DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3 / A2 / SEMESTER VI
1. MUHUHAMMAD JEFRI (043 STYC 15)
2. MUHAMMAD REZA RAHMANA (044 STYC 15)
3. NURSAIDAH (050 STYC 15)
4. RAHMAN HADI PUTRA (051 STYC 15)
5. ROHMI (061 STYC 15)
6. ROZI APRILIANDI (062 STYC 15)
7. SITI NAMIRA (069 STYC 15)
8. SRI SUSANTI (072 STYC 15)
9. SUCIATI (073 STYC 15)
10. SYAKILLAH (077 STYC 15)
Berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita
semua sahingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “Sistem Perkemihan”.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ernawati S.Kep., Ners., M.Kep. selaku dosen
pengampu mata kuliah Sistem Perkemihan yang telah membimbing penyusun dalam
penyelesaian makalah. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka
saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar sehingga
akan semakin memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami selaku penulis
mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami berharap semoga makalah
ini dapat memberi manfaat bagi para mahasiswa perawat dan pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................
A. ...............................................................................................................
B. ...............................................................................................................
C. ...............................................................................................................
D. ...............................................................................................................
E. ...............................................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di pada
sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya
hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-
penyakit sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya
penyakit tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak
dijumpai di layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga
kesehatan dalam mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat membantu dalam
menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup
penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari
pengkajian yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi
menyebabkan jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani
semakin baik yang meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian,
hal ini tidak menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit
meninggalkan gejala sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja
dan kualitas hidup. Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar,
dan sumber daya manusia yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu
ditingkatkan karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja,
kapan saja dan oleh siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia terhadap penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari
penyakit sistem perkemihan perlu mendapat perhatian khusus, karena risiko hari
ini merupakan penyakit di masa yang akan datang. Selain memfokuskan
perhatian pada mereka yang telah menderita penyakit, kita juga perlu
memusatkan perhatian pada mereka yang belum menderita tetapi mempunyai
resiko untuk menderita penyakit. Karena sesungguhnya jumlah orang yang
mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang telah
menderita penyakit.
Penegakan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat
menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga
kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar
urologi dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien.
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
b. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan
iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi
urgensi, polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi
meluiputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah,
intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi.
Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.
1) Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat
benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena
kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi
berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan
pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena produksi urine
yang berlebihan atau karena kapasitas buli-buli yang menurun. Nokturia
adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari,
produksi urine meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif
dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia
tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat
karena kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi urine.
2) Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti
pengeluaran urine. Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal
keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan
untuk memulai miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya
lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki pasien. Di
pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan
masih terasa ada sisa urine di dalam buli-buli dengan masih keluar
tetesan urine (terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan
diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan,
buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urine yang menetes tanpa
disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra
karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil,
deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3) Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk
menahan urine yang keluar dari buli-buli, baik disadari ataupun tidak
disadari. Terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu
inkontinensia true atau continuous (urine selalu keluar), inkontinensia
stress (tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge (ada keinginan
untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (buli-buli penuh).
4Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan
apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi
(hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga
keganasan.
5. Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena
adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi
glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes
mellitus.
6. Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa
ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan
hematospermia berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan
pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak
diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder
dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula seminalis
atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7. Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya
infeksi saluran kemih.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat
obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan
semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren.
Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan
harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data
yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia
pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika
abdomen yang diperiksa.
Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem
perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan
merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Secara
formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat
pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan
dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan
obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-
tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif
mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien.
Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :
1) Keadaan umum sistem perkemihan
2) Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat genitalia,
rectum, dll)
3) Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon
kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4) Dll
Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan
informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan
komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas
misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif
untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan palpasi
ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat
mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin
melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat
superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot.
Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam.
Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada
kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam
digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu
atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan
tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri
atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa
tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada
ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan prinsip
diatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.
Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk
permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan
densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan
menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat
struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang
daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara
yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan
menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat
pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu
karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil
(biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini
merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan
bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai
plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif
(plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari
lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya
suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas
interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat,
agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan
tangan (Gambar 3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan
yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi
langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang
pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan
costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi
mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit. Sehingga perlu diperhatikan
dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan
memperhatikan ekspresi klien.
Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara
Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak
mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat
(endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan
akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan
kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan
tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
Gambar 4. Stetoskop
Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka bajunya. Perhatikan
sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di
abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi
perinefritis.
Palpasi
a. Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada costa ke-12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di
sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi,
tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah
arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan
anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan,
lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan
kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya
jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
C. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis tengah, dan
rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah
memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi.
Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal. Nyeri tekan
ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada sudut
costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut
cukup membuat nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk
menumbuhkan nyeri ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan
kanan dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu tangan
pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan tangan Anda.
B. Pemasangan Kateter
1. Definisi
Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau
plastik, melalui uretra atau kandung kemih dan dalam kateterisasi. Ada dua
jenis kateterisasi yaitu menetap dan intermiten, sedangkan alat untuk
kateterisasi dinamakan selang kateter, selang kateter adalah alat yang
berbentuk pipa yang terbuat dari karet, plastik, metal woven slik dan silikon
yang fungsi dari alat kateter tersebut ialah memasukkan atau mengeluarkan
cairan. Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk
menyimpan atau menampung air seni yang berubah-ubah jumlahnya yang
dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal. Pemasangan kateter adalah
pemasukan selang yang terbuat dari plastik atau karet melalui uretra menuju
kandung kemih (vesika urinaria).
2. Tujuan
a. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih.
b. Mendapatkan urine untuk spesimen.
c. Pengkajian residu urine.
d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis,
gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih, serta
pascaoperasi besar.
e. Mengatasi obstruksi aliran urine.
f. Mengatasi retensi perkemihan.
3. Indikasi
a. Kateter Sementara
Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi vesika urinaria. Pengambilan
urine residu setelah pengosongan urinaria.
b. Kateter Tetap Jangka Pendek
1) Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat).
2) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan.
3) Untuk memantau output urine.
c. Kateter tetap jangka panjang
1) Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI.
2) Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urine.
3) Klien dengan penyakit terminal.
4. Kontraindikasi
a. Hematoris (Keluarnya Darah dari Urine)
Hematuria adalah istilah medis yang menandakan adanya darah di
dalam urine. Urine akan berubah warna menjadi kemerahan atau sedikit
kecokelatan. Urine yang normal tidak mengandung darah sedikitpun,
kecuali pada wanita yang sedang menstruasi. Hematuria sering terlihat
sangat menakutkan dan menimbulkan kekhawatiran, namun kondisi ini
jarang menjadi pertanda penyakit yang membahayakan nyawa Anda.
Meski begitu, Anda harus segera memeriksakannya ke dokter untuk
mengetahui penyebab munculnya darah di dalam urine.
5. Macam–macam Kateter dan Ukuran Kateter
a. Jenis-jenis Kateter
1) Kateter plastik: digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak
fleksibel
2) Kateter latex atau karet: digunakan untuk penggunaan atau pemakaian
dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu).
3) Kateter silikon murni atau teflon: untuk menggunakan dalam jangka
waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meathur uretra.
4) Kateter PVC: sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu, bahannya
lembut tidak panas dan nyaman bagi uretra.
5) Kateter logam: digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada
pengosongan kandung kemih pada ibu yang melahirkan.
b. Ukuran Kateter
1) Anak: 8-10 Fr (French).
2) Wanita: 14-16 Fr.
3) Laki-laki: 16-18 Fr.
6. Pemasangan Kateter
a. Persiapan Alat
1) Bak instrumen 7) Perlak
2) Spuit 10 cc 8) Kateter
3) Bengkok 9) Kapas air
4) Handscoon 10) Kasa urine bag
5) Aquadest 11) Jelly/vaselin
6) Gunting plaster 12) Selimut
13) Obat: aquades, 14) Prosedur
bethadine, alkohol 70%
b. Prosedur Tindakan
Wanita
1) Memberitahu dan menjelaskan pada klien.
2) Mendekatkan alat-alat.
3) Memasang sampiran.
4) Mencuci tangan.
5) Menanggalkan pakaian bagian bawah.
6) Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
7) Menyiapkan posisi klien.
8) Meletakkan dua bengkok di antara tungkai pasien.
9) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
10) Lakukan vulva higiene.
11) Mengambil kateter lalu ujungnya diberi vaseline 3-7 cm.
12) Membuka labia mayora dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri sampai terlihat meatus uretra, sedangkan tangan kanan
memasukkan ujung kateter perlahan-lahan ke dalam uretra sampai
urine keluar, sambil pasien dianjurkan menarik nafas panjang.
13) Menampung urine ke dalam bengkok bila diperlukan untuk
pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk
menarik nafas panjang, kateter cabut pelan-pelan dimasukkan ke
dalam bengkok yang berisi larutan klorin.
14) Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama
dengan kateter dan pinset.
15) Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
16) Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
17) Membereskan alat.
18) Mencuci tangan.
C. Irigasi Kateter
1. Pengertian
Irigasi kateter adalah pencucian kateter urine untuk mempertahankan
kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh
dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan
menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada
di tempatnya. Ada dua metode tambahan untuk irigasi kateter, yaitu:
a. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya
irigasi kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling
sering digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan
yang kateternya berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan
bekuan darah.
b. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi
kandung kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk
terjadinya infeksi. Namun, demikian kateter ini diperlukan saat kateter
kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (mis; setelah pembedahan
prostat). Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien
yang mengalami infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari
antiseptik atau antibiotik untuk membersihkan kandung kemih atau
mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan teknik asepsis
steril (Potter & Perry, 2005). Dengan demikian irigasi kandung kemih
adalah proses pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang telah
diprogramkan oleh dokter.
2. Tujuan
a. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine.
b. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan
kateter urine, misalnya oleh darah dan pus.
c. Untuk membersihkan kandung kemih.
d. Untuk mengobati infeksi lokal.
3. Prinsip
a. Menjaga privasi klien.
b. Prosedur steril.
4. Indikasi Kateterisasi Uretra
a. Retensi urine akut dan kronis.
b. Menampung arus urine yang keluar terus menerus pada pasien dengan
kesulitan menahan kencing, sebagai hasil dari gangguan neurologis yang
menyebabkan kelumpuhan atau hilangnya sensasi yang mempengaruhi
buang air kecil.
c. Perlu untuk pengukuran akurat dari output urine pada pasien dengan sakit
kritis.
d. Penggunaan perioperatif untuk beberapa prosedur bedah.
e. Pasien yang menjalani operasi urologi atau operasi lain pada struktur yang
berdekatan pada saluran genitourinaria.
f. Durasi operasi yang diduga berkepanjangan.
g. Pemantauan output urin intra-operatif.
h. Untuk membantu dalam penyembuhan luka terbuka pada sakrum atau
perineum pada pasien yang juga mengalami inkontinensia.
i. Pasien memerlukan imobilisasi berkepanjangan.
j. Untuk memungkinkan irigasi/lavage kandung kemih.
k. Memfasilitasi lancarnya buang air kecil dan menjaga intergritas kulit
(ketika penanganan konservatif lain tidak berhasil).
l. Meningkatkan kenyamanan pasien (jika diperlukan).
5. Kontraindikasi Kateterisasi Uretra
a. Prostatitis akut.
b. Kecurigaan trauma uretra.
6. Alat
a. Larutan iritasi steril, sesuaikan suhu dalam kantung dengan suhu ruangan.
b. Kateter Foley (3 saluran).
c. Slang irigasi dengan klem (dengan atau konektor-Y).
d. Sarung tangan sekali pakai.
e. Tiang penggantung IV.
f. Kapas antiseptik.
g. Wadah metrik.
h. Konektor-Y.
i. Selimut mandi (opsional).
Rasional Alat
Larutan yang dingin dapat menyebabkan spasme kandung kemih.
Klem mengatur aliran irigasi. Penghubung Y memungkinkan selang
terhubung dengan kantung dapat menghubungkan selang irigasi ke kateter
yang memiliki dua buah lumen.
7. Langkah
a. Ikuti protokol standar (lihat lampiran).
b. Kaji abdomen bawah untuk tanda distensi kandung kemih.
c. Dengan menggunakan teknik aseptik, masukkan ujung slang irigasi steril
kedalam kantung yang berisi larutan irigasi.
d. Tutup klem slang dan gantung kantung larutan pada tiang penggantung IV.
e. Buka klem dan alirkan larutan melalui slang, pertahan kan ujung slang
steril; tutup klem.
f. Putar “of” bagian irigasi kateter lumen tripel atau hubungkan konektor-Y
steril kateter lumen ganda, kemudian hubungkan ke slang irigasi.
g. Yakinkah kantung drainase dan slang dengan aman dihubungkan ke bagian
drainase konektor-Y tripel ke kateter lumen ganda.
h. Klem slang pada sistem drainase untuk aliran intermetin, buka klem pada
slang irigasi, dan alirkan sejumlah cairan yang diprogrmkan masuk ke
kandung kemih (100 ml adalah normal untuk orang dewasa). Tutup klem
slang irigasi, kemudian buka klem slang drainase.
i. Untuk irigasi kontinu, hitung kecepatan tetesan tetesan dan atur klem pada
slang irigasi secara tepat; yakinkah klem pada slang drainase pada kantung
drainase.
j. Buang alat yang terkontaminasi, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan.
k. Catat jumlah larutan yang digunakan sebagai iringan, jumlah kembali
seperti yang didrainase, serta konsistensi drainase pada catatan perawat dan
lembaran asupan dan haluaran. Laporkan oklusi kateter, perdarahan tiba-
tiba, infeksi, atau peningkatan nyeri pada dokter.
l. Lengkapi akhir protokol ketrampilan (lihat lampiran).
Rasional Langkah
a. Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urine tidak berfungsi,
memblok drainase.
b. Mengurangi transmisi mikroorganisme.
c. Mencegah kehilangan larutan irigasi.
d. Menghilangkan udara silang.
e. Kateter tiga saluran atau konektor-Y memberikan cara untuk larutan irigasi
masuk ke kandung kemih. Sistem harus tetap steril.
f. Meyakinkan bahwa urine dan larutan irigasi akan mengalir dari kandung
kemih.
g. Cairan mengisi melalui kateter ke dalam kandung kemih, sistem pembilas.
Cairan mengalir ke luar setelah irigasi selesai.
h. Meyakinkan kontinuitas, meskipun irigasi sistem kateter. Mencegah
akumulasi larutan di kandung kemih yang dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dan kemungkinan cedera.
i. Mengurangi penyebaran mikroorganisme.
j. Mendokumentasikan prosedur toleransi klien.
8. Respon Klien Yang Membutuhkan Tindakan Segera
Respon
a. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan terlalu
dingin.
b. Ada darah atau bekuan darah dalam slang irigasi.
Tindakan
a. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih.
b. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah
mempertahankan patensi kateter; sel darah mempunyai potensi menyumbat
kateter).
9. Pertimbangan Penyuluhan
Beri tahu klien untuk mengobservasi drainase urine untuk tanda darah
dan mukus, perubahan warna, atau perubahan konsistensi. Kecuali
dikontraindikasikan, klien harus dinstruksikan untuk mempertahankan
kondisi.
A. Kesimpulan
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari pengkajian
yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi menyebabkan
jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani semakin baik yang
meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan
gejala sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas
hidup. Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber
daya manusia yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan
oleh siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia
terhadap penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem
perkemihan perlu mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan
penyakit di masa yang akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka
yang telah menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada
mereka yang belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita
penyakit. Karena sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit
jauh lebih banyak daripada mereka yang telah menderita penyakit.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para tenaga kesehatan maupun
mahasiswa kesehatan dapat lebih mengetahui dan menerapkan cara pemasangan
kateter, irigasi kateter, sesuai dengan kompetensi dalam memberikan pelayanan
kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA