai kesanggupan membunuh
mikroorganisme dan sel tumor.

Sel monosit dan makrofag berperan sebagai sel yang mempresentasikan


antigen (antigen presenting cell = APC). Mikroba bakteri dan antigen protein
terlarut dipecah dalam fagolisosom menjadi partikel berukuran kecil. Partikel
ini kemudian akan ditampilkan di permukaan sel berikatan dengan molekul
peptida MHC kelas II dan akan dikenal oleh sel Th. Peristiwa ini disebut antigen
processing. Protein asing seperti virus dan antigen tumor juga akan diproses,
tetapi akan bergabung dengan molekul MHC kelas I yang kemudian akan

26
ditampilkan di permukaan sel APC dan akan dikenal oleh sel limfosit Ts (lihat
Gambar 6-5).

Faktor seperti faktor CSF, IL-2, IL-3, IL-4, dan interferon akan merangsang
dan memperbanyak jumlah glikoprotein MHC pada sel monosit sehingga sel
ini lebih efisien untuk mempresentasikan antigen. Jadi dapat disimpulkan
bahwa monosit dan makrofag penting dalam memulai dan mengatur respons
imun. Fungsi lain makrofag adalah untuk menghancurkan mikroorganisme
seperti Mycobacterium tuberculosis, listeria, leismania, toksoplasma dan
beberapa fungi. Peranan makrofag dalam penolakan sel kanker belum jelas,
mungkin sel tumor dihancurkan oleh enzim metabolit oksigen seperti
hidrogen peroksidase, proteinase sitolitik, atau faktor nekrosis tumor (TNF)
yang dihasilkan oleh sel makrofag. Sebagai sel perlindungan, makrofag dengan
kesanggupan diapedesisnya dapat menembus endotel pembuluh darah menuju
tempat invasi mikroba. Faktor kemotaktik monosit antara lain produk
komplemen reaktan yang dihasilkan neutrofil, limfosit dan sel kanker. Fungsi
lain adalah eliminasi sel mati dan sisa sel. Makrofag di dalam limpa akan
memusnahkan eritrosit tua, sedangkan di dalam paru akan mengeliminasi debu
dan asap rokok yang masuk ke paru. Aktivitas metabolik makrofag aktif akan
meningkatkan sel aksi mikrobisidal dan tumorisidal.

4) Inflamasi
Inflamasi atau Radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat
jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut:

a. tumor atau membengkak


b. calor atau menghangat

27
c. dolor atau nyeri
d. rubor atau memerah
e. functio laesa atau daya pergerakan menurun

Inflamasi merupakan proses yang vital untuk semua organisme dan


berperan baik dalam mempertahankan kesehatan maupun dalam terjadinya
berbagai penyakit. Secara mikroskopis, inflamasi menunjukkan gambaran yang
kompleks seperti dilatasi arteriol, kapiler dan venul; peningkatan permeabilitas
dan arus darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; migrasi leukosit ke
fokus inflamasi. Akumulasi leukosit yang disusul dengan aktivasi sel
merupakan kejadian sentral dalam patogenesis hampir semua inflamasi. Bila
reaksi inflamasi tidak terjadi, pejamu akan menjadi imunokompromais.
Sekarang kita sudah mengetahui inflamasi pada tingkat molekuler dan seluler.

Bentuk inflamasi akut dan kronis terbanyak ditimbulkan oleh pengerahan


komponen humoral dan seluler dari sistem imun. Eliminasi bahan asing secara
imunologis terjadi dalam berbagai tahap yang terintegrasi.

2.8 Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut
adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
b. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu
perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.

28
c. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
d. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis
maupun emosional.

2.8.1 Istilah dalam Nyeri


a. Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
b. Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan
nyeri
c. System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi
terhadap nyeri
d. Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan
nyeri
e. Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu ingin
untuk dapat ditahan

2.8.2 Sifat Nyeri


a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
b. Nyeri bersifat subyektif dan individual
c. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa
rasanya
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis

29
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi
tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:

1. Nyeri bersifat individu


2. Nyeri tidak menyenangkan
3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat tidak berkesudahan
Karakteristik Nyeri (PQRST)

P (Pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri

Q (Quality) : seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat

R (Region) : daerah perjalanan nyeri

S (Severity/Skala Neri) : keparahan / intensitas nyeri

T (Time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

2.9 Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri
merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan
fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung
syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara

30
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang
tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep
somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah,
nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
a) Reseptor A delta : merupakan serabut komponen cepat (kecepatan
tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang
akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b) Serabut C : merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang
terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga
lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan
nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.
Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap
pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan
inflamasi.

2.9.1 Proses Terjadinya Nyeri


Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli
akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik
kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak

31
bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri.
Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan
kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun
saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa
rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf


untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi
potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.

2.9.2 Tahapan Fisiologi Nyeri


1. Tahap Trasduksi
 Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan
mediator kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P)
yg mensensitisasi nosiseptor
 Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
 Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan
serabut C) ke medula spinalis
 Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus
melalui jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi
nyeri
 Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri
di persepsikan
3. Tahap Persepsi
 Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri

32
 Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi
kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
 Disebut juga tahap desenden
 Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke
medula spinalis
 Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan
norepinefrin) yg akan menghambat impuls asenden yg
membahayakan di bag dorsal medula spinalis

2.9.3 Klasifikasi Nyeri


a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh: terkena
ujung pisau atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama
daripada cutaneous. (contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh: orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) Biasanya nyeri
terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya

33
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya
berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita
untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan
sendirinya.
d. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya
(contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker
maligna)

34
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang
(contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh
karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan
nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses
penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis
pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi
ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease). Pada praktek klinis sehari-
hari kita mengenal 4 jenis nyeri:

a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus
karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada
stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya
stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital. Intensitas
stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada operasi, nyeri
akibat tusukan jarum, dll.

b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan
pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan.
Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer
(seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati

35
lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri
pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnomalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon
abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa
kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable
bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala
tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf
menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).

Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif,


artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau
memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan nyeri fungsional
merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis terjadi pada saraf itu
sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan
lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan
terapi farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan.

2.9.4 Stimulus Nyeri


Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau
dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain
threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
a. Motorik disebabkan karena
 Gangguan dalam jaringan tubuh
 Tumor, spasme otot
 Sumbatan dalam saluran tubuh
 Trauma dalam jaringan tubuh
b. Thermal (suhu)

36
 Panas dingin yang ekstrim
c. Kimia
 Spasme otot dan iskemia jaringan

2.9.5 Teori Nyeri


Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan
terasa, yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk
menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan
melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus
di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak
mengemukakan komponen psikologis.
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal
cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian
naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan
berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori pola (pattern)


Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola
informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu
stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu
menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui
akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal
ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih
tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch

37
modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda
dengan pola untuk rasa sentuhan.

c. Teori kontrol gerbang (gate control)


Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka
dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup
pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu
keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan
substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A
yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A,
maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung
klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta
A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi
nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan
dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat
pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
 Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

38
 Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada
pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran
sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini
dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum
mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
 Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di
blok ketika pintu gerbang tertutup
 Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
 Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage
nyeri pasien
 Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara
menghambat pembentukan substansi P.
 Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang
nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter
yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada
serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.

2.10 Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Rasa Aman (Bebas Nyeri)


Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) diartikan
sesuai klasifikasi nya. Yaitu:
a. Nyeri menurut tempat dan sumbernya
 Peripheral pain

39
 Superficial pain (nyeri permukaan)
 Dreppain (nyeri dalam)
 Defereed ( nyeri alihan)
 Nyeri fisik : Nyeri fisik disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul
dari stimulasi serabut saraf pada struktur somatik viseral.
 Nyeri somatic : Nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila
diikuti kerusakan jaringan diikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi
tertentu.
 Nyeri Viseral : Nyeri yang sulit ditentukan lokasi nya karena lokasinya
dari organ yang sakit ke seluruh tubuh.
 Sentral pain/ nyeri sentral thalamik : Nyeri ini terjadi karena perangsangan
system saraf pusat,spinal cord,batang otak,dll.
 Psyhcogenik pain : Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi
akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Biasanya
disebabkan oleh ketegangan otot yang kronis yang terjadi pada klien yang
mengalami stress yang lama.
b. Nyeri menurut sifatnya
 Seperti diiris benda tajam
 Seperti ditusuk pisau
 Seperti terbakar
 Seperti diremas-remas

c. Menurut berat dan ringannya


 Nyeri ringan : Nyeri yang intensitasnya ringan
 Nyeri sedang : Nyeri yang intensitasnya menimbulkan reaksi
 Nyeri Berat : Nyeri yang intensitasnya tinggi

d. Menurut waktunya
 Nyeri Kronis

40
 Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih
 Reaksinya menyebar
 Respon parasimpatis
 Penampilan Depresi dan menarik diri
 Pola serangan tidak jelas.
 Nyeri akut
 Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
 Terelokasi
 Respon system saraf parasimpati
 Penampilan: Gelisah , cemas
 Pola serangan jelas
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

1) Usia
2) Lingkungan
3) Keadaan fisik
4) Pengalaman masa lalu
5) Mekanisme penysuaian diri
6) Nilai-nilai budaya
7) Penilaian tingkat nyeri
8) Skala nilai menurut Mc. Gill

0 = tidak Nyeri
1 = Nyeri ringan
2 = Tidak menyenangkan
3 = Nyeri menekan
4 = Sangat Nyeri
5 = Nyeri yang menyiksa
9) Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)

41
a. Skema tubuh (body outline)
b. Skala numeric ( 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 )
Penyebab Rasa Nyeri :

1. Trauma
 Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
 Trauma thermis : panas dan dingin
 Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
2. Neoplasama
 Neoplasama jinak
 Neoplasma ganas
3. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
4. Gangguan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
Teori keperawatan yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia yaitu
teori keperawatan Virginia Henderson. Virginia Henderson mengidentifikasi 14
kebutuhan dasar manusia (klien), antara lain:

1. Bernapas secara normal


2. Makan dan minum dengan cukup
3. Membuang kotoran tubuh
4. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
5. Tidur dan istirahat
6. Memilih pakaian yang sesuai
7. Menjaga suhu badan tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian
dan mengubah lingkungan
8. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat dengan baik dan melindungi
integument
9. Menghindar dari bahaya dalam lingkungan dan yang bisa melukai

42
10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kenutuhan,
rasa takut, atau pendapat-pendapat
11. Beribadah sesuai keyakinan seseorang
12. Bekerja dengan suatu cara yang mengandung unsur prestasi
13. Bermain atau terlibat dalam beragan bentuk rekreasi
14. Belajar, mengetahui, atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada
perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas-fasilitas
ksehatan yang tersedia.
Dari ke-14 kebutuhan dasar diatas, kebutuhan dasar yang terganggu ketika
orang mengalami nyeri yaitu:

1. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan


2. Tidur dan istirahat
3. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat dengan baik dan melindungi
integument
4. Bekerja dengan suatu cara yang mengandung unsur prestasi
5. bermain atau terlibat dalam beragan bentuk rekreasi
6. Belajar, mengetahui, atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada
perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas-fasilitas
ksehatan yang tersedia.
Hal-hal yang terganggu diatas dikarenakan keterbatasan gerak klien
akibat nyeri. Kebutuhan dasar manusia menurut maslow yang terganggu akibat
nyeri, yaitu: kebutuhan fisiologis (tidur, istirahat, latihan kegiatan, rasa
nyaman, kebersihan), kebutuhan keselamatan dan keamanan (bebas dari rasa
sakit).

43
2.11 Etiologi (patofisiologi)
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi
berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs
neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik).
1) Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya
stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan
menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri
somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri
somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit)
dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara
umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan
nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari
bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya
perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan
sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri
somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri
viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri
alih (nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya
adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi
(herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat
dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu
sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.

44
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila
terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri
hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi
sentral akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf
dapat membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan
mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia
ataupun nyeri yang persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang
mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer,
timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral,
reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme
inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada
koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari
yang normal.

2) Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang
kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan
dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau
organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera
jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan
respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang
mendasari dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses
yang terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan

45
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau
tentang mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan
selesai. Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang
mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif,
serta menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya
bermacam-macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada
beberapa kasus dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri
kronik dapat berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen
akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan
berbeda dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan
strategi penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor
yaitu karena penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi
atau invasi ke saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun
radang yang ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy,
post operasi, efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo
Hadi B, Alwi I, dkk,2010)

46
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Penatalaksanaan untuk pemenuhan kebutuhan keamanan dan
keselamatan
a. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada:
obsevasi atau prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga
dapat dihindari dan memberikan pendidikan kesehatan yang
memberikan kekuatan bagi klien untuk menjaga dirinya dan
keluarganya dari cedera secara mandiri.
b. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah
memastikan bahwa ketiga elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika
kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan yang harus dicapai yaitu:
melindungi klien dari cedera dan membatasi serta memadakan api.
c. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
1. Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan
sistem komunikasi yang ada
2. Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
3. Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
4. Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
5. Berikan alas kaki yang tidak licin
6. Berikan pencahayaan yang adekuat
7. Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan
penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas
8. Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
d. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang
1. Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal
(mencegah nyeri saat terbentur)
2. Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara

47
3. Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
4. Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.
5. Berikan masker oksigen jika diperlukan.
e. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
masyarakat bila terjadi keracunan melalui identifikasi adanya zatzat
beracun dirumah yang terkonsumsi, segera laporkan ke institusi
kesehatan terdekat serta menyebutkan nama dan gejala yang dialami
klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi atau dengan kepala
ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.
f. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik
Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang
cukup besar) jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik
dimatikan dan klien aman dari arus listrik. Macroshock sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan
henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan
mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan
alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung
tangan non konduktif.
g. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan
Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek
psikososial seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta
gangguan konsentrasi dan pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi
peningkatan nadi dan respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan
kehilangan pendengaran jika intensitas suara tepat. Kebisingan dapat
diminimalisir dengan memasang genting, dinding, dan lantai yang
kedap suara; memasang gorden; memasang karpet; atau memutar
background music.
h. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.

48
i. Melakukan perlindungan terhadap radiasi
Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan
dengan sumber radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama
terpapar radiasi. Upaya yang harus dilakukan oleh perawat dalam hal
ini adalah memakai baju khusus, memakai sarung tangan, mencuci
tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan membuang
semua benda yang terkontaminasi.
j. Melakukan pemasangan restrain pada klien
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi
gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain
diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical)
restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau
alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien
sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas
gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat kimia
neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan
untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak. Restrain
sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan
akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan,
retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun
dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri,
bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya
digunakan sebagai alternatif terakhir. Bila dilakukan maka haruslah:
a. Di bawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa
penyebabnya, dan untuk berapa lama
b. Klien setuju dengan tindakan tersebut.

2. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien yang mengalami gangguan


pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan Riwayat keperawatan:

49
1. Riwayat cedera atau jatuh
Pengkajian risiko jatuh dapat menggunakan instrumen Morse Fall
Scale, St. Thomas Risk Assessment Tool in Falling Elderly Inpatients
(STRATIFY), Resident Assessment Instrument (RAI), Fall Risk
Assessment Tools, Henrich Fall Risk Model, dan lain-lain (Aranda-
Galardo, 2013).
2. Riwayat imunisasi
3. Riwayat infeksi akut atau kronik
4. Terapi yang sedang dijalani
5. Stressor emosional: ekspresi verbal dan non verbal, gaya hidup.
6. Proses penyakit yang terlihat pada klien dan keluhan fisik.
7. Status nutrisi. Pada pengkajian status nutrisi dapat pula diketahui
tentang IMT pasien.
8. Tingkat kesadaran, kelemahan fisik, imobilisasi, penggunaan alat
bantu.

Pemeriksaan fisik:
1. Infeksi lokal, terbatas pada kulit dan membrane mukosa.
Tandatandanya meliputi bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan
gangguan fungsi gerak.
2. Infeksi sistemik, tanda-tandanya meliputi demam, peningkatan
frekuensi nadi dan pernafasan, malaise, anoreksia, mual, muntah,
sakit kepala, pembesaran kelenjar di area infeksi.
3. Sistem Neurologis: status mental, tingkat kesadaran, fungsi sensori,
sistem reflek, sistem koordinasi, tes pendengaran, penglihatan dan
pembauan, sensivitas terhadap lingkungan
4. Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi: toleransi terhadap aktivitas,
nyeri dada, kesulitan bernafas saat aktivitas, frekuensi nafas, tekanan
darah dan denyut nadi

50
5. Integritas kulit : inspeksi terhadap keutuhan kulit klien, kaji adanya
luka, scar, dan lesi, kaji tingkat perawatan diri kulit klien
6. Mobilitas: inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan tulang
klien, kaji range of motion klien, kaji kekuatan otot klien, kaji tingkat
ADLs klien
Pemeriksaan penunjang:
Berupa data laboratorium yang menunjukkan adanya infeksi
meliputi peningkatan angka leukosit, penignkatan laju enap darah,
dan kultur urin, darah serta secret menunjukkan adanya
mikroorganisme pathogen.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

Diagnosa NOC NIC


Risiko infeksi Faktor resiko – Kontrol resiko: Kontrol  Kontrol infeksi
Malnutrisi infeksi Kriteria hasil: Menjaga
- Penurunan hemoglobin  Klien bebas dari kebersihan
- Prosedur invasif tandatanda infeksi lingkungan
 Klien mampu  Mencuci tangan
menjelakan tanda sebelum dan
dan gejala infeksi sesudah memberi
 Klien menunjukkan perawatan dan
kemampuan untuk pengobatan.
mencegah  Menggunakan
timbulnya infeksi. sarung tangan
saat melakukan
perawatan.

51
 Membatasi
pengunjung bila
perlu.
 Mendorong
keluarga untuk
mencuci tangan
saat masuk dan
meninggalkan
ruangan.
 Mendorong klien
untuk
meningkatkan
intake nutrisi,
cairan dan
istirahat.
 Menekankan
memperbanyak
intake protein
untuk
pembentukan
system imun.
 Mengajarkan
kepada klien dan
keluarga tentang
cara mencegah
infeksi dan tanda
gejala infeksi.

52
 Mengkaji suhu
klien, dan
melaporkan jika
suhu lebih dari
38° C.
 Memonitor nilai
laboratorium.
 Mengkaji warna
kulit, tekstur dan
turgor.
Risiko jatuh Faktor resiko Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh
- Usia lebih dari 65 tahun personal Kriteria hasil:  Mengidentifikasi
- Hidup sendiri  Tercapainya penurunan
- Peningkatan kadar glukosa dalam keseimbangan tidur kognitif dan fisik
darah dengan istirahat dan klien yang dapat
- Anemia aktifitas. meningkatkan
- Penurunan kekuatan ekstremitas  Digunakannya alat potensial untuk
bawah bantu yang tepat. jatuh.
- Urgensi urin  Digunakannya alat  Mengidentifikasi
pelindung diri yang karakteristik
tepat. lingkungan yang
 Tindakan yang dapat
berresiko tinggi meningkatkan
dapat dicegah potensial untuk
Perilaku keamanan: jatuh.
mencegah jatuh  Membantu klien
Kriteria hasil: untuk ambulasi.

53
 Digunakannya alat  Mengunci roda
bantu yang tepat. tempat tidur.
 Agitasi dan  Memasang side
penurunan istirahat rail.
dapat terkontrol  Mengkaji TTV
dan kepatenan
jalan napas.
Risiko shock Faktor resiko Kontrol resiko: Kontrol Kontrol infeksi
- Hipotensi infeksi Kriteria hasil:  Menjaga
- Infeksi  Klien bebas dari kebersihan
- sepsis tandatanda infeksi lingkungan.
 Klien mampu  Mencuci tangan
menjelakan tanda sebelum dan
dan gejala infeksi sesudah memberi
 Klien menunjukkan perawatan dan
kemampuan untuk pengobatan.
mencegah  Menggunakan
timbulnya infeksi. sarung tangan
saat melakukan
perawatan.
 Membatasi
pengunjung bila
perlu.
 Mendorong
keluarga untuk
mencuci tangan
saat masuk dan

54
meninggalkan
ruangan.
 Mendorong klien
untuk
meningkatkan
intake nutrisi,
cairan dan
istirahat.
 Menekankan
memperbanyak
intake protein
untuk
pembentukan
system imun.
 Mengajarkan
kepada klien dan
keluarga tentang
cara mencegah
infeksi dan tanda
gejala infeksi.
 Mengkaji suhu
klien, dan
melaporkan jika
suhu lebih dari
38° C.
 Memonitor nilai
laboratorium.

55
 Mengkaji warna
kulit, tekstur dan
turgor.
Risiko aspirasi Faktor risiko - Status respirasi Manajemen jalan napas
Penurunan level kesadaran - Trauma  respirasi rate dalam  posisikan pasien
pada bagian wajah - Peningkatan batas normal untuk ventilasi
residu lambung  kepatenan jalan maksimal
- Trauma oral napas dalam batas  lakukan
- Regimen terapi normal fisioterapi dada
 saturasi oksigen  instruksikan
dalam batas normal pasien untuk
 tidak ada dyspnea batuk efektif
saat istirahat  posisikan pasien
 tidak ada gasping untuk
saat istirahat mengurangi
 tidak ada batuk dyspnea aspirasi
pencegahan aspirasi precaution
 pasien dapat  monitor level
mengidentifikasi kesadaran
faktor resiko  pertahankan
 pasien dapat jalan napas
menghindari faktor  monitor status
resiko pulponal
 pasien dapat  potong makanan
melakukan dalam potongan
positioning untuk kecil
mengurangi resiko

56
Ketidakefektifan bersihan Respon alergi: local Manajemen alergi
jalan napas Batasan  Tidak ada sakit  Identifikasi
karakteristik: kepala alergi dan
 Adanya batuk –  Tidak ada lakrimasi reaksinya
 Dyspnea  Tidak ada edema  Dokumentasikan
 Peningkatan local semua alergi
respirasi rate Faktor  Tidak ada eritema dalam rekam
yang berhubungan: local Respon alergi: medis –
 Paparan asap rokok sistemik  Monitor reaksi
 Spasme jalan napas  Tidak ada batuk alergi pada
 Adanya mukus  Tidak ada mual obatobat baru

 Asma  Tidak ada muntah  Monitor adanya

 Alergi jalan napas  Tidak ada diare shock

infeksi  Tidak ada nyeri otot anafilaksis

 Tidak ada nyeri  Sediakan obat-

sendi obat untuk

 Tidak ada shock menurunkan

anapilaksis respon alergi


 Amati respon
alergi selama
imunisasai
Risiko trauma Faktor resiko Fall occurrence Pencegahan jatuh
 Merokok di kasur  Paien tidak jatuh  Identifikasi
 Penurunan koordinasi otot dari tempat tidur kekurangan fisik
 Kelemahan  Pasien tidak jatuh atau kognitif
 Gangguan keseimbangan saat duduk Pasien pasien yang

 Gangguan emosi tidak jatuh saat meningkatkan


berdiri potensi jatuh

57
 Pasien tidak jatuh  Identfikasi
saat berpindah perilaku dan
 Pasien tidak jatuh factor yang
saat ke kamar mandi berakibat jatuh
 Review riwayat
jatuh
 Letakkan barang
dekat dari
jangkauan
Ketidakefektifan termoregulasi Termoregulasi Monitoring cairan
Batasan karakteristik:
 Pasien dapat  Monitor intake
 Hipertensi dan output cairan
berkeringat saat
 Takikardi  Monitor tanda-
panas
 Kejang Factor yang tanda vital
 Pasien dapat
berhubungan
menggigil saat  Monitor status
 Penyakit hemodinamik
dingin
 Trauma  Monitor
 Tidak ada
 Perubahan suhu hipotermia membrane

 Tidak ada mukosa, warna

hipertermia kulit, dan turgor


 Monitor tanda
dan gejala asites

58
BAB III

PENUTUP

2.13 Kesimpulan
Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan pada dasarnya
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dikemukaan oleh
Abraham Maslow. Kebutuhan keselamatan dan kemanan merupakan
kebutuhan dasar kedua yang harus diupayakan setelah kebutuhan
fisiologis. Kebutuhan keamanan dan keselamatan juga harus dicapai
jika seseorang ingin memenuhi kebutuhan dasar yang lain, seperti
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemanan dan keselamatan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisai,
gangguan persepsi sensori, tingkat kesadaran, status emosional,
kemampuan komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, faktor
lingkungan, informasi/komunikasi, pengunaan antibiotic yang rasional,
keadaan imunitas, ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel
darah putih, ststus nutrisi dan tingkat pengetahuan. Sebagai perawat
memberi asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami gangguan
kebutuhan rasa aman haruslah benar-benar diperhatikan agar kebutuhan
klien terpenuhi.

2.14 Saran
Untuk memenuhi kebutuhan keamanan dan keselamatan
diperlukan pengetahuan tentang konsep dan prinsip kebutuhan rasa
aman agar kebutuhan tersebut dapat terpebuhi dengan baik. Dan melalui
makalah yang singkat ini kami menyarankan kepada segenap pembaca
agar merujuk kepada sumber sumber lain yang relevan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.

59
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Neutrofil. http://id.wikipedia.org/wiki/Neutrofil. diakses tanggal 29


Agustus 2009

H. Alimul, A. Aziz. 2011. Pengantar Konsep Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba


Medika

Asmadi, 2008. Teknik proseduran keperawatan kosep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien. Jakarta: penerbit salemba medika.

https://id.scribd.com >doc> LP Pemenuhan kebutuhan keamanan dan kseselamatan.


Diakses jumat, 15 November 2019, pukul 20.19 WIB.

Widia, lidia. 2015. anatomi fisiologi dan siklus kegidupan manusia. Yogyakarta:
Nuha medika.

60

Anda mungkin juga menyukai