Anda di halaman 1dari 243

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHEPALGIA (SAKIT KEPALA)

BAB I

TINJAUAN KASUS ASKEP CHEPALGIA (SAKIT KEPALA)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chepalgia merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi. Beberapa orang sering mengalami
sakit kepala, sedangkan yang lainnya hampir tidak pernah merasakan sakit kepala.

Sakit kepala menahun dan sakit kepala kambuhan bisa terasa sangat nyeri dan mengganggu, tetapi
jarang mencerminkan keadaan kesehatan yang serius. Suatu perubahan dalam pola atau sumber sakit
kepala (misalnya dari jarang menjadi sering, sebelumnya ringan sekarang menjadi berat) bisa
merupakan pertanda yang serius dan memerlukan tindakan medis segera.

Sekarang ini banyak sekali obat-obat sakit kepala yang dijual bebas di toko-toko obat atau apotik. Di
televisi juga banyak iklan yang menawarkan obat sebagai solusi sakit kepala. Namun hampir semua obat
tersebut tidaklah mampu mengatasi sakit kepala dengan sebenar-benarnya. Memang untuk reaksinya
sangat cepat dalam meredakan sakit kepala, namun di lain waktu ia akan kambuh kembali. Akibatnya
kita menjadi ketergantungan dan bila dikonsumsi terus penerus dapat menyebabkan pembuluh darah
kian tersumbat sebab obat - obat tersebut sebenarnya adalah toksin bagi tubuh kita karena terbuat dari
bahan kimia.

Hampir setiap orang pernah merasakan nyerinya sakit kepala. Data menunjukkan, 90% populasi manusia
pernah mengalami penyakit yang menimbulkan rasa nyut-nyut atau cekot-cekot ini sekali atau dua kali
dalam setahun. Sakit kepala juga menjadi alasan terbanyak kedua orang mendatangi dokter.

Untuk itu kita sebagai calon tenaga kesehatan, kita perlu mengetahui dan memahami tanda dan gejala
berbagai penyakit khususnya di sini sakit kepala.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Chepalgia ?

2. Bagaimana Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Chepalgia ?

1
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana asuhan kerawatan yang tepat pada penyakit sakit kepala.

2. Tujuan Khusus

a. untuk mengetahui konsep chepalgi

b. untuk mengetahui manajemen asuhan keperawatan pada chepalgia

D. Manfaat

Kita yang nantinya sebagai tenaga kesehatan dapat mengetahui dan faham akan asuhan keperawatan
yang tepat untuk pasien dengan masalah sakit kepala (headache), sehinggga di dunia rumah sakit nanti
dapat menerapkan asuhan keperawatan ke pasien dengan masalah sakit kepala secara tepat.
BAB II

Kajian Teoritis

A. Pengertian

Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta perbatasan
antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik
paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut. (Smeltzer & Bare, 2002)

Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut. (Brunner & Suddart, 2002)

Chepalgia Kronik mengacu pada sakit kepala yang terjadi lebih dari 15 hari dalam sebulan - dalam
beberapa kasus bahkan setiap hari - selama tiga bulan atau lebih.(Silberstein, 2005)

B. Klasifikasi

Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the
International Headache Society sebagai berikut:

1. Migren (dengan atau tanpa aura)

2. Sakit kepala tegang

3. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal.

4. Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.

5. Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.

6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan


subarakhnoid).

7. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis.Tumor otak).

8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.

9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.

10.
3

Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).

11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur
sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).

12. Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

C. Etiologi

Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor risiko yang umum yaitu

1. Penggunaan obat yang berlebihan.

Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan tereksasi, yang dapat
memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala
(tambah parah setiap diobati).

2. Stres.

Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala kronis. Stress
menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.

3. Masalah tidur

Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya sewaktu istirahat atau
tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.

4. Kegiatan berlebihan

Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala, termasuk hubungas
seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami
pembengkakan.

5. Kafein.
Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas ketika ditambahkan ke beberapa
obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala,
kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).

6. Rokok

Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam rokok dapat membuat
pembuluh darah menyempit.

7. Alkohol

Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol juga merupakan
faktor risiko umum penyebab sakit kepala.

8. Penyakit atau infeksi

Seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor. (Smeltzer & Bare,
2002)

D. Patofisiologi

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian-bagian diwilayah kepala dan leher yang
peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital,
temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak
peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura
basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian
besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.

Perangsangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa:

1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan
pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi
alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer
akut).

4. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan
radang (arteritis temporalis).

5. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.

6. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii (
ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis
deforman servikalis).

7. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan
stress.

(Sylvia G. Price, 1997)

E. Manifestasi Klinis

1. Migren

Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit
kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat
disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai
kecenderungan kuat dalam keluarga. Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil
dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala
dan pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi,
yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

- Fase aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan
obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan
penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
dan pusing.

Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan
fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan
responsivitas CO2.
- Fase sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia,
mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

- Fase pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal.
Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

2. Cluster Headache

Cluster Headache adalah bentuk sakit kepala vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan
datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata
dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan
berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.

Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang
ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap
klorpromazin.

3. Tension Headache

Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang
menyebabkan sakit kepala karena tegang.

Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini
sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”.

Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya
keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk
memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

F. Pemerikasaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan diagnostik

a. CT Scan

Menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada
susunan saraf pusat.

b. MRI Scan

Dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik
scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

c. Pungsi lumbal

Dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui
terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak
akibat pengambilan CSF.

2. Pemeriksaan labor

a. Gula darah pada penderita chepalgia biasanya meningkat

b. Hematokrit dan hemoglobin pada penderita chepalgia menurun

c. Hitung leukosit biasanya meningkat

d. Kolesterol pada penderita chepalgia biasanya meningkat

e. Ureum pada penderita chepalgia biasanya meningkat

d. Kretinin biasanya menurun

e. Trombosit pada chepalgia biasanya menurun

f. Urine

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Teliti keluhan intensitas dan karakteristik nyeri,mis : (berat, berdenyut, lokasinya, lamanya)

b. Kontrol tekanan tanda-tanda vital

c. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, mis: ekspresi wajah, gelisah.

d. Kontrol skala nyeri

e. Berikan kompres hangat dan masase daerah kepala/leher apabila klien dapat mentoleransi
sentuhan.

f. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri

g. Kontrol keseimbangan cairan elektrolit mencakup pemberian nutrisi dan perhitungan input dan
output cairan yang adekuat, termasuk dalam hal ini pengawasan BAK dan BAB.

2. Penatalaksanaan medic

a. Menjaga kesimbangan cairan dan elektrolit

b. Memberikan obat analgetik nyeri :

- Aspirin

- Asetaminofen

- Ibuprofen

c. Memberikan obat profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit kepala :

- Tizanidine

- Fluoxetine

- Amitriptyline

- Topiramate

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :

1. Cidera serebrovaskuler / Stroke


2. Infeksi intrakranial

3. Trauma kranioserebral

4. Cemas

5. Gangguan tidur

6. Depresi

7. Masalah fisik dan psikologis lainnya.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di Indonesia Hipertensi
merupakan masalah kesehatan yang perlu diperbaikan oleh dokter yang bekerja pada kesehatan primer,
karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang di timbulkannya. Berdasrkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu : Hipertensi primer, yang tidak di ketahui penyebabnya
atau diopatik, Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.

(Suyono, 2001, h 453)

Di Indonesia banyak penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang, tetapi hanya 4%, yang
merupaka hipertensi terkontrol. Privalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari
sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Hasil
peneltian dari MONICA (multinational monitoring kardiovascular diseases), angka kejadian di Indonesia
berkisar 2-18% diberbagai daerah, jadi di Indonesia saat ini kira-kira terdapat 20 juta orang penderita
hipertensi.

(Weblog, ririns)

Perjalanan penyakit hipertensi sangatlah perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukan
gejala selama bertahun-tahun, masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit, sampai terjadi
kerusakan organ yang penting. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik. Misalnya sakit
kepala atau pusing, apabila hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat mengakibatkan
kelemahan karena stroke atau gagal ginjal mekanis.

(Sylvia Anderson, 2006 : h 583)

Penyakit jantung hipertensi ditegakan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat
langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh ferifer dan beban aktif ventrikel kiri. Faktor yang
menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor
genetik disini lebih jelas.

(Mansjoer, 2001 : h 441)

Hipertensi biasanya dimulai “diam-diam” umumnya setelah usia 30 tahun atau 40 tahun. Dalam
kasus-kasus pencegahan, penyakit ini bisa dimulai lebih awal. Pada tahap awal, tekanannya mungkin
naik secara berkala, misalnya pada situasi stress biasanya, ketika mengendarai mobil jarak jauh, dan
kembali ke normal lebih lama dari biasanya. Atau tekanannya mungkin hanya naik saat bekerja, tidak
pada istirahat atau berlibur. Pada kasus-kasus seperti ini kita membicarakan “hipertensi labil”. Atau jika
angkanya terletak diatas kesasaran normal, kita menyebutnya “hipertensi perbatasan” namun, jika
angkanya diatas normal secara konsisten, penyakitnya telah berkembang ketahap “stabil” hipertensi
kronis bisa memiliki berbagai bentuk. Contohnya sangat banyak, bahkan setiap rumah sakit mengetahui
orang-orang muda dengan tekanan darah yang sangat tinggi, dari 200/120 samapi 250-140.

(Hans p. wolf. 2006 : h 63)

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh
pada saat jantung berkontraksi (sistolik) angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik) tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg di defenisikan sebagai “normal” pada
tekanan darah tinggi bisanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi
pada tekanan darah 140/90 mmHg atau keatas, diukur kedua lengan iga dalam jangka beberapa minggu.

(weblog, Wikipedia-indonesia/)
1.2 Ruang lingkup

Dalam penulisan kasus ini penulisa akan mengambil kasus yaitu “Asuhan Keperawatan pada Tn.M
dengan Gangguan Sistem Kardiovascular Hipertensi di Ruang Mengkudu” di RSUD DR.RM Djoelham Kota
Binjai.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menerapkan dan mengetahui gambaran Asuan Keperawatan pada Tn.M dengan Gangguan Sistem
Kardiovasculer Hipertensi di ruang Mengkudu RSUD Dr. RM Djoelham kota binjai.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada Tn.M dengan gangguan sistem Kardiovasculer
Hipertensi di ruang mengkudu RSUD Dr.RM Djoelham kota Binjai

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.M dengan gangguan sistem Kardiovasculer
Hipertensi di ruang mengkudu RSUD Dr.RM Djoelham kota Binjai

c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Tn.M dengan gangguan sistem Kardiovasculer
Hipertensi di ruang mengkudu RSUD Dr.RM Djoelham kota Binjai

d. Mampu melaksanakan pelaksanaan keperawatan pada Tn.M dengan gangguan sistem


Kardiovasculer Hipertensi di ruang mengkudu RSUD Dr.RM Djoelham kota Binjai

e. Mampu melaksanakan evaluasi pada Tn.M dengan gangguan sistem Kardiovasculer Hipertensi di
ruang mengkudu RSUD Dr.RM Djoelham kota Binjai.

1.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan penulis dalam penulisan Karya Ilmiah ini adalah metode kognitif yang metode
ilmiah yang bersifat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan metode deskriptif yang
memaparkan pokok masalah yaitu dengan cara :

a. Study kepustakaan

Yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang mengacu dan berhubungan dengan
pembahasan yang dibahas pada kardiovascular hipertensi

b. Study kasus

Yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung atau melaksanakan asuhan keperawatan langsung
pada pasien melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi.

- Wawancara

Yaitu melakukan wawancara langsung pada pasien maupun pada kelurga pasien dan juga perawat yang
ada diruangan tersebut untuk memperoleh keterangan yang jelas, baik subjektif maupun objektif.

- Dokumentasi

Yaitu penulisan memperoleh data dari status pasien dan medical record.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Imu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis (yaitu meningkat
secara berlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suau pola yang khas. (Wolff.2006 : h
62)

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang”
gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular. (Anderson :
2006. h 582)

Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada
tingkatan diatas normal. Konsekwensi dan keadaan ini adalah timbulnya penyakit yang menggangu
tubuh penderita. Dalam penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan memerlukan
penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi : 2002. h 17)

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka lama) penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan
tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi. Tekanan darah tinggi adalah salah satu resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan
merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (weblog, wikipedia indonesia)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Sistem peredaran darah manusia terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe. Jantung
merupakan organ penting yang memompa darah dan memelihara peredaran melalui saluran tubuh.

Arteri membawa darah dari jantung

Vena membawa dara ke jantung

Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan merupakan jalan lalu lintas
antara makanan dan bahan buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstra seluler atau
intershil. Saluran limfe mengumpulkan, menggiring dan menyalurkan kembali ke dalam limfenya yang
dikeluarkan melalui dinaing kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Saluran limfe ini juga dapat
dianggap menjadi bagian sistem peredaran.

Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah dipompa keluar jantung.
Denyut ini mudah diraba ditempat arteri temporalis diatas tulang temporal atau arteri dorsalis pedis di
belokan mata kaki. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda, dipengaruhi
penghidupan, pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut sesuai dengan siklus jantung
jumlah denyut jantung 70 berarti siklus jantung 70 kali per menit.

Kecepatan normal denyut nadi per menit :

Pada bayi yang baru lahir 140

Selama tahun pertama 120

Selama tahun kedua 110

Pada umur 5 tahun 96-100

Pada umur 10 tahun 80-90

Pada orang dewasa 60-80

(Pearce. 2009 : h 151)

Tekanan Darah

Tekanan darah sangat penting dalam sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong
yang mengalirkan darah didalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga darah didalam arteri,
arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja
sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke pembuluh arteri. Pada
sirkulasi tertutup aktivitas pompa jantug berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi
sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah dan sirkulasi darah. Pada tekanan darah didalam
arteri kenaikan arteri pada puncaknya sekitar 120 mmHg tekanan ini disebut tekanan stroke. Kenaikan
ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga tekanan didalamnya turun sedikit. Pada saat
diastole ventrikel, tekanan aorta cenderung menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam
pemeriksaan disebut dengan tekanan diastole.

Kecepatan Tekanan

Kecepatan aliran darah bergantung pada ukuran palung dari pembuluh darah. Darah dalam aorta
bergerak cepat, dalam arteri kecepatan berkurang dan sangat lambat pada kapiler, dalam arteri
kecepatan berkurang dan sangat lambat pada kapiler. Faktor lain yang membantu aliran darah
kejantung maupun gerakan otot kerangka mengeluarkan tekanan diatas vena, gerakkan yang dihasilkan
pernafasan dengan naik turunnya diafragma yang bekerja sebagai pemopa, isapan yang dikeluarkan
oleh atrium yang kosong sewaktu diastole menarik darah dari vena dan tekanan darah arterial
mendorong darah maju. Perubahan tekanan nadi pengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi tekanan
darah, misalnya pengaruh usia dan penyakit arteriosklerosis. Pada keadaan arteriosklorosis, olasitias
pembuluh darah kurang bahkan menghilang sama sekali, sehingga tekanan nadi meningkat.

Kecepatan aliran darah dibagian tengah dan pada bagian tepi (ferifer) yang dekat dengan
permukaan bagian dalam dinding arteri adalah sama, aliran bersifat sejajar yang konsentris dengan arah
yang sama jika dijumpai suatu aliran darah dalam arteri yang mengarah kesegala jurusan sehingga
memberikan gambaran aliran yang yang tidak lancer. Keadaan dapat terjadi pada darah yang mengatur
melalui bagian pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau vasokonstriksi. (Drs_H.Syaifuddin. 2006
: h 130)

2.1.3 Etiologi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan yang baik.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti umur, obesitas, asupan
garam yang tinggi adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik,
lingkungan hiperaktivitas susunan saraf simpatis. Dalam defekekstesi Na peningkatan Na dan Ca intra
selular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal. Hipertensi vascular renal dan hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. (Arif Manjoer. 2001 : h 518)

Penyebab hipertensi lainnya adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kalenjar adrenal yang
menghasilkan hormone edinefrin (adrenalim) atau noredinefrin (noradrenalin) kegemukan (obesitas),
gaya hidup yang tidak aktif (malas), stress, alkohol, atau garam dalam makanan bisa memicu terjadinya
hipertensi pada orang-orang yang memiliki kenaikan yang diturunkan stress cenderung menyebabkan
kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress berlalu, maka tekanan darah biasanya akan
kembali normal. (Weblog, Wikipedia indonesia)

2.1.4 Patofisiologi

Pada stadium permulaan hipertensi hipertrofi yang terjadi adalah difusi (konsentik). Pada masa
dan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus,
hipertrofi menjadi tak teratur dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner menjadi eksentrik,
berkurangnya rasio antara masa dan volume jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah
khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksieleksi) penigkatan tegangan dinding ventrikel pada saat
sistolik peningkatan konsumsi oksigen ke otot jantung serta penurunan efek-efek mekanik pompa
jantung. Diperburuk lagi bila disertai dengAn penyakit dalam jantung koroner.

Walaupun tekanan perkusi koroner meningkat, tahanan pembumluh darah koroner juga
meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi
koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner yaitu :

1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi otot polar dalam resitensi seluruh badan.
Kemudian terjadi valensi garam dan air mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan
meningkatnya tahanan perifer.

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila
timbul hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran hemodinamik ini
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit meskipun tampak sebagai
penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri. (Arif Manjoer. 2001 : h
441)

2.1.5 Tanda dan Gejala

Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi hipertensi karateristik lama, untuk bertambah
bila terjadi dibatasi ventrikel kiri iktusikordis bergerak kiri bawah, pada kultasi Pasien dengan hipertensi
konsentri dapat ditemukan 5 bila sudah terjadi jantung didapatkan tanda-tanda rusiensi mitra velature.
(Arif Mansjoer. 2001 : h 442)

Pada stadium ini hipertensi, tampak tanda-tanda rangsangan sipatis yang diakibatkan
peningkatan aktivitas system neohormonal disertai hipertomia pada stadium, selanjutnya mekanisme
kopensasi pada otot jantung berupa hiperpeuti. (Arir Mansjoer. 2001 : h 442)

Gambaran klinis seperti sakit kepala adalah serta gejala gangguan fungsi distolik dan peningkatan
tekanan pengsien ventrikel walaupun fungsi distolik masih normal, bila berkembang terus terjadi
hipertensi eksentri dan akhirnya menjadi dilarasi ventrikel kemudian gejal banyak datang. Stadium ini
kadang kala disertai dengan sirkulasi ada cadangan aliran darah ovoner dan makin membentuk
kelaianan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif. (Mansjor, 2001 : h 442)

2.1.6 Komplikasi

Organ-organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain masa berupa pendarahan vetria,
bahkan gangguan pada penglihatan sampai kebutahan, gagal jantung, pecahnya darah otak. (Arif
Mansjoer, 2001)

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengbobatan dirujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, pengobatan jantung
karena hipertensi, mengurangi morbilitas dan moralitas terhadap penyakit kardiovascular dan
menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovascular semaksimal mungkin.

Untuk menurunkan tekanan darah, dapat ditujukan 3 faktor fisiologis yaitu : menurunkan isi
cairan intravascular dan non darah dengan neolistik menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan
respon kardiovascular terhadap rangsangan tahanan prifer dengan obat vasediator. (Arif Manjoer, 2001)

2.1.8 Pencegahan

1. Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alkohol

2. Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolaraga secara teratur dapat mengurangi
ketegangan pikiran (strees) membantu menurunkan berat badan, dapat membakar lemak yang
berlebihan.

3. Diet rendah garam atau makanan, kegemukan (kelebihan berat badan harus segera di kurangi)

4. Latihan ohlaraga yang dapat seperti senam aerobic, jalan cepat, dan bersepeda paling sedikit 7 kali
dalam seminggu.

5. Memperbanyak minum air putih, minum 8- 10 gelas/ hari.

6. Memeriksakan tekanan darah secara normal / berkala terutama bagi seseorabg yang memiliki
riwayat penderita hipertensi.

7. Menjalani gaya hidup yang wajar mempelejari cara yang tepat untuk mengendalikan stress.

(Bambang Sadewo, 2004)

2.1.9 Pengobatan
Jenis-jenis pengobatan

1. Arti hipertensi non Farmokologis

Tindakan pengobatan supparat, sesuai anjuran dari natural cammitoe dictation evalution treatmori of
high blood preasure

a. Tumpukan berat badan obesitas

b. Konsumsi garam dapur

c. Kurangi alkohol

d. Menghentikan merokok

e. Olaraga teratur

f. Diet rendah lemak penuh

g. Pemberian kalium dalam bentuk makanan sayur dan buah

2. Obat anti hipertensi

a. Dioverika, pelancar kencing yang diterapkan kurangin volume input

b. Penyakit beta (B.Blocker)

c. Antoganis kalsium

d. Lanbi ACE (Anti Canvertity Enzyine)

e. Obat anti hipertensi santral (simpatokolim)

f. Obat penyekar ben

g. Vasodilatov

(Arif Mansjoer, 2001, 522)

3. Perubahan gaya hidup


Dilain pihak gaya hidup yang baik untuk menghindari terjangkitnya penyakit hipertensi dan berbagai
penyakit digeneratif lainnya.

· Mengkurangi konsumsi garam

· Melakukan olaraga secara teratur dan dinamik

· Membiasakan bersikap dinamik seperti memilih menggunakan tangga dari pada limfa

· Menghentikan kebiasaan merokok

· Menjaga kestabilan BB

Menjauhkan dan menghindari stress dengan pendalaman angka sebagai salah satu upayahnya.

2.1.10 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum melakukan terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa unaralis
darah perifer lengkap kemih darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolestrol total,
kolestrol HDI, dan EKG).

Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin protein urine 24 jam, asam
urat, kolestrol LDL, TSH dan ekokardiografi.

(Mansjoer Arif,2000 : 49)

2.2 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal
ini biasanya disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu teknik dan
keterampilan interversional dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien.

(Iyert el, al, 1996)

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data
atau perolehan data yang akurat dapat pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.

(Aziz Alimul. 2009 : h 85)

Adapun pengkajian pada pasien hipertensi menurut Doengoes, et al (2001) adalah

1. Aktivitas istirahat

Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup

Tanda : - Frekuensi jantung meningkat

- Perubahan trauma jantung (takipnea)

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi ateros klerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit
screbiovakuolar, episode palpitasi, perpirasi.

Tanda : - Kenaikan TD (pengukuran serial dan kenaikan TD diperlukan untuk menaikkan diagnosis

- Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen otak)

- Nada denyutan jelas dari karotis, juguralis, radialis

- Denyut apical : Pm, kemungkinan bergeser dan sangat kuat

- Frekuensi/irama : Tarikardia berbagai distrimia

- Bunyi, jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini) S4 (pengerasan vertikel kiri / hipertrofi
vertical kiri).

3. Integritas ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi eufuria atau jarah kronis (dapat
mengidentifikasi kerusakan serebral ) faktor-faktor inulhfel, hubungan keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan.

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontiniu perhatian, tangisan yang meledak, gerak
tangan empeti otot muka tegang (khususnya sekitar mata) gerakkan fisik cepat, pernafasan mengelam
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal sakit ini atau yang lalu

5. Makanan/Cairan

Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolestrol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik.

Tanda : - Berat badan normal atau obesitas

- Adanya edema (mungkin umum atau tertentu)

- Kongestiva

- Glikosuria (hampir 10% hipertensi adalah diabetik).

6. Neurosensori

Gejala : - Keluhan pening/pusing

- Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam)

- Episode kebas dan kelemahan pada satu sisi tubuh

- Gangguan penglihatan

- Episode epistaksis

Tanda : - Status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola isi bicara, efek, proses fikir atau
memori.

7. Nyeri/Ketidak nyamanan

Gejala : - Angma (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)


- Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi

- Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya

- Nyeri abdomen / massa

8. Pernapasan

Gejala : - Dispenea yang berkaitan dengan aktivitas kerja

- Riwayat merokok, batuk dengan / tanpa seputum

Tanda : - Distres respirasi

- Bunyi nafas tambahan

- Sianosis

9. Keamanan

Gejala : - Gangguan koordinas / cara berjalan

- Hipotesia pastural

Tanda : - Frekuensi jantung meningkat

- Perubahan trauma jantung (takipnea)

10. Pembelajaran/Penyebab

Gejala : Faktor resiko keluarga : hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau


masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
(Aziz Alimul, 2009 : h 92)

Nanda menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu. Keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial. Sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat. Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data. Dimana menurut Nanda diartikan
sebagai defensial arakteristik definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala suatu yang
dapat diobservasi dan gejala sesuai yang dirasakan oleh klien.

Menurut Doengoes, et al (2001), diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien
dengan hipertensi adalah :

1. Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan afterload, vasokontriksi,
iskemia miokardia, hipertrofi d/d tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang
menetapkan diagnosis aktual

2. Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d melaporkan tentang
nyeri berdenyut yang terletak pada regiu suboksipital. Terjadi pada saat bangun dan hilang
secara spontan setelah beberapa waktu

3. Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum d/d laporan verbal tentang kelebihan atau kelemahan

4. Nutrisi, perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan kebutuhan
merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh

5. Koping, individual, infektif b/d krisis situasional/maturasional, perubahan hidup beragam d/d
menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan b/d kurang
pengetahuan / daya ingat d/d menyatakan masalah, meminta informasi.

2.2.3 Perencanaan

Perencanaan adalah proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah pasien.

(Aziz Alimul. 2009 : h 106)

Perencanaan keperawatan pada pasien dengan hipertensi menurut dongoes et al (2000) adalah :

Diagnosa keperawatan I
Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan afterload, vasokontruksi, iskemia
miorkadia, hipertrofi b/d tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang menetapkan
diagnosis actual.

Intervensi :

· Pantau TD

· Catat keberadaan

· Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas

· Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan lingkungan

· Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Rasionalisasi

· Perbandingan dari tekanan memberi gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang
masalah kaskuler

· Mencerminkan efek dari kosakontraksi (peningkatan SVR 0 dan kongesti vena)

· Dapat mengidentifikasi kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik

· Adanya pucat, dingin, kulit, lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin keterkaitan
dengan kosokentreksi atau mencerminkan kekomposisi/penurunan curah jantung

· Dapat mengidentifikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler

· Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis meningkatkan relaksasi

· Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi TP dan perjalanan penyakit hipertensi

· Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang sehingga tak
menurunkan TD

· Karena efek samping obat tersebut maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah penting
sedikit dan dosis paling rendah.
Diagnosa Keperawatan II

Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d melaporkan tentang nyeri
berdenyut yang terletak pada regium suboksipital. Terjadi pada saat bangun dan hilang secara spontan
setelah beberapa waktu.

Intervensi :

· Kaji respon pasien terhadap aktivitas

· Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas

· Instruksikan pasien terhadap teknik penghematan energi

Rasionalisasi :

· Tekhnik menghemat energy, mengurangi penggunaan energy, membantu keseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen

· Kemajuan aktifitas berharap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba

Diagnosa keperawatan III

Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum b/d laporan verbal tentang kelebihan atau kelemahan.

Intervensi :

· Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan gula
sesuai indikasi

· Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan


· Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet

Rasionalisasi :

· Meminimalkan stimulus / meningkatkan relaksasi

· Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat / memblok respon
simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komlikasinya

· Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala adanya peningkatan tekanan
vaskuler serebral

· Pusing dan penglihatan kabur sehingga b/d sakit kepala

· Menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system saraf simfatis

· Dapat mengurangi tegangan dan ketidak nyamanan yang diperberat.

Diagnosa IV

Nutrisi perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan kebutuhan
merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh.

Intervensi :

· Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi prilaku

· Saraf laporan gangguan tidur

· Bantu pasien untuk mengidentifikasi sresor spesifik dan kemungkinan startegi untuk mengatasinya

· Dorong pasien untuk mengevaluasi prioitas tubuh.

Rasionalisasi :
· Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas
aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh

· Kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya ateroskelrosis dan kegemukan yang


merupakan preposisi untuk hipertensi dan komlikasinya

· Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal, individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil

· Mengindikasikan kekuatan/kelemahan dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian


/ penyuluhan

· Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 50 kalori per hari secara teori dapat menurunkan
BB 0,5 kg/hari

· Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol
perubahan

· Penting untuk mencegah perkembangan heterogenesis

· Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.

Diagnosa V

Koping, individual, infektif b/d krisis situasional / maturasional, perubahan hidup beragam d/d
menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan.

Intervensi :

· Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar

· Tetapkan dan nyatakan batas Hd normal

· Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular

· Bahan pentingnya menghentikan merokok

Rasionalisasi :
· Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang mengatasi hipertensi klanik
menginterasikan tetapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari

· Manifestasi mekanisme koping maladaftif mungkin merupakan indicator yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD distolik

· Fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relative terhadap pandangan pasien tentang
apa yang diinginkan

· Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa yang tidak
menentu dan tidak berdaya.

Diagnosa keperawatan IV

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan b/d


pengetahuan / daya ingat d/d menyatakan masalah, menerima informasi

Intervensi :

· Bela penguatan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan


perjanjian tindak lanjut

· Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional

· Sarankan untuk sering mengubah posisi, olaraga kaki saat baring

Rasionalisasi :
· Bila pasien tidak menerima realities bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahanakan

· Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketidak merasa sehat

· Faktor-faktor ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskular

· Nikotin meningkatakan pelepasan katekolomamin, mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung,


TD fasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan dan meningkatkan beban kerja miokardium.

(Doengoes et al, 2001 : 41-49)

2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategis keperawatan


(tindakan keperawatan) yaitu telah direncanakan. (Aziz Alimuml. 2001 : h 11)

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit. Pemulihan kesehatan dan mempasilitas
koping perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik. Jika klien mempunyai
keinginan untuk berpatisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan selama tahap pelaksanaan
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan klien tindakan.

Adapun implementasi pada pasien hipertensi adalah :


Diagnosa keperawatan I :

· Memantau TD

· Mencatat keberadaan

· Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas

· Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas / keributan lingkungan

· Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Diagnosa keperawatan II :

· Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas

· Memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas

· Mengintruksikan pasien terhadap teknik penghematan energy

Diagnosa keperawatan III :

· Membicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan
gula sesuai indikasi

· Menetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan

· Mengkaji ulang masukkan kalori harian dan pilihan diet

Diagnosa keperawatan IV

· Mengkaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi prilaku

· Mencatat laporan gangguan tidur


· Membantu pasien untuk mengidentifikasi stesor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya

· Mendorong pasien untuk mengevaluasi prioritas tubuh

Diagnosa keperawatan V

· Mengkaji kesiapan dan hambatan dalam belajar

· Menetapkan dan nyatakan batas Hd normal

· Membantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler

· Membahas pentingnya menghentikan merokok

Diagnosa keperawatan VI :

· Memberi penguatan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan


perjanjian tindak lanjut

· Menjelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional

· Menyarankan untuk sering mengubah posisi, olaraga kaki saat baring

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan diri
rencana keperawatan tercapai atau tidak. (Aziz Alimul. 2009 : hi 12)

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:

1. Mengakhiri tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan)

2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mencapai tujuan)

(lyer, at al, 1996)


Adapun evaluasi keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah :

Diagnosa I

· Berpatisipasi dalam aktivitas yang menurunkan Td beban kerja jantung

· Mempertahankan Td dalam rentang individu yang dapat diterima

· Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien

Diagnosa II

· Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan

· Melaporkan tindakan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur

· Menunjukkan penurunan dalam tanda intoleransi fisiologi

Diagnosa III

· Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan hilang / terkontrol

· Mengungkan metode yang memberikan pengurangan

· Mengikuti reqman farmokologi yang diresepkan

Diagnosa IV
· Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan

· Menunjukkan perubahan pola makan

· Melakukan / mempertahankan program olaraga yang tepat seacar individual

Diagnosa V

· Mengidentifikasi prilaku koping efektif konsekuensinya

· Mendemontrasikan penggunaan keterampilan / metode koping efektif

Diagnosa VI

· Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen

· Mempertahankan Td dalam perimeter normal


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Gastritis yang dikenal dengan penyakit saluran pencernaan bagian atas yang banyak
dikeluhkan masyarakat dan paling banyak dibagian gastroenterologi (Mustakim, 2009). Menurut Herlan
(2001), menyatakan Gastritis bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada
peradangan lambung.

Gastritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kondisi dengan satu
hal yaitu radang selaput perut.Gastritis sering kali adalah hasil dari infeksi bakteri Helicobacter Pylori
yang menyebabkan radang perut yang paling sering ditemukan.Di negara berkembang prevalensi infeksi
Helicobacter Pylori pada orang dewasa mendekati angka 90%.Sedangkan pada anak-anak prevalensinya
lebih tinggi lagi. Di Indonesia, prevalensi kuman ini menggunakan urea breath test. Penelitian serologis
yang dilakukan secara cross sectional bertambahnya prevelansi penyakit ini sesuai dengan pertambahan
usia. Penyebab penyakit ini adalah gram negative, basil yang berbentuk kurva dan batang.Namun,
banyak faktor lain – seperti cedera – traumatis, penggunaan obat penghilang rasa sakit tertentu atau
minum alkohol terlalu banyak – juga dapat berkontribusi untuk terjadinya gastritis.

Gastritis dapat terjadi secara mendadak (gastritis akut) atau bisa terjadi perlahan-lahan dari
waktu ke waktu (gastritis kronis).Dalam beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan bisul (ulkus)pada
lambung dan peningkatan risiko kanker perut.Bagi kebanyakan orang, gastritis tidaklah serius dan dapat
dengan cepat mereda bahkan sembuh dengan pengobatan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada Gastritis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :

1. Definis dari Gastritis.

2. Epidemiologi dariGrastritis.

3. Etiologi

4. Tanda dan Gejala dari Grastritis

5. Patofisiologi dari Gastritis.

6. Komplikasi dan Prognosis pada Gastritis.

7. Pengobatan pada Grastritis


8. Pencegahan Gastritis.

1.3 Implikasi Keperawatan

Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat mampu memahami konsep dan menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Gastritis.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronis, difus, atau lokal (Price 2005).Gastritis daalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa
lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene, 2001).Gastritis akut adalah inflamasi mukosa
lambung, sering diakibatkan dari pola diet yang tidak baik.Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi
mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung,
atau oleh bakteri helicobacter pylori(Brunner dan Suddart, 2002). Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu penyakit yang terjadi di lambung disebabkan terjadinya
peradangan pada mukosa lambung.

Gastritis dapat dibedakan menjadi.

1. Gastritis akut

Gastritis akut disebabkan stress, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas,
panas maupun asam. Pada individu yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV
(Nervus Vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) dalam lambung. Adanya HCl yang
berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.

2. Gatriris kronik

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster,
memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncul respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi
kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi,
metapalasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan (Price, 1999)

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan badan penelitian kesehatan dunia WHO persentase angka kejadian gastritis di dunia
antaralain Inggris 22%, Cina 31%,Jepang 14,5%, Kanada 35%,dan Prancis 29,5 %. Di dunia insiden
gastritis terjadi sekitar 1,8- 2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya.Insiden terjadinya gastritis di
Asia tenggara sektar 583. 635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Angka kejadian gastritis di
Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian gastritiss disetiah wilayah di Indonesia cukup
tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Berdasarkan profil kesehatan
di Indonesia tahun 2011 gastritis merupakan salah satu penyakit dalam dalam 10 penyakit terbayak
pada pasien yang di rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%)

2.3 Etiologi

Pada anak gastrititis biasanya disebabkan oleh bakteri helicobacter. Bakteri ini bisa masuk ke tubuh
anak dengan berbagai cara. Bisa masuk melalui makanan yang terkontaminasi atau bisa juga karena
adanya sentuhan fisik dari orang yang menderita infeksi bakteri helicobacter.

Secara umum penyebab dari gastritis dapat dikarenakan.

a. Pola makan yang tidak teratur: tidak tepat waktu.

b. Iritasi yang disebabkan oleh rangsangan makanan, seperti makanan pedas, terlalu asam, dan
alkohol.

c. Perokok: kandungan dari rokok seperti fenol, metanol, kadmiun, aseton, dan lain-lain yang dapat
berdampak terhadap erosi dan mukosa lambung.

d. Infeksi oleh bakteri (toksin) atau infeksi virus.

e. Obat-obatan seperti aspirin, obat anti inflamasi non steroid yang dapat berdampak terhadap erosi
pada mukosa lambung.

f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung: trauma, luka bakar, sepsis.

(Arif, 1999)

2.4 Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik gastritis secara umum antaralain :

a. Nyeri ulu hati,

Hal ini dapat disebabkan karena adanya suatu proses peradangan yang terjadi akibat dari adanya iritasi
pada mukosa lambung.

b. Anoreksia, Nausea dan Vomitus

Ketiga tanda ini sangat umum ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kadar asam
lambung didalam tubuh khususnya pada organ lambung.

c. Melena dan Hematemesis


Melena dan hematemesis disebabkan karena adanya suatun proses perdarahanyang berawal dari
adanya iritasi dan erosi pada mukosa lambung.

Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri
epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
Sedangkan untuk gastritis kronik kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil
mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai
kelainan.

Sedangkan pada anak-anak gejalan umum yang muncul antaralain.

a. Sebah

b. Rasa sakit pada bagian perut baik sebelum atau sesudah makan

c. rasa penuh atau kenyang

d. mual dan muntah

e. gangguan pencernaan setelah mengkonsumsi makanan

f. kehilangan nafsu makan

g. susah tidur

h. tidur malam yang terganggu secara tiba-tiba disebabkan pert yang sakit

i. diare

j. sering cegukan

k. feses pada saat BAB berwarna hitam

Beberapa faktor penyebab gastritis pada anak secara umum, adalah:

· Asam lambung yang sangat berlebihan.

· Pepsin yang tinggi.

· Obat analgetik dan inflamasi.

· Asam Empedu yang berlebihan.

· Infesi virus.

· Infeksi bakteri Helicobacter Pylori


· Bahan korosif asam dan basa kuat.

2.5 Patofisiologi

Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih sehingga asam lambung
yang semula membantu lambung menjadi merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan
memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak
teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang
berlebih (Uripi,2002). Penyebab asam lambung tinggi adalah aktivitas padat sehingga telat untuk makan,
Stress yang tinggi, yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih, Makanan dan minuman yang
memicu tingginya sekresi asam lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas,
kecut, berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tinggi, termasuk buahbuahan (Hipni Rohman,
2011).

Peradangan pada mukosa lambung yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang pada epigastirum
bagian atas.Reflek-reflek pada mukosa lambung menyebabkan kalenjer saliva mengeluarkan saliva
dalam jumlah besar.Dan sering menelan saliva menyebabkan banyak udara yang berkumpul di lambung.
Penggunaan aspirin, alkohol, memakan makanan yang berbumbu secara berlebihan atau dalam jumlah
yang besar dapat mengurangi daya tahan mukosa, ditambah dengan keadaan stres yang dapat
menyebabkan sekresi asam lambung berlebihan dan ini akan menimbulkan komplikasi yaitu tukak
lambung. (Guyton, 1998)

2.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi

a. Gastritis Akut

Kompilkasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCABA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemorogik

b. Gastritis Kronis

Pada gastritis kronis komplikasi yang dapat muncul yaitu gangguan penyerapan vitamin B12, akibat
kurangnya penyerapan B13 menyebabakan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu, dan
penyempitan daerah antrum pylorus.Gastritis kronis yang tidak dirawat dapat menyebabkan ulkus
peptic dan pendarahan pada lambung.Beberapa gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker
lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan
pada sel-sel di dinding lambung.
Prognosis

a. Apabila penyebab yang mendasari penyakit gastritis diatasi, maka akan memberikan prognosis
yang baik

b. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari

c. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A

d. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan salurana cerna dan gejala klinis yang berulang

e. Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H.pylori, mengindari OAINS dan meminum
obat anti sekretorus pada lambung

f. Terapi dengan infeksi H.pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat penyakit dengan menurunkan
angka kejadian penyakit ini.

2.7 Pengobatan

a. Terapi :

Berkonsultasi ke dokter, dokter akan memberi obat sesuai keluhan dan penyebab. Umumnya gastritis
yang disebabkan oleh infeksi diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses
infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi gastritis.

b. Tindakan Medis yang bertujuan untuk Pengobatan :

1) Pemeriksaan darah, tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody H. Pylori dalam darah. Tes
darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat
gastritis.

2) Pemeriksaan feces, tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak.

3) Endoskopi saluran cerna bagian atas, dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada
saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar X. Rontgen saluran cerna bagian atas,
tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya.

2.8 Pencegahan

Pencegahan pada penyakit gastritis dapat dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.

a. Pencegahan Primer
1) Mengenali penyakit gastritis dengan berbagai factor resikonya

2) Mengatur jadwal makan yang teratur

3) Olahraga teratur

4) Heindari minum berkafein, alcohol,dan kurangi rokok

5) Hindari makanan berlemak tinggi

b. Pencegahan Sekunder

1) Mengkonsultasikan berbagai keluhan dengan dokter

2) Melakukan diet lambung

3) Pengaturan pola hidup

4) Mengkonsumsi obat yang menekan dan menetralkan asam lambung

c. Pencegahan tersier

1) Mengikuti diet khusus untuk penderita penyakit gastritis

2) Mengurangi porsi makan, makan dengan porsi kecil tetapi teratur

3) Istirahat yang cukup dan tetap melakukan olahraga teratur sesuai kemampuannya.
Bab 3. Pathway

Bab 4. Asuhan Keperawatan

4.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : An. X

Usia : Lebih banyak pada anak-anak

Jenis kelamin : Lebih banyak laki-laki

Jenis pekerjaan : Tidak dipengaruhi jenis pekerjaan

Alamat :-

Suku/bangsa : Indonesia

Agama :-

Tanggal MRS :-

No. Registrasi :-

Tingkat pendidikan : Bagi orang/keluarga yang tingkat pendidikannya rendah/minim mendapatkan


pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap
gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta
memperparah penyakit ini.

2. Keluhan utama

Keluhan utama pasien dengan penyakit gastritis biasanya nyeri di ulu hati atau nyeri didaerah
Epigastrium dan perut sebelah kanan bawah.Nyeri yang dialami dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi,
toleransi dan reaksi orang terhadap nyeri itu sendiri. Individu memberi respon yang berbeda terhadap
nyeri, ada yang disertai rasa takut, gelisah, dan cemas sedangkan yang lain penuh dengan toleransi dan
optimis.

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan gastritis biasanya mengeluh nyeri.Nyeri yang dialami dipengaruhi oleh
pengalaman, persepsi, toleransi dan reaksi orang terhadap nyeri itu sendiri. Individu memberi respon
yang berbeda terhadap nyeri, ada yang disertai rasa takut, gelisah, dan cemas sedangkan yang lain
penuh dengan toleransi dan optimis. Pasien gastritis biasanya juga mengalami mual dan muntah.Mual
dan muntah dikendalikan oleh pusat muntah pada dasar ventrikel otak keempat.Pusat muntah dibagian
dorsal lateral dari formasio retikularis medula oblongata, yaitu pada tingkat nukleus motorik dorsal
lateral dari syaraf vagus.Pusat ini terletak dekat dengan pusat salivasi, vasomotor dan pernafasan. Alat
keseimbangan dapat terserang akibat proses – proses sentral atau perifer. Peranan dari pusat muntah
adalah mengkoordinir semua komponen komplek yang terlibat dalam proses muntah.

Terjadinya muntah didahului oleh salivasi dan inspirasi dalam sfinter esophagus akan relaksasi,
laring dan palatum mole tingkat dan glotis menutup. Selanjutnya diafragma akan berkontraksi dan
menurun serta dinding perut juga berkontraksi mengakibatkan suatu tekanan pada lambung dan
sebagian isinya dimuntahkan. Peristiwa ini didahului oleh statis lambung, kontraksi duodenum, dan
antrum lambung.Mual dirasakan sebagai sensasi tidak enak diepigastrium, dibelakang tenggorokan dan
perut.Sensasi mual biasanya disertai dengan berkurangnya motilitas lambung dan meningkatnya
kontraksi duodenum.

Terdapat lima penyebab muntah yang utama diantaranya adalah penyakit psikogenik, proses – proses
sentral, proses sentral tidak langsung, penyakit perifer dan iritasi lambung atau usus. Konsekuensi dari
muntah yang berat dan lama akan meningkatkan dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit serta
gangguan asam basa.

b. Riwayat penyakit dahulu

Perawat menanyakan kepada pasien tentang masalah masa lalu pada sistem
Gastrointestinal.Pernahkan pasien dirawat dirumah sakit?Untuk melanjutkan pengkajian keperawatan
riwayat pasien, perawat mencatat status kesehatan umum pasien serta gangguan dan perbedaan
gastrointestinal sebelumnya.Obat – obatan, dapatkan informasi lengkap tentang obat yang diresepkan
dan yang dijual bebas, baik saat ini dan yang digunakan sebelumnya.Tanyakan tentang penggunaan
Aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat memperberat gastritis.

c. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kesehatan keluarga tentang penyakit Gastrointestinal yang dapat mempengaruhi


masalah kesehatan saat ini dan masa lalu pasien.

4. Pemeriksaan Fisik Review of system (ROS)


Keadaan umum : tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.

B1(breath) : takhipnea

B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit
pucat.

B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri
epigastrum.

B4 (bladder) : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.

B5 (bowel) : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan pedas.

B6 (bone) : kelelahan, kelemahan

5. Fokus Pengkajian

1. Aktivitas / Istirahat

Gejala :kelemahan, kelelahan

Tanda :takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)

2. Sirkulasi

Gejala : kelemahan, berkeringat

Tanda : hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia), nadi


perifer lemah, pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi), warna kulit pucat, sianosis
(tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)

3. Integritas ego

Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar,
suara gemetar.

4. Eliminasi

Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis (GE)
atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster,
iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.

Tanda :

a) nyeri tekan abdomen, distensi


b) bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.

c) karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa,
bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).

d) haluaran urine : menurun, pekat.

5. Makanan / Cairan

Gejala :

a) anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal).

b) masalah menelan : cegukan

c) nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah

Tanda : muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah,
membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).

6. Neurosensi

Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.

Tanda : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi /
bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).

7. Nyeri / Kenyamanan

Gejala :

a) nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai
perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan
(gastritis akut)

b) nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan
hilang dengan antasida (ulkus gaster)

c) nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan
bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal)

d) tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis)

e) faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin,
antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.

8. Keamanan

Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA

Tanda : peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi
portal)

9. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid.
NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau
diagnosa yang tak berhubungan (misal: trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah
kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.Hasil tes yang positif
menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.Tes darah dapat juga dilakukan untuk
memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.

b. Uji napas urea

Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urease H. Pyloridalam
lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2).CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan
dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.

c. Pemeriksaan feces

Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.Hasil yang positif
dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam
feses.Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.

d. Endoskopi saluran cerna bagian atas

Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil.
Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien
merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa
ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit.Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari
anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam.Hampir tidak ada resioko akibat tes ini.Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.

e. Rontgen saluran cerna bagian atas

Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya
akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran
cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.

f. Analisis Lambung

Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan
diagnosis penyakit lambung.Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan
aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa
perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor
pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas
nyata).

g. Analisis stimulasi

Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid output)
setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin.Tes ini untuk
mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Gastritis yaitu:

a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress psikologi

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan

c. Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah)

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas menurun dan proses penyakit

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa lambung

4.3 Perencanaan

DIAGNOSA
No. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan 1. Selidiki keluhan 1. Untuk mengetahui
dengan iritasi mukosa nyeri, perhatikan lokasi, letak nyeri dan
lambung sekunder karena itensitas nyeri, dan skala memudahkan intervensi
stress psikologi nyeri yang akan dilakukan

2. Anjurkan pasien 2. Intervensi dini pada


untuk melaporkan nyeri kontrol nyeri
Tujuan: memudahkan pemulihan
segera saat mulai
Setelah dilakukan otot dengan menurunkan
tindakan keperawatan tegangan otot
selama 2 x 24 jam nyeri 3. Respon autonomik
dapat berkurang, pasien meliputi, perubahan pada
dapat tenang dan 3. Pantau tanda-tanda
vital TD, nadi, RR, yang
keadaan umum cukup berhubungan dengan
baik penghilangan nyeri

4. Dengan sebab dan


Kriteria Hasil: akibat nyeri diharapkan
4. Jelaskan sebab dan
klien berpartisipasi dalam
1. Klien akibat nyeri pada
perawatan untuk
mengungkapakan nyeri klien serta keluarganya
mengurangi nyeri
yang dirasakan berkurang
atau hilang 5. Mengurangi nyeri
yang diperberat oleh
2. Klien tidak gerakan
menyeringai kesakitan 5. Anjurkan istirahat
selama fase akut 6. Menurunkan
3. TTV dalam batasan tegangan otot,
normal 6. Anjurkan teknik meningkatkan relaksasi,
distruksi dan relaksasi dan meningkatkan rasa
4. Intensitas nyeri
kontrol dan kemampuan
berkurang (skala nyeri
koping
berkurang 1-10)
7. Memberikan
5. Menunjukkan rileks,
7. Berikan situasi dukungan (fisik,
istirahat tidur,
lingkungan yang kondusi emosional, meningkatkan
peningkatan aktivitas
rasa kontrol, dan
dengan cepat
kemampuan koping)

8. Menghilangkan atau
 mengurangi keluhan
8. Kolaborasi dengan
nyeri klien
tim medis dalam
pemberian tindakan

2. Nutrisi kurang dari 1. Anjurkan pasien 1. Menjaga nutrisi


kebutuhan tubuh untuk makan dengan pasien tetap stabil dan
berhubungan dengan porsi yang sedikit tapi mencegah rasa mual
kurangnya intake sering muntah
makanan
2. Berikan makanan 2. Untuk
yang lunak mempermudah pasien
menelan
Tujuan:
3. Kebersihan mulut
Setelah dilakukan 3. Lakukan oralhygiene dapat merangsang nafsu
tindakan keperawatan
makan pasien
selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi
4. Timbang BB dengan 4. Mengetahui
teratur perkembangan status
nutrisi pasien
Kriteria hasil:
5. Mengetahui status
1. Keadaan umum 5. Observasi tekstur, nutrisi pasien
cukup turgor kulit pasien
6. Mengetahui
2. Turgor kulit baik 6. Observasi intake dan keseimbangan nutrisi
3. BB meningkat output nutrisi pasien

4. Kesulitan menelan
berkurang

3. Kekurangan volume 1. Penuhi kebutuhan 1. Intake cairan yang


cairan kurang dari individual. Anjurkan klien adekuat akan mengurangi
kebutuhan tubuh untuk minum (dewasa : resiko dehidrasi pasien.
berhubungan dengan 40-60 cc/kg/jam).
intake yang tidak adekuat
dan output cair yang 2. Berikan cairan
2. Mengganti
berlebih (mual dan tambahan IV sesuai
indikasi. kehilangan cairan dan
muntah) memperbaiki
keseimbangan cairan
dalam fase segera.
Tujuan:

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3. Awasi tanda-tanda
selama 1x24 jam intake vital, evaluasi turgor kulit,
pengisian kapiler dan 3. Menunjukkan status
cairan adekuat.
dehidrasi atau
membran mukosa.
kemungkinan kebutuhan
untuk peningkatan
Kriteria Hasil: penggantian cairan.
4. Kolaborasi
1. Mukosa bibir pemberian cimetidine
lembab dan ranitidine
4. Cimetidine dan
2. Turgor kulit baik ranitidine berfungsi untuk
3. Pengisian kapiler menghambat sekresi
baik asam lambung

4. Input dan output


seimbang

4. Resiko tinggi infeksi 1. Monitor tanda dan 1. Mengetahui adanya


berhubungan dengan gejala infeksi sistemik dan infeksi pada pasien
imunitas menurun dan lokal
proses penyakit 2. Pasien tidak semakin
2. Monitor terhadap stres dengan keadaannya
kerentanan infeksi
3. Mengetahui turgor
Tujuan: 3. Batasi pengunjung kulit pasien

Setelah dilakukan 4. Mencegah


tindakan keperawatan, kekurangan nutrisi pada
4. Inspeksi kulit dan
pasien tidak mengalami tubuh pasien
infeksi lebih lanjut membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas dan drainase
5. Mencegah dehidrasi
Kriteria hasil: 5. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
1. Pasien bebas dari
tanda dan gejala infeksi 6. Dorong masukan
cairan yang cukup 6. Mempercepat
Tidak ada rubor, color,
dolor, tumor dan proses penyembuhan
fungsiolesa.
7. Dorong pasien untuk
2. Menunjukan istirahat 7. Keluarga
kemampuan untuk mengetahui kapan
mencegah timbulnya
infeksi diadakannya imunisasi

3. Menunjukan 8. Informasikan 8. Keluarga


perilaku hidup sehat kepada keluarga kapan mengetahui manfaat
jadwal imunisasi (DPT, imunisasi
4. Personal hygiene Polio, Campak, Rubella)
pasien terpenuhi baik
sacara mandiri maupun 9. Jelaskan keuntungan
dibantu keluarga. imunisasi 9. Menjaga dan
mencegah dari bakteri
dan mikroorganisme yang
dapat memperburuk
10. Ajarkan kepada penyakit
pengunjung untuk
mencuci tangan setiap 10. Mengurangi inflamasi
kali masuk dan keluar dari
ruangan klien.

11. Kolaborasi : Berikan


antibiotik jika diperlukan

5. Kurang pengetahuan 1. Beri pendidikan 1. Memberikan


berhubungan dengan kesehatan (penyuluhan) pengetahuan dasar
kurangnya informasi. tentang penyakit dimana klien dapat
membuat pilihan
informasi tentang kontrol
Tujuan: 2. Beri kesempatan masalah kesehatan.
klien atau keluarga untuk 2. Pengkajian /
Setelah dilakukan
bertanya evaluasi secara periodik
tindakan keperawatan
pasien mendapatkan 3. Beritahu tentang meningkatkan
informasi yang tepat dan pentingnya obat-obatan pengenalan / pencegahan
efektif. untuk kesembuhan klien. dini terhadap komplikasi
seperti ulkus peptik dan
4. Evaluasi tingkat pendarahan pada
pengetahuan klien lambung.
Kriteria hasil:

1. Klien dapat
menyebutkan pengertian

2. Penyebab

3. Tanda dan gejala

4. Perawatan dan
pengobatan.

6. Hipertermi berhubungan 1. Observasi tanda – 1. Mengetahui tanda-


dengan proses infeksi tanda vital tanda vital pasien
pada mukosa lambung
2. Berikan minuman 2. Menurunkan suhu
per oral tubuh pasien

Tujuan: 3. Kompres dengan air 3. Mengetahui adanya


hangat dehidrasi pada pasien
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, 4. Kolaborasi
pasien tidak mengalami pemberian Antipiretik
peningkatan suhu tubuh
5. Monitor masukan
dan keluaran cairan
dalam 24 jam
Kriteria hasil:

1. Suhu tubuh dalam


batas normal

Suhu tubuh normal


berkisar antara 36 – 37
derajat celsius

2. Menjelaskan
tindakan untuk
mengurangi peningkatan
suhu tubuh

Tindakan untuk
mengurangi peningkatan
suhu tubuh.

3. Tidak ada
perubahan warna kulit.

Warna kulit tidak sianosis,


turgor kulit baik.

4. Denyut nadi normal

5. Respirasi normal

6. Cairan seimbang
(intake dan out put)
dalam 24 jam

7. Tekanan darah
dalam batas normal
4.4 Evaluasi

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi

S : anak mengatakan nyeri yang dirasakan


mulai berkurang

Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung O : pasien terlihat lebih rileks
1.
sekunder karena stress psikologi
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

S : keluarga pasien mengatakan nafsu


makan pasien berkurang dan sering kali
mengeluh mual dan muntah
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan O : pasien sering terlihat muntah
dengan kurangnya intake makanan beberapa kali dalam sehari

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

S : Anak mengatakan bahwa dirinya


sudah tidak merasa mual
Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak O : kondisi umum pasien baik, turgor kulit
3. baik, tidak tampak lemah
adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan
muntah) A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

S : Keluarga pasien mengatakan bahwa


pasien mengeluh perih pada bagian perut

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas O : pasien terlihat memegang perut,
4 wajah terlihat pucat dan gelisah
menurun dan proses penyakit
A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
S : keluarga pasien mengatakan cukup
paham dengan kondisi pasien dan
mengerti apa yang harus dilakukan saat
pasien merasa kesakitan
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
5 O : keluarga pasien terlihat tanggap saat
informasi.
pasien mengeluh kesakitan

A : masalah teratasi

P : hentikan intervensi

S : keluarga pasien mengatakan bahwa


pasien tidak demam

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada O : suhu 37 C


6.
mukosa lambung
A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

gastritis adalah suatu penyakit yang terjadi di lambung disebabkan terjadinya peradangan pada
mukosa lambung, Grastritis dibagi menjadi Grastritis akut dan kronik. Gastritis akut disebabkan stress
dan zat kimia, sedangkan Grastritis Kronik disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori.

4.2 Saran

Sebagai seorang perawat, hendaknya lebih banyak lagi mempelajari bagaimana cara memberi
asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan penyakit saluran cerna, karena saat ini perlu sekali
tenaga kesehatan dengan keterampilan pengobatan pada pasien yang mendapat penyakit saluran cerna,
karena saat ini penyakit saluran cerna sedang menjadi tren dikalangan masyarakat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen


Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Dermawan, Deden, Tutik Rahayuningsih. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). 2010.
Penerbit Gosyen Publishing. Yogyakarta.

Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen


Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien

a. Identitas Pengkajian

Nama : Tn.M

Jenis Kelamin : Laki-laki


ASKEP GASTROENTERITIS

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Gastroenteritis ( GE )

Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3
kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir
dan darah/lendir saja (Sudaryat Suraatmaja.2005).

Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare
dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang
bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh
infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).

Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa:

Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung, usus besar, dan usus halus disebabkan
oleh infeksi makanan yang mengandung bakteri atau virus yang memberikan gejala diare dengan
frekwensi lebih banyak dengan konsistensi encer dan kadang-kadang disertai dengan muntah-muntah.
Dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Gastroenteritis dapat menyerang segala usia, karena ia disebabkan oleh mikroorganisme yang
merupakan bagian dari flora yang menghuni tempat di seluruh permukaan bumi.

B. Etiologi

Penyebab dari diare akut antara lain :

1. Faktor Infeksi

v Infeksi Virus

Ø Retavirus

· Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.

· Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.

· Dapat ditemukan demam atau muntah.

· Di dapatkan penurunan HCC.

Ø Enterovirus

· Biasanya timbul pada musim panas.

Ø Adenovirus

· Timbul sepanjang tahun.

· Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan / pernafasan.

Ø Norwalk

· Epidemik

· Dapat sembuh sendiri ( dalam 24 - 48 jam ).

v Bakteri

Ø Stigella

· Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September


· Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun

· Dapat dihubungkan dengan kejang demam.

· Muntah yang tidak menonjol

· Sel polos dalam feses

· Sel batang dalam darah

Ø Salmonella

· Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.

· Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.

· Mungkin ada peningkatan temperatur

· Muntah tidak menonjol

· Sel polos dalam feses

· Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.

· Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.

Ø Escherichia coli

· Baik yang menembus mukosa ( feses berdarah ) atau yang menghasilkan entenoksin.

· Pasien ( biasanya bayi ) dapat terlihat sangat sakit.

Ø Campylobacter

· Sifatnya invasis ( feses yang berdarah dan bercampur mukus ) pada bayi dapat menyebabkan diare
berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.

· Kram abdomen yang hebat.

· Muntah / dehidrasi jarang terjadi

Ø Yersinia Enterecolitica

· Feses mukosa

· Sering didapatkan sel polos pada feses.

· Mungkin ada nyeri abdomen yang berat

· Diare selama 1-2 minggu.


· Sering menyerupai apendicitis.

2. Faktor Non Infeksiosus

v Malabsorbsi

Ø Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa,maltosa, dan sukrosa ), non sakarida (


intoleransi glukosa, fruktusa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktosa.

· Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.

· Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

v Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, foodalergy, dow’n milk protein senditive
enteropathy/CMPSE).

v Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.

C. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus ( Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk ),
Bakteri atau toksin ( Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan lainnya ), parasit ( Biardia
Lambia, Cryptosporidium ).

Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin
atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.

Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus
ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit
meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit ( Dehidrasi ) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan HipokalemiaN ), gangguan gizi ( intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.

Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena gerakan-gerakan peristaltik dan
segmentasi usus. Namun akibat terjadi infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul
mur-mur usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga penderita
selalu ingin BAB dan berak penderita encer.

Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi
cairan yang masuk, cairan yang keluar disertai elektrolit.

Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri dan Entero Virus masuk ke
dalam usus, disana berkembang biak toxin, kemudian terjadi peningkatan peristaltik usus, usus
kehilangan cairan dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi.

D. Tanda dan Gejala

1. Kuman Salmonella

Suhu badan naik, konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak, kadang-kadang mengandung lendir
dan darah, stadium prodomal berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit kepala, nyeri dan perut
kembung.

2. Kuman Escherichia Coli

Lemah, berat badan sukar naik, pada bayi mulas yang menetap.

3. Kuman Vibrio

Konsistensi encer dan tanpa diketahui mules dalam waktu singkat terjadi, akan berubah menjadi cairan
putih keruh tidak berbau busuk amis, yang bila diare akan berubah menjadi campuran-campuran putih,
mual dan kejang pada otot kaki.
4. Kuman Disentri

Sakit perut, muntah, sakit kepala, BAB berlendir dan berwarna kemerahan, suhu badan bervariasi, nadi
cepat.

5. Kuman Virus

Tidak suka makan, BAB berupa cair, jarang didapat darah, berlangsung selama 2-3 hari.

6. Gastroenteritis Choleform

Gejala utamanya diare dan muntah, diare yang terjadi tanpa mulas dan tidak mual, bentuk feses seperti
air cucian beras dan sering mengakibatkan dehidrasi.

7. Gastroenteritis Desentrium

Gejala yang timbul adalah toksik diare, kotoran mengandung darah dan lendir yang disebut sindroma
desentri, jarang mengakibatkan dehidrasi dan tanda yang sangat jelas timbul 4 hari sekali yaitu febris,
perut kembung, anoreksia, mual dan muntah.

E. Manifestasi Klinis

 Nyeri perut ( abdominal discomfort )

 Rasa perih di ulu hati

 Mual, kadang-kadang sampai muntah

 Nafsu makan berkurang

 Rasa lekas kenyang

 Perut kembung

 Rasa panas di dada dan perut


 Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ).

 Diare.

 Demam.

 Membran mukosa mulut dan bibir kering

 Lemah

 Diare.

 Fontanel Cekung

F. Komplikasi.

a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

G. Tingkat Derajat Dehidrasi

Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara
serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok,ubun-ubun dan mata cekung, minum normal, kencing
normal.

b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak,
penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.gelisah, sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun
dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.

c. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi
sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai
sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat, pernafasan cepat
dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak mau minum.

Atau yang dikatakan dehidrasi bila:

1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.

2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.

3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

Berdasarkan golongan Gastroenteritis dibagi menjadi:

1. Pada bayi dan anak-anak.

Bayi dan anak-anak dikatakan diare bila sudah lebih dari tiga kali perhari BAB, sedangkan neonatus
dikatakan diare bila sudah lebih dari empat kali perhari BAB.

2. Pada orang dewasa.

Pada orang dewasa dikatakan diare bila sudah lebih dari tujuh kali dalam 2 jam BAB.

Jenis-jenis diare:

1. Diare cair akut


Keluar tinja yang encer dan sering ada terlihat darah, yang berakhir kurang dari 14 hari.

2. Disentri.

Diare dengan adanya darah dalam feces, frekuensi sering dan feces sedikit-sedikit.

3. Diare persisten.

Diare yang berakhir dlm 14 hari atau lebih, dimulai dari diare akut atau disentri.

H. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :

1. Pemeriksaan Tinja

· Makroskopis dan mikroskopis.

· pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat
intoleransi gula.

· Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

· pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum
untuk menentukan keseimbangan asama basa.

· Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
I. Penatalaksanaan Medis.

a. Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan
dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

1. Memberikan asi.

2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,

vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.

c. Monitor dan koreksi input dan output elektrolit.

d. Obat-obatan.
Berikan antibiotik.

e. Koreksi asidosis metabolik.


BAB II

ASKEP TEORITIS

1. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assessment.

Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :

A. Identitas klien.

B. Riwayat keperawatan.

a. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian
timbul diare.

b. Keluhan utama : Feces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi
gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi
encer.

C. Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.

D. Riwayat psikososial keluarga.


Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika
orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya,
mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

E. Kebutuhan dasar.

a. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau
jarang.

b. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan
pasien.

c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan
rasa tidak nyaman.

d. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

e. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi
abdomen.

F. Pemerikasaan fisik.

a. Pemeriksaan psikologis :

Keadaan umum tampak lemah, kesadran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan
lemah, pernapasan agak cepat.

b. Pemeriksaan sistematik :

§ Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan
menurun, anus kemerahan.

§ Perkusi : adanya distensi abdomen.

§ Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

§ Auskultasi : terdengarnya bising usus.

c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.

Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

d. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara
kuantitatip dan kualitatif.

2. Diagnosa Keperawatan.

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan.

3. Intervensi

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.

Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil :

§ Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.

§ Mukosa mulut.

§ Bibir lembab.

§ Cairan seimbang.

Intervensi :

§ Observasi tanda-tanda vital.

§ Observasi tanda-tanda dehidrasi.


§ Ukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).

§ Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc
per hari.

§ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairanpemeriksaan lab elektrolit.

§ Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil :

§ Intake nutrisi klien meningkat

§ Diet habis 1 porsi yang disediakan

§ Mual dan muntah tidak ada.

Intervensi :

§ Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.

§ Timbang berat badan klien.

§ Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.

§ Lakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan auskultasi ).

§ Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.

§ Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.

Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil :

§ Integritas kulit kembali normal

§ Iritasi tidak ada


§ Tanda-tanda infeksi tidak ada

Intervensi :

§ Ganti popok anak jika basah.

§ Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.

§ Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.

§ Observasi bokong dan perineum dari infeksi.

§ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Tujuan : Nyeri dapat teratasi.

Kriteria hasil :

§ Nyeri dapat berkurang / hilang.

§ Ekspresi wajah tenang.

Intervensi :

§ Observasi tanda-tanda vital.

§ Kaji tingkat rasa nyeri.

§ Atur posisi yang nyaman bagi klien.

§ Beri kompres hangat pada daerah abdomen.

§ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan.

Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil :
§ Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien.

§ Ekspresi wajah tenang

§ Keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.

Intervensi :

§ Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.

§ Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.

§ Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.

§ Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.

§ Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

4. Implementasi

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.

a. Mengobservasi tanda-tanda vital.

b. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.

c. Mengukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).

d. Memberikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 –
2500 cc per hari.

e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairanpemeriksaan lab elektrolit.

f. Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
a. Mengkaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.

b. Menimbang berat badan klien.

c. Mengkaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.

d. Melakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan auskultasi ).

e. Memberikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.

f. Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.

a. Mengganti popok anak jika basah.

b. Membersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.

c. Memberi salp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.

d. Mengobservasi bokong dan perineum dari infeksi.

e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

a. Mengobservasi tanda-tanda vital.

b. Mengkaji tingkat rasa nyeri.

c. Mengtur posisi yang nyaman bagi klien.

d. Memberi kompres hangat pada daerah abdomen.

e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan.

a. Mengkaji tingkat pendidikan keluarga klien.


b. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.

c. Meenjelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.

d. Memberikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.

e. Melibatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

5. Evaluasi

1) Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.

2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.

3) Integritas kulit kembali normal.

4) Rasa nyaman terpenuhi.

5) Pengetahuan kelurga meningkat.

6) Cemas pada klien teratasi.


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Gastroentritis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada lambung, usus besar, dan usus halus
disebabkan oleh infeksi makanan yang mengandung bakteri atau virus yang memberikan gejala diare
dengan frekwensi lebih banyak dengan konsistensi encer dan kadang-kadang disertai dengan muntah-
muntah. Dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus Norwalk dan parasit yang patogen.

Dan ditandai oleh infiltrasi mukosa usus halus oleh eosinofil, dengan edema tetapi tanpa vaskulitis dan
oleh eosinofilia darah tepi.

2. Saran

Untuk Perawat

Sebaiknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus lebih memperhatikan faktor
penyebab maupun faktor pencetus dari penyakit yang diderita anak dan memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua klien dan klien agar masalah yang menyebabkan klien dirawat dapat diatasi
sehingga tidak terjadi perawatan yang berulang

Untuk Orangtua Klien

Menjaga kebersihan lingkungan rumah, dan membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah memberi makan anak serta menjaga personal hygiene dan memberi mainan anak yang bersih
dan dapat dicuci, dan bila terjadi diare pada anak sebelum di bawah ke rumah sakit, diberikan larutan
gula garam.

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC, 2009.

Doengoes, E Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta; EGC.

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta; EGC.


Asuhan Keperawatan Rematik

Asuhan Keperawatan Rematik, Contoh Asuhan Keperawatan Rematik, Makalah Asuhan Keperawatan
Rematik, Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif,
cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.

Asuhan Keperawatan Rematik, Contoh Asuhan Keperawatan Rematik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada
kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit
reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama
adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
usia manusia.

Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian
yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua
fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan
muskuloskeletal menempati urutan kedua (14,5%) setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit
masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan
survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola
penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991). Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk
membahas tentang penyakit reumatik dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien.
B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal
yaitu Rheumatoid Artritis (Reumatik).

2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

a. Definisi penyakit Reumatik

b. Etiologi penyakit Reumatik

c. Manifestasi Klinik Reumatik

d. Patofisiologi penyakit Reumatik

e. Komplikasi penyakit Reumatik

f. Pemeriksaan diagnostik penyakit Reumatik

g. Penatalaksanaan penyakit Reumatik

h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Reumatik

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Reumatik

1. PENGERTIAN

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung
kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi, hal. 165 )

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi
(Lemone & Burke, 2001 : 1248).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko
akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi
kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial
dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi
kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif
Mansjour. 2001 )

A. Konsep Dasar Reumatik

B. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian Lansia

Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005).
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-manerus,
dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).

2. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.

1. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

1. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

1. Lansia Resiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

1. Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa (Depkes RI, 2003).
1. Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2003).

3. Karakteristik Lansia

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).

4. Tipe Lansia

Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang
menonjol antara lain:

1. Tipe arif bijaksana

Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

1. Tipe mandiri

Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari
pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

1. Tipe tidak puas

Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.

1. Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap
datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

1. Tipe bingung

Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh
tak acuh (Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun
tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

4. Mempersiapkan kehidupan baru.

5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.

6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).

BAB III

FORMAT PENGKAJIAN GERONTIK

A. Pengkajian

o Nama Panti Werdha :

o Ruangan/wisma :

o Tingkat :

B. Data Biografis

o Nama :

o Umur :

o Jenis Kelamin :

o Pendidikan Terakhir :

o Suku/bangsa :

o Tanggal Masuk Panti :

o Status Perkawinan :

C. Riwayat Kesehatan

o Dikirim dari :
o Alasan masuk ke panti:

D. Riwayat Keluarga

Genogram :

E. Status Kesehatan

Pada saat dilakukan pengkajian, Keadaan umum klien Baik, tingkat kesadaran Composmentis (kesadaran
penuh), klien mengatakan sering sakit pada daerah pinggang. bila timbul serangan nyeri pada
pinggangnya klien tidak mampu melakukan aktivitasnya. Klien juga mengatakan kurang paham dan
mengerti dengan penyakit yang dideritanya serta pencegahan dan pengobatan. Pada saat pengkajian
berikutnya pasien bertanya pada mahasiswa tentang pengobatan tradisional.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan data:

Pasien terlihat meringis kesakitan, skala nyeri 6 (sedang), Pemeriksaan TTV:

TD = 130/90mmHg, RR = 22 x/menit, T = 36,70C, HR = 86 x/menit, pasien tampak bingung saat ditanya


tentang penyakit yang dideritanya dan kurang paham tentang cara pencegahan dan pengobatannya.
Klien terlihat bertanya pada mahasiswa tentang penyakitnya.

F. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Bantuan
perawatan orang lain dan
mandiri Mandiri Bantuan alat Bantuan orang lain peralatan

Makan/minum √

Mandi √

Berpakaian √

Ke WC √

Transfer/pindah √

Ambulanci √

G. Pola Nutrisi
Selera makan : Normal

Kesulitan menelan : Tidak

H. Pola Eliminasi

Kebiasaan BAB : normal

Kebiasaab BAK : normal

I. Pola Persepsi Kognitif

Pendengaran : mulai menurun

Penglihatan : mulai menurun

Vertigo : tidak ada

J. Pola Kepercayaan

Agama : Islam

Ritual Agama : Ada (sholat 5 waktu)

K. Pengakajian Fisik

Tanda- Tanda vital : TD = 130/90mmHg, HR = 86x/menit, T = 36,70C, RR = 22x/menit.

Tinjauan Sistem

Umum Ya Tidak

Kelemahan √

Perubahan nafsu makan √

Demam √
Keringat malam √

Kesulitan tidur √

Sering pilek/infeksi √

Keterangan :

Penilaian status kesehatan klien secara keseluruhan baik, kemampuan untuk melakukan ADL mampu,
namun ketika timbul serangan nyeri klien tidak mampu melaukukan aktivitas secara normal.

Tinjauan muskuloskletal

Muskuloskletal Ya Tidak

Nyeri persendian √

Kekakuan √

Pembengkakan sendi √

Deformitas √

Spasme √

Kram √

Kelemahan otot √

Masalah cara berjalan √

Nyeri punggung √

Keterangan :

Penilaian status kesehatan klien secara keseluruhan mengalami masalah yaitu tentang intoleransi
aktivitas b/d kelemahan umum.
Dampak pada ADL mengalami gangguan namun tidak terlalu bermasalah atau fatal.

ANALISA DATA

Masalah
No Data Etiologi Keperawatan

1. DS :

-Klien mengatakan pinggangnya sering terasa sakit

-Klien mengatakan skala nyeri nya sedang

DO :

– Pasien terlihat meringis

-Skala nyeri 6

-TD = 130/90mmHg

RR = 22x/i

T = 36,7’c

HR = 86x/iProses penyakitGangguan rasa nyaman : Nyeri2.DS :

-Klien mengatakan bila serangan nyeri timbul klien tidak dapat melakukan aktifitas

-Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemah dan sendinya terasa kaku

DO :

-Pasien terlihat dibantu oleh mahasiswa dalam melakukan aktifitasnyaKelemahan otot, kekauan
sendiGangguan Intoleransi Aktifitas3.DS :

-Klien mengatakan tidak faham dan tidak mengerti tentang penyakit yang diderita nya

-Klien mengatakan bagaimana cara pencegahan dan pengobatan tentang penyakitnya

DO :

-Klien terlihat bertanya pada mahasiswa tentang pencegahan dan pengobatan penyakitnya

-klien terlihat bingung saat ditanya tentang penyakitnya oleh mahasiswaKurangnya InformasiKurang
Pengetahuan
Diagnosa Keperatan dan Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

KriteriaIntervensiRasional1.Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakiSetelah dilakukan tindakan


keperawatan 2×24 jam diharapkan masalah klien dapat teratasi atau berkurang, dengan KH:

– Nyeri berkurang

– klien tampak rileks

– nyeri dapat teratasi- kaji lokasi nyeri dan tingkatan nyeri

– ajarkan tehnik relaksasi

– ukur TTV klien

– berikan kompres hangat pada daerah nyeri

– Berikan masase yang lembut- untuk menentukan tindakan pengontrolan nyeri

– bertujuan untuk pengontrolan nyeri dan mengurangi rasa nyeri

– untuk mengetahui respon tubuh terhadap nyeri

– bertujuan untuk pelebaran pembulu darah dan stimulasi pengurangan nyeri

– meningkatkan relaksasi atau mengurangi nyeri2Gangguan intoleransi aktivitas b/d kelemahan


dan kekakuan sendiSetelah dilakukan tindakan keperawatan 2×24 jam diharapkan masalah klien dapat
teratasi, dengan KH:

– klien mampu beraktivitas secara normal

– klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri- pertahankan istirahat tirah baring yang
cukup

– bantu klien dengan rentang gerak aktif/ pasif secara bertahap

– berikan lingkungan yang tenang dan nyaman

– nilai kekuatan otot- bertujuan untuk mentoleransi kemampuan tubuh

– meningkatkan kekuatan otot

– bertujuan untuk mengurangi ke gelisahan pasien dan merileksasikan kerja tubuh


– bertujuan untuk menentukan kekuatan otot3Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya
pengetahuan terhadap proses penyakitStelah dilakukan tindakan keperawatan 2×24 jam masalah
keperawatan dapat teratasi, dengan KH:

– pasien mengerti tentang penyakitnya

– klien mampu mengulang kembali pengertian tenntang penyakitnya saat di tanya kembali oleh
mahasiswa- berikan penyuluhan kesehatan tentang rematik

– berikan penjelasan tentang tekhnik relakksasi yang telah di ajarkan

– ajarkan pasien untuk membuat ramuan tradsisional seperti merica, daun belimbing, cengkeh, dan
air cuka

– ajarkan pasien mengenai senam rematik- untuk menambah pengetahuan pasien terhadap
penyakit yang dideritanya

– tekhnik relaksasi dapat membantu mengurangi nyeri dalam beraktivitas

– ramuan tradisional dapat digunakan sebagai pengobatan yang alami tanpa efeksamping

– senam rematik dapat meminimalkan gejala rematik

IMPLEMENTASI

NO Dx TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI

3I

3Senin 06/06/2011

Selasa 07/06/2011

Rabu 08/06/20111. menkaji lokasi nyeri dan tingkatan nyeri

2. mengajarkan tehnik relaksasi

3. mengukur TTV klien

4. memberikan kompres hangat pada daerah nyeri


5. Berikan masase yang lembut

1.mempertahankan istirahat tirah baring yang cukup

2. membantu klien dengan rentang gerak aktif/ pasif secara bertahap

3. memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman

4. menilai kekuatan otot

1. memberikan penyuluhan kesehatan tentang rematik

2. memberikan penjelasan tentang tekhnik relakksasi yang telah di ajarkan

3. mengajarkan pasien untuk membuat ramuan tradsisional seperti merica, daun belimbing, cengkeh,
dan air cuka

4. mengajarkan pasien mengenai senam rematikS: klien mengatakan nyeri hilang

O: Klien tampak tenang

A: masalah dapat teratasi

P: Intervensi dilanjutkan, lanjutkan ke DX 2

S: pasien mengatakan masih lelah jika beraktvitas berlebihan

O: klien tampak jarang beraktivitas

TTV:

TD: 110/80 mmHg

N : 99 x/i

RR: 22 x/i

S : 37 x/i

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan, anjurkan pasien untuk istirahat

S: pasien mengatakan mengerti tentang apa yang di ajarkan

O: pasien tampak tenang, bingung (-)

A: masalah telah teratasi

P: Intervensi dilanjutkan fokus ke DX 2


Asuhan Keperawatan Rematik

Artikel yang banyak dicari:

o patofisiologi rematik

o askep re

o makalah askep rematik

o askep rematik lansia

o etiologi askep rematik

o Makalah askep patwhay rematik

o askep patiologi reumatik

o askep artritis reumatoid pada lansia

o askep rematik implementasi evaluasi

o askep keluarga dengan rematik pada dewasa

Share on: Twitter Facebook Google+


ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (The American Thoracic
Society, 1962).

B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronkhial:

1. Genetik

Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus.

2. Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri, dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.
3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

4. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah
ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5. Olah raga/aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mukus,edema
dan inflamasi dinding bronkus.obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis
saluran napas menyempit pada fase tersebut.Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi.Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran
napas yang besar,sedang,maupun kecil.Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar,sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding
mengi.Penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi

2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi
darah paru

3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:

1. Hipoksemia

2. Hiperkapnia

3. Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut

E. Manifestasi Klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,
serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas, mengi
(wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma
yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan
kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi
pada malam hari.

F. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:


1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.

2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen

4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.

5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

G. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi
pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.

- Pengobatan

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1) Pengobatan non farmakologik

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi

e. Beri O₂ bila perlu

2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)

Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).

b. Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)

Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.

- Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian 1 bulan.

- Ketolifen

Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan masa lalu

- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya

- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan

b. Aktivitas

- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas

- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-


hari

- Tidur dalam posisi duduk tinggi

c. Pernapasan

- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur

- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.

- Adanya bunyi napas mengi

- Adanya batuk berulang

d. Sirkulasi

- Adanya peningkatan tekanan darah

- Adanya peningkatan frekuensi jantung

- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis

e. Integritas ego

- Ansietas

- Ketakutan

- Peka rangsangan
- Gelisah

f. Asupan nutrisi

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan

- Penurunan berat badan karena anoreksia

g. Hubungan sosial

- Keterbatasan mobilitas fisik

- Susah bicara atau bicara terbata-bata

- Adanya ketergantungan pada orang lain

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:

- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.

c. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:

- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)

- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.

d. Scanning Paru

Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

e. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Ketidakefektifan bersihan jalan Dalam waktu 1. Kaji warna 1. karateristik


napas berhubungan dengan 3x24 jam dan kekentalan sputum
bronkhokonstriksi, bronkhospasm setelah sputum dapatmenunjukk
e, edema mukosa dan dinding diberikan an berat
bronkhus, serta sekresi mukus tindakan 2. Atur posisi ringannya
bersihan jalan semi fowler
yang kental obstruksi.
napas kembali 3. Ajarkan cara 2. Meningkatk
efektif batuk efektif an ekspansi dada
4. Bantu klien 3. Batuk yang
Kriteria hasil : napas dalam terkontrol dan
5. Pertahankan efektif dapat
· Dapat memudahkan
intake cairan
mendemonstra pengeluaran
sikan batuk sedikitnya 2500
ml/hari kecuali sekret yang
efektif melekat pada
tidak diindikasikan
· Dapat jalan napas.
menyatakan 6. Kolaborasi
dengan 4. Ventilasi
strategi untuk maksimal
menurunkan melakukan
fisioterapi dada membuka lumen
kekentalan jalan napas dan
dengan tehnik
sekresi meningkatkan
postural drainase,
· Tidak ada perkusi dan fibrasi gerakan sekret
suara napas dada. ke dalam jalan
tambahan dan napas besar
7. Kolaborasi untuk
wheezing (-)
pemberian obat : dikeluarkan.
· Pernapasa
n klien normal Bronkodilator 5. Hidrasi
(16-20x/m) golongan B2 yang adekuat
tanpa ada · Nebuler (via membantu
penggunaan inhalasi) dengan mengencerkan
otot bantu golongan sekret dan
napas. terbutaline 0.25 mengefektifkan
mg, fenoterol HBr pembersihan
0.1% solution, jalan napas.
orciprenaline 6. Fisioterapi
sulfur 0.75 mg. dada merupakan
· Intravena strategi untuk
dengan golongan mengeluarkan
theophyline sekret.
ethilenediamine
7.
(Aminofilin) bolus
IV 5-6 mg/kgBB. · Pemberian
bronkodilator
· Agen via inhalasi akan
mukolitik dan langsung menuju
ekspektoran area bronkhus
· kortikosteroi yang mengalami
d spasme sehingga
lebih cepat
berdilatasi

· Pemberian
secara intravena
merupakan
usaha
pemeliharaaan
agar dilatasi
jalan napas
dapat optimal.

· Agen
mukolitik
menurunkan
kekntalan dan
perlengketan
sekret paru
untuk
memudahkan
pembersihan.
Agen
ekspektoran
akan
memudahkan
sekret lepas dari
perlengketan
jalan napas.

· Kortikoster
oid berguna
pada
keterlibatan luas
dengan
hipoksemia dan
menurunkan
reaksi inflamasi
akibat edema
mukosa dan
dinding
bronkhus.

Gangguan pertukaran gas yang Dalam waktu 1. Kaji 1. Bronkhospa


berhubungan dengan serangan 3x24 jam kefektifan jalan sme di deteksi
asma menetap setelah napas ketika terdengar
diberikan mengi saat di
intervensi, 2. Kolaborasi askultasi dengan
pertukaran gas untuk pemberian stetoskop.
membaik bronkodilator Peningkatan
secara aerosol pembentukan
3. Lakukan mukus sejalan
Kriteria hasil : fisioterapi dada dengan
oenurunan aksi
4. Kolaborasi mukosiliaris
untuk menunjang
· Frekuensi pemantauan penurunan lebih
napas 16- analisa gas arteri lanjut diameter
20x/menit, nadi bronkhi dan
70=90x/m, 5. Kolaborasi mengakibatkan
sianosis (-), pemberian penurunan
dispnea (-). oksigen via nasal aliran udra serta
penurunan
· GDA pertukaran gas,
dalam batas yang diperburuk
normal oleh kehilangan
daya elastisitas
paru.

2. Terapi
aerosol
membantu
mengencerkan
sekresi sehingga
dapat dibuang.
Bronkhodilator
yang dihirup
sering
ditambahkan ke
dalam nebulizer
untuk
memberikan aksi
bronkhodolator
langsung pada
jalan napas,
dengan
demikiam
memperbaiki
pertukaran gas.
Tindakan
inhalasi atau
aerosol harus
diberikan
sebelum waktu
makan untuk
memperbaiki
ventilasi paru
dengan
demikian
mengurangi
keletihan yang
menyertai
kativitas makan.

3. Setelah
inhalasi
bronkhodilator
nebuliser, klien
disarankan
untuk
meminum air
putih untuk lebih
mengencerkan
sekresi.
Kemudian
membatukkan
dengan ekpulsif
atau postural
drainase akan
membantu
dalam
pengeluaran
sekresi. Klien
dibantu untuk
melakukan hal
ini dengan cara
yang tidak
membuatnya
keletihan.

4. Sebagai
bahan evaluasi
setelah
melakukan
intervensi.

5. Oksigen
diberikan ketika
terjadi
hipoksemia.
Perawat harus
memantau
kemanjuran
terapi oksigen
dan memastikan
bahwa klien
patuh dalam
menggunakan
alat pemberi
oksigen. Klien
diinstruksikan
tentang
penggunaan
oksigen yang
tepat dan
tentang bahay
peningkatan laju
aliran oksigen
tanpa ada
arahan yang
eksplisit darp
perawat.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang Dalam waktu 1. Kaji status 1. Memvalida


dari kebutuhan tubuh 3x24 jam nutrisi klien, si dan
setelah turgor kulit, berat menetapkan
diberikan badan, integritas derajat masalah
tindakan mukosa oral, untuk
keperawatan kemampuan menetapkan
intake nutrisi menelan, riwayat piihan intervensi
klien terpenuhi mual/muntah dan yang tepat.
diare.
2. Berguna
2. Pantau dalam mengukur
Kriteria hasil : intake –output, kefektifan intake
timbang berat gizi dan
badan secara dukungan
· Klien periodik (sekali cairan.
dapat seminggu)
mempertahank 3. Menurunka
an status 3. Lakukan dan n rasa tak enak
gizinya dari ajarkan perawatan karena sisa
yang semula mulut sebelum makanan, sisa
kurang menjadi dan sesudah sputum atau
adekuat. intervensi/pemeri obat pada
ksaan peroral. pengobatan
Pernyataan sistem
motivasi kuat 4. Kolaborasi pernapasan yang
untuk dengan ahli gizi dapat
memenuhi untuk merangsang
kebutuhan menetapkan
pusat muntah.
nutrisinya komposisi dan
jenis yang tepat 4. Merencana
kan diet dengan
5. Fasilitasi kandungan gizi
pemberian diet yang cukup
berikan dalam
untuk
porsi kecil tapi memenuhi
sering. peningkatan
6. Kolaborasi kebutuhan
untuk energi dan kalori
pemeriksaan sehubungan
laboratorium dengan status
khususnya BUN, hipermetabolik
protein serum dan klien.
albumin. 5. Memaksim
7. Kolaborasi alkan intake
untuk pemberian nutrisi tanpa
multivitamin. kelelahan dan
energi besar
serta
menurunkan
iritasi saluran
cerna.

6. Menilai
kemajuan terapi
diet dan
membantu
perencanaan
intervensi
selanjutnya.

7. Multivitami
n bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
vitamin yang
tinggi sekunder
dari rosres
pemkeberhasila
n peningkatan
laju
metabolisme
umum.

Ansietas berhubungan dengan Dalam waktu 1. Bantudalam 1. Pemanfaat


adanya ancaman kematian 1x24 jam klien mengidentifikasi an sumber
(kesulitan bernapas) mampu sumber koping koping yang ada
memahami dan yang ada secara
menerima konstruktif
keadaanya 2. Ajarkan sangat
sehingga tidak tehnik relaksasi bermanfaat
terjadi 3. Pertahankan dalam
kecemasan. hubungan saling menagatasi
percaya antara stres.
klien dengan 2. Mengurang
Kriteria hasil : perawat i ketegangan
4. Kaji faktor otot dan
yang kecemasan
· Klien menimbulkan rasa
terlihat 3. Hubungan
cemas saling percaya
mampubernapa
s secara normal 5. Bantu klien membantu
dan mapu mengenali dan memperlancar
beradaptasi mengakui rasa proses
dengan cemasnya teraupetik
keadaannya. 4. Tindakan
· Respon yang tepat
nobverbal klien diperlukan
tampak lebih dalam mengatasi
rileks dan masalah yang
santai. dihadapi klien
dan membangun
kepercayaan
dalam
mengurangi
kecemasan.

5. Rasa cemas
merupakan efek
emosi sehingga
apabila sudah
teridentifikasi
dengan baik,
maka perasaan
yang nenganggu
dapat diketahui.

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakefektifan bersihan jalan


napas
· Kien ¯
mengatakan sesak
napas Edema mukosa dan dinding bronkhus

DO : Peningkatan usaha dan frekuensi


pernapasan
· Adanya suara
napas tambahan ¯
dan wheezing Penggunaan otot bantu napas
· Pernapasan
>20x/m ¯

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2. DS : Faktor pencetus serangan asma Gangguan pertukaran gas

· Kien ¯
mengatakan sesak
napas Edema mukosa dan dinding bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi


DO :
pernapasan
· Frekuensi
napas >20x/m ¯

· Frekuensi nadi Penggunaan otot bantu napas


>90x/m ¯
· Dispnea Gangguan pertukaran gas
· Sianosis

· GDA abnormal

3. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
· Pasien ¯
mengeluh nafsu
makan menurun Edema mukosa dan dinding bronkhus
(tak ada keinginan ¯
makan)
Peningkatan usaha dan frekuensi
DO : pernapasan
· ¯ BB ¯
· Mual/ muntah Penggunaan otot bantu napas
· Tampak letih ¯
dan lemah
Keluhan sistemis, mual/muntah, intake
nutrisi tidak adekuat, malaise
kelemahandan keletihan fisik

¯
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

4. DS : Faktor pencetus serangan asma Ansietas

· Pasien ¯
mengatakan cemas
dengan penyakit Edema mukosa dan dinding bronkhus
yang dialaminya ¯
DO : Peningkatan usaha dan frekuensi
· Pasien tampak pernapasan
gelisah ¯
· Berkeringat Penggunaan otot bantu napas
dingin
¯

Keluhan psikososial, kecemasan,


ketidaktahuan akan prognosis

Ansietas

PENYIMPANGAN KDM
Faktor pencetus Serangan Asma : Alergen, Infeksi Saluran Napas, Tekanan jiwa,
Olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja.
Peningkatan kerja pernapasan,
hipoksemia, secara reversible

· Kecem

· Ketida
informasi

· Perubahan pemenuhan nutrisi <


kebutuhan

· Gangguan pemenuhan ADL

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Keluhan
psikososial,
kecemasan,
ketidaktahu
akan
prognosis
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak
adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan
fisik.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan
epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan
rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan
kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku (Sutomo, 2007). Infeksi jamur di daerah
superficial pada kulit biasanya disebut dengan dermatophytosis atau biasanya, kurap. Infeksi jamur
terjadi ketika rentan adanya kontak host yang datang dengan organisme. Organisme dimana adanya
transmisi langsung dengan kontak pada binatang atau infeksi pada orang lain atau dengan benda mati
seperti pada sisir, sarung bantal, handuk dan topi.

B. Macam-macam berdasarkan lokasi tubuh yang dipengaruhi

 Tinea pedis adalah infeksi jamur di telapak kaki dan kaki. Juga berada diantara jari kaki dan/ di
kuku jari. Tinea pedis merupakan infeksij amur yang paling di temukan. Infeksi ini sering
menjangkit para remaja dan dewasa muda kendati dparat antifungus topical dapat terjadi pada
setiap kelompok usia serta kedua jenis kelamin. Tinea pedis terutama prevalen pada mereka
yang sering mandi pada tempat mandi umum atau berenang di kolam renang.( MacKie, 1991).
Maka dari itu sering disebut kaki atlet karena sebagian besar biasanya infeksi tinea terjadi pada
atlet, ini adalah sebagian besar infeksi tinea yang terjadi. Lesi yang bervariasi dari skala ringan
sampai menyakitkan adanya fisura disertai drainase dan biasanya diikuti dengan adanya pruritus
dan bau busuk. infeksi ini sering terjadi di kronis dengan tanda yang lebih sering terlihat di
musim panas, yang tidak dapat dihindari dimana pada saat ketika kaki berkeringat di sepatu.

 · Tinea capitis adalah sebuah infeksi jamur di daerah kulit kepala di daerah rambut. Adanya
lesi ini mengakibatkan adanya keabu-abuan, disekitar, adanya daerah yang mengalmi
kebotakkan, sering diikuti dengan erythema dan crusting. Rambut rontok biasanya permanen.
Tinea capitis lebih sering terjadi pada anak dan dewasa.

 · Tinea corporis adalah infeksi jamur di badan. Jamur. Hal inilah yang menyebabkan adanya
beberapa perbedaan jamur, dan lesi dapat bervariasi disebabkan oleh organisme. Sebagian
besar adanya lesi dan tambalan sirkular besar dengan mengangkat pingiran vesicle berwarna
merah merah disekitar dari vesikel, papula, atau pustules. Ditunjukkan dengan adanya pruritus
dan erythema.
 · Tinea versicolor adalah infeksi jamur di dada belakang atas, dan kadang-kadang di lengan.
Lesi ini berwarna kuning, merah muda dan coklat di lapisan kulit.. adanya penambalan ini tidak
mempunyai pigmen dan tidak berwarna coklat sawo matang mempunyai saat
diungkapkan dengan sinar ultraviolet.

 Tinea kruris adalah infeksi jamur dimana tumbuh yang dapat terjadi di lipatan paha dan
bokong. Seringkali dipanggil”jock itch” maka dar itu tinea kruris berhubungan dengan tinea
pedis dan dapat terjadi pada orang yang aktif dalam berolahraga,obesitas dan menggunakan
pakaian dalam yang ketat.

 Tinea unguium (onikomikosis)

Merupakan infeksi jamur kronis pada kuku jari kaki tangan. Penyakit jamur kuku biasanya disebabkan
oleh spesies TRICHOPHYTON(T. rubrum. T. mentagrophytes ) atau candida albicans. Biasanya tinea
unguium disertai dengan infeksi jamur yang lama pada kaki. Kuku menjadi tebal, rapuh dan tidak
mengkilap. Kemudian akan tertimbun debris pada ujung bebas kuku, dan akhirnya lempeng kuku akan
terlepas. Karena sifat kronis penyakit ini, keseluruhan kuku dapat hancur.

C. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi permukaan
tubuh.Pada permukaan kulit terdapat kelenjar keringat dan kelenjar mukosa.

Lapisan kulit

1. Epidermis

· Stratum Korneum

Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng, kering, tidak berinti, inti selnya sudah
mati, dan megandung zat keratin.

· Stratum Lusidum

Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan
butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu
pipa yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat disebut stratum lusidum.

· Stratum Granulosum

Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan inti ditengah dan sitoplasma berisi
butiran (granula) keratohiali atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi benda asing,
kuman dan bahn kimia masuk ke dalam tubuh.

· Stratum Spinosum/Stratum Akantosum.

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel -
selnya disebut spinosum karena jika dilihat di bawah mikroskop, sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya polygonal/banyak sudut dari mempunyai tanduk (spina).

Lapisan ini berfungsi untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar. Bentuknya tebal dan terdapat di
daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti tumit dan pangkal
telapak kaki.

Disebut akantosum sebab sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara
sel yang lain yang disebut intercelulair bridges atau jembatan interselular.

· Stratum Basal/Germinativum

Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal/basis, stratum germinativum
menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.Bentuknya silindris (tabung) dengan
inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna.Sel tersebut
disusun seperti pagar pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran disebut
membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari pada
epidermis dengan dermis.

2. Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di
sebelah bawah berbatasan dengan subkutis. Di dermis mulai terdapat adanya sel lemak.

Dermis terdiri dari 2 lapisan:

· Bagian Atas/ Pars Papilaris/ Stratum Papilar

· Bagian Bawah/Retikularis /Stratum Retikularis

Batas antara pars papilaris dengan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik
pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari serabut-serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis,
dan serabut retikulus.
Kegunaan serabut kolagen untuk memberikan kekuatan kepada kulit. Serabut elastik untuk memberikan
kelenturan pada kulit, sedangkan retikulus terdapat terutama disekitar kelenjar dan folikel rambut dan
memberikan kekuatan pada alat tersebut.

3. Subkutis

Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut-
serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir,
sehingga membentuk seperti cincin.

Lapisan lemak ini disebut perikulus adiposus, yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga
pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama.

Guna perikulus adiposus adalah :

· Shok breker = pegas

Bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit.

· Isolator panas

Untuk mempertahankan suhu, penimbun kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.

Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

Jaringan Kulit

Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang
menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan
dermis (kulit dalam).

Kelenjar-kelenjar kulit.

Kelenjar kulit meliputi kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan kelenjar mamae.

1. Kelenjar Sebasea

Kelenjar ini berhubungan dengan folikel rambut yang bermuara dalam sebuah folikel rambut. Kelenjar
yang tidak berhubungan dengan folikel rambut bermuara langsung ke permukaan kulit seperti yang
terdapat pada glans penis, labium minus, dan kelenjar tarsalia pada kelopak mata.

Kelenjar ini terletak dalam dermis dan tidak terdapat pada kulit telapak kaki dan tangan. Perkembangan
dan pertumbuhan kelenjar sebasea terutama terjadi selama pubertas di bawah kontrol hormon.Sekresi
sebum terjadi terus menerus dan bermanfaat untuk pemeliharaan kesehatan kulit.

2. Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat adalah kelenjar tubular bergelung yang tidak bercabang, terdapat pada seluruh kulit
kecuali pada dasar kuku, batas bibir, glans penis dan gendang telinga. Kelenjar ini paling banyak terdapat
pada telapak tangan dan kaki.

Terdapat 2 macam kelenjar keringat yaitu kelenjar keringat ekrin dan apokrin.

ü Kelenjar Keringat Ekrin

Tersebar diseluruh kulit tubuh, kecuali pada penis bagian dalam dan telinga luar, telapak tangan, telapak
kaki dan dahi. Badan kelenjar terdapat diantara perbatasan kulit ari (epidermis) dan kulit dermis.
Salurannya berkelok-kelok keluar dan berada pada lapisan jangat yang berjalan lurus ke pori-pori
keringat.

ü Kelenjar Keringat Apokrin

Kelenjar keringat yang besar dan hanya dapat ditemukan pada ketiak, kulit putting susu, kulit sekitar alat
kelamin dan dubur.

Kelenjar ini terletak lebih dalam dan saluran keduanya berbelok-belok kemudian lurus menuju epidermis
dan bermuara pada folikel rambut.

3. Kelenjar Payudara (Glandula Mamae).

Glandula mamae termasuk kelenjar kulit karena berasal dari lapisan ektodermal yang secara fungsional
termasuk sistem reproduksi. Kelenjar ini terletak di atas fasia pektoralis superfisilis yang dihubungkan
dengan perantaraan jaringan ikat longgar dan jaringan lemak. Kelenjar ini melekat erat dengan kulit
diatasnya. Disekitar putting susu (papila mamae) terdapat reticulum kutis yang tumbuh dengan baik dan
dinamakan ligamentum suspensorium. Ke dalam putting susu bermuara 15-20 duktuli laktiferus.

Disekitar papilla mamae terdapat areala mamae yang mengandung kelenjar

sebasea montgomeri (glandula areola mammae) yang berfungsi untuk melindungi dan melicinkan
putting susu pada waktu bayi mengisap. Pada wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui, alveoli
tampak kecil dan padat berisi sel-sel granular. Pada waktu hamil, alveoli akan membesar dan sel-sel
membesar.

Pigmentasi Kulit

Warna kulit ditentukan oleh faktor warna kulitnya sendiri. Kandungan karoten (pigmen) darah pada
pembuluh darah, dermis memberikan warna kemerahan dan kandungan pigmen melanin memberikan
bayangan coklat.

Melanin terletak di dalam lapisan basal dan bagian bawah lapisan taju yang dibuat oleh epidermis
khusus yaitu melanosit yang bertebaran diantara keratinosit lapis basal dan lapis taju dalam folikel
rambut dan jaringan ikat dermis. Perbedaan warna kulit disebabkan oleh karena perbedaan jumlah dan
ukuran melanosom di dalam keratinosit.

Pigmentasi kulit tergantung dari berbagai faktor yaitu keturunan, hormon, dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi ukuran satuan melanin epidermis. Hormon pemacu malanosit MSH (Melanosit
Stimulating Hormon) merangsang perpindahan melanosom ke dalam cabang-cabang sitoplasma
melanosit dan keratinosit. Faktor lingkungan seperti ultraviolet meningkatkan kegiatan enzim melanosit
serta meningkatkan produksi melanin dan penimbunannya di dalam keratinosit sehingga kulit menjadi
coklat.

Pembuluh Darah

Pembuluh darah kulit terdiri dari 2 anyaman pembuluh darah nadi yaitu:

1. Anyaman Pembuluh Nadi Kulit Atas atau Luar

Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari anyaman ini berjalan
arteriole pada tiap-tiap papilla kori.

2. Anyaman Pembuluh Darah Nadi Kulit Bawah atau Dalam

Anyaman ini terdapat antar korium dan subkutis, anyaman ini memberikan cabang-cabang pembuluh
nadi kea lat-alat tambahan yang terdapat di korium.

Dalam hal ini percabangan juga membentuk anyaman pembuluh nadi yang terdapat pada lapisan
subkutis. Cabang-cabang ini kemudian akan menjadi pembuluh darah balik/vena yang juga akan
membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik yang ke dalam.

Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali oleh karena diperkirakan 1/5 dari darah yang beredar
malalui kulit. Disamping itu pembuluh darah pada kulit sangat cepat menyempit/melebar oleh pengaruh
atau rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyaeri dan emosi, penyempitan dan pelebaran ini terjadi
secara reflek.

Saraf Kulit

Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan permukaan yang terdiri dari saraf-
saraf motorik dan saaf sensorik.Ujung saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang
terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat dari
luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung, saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk
menerima rangsangan.

Ujung-ujung saraf yang bebas untuk menerima rangsangan sakit/nyeri banyak terdapat di epidermis,
disini ujung-ujung sarafnya mempunyai bentuk yang khas yang sudah merupakan suatu organ.
Pelengkap Kulit

1. Kuku

Kuku merupakan lempeng yang membentuk pelindung pembungkus permukaan dorsal falang terkhir
jaringan dan jari kaki. Strukturnya berhubungan dengan dermis dan epidermis.

· Struktur kuku

Alat kuku berpoliferasi membentuk matriks kuku, epidermis yang tepat di bawahnya menjadi dasar kuku
yang berbentuk U bila dilihat dari atas dan diapit oleh lipatan kulit yang merupakan dinding kuku.
Lempeng kuku terdiri dari sisik epidermis yang menyatu erat dan tidak mengelupas. Badan kuku
berwarna bening sehingga kelihatan kemerahan karena ada pembuluh kapiler darah di dalam dasar
kuku.

Sel-sel stratum korneum meluas dari dinding kuku ke permukaan lempeng kuku sebagai epikondrium
atau kutikula.

Bagian dari kuku, terdiri dari:

ü Ujung kuku atas ujung batas.

ü Badan kuku yang merupakan bagian yang besar.

ü Akar kuku (radik).

· Pertumbuhan kuku

Dengan bertambahnya sel-sel baru dalam akar, kuku menghasilkan geseran lambat lempeng kuku di atas
dasr kuku. Laju pertumbuhan kuku rata-rata 0,5 mm perminggu.

2. Rambut

Rambut merupakan benang keratin elastic yang berkembang dari epidermis dan tersebar disekujur
tubuh kecuali telapak kaki dan telapak tangan, permukaan dorsal falang distal, lingkung lubang dubur
dan urogenital. Setiap rambut mempunyai batang yang bebas dan akan yang tertanam dalam kulit.

Akar rambut dibungkus oleh folikel rambut yang berbentuk dari bagian yang bersal dari epidermis
(epitel) dan bagian yang berasal dari dermis (jaringan ikat).

· Struktur rambut:

ü Medula

Merupakan bagian tengah rambut yang longgar terdiri dari 2-3 lapis sel kubis yang mengkerut satu sam
lain, dan dipisahkn oleh ruang berisi udara.

ü Korteks
Merupakan bagian utama rambut yang terbentuk dari beberapa lapis sel gepeng, panjang, dan
berbentuk gelombang yang membentuk keratin keras.

ü Kutikula

Terdapat pada permukaan, selapis sel tipis, jernih dan kutikula tidak berinti, kecuali yang terdapat pada
akar rambut.

· Folikel rambut

Folikel rambut merupakan selubung yang terdiri dari sarung jaringan ikat bagian luar (sarang akar
dermis) yang berasal dari dermis dan sarung akar epitel bagian dalam berasal dari epidermis. Folikel
yang mengembung membentuk bulbus rambut dan berhubungan dengan papilla di tempat persatuan
akar rambut dan selubungnya.

· Sarung Akar Asal Dermis

Lapisan paling luar berkas serat kolagen kasar yang berjalan memanjang sesuai dengan lapisan reticular
dermis.

Lapisan tengah lebih tebal sesuai dengan lapisan papilla dermis. Sarung akar rambut luar mempunyai
selapis sel polygonal yang menyerupai sel-sel stratum spinosum epidermis.

Sedangkan sarung akar rambut dalam merupakan sarung berat tanduk yang membungkus akar rambut
yang sedang tumbuh, menghasilkan keratin lunak, juga ditemukan pada epidermis.

Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara
umum yaitu:

1. Fungsi Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan,
tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas
misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turutberperan dalam melindungi kulit terhadap sinar
matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).

· Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang
impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat
dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap
infeksi jamur dan sel-sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah
menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2,
CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, dan metabolisme. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah diantara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan
yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.

3. Fungsi kulit sebagai pengatur panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya
penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal
dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 °C untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan
vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan
kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan
tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya
keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluuh daarh
kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik.
Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).

4. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolism dalam
tubuh berupa NaCl, urea, asamurat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk
melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungikulit) ini menahan air yang
berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan
keasaman pada kulit.

5. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respons terhadap rangsangan
panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan
diperankan oleh papilla dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.
Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya didaerah yang erotik.

D. Etiologi

· Infeksi (Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum)

· Kelembaban

· diabetes mellitus

· immunodeficiencies
· nutritional deficiencies,

· kehamilan

· peningkatan umur

· iron deficiencies.

E. Diagnostik test

· Kultur dari kulit yang dikerok, kuku di dikerok atau di rambut

· Pengujian dengan mikroskop, dengan cara pengambilan lesi dengan cara dikerok. Hasil kerokan lalu
disiapkan dengan larutan 10% potassium hydroxide (KOH) untuk mengetahui adanya spora dan
filaments (hyphae) dari jamur.

· Observasi pada kulit dengan menggunakan sinar ultraviolet (wood’s lamp). Jika ada jamur spora akan
dikuti dengan fluoresce berwarna biru-hijau.

F. Penatalaksanaan

Infeksi jamur di kulit dapat diatasi dengan topical atau pengobatan sistematik anti jamur. Implikasi
keperawatan untuk pengobatan antijamur dengan ditunjukkan pada pengobatan yang terdaftar.

· Tinea capitis

mencuci rambut dengan shampoo dua sampai tiga kali dalam seminggu. Penggunaan topical antijamur
dapa membuat tidak aktifnya organisme di rambut. Dan memerlukan griseofulvin(fulvicin), sebuah
agent anti jamur, Preparat topical tidak dapat menyembuhkan namun dapat di pakai untuk
menghilangkan keaktifan mikroorganisme yang sudah terdapat pada rambut.

· Tine pedis

diatasi dengan merendam kaki di larutan burrow’s, larutan potassium permanganate atau larutan salin
yang dapat menghilangkan crusts dan scales. Anti jamur topical digunakan didaerah yang terinfeksi
beberapa minggu.
· tinea kruris

menggunakan terapi topical selama tiga sampai empat minggu. Infeksi yang ringan dapat diobati dengan
preparat topical seperti klotrimazol, mikonazol atau haloprogin selama sedikitnya 3 hingga 4 minggu
untuk memastikan eradikasi total infeksi tersebut. Preparat griseofulvin oral diperlukan untuk infeksi
yang lebih parah. Beberapa kasus dapat menggunakan obat oral griseofulvin.

· Tinea korporis (penyakit jamur badan)

Preparat antifungus topical dapat dioleskan pada lokasi yang sempit. Preparat griseofulvin oral di
berikan pada kasus infeksi jamur yang luas. Efek samping griseofulvin mencakup fotosensitivitas, ruam
kulit , sakit kepala dan ual. Ketokonazol yaitu suatu prefarat antifungus, memberikan harapan yang
nyata bagi pasien yang menderita infeksi jamur(dermatofit) yang kronik, termasuk pasien yang resisten
terhadap griseofulvin.

· Tinea unguium (onikomikosis)

Griseofulvin biasanya diresepkan dokter sebagai preparat oral yang diminum selama 6 bulan hingga 1
tahun kalau kuku jari tangan turut terkena. Namun, griseofulvin tidak berkhasiat untuk mengobati
infeksi kandida; infeksi ini harus di obati secara topical dengan ltion amfoterisin-B, mikonozal ataupun
preparat lainnya.

G. promosi kesehatan dan pemeliharaan

pencegahan infeksi kulit, terutama infeksi bakteri dan jamur, melibatkan menghindari organisme yang
terinfeksi dan kebersihan pribadi yang baik untuk menghapus organisme sebelum infeksi dapat
terjadi. (mencuci tangan dan tidak berbagi barang pribadi dengan orang lain adalah cara terbaik untuk
menghindari kontak dengan beberapa organisme yang paling mudah
menular, termasuk MRSA, Yamamoto & Marten, 2007). menyoroti strategi untuk masing-
masing pasien dan anggota keluarga untuk mencegah penyebaran infeksi ke area tubuh lain dan
untuk orang lain.

H. Nursing Care

· Penyakit jamur adalah menular. Jangan berbagi kain linen atau menggunakan barang pribadi
dengan orang lain.

· Gunakan handuk yang bersih dan cuci baju tiap hari.

· Gunakan pakaian dalam berbahan katun dan bersih tiap hati.

· Jamur tumbuh di lingkungan yang basah, seperti berkeringat di kaki. Untuk mencegah infeksi lebih
lanjut:

· Jangan menggunakan sepatu yang sama di tiap harinya.


· Jangan gunakan sepatu yang berbahan karet atau plastik.

· Gunakan kaos kaki ang sesuai dengan kelembaban pada permukaan kulit.

· Gunakan bedak talek atau gunakan bedak anti jamur yang dijual dua kali sehari.

I. Proses Keperawatan

1. Tinea pedis

Pengkajian

Keluhan utama pasien adalah gatal diantara jari-jari kaki. Penderita umnya memiliki riwayat berenang
pada kolam yang digunakan secara umum atau kurangnya higienis pada kaki. Selain itu, juga dapat
ditemukan pada orang yang dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup diserai pperawatan
kaki yang buruk, serta para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah.

Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara jari IV dan V terlihat fisura yang
dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari
yang lain. Oleh karena daerah ini lembap, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa
kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang
pada umumnya juga telsh diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun
dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu saat kelainan ini dapat
disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfagitis, limfadenitis, dan dapat pula
terjadi erisipelas, yang disertai gejal-gejal umum. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan
kadang bula. Kelainan ini dapat dimulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau
telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan
sisik yang berbentuk lingkaran.

2.Tinea Kapitis

Pengkajian

Penyakit jamur pada kulit kepala merupakan infeksi jamur menular yang menyerang batang rambut dan
penyebab kerontokan rambut yang sering ditemukan di antara anak-anak. Secara klinis akan dijumpai
sebuah atau beberapa buah bercak yang bundar, berwarna merah, dan besisik.

Penyakit dimulai dengan adanya papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan
membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna
rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya
sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang
oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey
pacth. Grey pacth yang dilihat di dalam klinik tidak menunujukkan batas-batas daerah sakit dengan
pasti.
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan sebukan sel radang yang pada di sekitarnya.

Rencana Keperawatan

· Penurunan Respon Pruritus

Infeksi yang ringan dapat diobati dengan preparat topikal seperti klotrimazol, mikonazol, atau
haloprogin selama sedikitnya 3 hingga 4 minggu untuk memastikan eradikasi total infeksi tersebut.
Preparat griseofulvin oral diperlukan untuk infeksi yang lebih parah.

· Pemenuhan Informasi

Panas, gesekan, dan maserasi (akibat keringat) merupakan predisposisi timbulnya infeksi jamur. Pasien
sebanyak mungkin dianjurkan untuk menghindari panas, serta kelembapan yang berlebihan dan tidak
mengenakan pakaian dalam dari nilon, pakaian yang ketat, serta baju mandi yang basah. Daerah lipat
paha harus dibersihkan, dikeringkan dengan saksama dan bedaki dengan preparat topikal antijamur
seperti tolnaftat (Tinactin) sebagai tindakan pencegahan karena infeksi ini cenderung timbul kembali.

3. Tinea Kruris

Pengkajian

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya.
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini
menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan.

J. Dignosis Keperawatan

1. Pruritus berhubungan dengan iritasi dermal.

2. Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya sumber informasi,


risiko penularan, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.

Rencana Keperawatan

Penurunan Respon Pruritus

Infeksi yang ringan dapat diobati dengan preparat topikal seperti klotrimazol, mikonazol, atau
haloprogin selama sedikitnya 3 hingga 4 minggu untuk memastikan eradikasi total infeksi tersebut.
Preparat griseofulvin oral diperlukan untuk infeksi yang lebih parah.
Pemenuhan Informasi

Panas, gesekan, dan maserasi (akibat keringat) merupakan predisposisi timbulnya infeksi jamur. Pasien
sebanyak mungkin dianjurkan untuk menghindari panas, serta kelembapan yang berlebihan dan tidak
mengenakan pakaian dalam dari nilon, pakaian yang ketat, serta baju mandi yang basah. Daerah lipat
paha harus dibersihkan, dikeringkan dengan saksama dan bedaki dengan preparat topikal antijamur
seperti tolnaftat (Tinactin) sebagai tindakan pencegahan karena infeksi ini cenderung timbul kembali.

Diagnosis Keperawatan

1.Pruritus b.d. iritasi dermal

2. kebutuhan pemenuhan informasi b.d. tidak adekuatnya sumber informasi, risiko penularan,
ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.

Rencana Keperawatan

Puritus b.d. iritasi dermal

Tujuan: setelah 3× 24 jam terjadi penurunan respons pruritus

Kriteria evaluasi:

- secara subjektif melaporkan keluhan gatal berkurang.

- Lesi diantara jari kaki berkurang

- Integritas jaringan kulit membaik

Intervensi Rasional

Kaji kondisi lesi pada jari kaki Untuk menilai derajat jaringan kulit akibat adanya
lesi dari tinea pedis

Anjurkan untuk merendam kaki pada larutan Selama fase akut (vesikuler) dapat dlakukan
normal saline perndaman bagian yang sakit dengan larutan saline
atau kalium permanganat untuk menghilangkan
krusta,skuama, serta debris dan mengurangi
inflamsi.

Kolaborasi pemberian antifungus Preparat antifungus topical (mikonazol,klotrimazol)


dioleskan pada daerah yang terinfeksi. Terapi
topical dilanjutkan selama beberapa minggu
mengingat angka rekurensi yang tinggi.

Kebutuhan pemenuhan informasi b.d. tidak adekuatnya sumber informasi, risiko penularan ,
ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan

Tujuan: setelah 1× 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.

Kriteria Evaluasi:

- termotivasi untuk melaksanakan program terapi secara komprehensif.

- Terpenuhninya pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan, jadwal kontrol ke dokter ahli
kulit, pencegahan dan perawatan kulit.

- Mengenal perubahan gaya hidup/tingkah laku untuk pelaksanaan program terpai.

- Secara subjektif melaporkan keluhan gatal berkurang.

Intervensi Rasional

Identifikasi sumber-sumber pendukung yang Sumber pendkung seperti keluarga dapat


memungkinkan untuk perawatan di rumah. memberikan dukungan dan pengawasan agar
terlaksananya program perbaikan kulit.

Jelaskan tentang pentingnya pengobatan Pemberian antifungus akan dilanjutkan dirumah


antifungus karena dibutuhkan untuk mengurangi invasi jamur
pada kulit.

Anjurkan untuk selalu menjaga kekeringan pada Sepatu dan kaus kai merupakan lingkungan yan
kaki. menguntungkan bagi hidup jamur, oleh karena itu,
jamur penebab infeksi dapat ditemukan dalam
sepatu atau kaus kai. Oelh karena kelembapan
akan meningkatkan pertumbuhan jamur, maka
pasien harus diberitahukan untuk menjaga
semaksimal mungkin agar kakinya selalu kering,
termasuk daerah antara jari-jari kaki pada malam
hari utnuk menyerap kelembapan. Kaus kai harus
terbuat dari katun yang bersifat menyerap karena
bahan sintetik seperti nilon tidak dapat menyerap
keringat seperti halnya katun, sepatu yang
berlubang memudahkan aerasi kaki. Sepatu atau
kaus yang alasnya terbuat dari plastik atau Karet
harus dihindari. Bedak talk atau bedah antijamur
dapat ditaburkan dua kali sehari untuk menjaga
agar kaki tetap kering. Beberapa pasang sepatu
harus disediakan untuk dikenakan secara
bergantian sehingga sepatu yang sudah dipakai
dapat kerimg sepenuhnya sebelum dikenakan
kembali.

Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake Meningkatkan sistem imun dan pertahanan
makanan yang baik, keseimbangan antara aktivitas terhadap infeksi.
dan istirahat, monitor status kesehatan dan
adanya infeksi.

Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari Dengan mengetahui kondisi ini, maka perlu
orang lain. diperhatikan tindakan higienis rutin seperti
pemakaian alat pribadi.

3. Diagnosa : Nyeri b.d adanya infeksi oleh jamur dermatofit

Tujuan : individu menyatakan peredaanrasa nyeri setelah suatu tindakan

Kriteria hasil: Dalam 1x24 jam derajat nyeri mengalami penurunan.

Intervensi Rasional

Gunakan terapi distraksi, dan metode peredaan Terapi distraksi dapat menurunkan derajat nyeri.
nyeri lainya

Rendam air hangat Memberikan kenyamanan pada bagian yang terasa


nyeri.

Kolaborasi pemberian obat topical maupun Obat topical maupun sistemik untuk
sistemik. menghilangkan jamur
4. Gangguan citra diri b.d perubahan warna pada kuku

Tujuan : Individu dapat mendemontrasikan penerimaan penampilan

Kriteria hasil: Setelah dilakukan intervensi, citra diri pasien kembali seperti semula.

Intervensi Rasional

Beri penjelasan tentang perawatan diri atau Mencegah infeksi dan perubahan kuku lebih lanjut
pemberi perawatan

Biarkan individu mengekspresikan perasaan Meringankan beban yang dirasakan

Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik Agar orang terdekat mampu menerima keadaan
dan emosional pasien.

5.Nyeri dan gatal berhubungan dengan lesi kulit

Intervensi :

- Tenukan penyebab nyeri atau gatal

Rasional : membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan

- Antisipasi reaksi alergi

Rasional : ruam menyeluruh terutama dengan awitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi
obat

- Pertahankan lingkungan dingin

Rasional : kesejukkan mengurangi gatal

- Mengatasi kekeringan (serosis)

Rasional : kulit yang kering menimbulkan dermatitis

- Menjaga agar kuku selalu terpotong pendek

Rasional : mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

Criteria hasil dan tujuan :

- Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman : nyeri atau gatal

- Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat


6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampilan kulit yang tidak bagus

Intervensi :

- Berikan kesempatan pengungkapan perasaan

Rasional : klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami

- Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri

Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi

Criteria hasil dan tujuan :

- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri


- menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri

7. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

Intervensi :

- Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya

Rasional : memberikan rencana penyuluhan

- Peragakan penerapan terapi seperti kompres basah, obat topikal

Rasional : memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi

- Dorong klien agar mendapatkan nutrisi yang sehat

Rasinal : penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit
menandakan status nutrisi yang abnormal

Criteria hasil dan tujuan :

- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit

- Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi

- Memahami pentingnya nutrisi bagi kesehatan kulit


Daftar Pustaka

Lemone, Priscilla dan Karen Burke, 2006, Medical Surgical Nursing : Critic Thinking in Client Care I Ed 3,
Pearson

Rudolph, Abraham M dkk, 2007, Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 2, EGC: Jakarta

Ignatavicius dan Workman, 2008, Medical Surgical Nursing Patient Centered Collaborative Care Vol. 1,
Saunders
ASKEP ISPA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita
oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta
anak bawah lima tahun. Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak,
baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa
bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan
adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita
yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari
seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya
adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk
berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas
penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Untuk
mengurangi terjadinya ISPA pada anak dan balita maka dilakukan deteksi dini oleh masyarakat atau
kader dengan cirri balita dan anak dalam keadaan batuk, sukar bernafas, segera dibawa ke puskesmas
atau UPK terdekat untuk mendapatkan pengobatan.

1.2 Tujuan

- Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien ISPA.

- Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai : Pengkajian klien ISPA Diagnosa yang mungkin
timbul pada klien ISPA Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien ISPA Pelaksaan
tindakankeperawatan pada klien ISPA Evaluasi keperawatan klien ISPA
1.3 Manfaat

- Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita ISPA agar lebih menjaga kesehatannya.

- Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan.

- Sebagai sumber informasi bagi para pembaca.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas
maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai denga
n radang parenkimparu.

o ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran pernafasan yang
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsungsampai 14 hari.

 ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-
organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang
paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih
dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering
terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.

b. Manusia
1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko
mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena
anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

3. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada
anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya
didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah
(1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500
gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar
akibat infeksi pada bayi baru lahir.

5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk
melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin,
bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar
kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaankesehatan anak.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross
sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita.
Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097,
yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika
suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 4 kali.

3. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga.

4. Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia
pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak
yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan
hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.

5. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan
gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran
udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah
timbulnya gangguan pernafasan.

6. Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi
rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun
2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah
menyebabkan 1,3 juta kematian.

7. Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan
kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara
keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.

8. Status Ekonomi dan Pendidikan


Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi
pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status
ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang status ekonominya rendah.

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.

a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis.

b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai
dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.

2.2 Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteripenyebabnya antara lain dari g
enus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus pe
nyebabnya antara laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,herpe
svirus.Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranyabakteri stafilokokus
dan streptokokus serta virus influenza yang di udara
bebasakan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan dan
hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun yang
kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadianISPA


pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi
lingkungan.

Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:


1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan
untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas
cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).

Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat.

2.3 Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan
sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )
2.4 Tanda dan gejala

- Pilek biasa

- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung

- Kadang bersin-bersin

- Sakit tenggorokan

- Batuk

- Sakit kepala

- Sekret menjadi kental

- Demam

- Nausea

- Muntah

- Anoreksia

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan
atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa
panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat
dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis
dan pneumonia (radang paru).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala
yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin
berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian
mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang
sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

 Tanda-tanda klinis

a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,
napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,
kejang dan coma.

Tanda-tanda laboratoris

a. Hypoxemia

b.Hypercapnia dan

c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur
kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan
dingin.

2.5 patofisiologi

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golonganAir Borne
Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi relatif
jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan
alveoli.

Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah infeksi,
refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun,
terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang
menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.

Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang terperangkap di
dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan.
Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas, maka
mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting (system imum) untuk
mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.

Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya misalnya
makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung.
Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau mikroorganismenya sangat
virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium:

Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:

a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%

b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3

c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3

d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.

2.7 Penatalaksanaan

1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.

2. Antibiotik :

- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus


- Menurut WHO :

Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin, Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat :


Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.

- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

2.9 Komplikasi

SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh sendiri dalam 5 ±
6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan
perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban tuba
eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan berlanjut pada kematian karena
danya sepsis yang meluas.( Whaley and Wong, 2000 ).

BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1. Pengkajian

 Pengkajian

Riwayat kesehatan:

- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).

- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).

- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit sepertiyang dialaminya
sekarang).
- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit seperti
penyakit klien).

- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).

Pemeriksaan fisik :

Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:

a. Inspeksi :

- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif

- Tidak ada jaringan parut pada leher

- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasancuping hidung.

b. Palpasi :

- Adanya demam.

- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus limfe
servikalis.

- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid


c. Perkusi :

o Suara paru normal (resonance).

d. Auskultasi :

o Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

Ø PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):

ü Identitas Pasien.

ü Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).

ü Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika,
2009).

ü Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah
yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).

Riwayat Kesehatan :

1) Keluhan Utama:

Klien mengeluh demam.

2) Riwayat penyakit sekarang:


Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan
sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

3) Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.

4) Riwayat penyakit keluarga:

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

5) Riwayat sosial:

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.

Pemeriksaan Persistem

B1 (Breath) :

· Inspeksi :

o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.

o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.

o Tampak batuk tidak produktif,

o Tidak ada jaringna parut pada leher,

o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea,
dan hiperventilasi.

· Palpasi :

o Adanya demam.

o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.

· Perkusi :

o Suara paru normal (resonance).

· Auskultasi :

o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi.

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan
penciuman.

B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan
pada tenggorokan.

B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).

Pemeriksaan Penunjang :

1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman.

2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.

3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.


3.2 Diagnosa keperawatan

1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan :

- suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.

- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi panas, peningaktan


panas, dan kehilangna panas).

Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal

Nadi : 60-100 denyut per menit

Tekanan darah : 120/80 mmHg

RR : 16-20 kali per menit

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan :

- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BBnormal.

- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

- Nutrisi kembali seimbang

Kriteria hasil : A. Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

Berat badan tidak turun (stabil)

B. Biokimia:

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)

- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)


C. Clinis:

- Tidak tampak kurus

- Rambut tebal dan hitam

- Terdapat lipatan lemak subkutan

D. Diet:

- Makan habis satu porsi

- Pola makan 3X/hari

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol

Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanansekunder (adanya infeksi penekanan
imun).

Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi

Meminimalisir penularan infeksi lewat udara

Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA

3.3. Intervensi

1. Intervensi:

a.Observasi tanda-tanda vital

b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat

menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.

d. Atur sirkulasi udara

e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari

f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.


g. Kolaborasi dengan dokter:

- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

- Antipiretika

Rasionalisasi:

a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukanperkembangan perawatan selanjutnya.

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proseskonduksi/perpindahan panas dengan


bahan perantara.

c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan menyerap
keringat.

d. Penyediaan udara bersih.

e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.

g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas.

2. Intervensi:

a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c. Tingkatkan tirah baring

d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuaikebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.

b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, danmenyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.

e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.

3. Intervensi:

a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ),


faktoryang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dankarakteristiknya.

b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu,


bahankimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:

a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.

b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.

c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.


d. Kortikosteroid digunakan untuk
mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik u
ntukmengurangi nyeri.

4. Intervensi:

a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah


usia 2 tahun,lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A danmineral seng atau a
nti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:

a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.

b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaikipertahanan klien terhadap


infeksi, meningkatkan penyembuhan.

c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.

e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi


dengankultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.
3.3 Implementasi Keperawatan

I . Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

1. Mengukur tanda tanda vital

2. Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin

3. Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan tipis

4. Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu

II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

1. Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien

2. Membuat catatan makanan harian

3. Monitor lingkungan selama klien makan.

4. Monitor intake nutrisi

III . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil

1. Tingkatkan istirahat

2. Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur

3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.

IV . Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder

1. Membatasi pengunjung

2. Mempertahankan teknik isolasi

3. Memperbanyak istirahat

3.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.

2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

3. Nyeri hilang atau terkontrol.

4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan :

Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia, yangterdiri
dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari faktor kelembaban
udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar untuk memasak, dan keberadaan
perokok.

Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu, demam, disertai batuk
dan pilek selama 5hari, sakit tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis akutsetelah di periksa
dokter

4.2 Saran :

1. Bagi orang tua hindarilah faktor resiko yang dapat meningkatkankejadian ISPA pada anak, kecuali
faktor resiko yang tidak dapatdiubah seperti umur dan jenis kelamin.

2. Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangandan lingkungan


DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.

Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

Achmadi, U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan Depkes RI,
Jakarta. Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita.

.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BRONKITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BRONKITIS

1. Definisi

· Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran pernafasan (bronkhus). Bronkitis berarti infeksi pada
broncus, yakni adanya inflamasi lapisan mukosa jalan nafas trakea bronchial yang secara terus-menerus
memproduksi mucus yang berlebihan, juga peningkatan progresif pada batuk produktif dan dispnea.

Bronkhtis dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Bronkhitis Kronis

2. Bronkhitis Akut

· Bronkitis kronis adalah kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun yang disertai dengan batuk
hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak ± 3 bulan dalam 1 tahun dan terjadi paling sedikit selama
2 tahun.

· Bronkitis akut adalah suatu peradangan bronkhi dan kadnag-kadang mengenai trakea.

2. Etiologi

Ada 2 jenis penyebab bronkhitis yaitu :

1. Infeksi : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, hemphilus influenzae.

2. Rangsang, asap pabrik, asap mobil, asap rokok.


3. Patofisiologi

Bronkhitis terjadi karena adanya penebalan dan ekekauan mukosa bronkhus akibat dari
vasodilatasi bendungan dan edema, sehingga area mukosa dapat terinfiltrasi dengan leukosit, makrofag
dan leukosit poti morfonuklean yang mengakibatkan sekresi yang berlebihan ditambah penyempitan
jalan nafas yang menyebabkan obstruksi pertama pada ekspirasi maksimal dan selanjutnya aliran udara
inspirasi maksimal yang mengakibatkan terjadinya sesak.

Penyempitan juga terjadi pada saluran nafas kecil yang berdiameter 2 mm menjadi lebih sempit,
berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan terjadi karena metaplasia sel goblet. Begitu pula dengan
saluran nafas besar menyempit karena hipertropi dan hyperplasia kelenjar mucus.

4. Manifestasi Klinis

- Batuk produktif dengan dahak purulen.

- Demam

- Suara serak.

- Ronchi terutama sewaktu inspirasi.

- Nyeri dada kadang-kadang timbul.

- Dispnea.

5. Pemeriksaan Diagnostik

- Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbondioksida
arteri.

- Pemeriksaan sinar x-thorax dapat membuktikan adanya bronkitis kronik.

- Pemeriksaan fungsi paru mungkin menunjukkan adanya abstruktif jalan nafas.

6. Penatalaksanaan

1. Penyuluhan kepada klien tentang bahaya merokok.

2. Terapi antibiotik terutama pada musim dingin untuk mengurangi insiden infeksi saluran napas
bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkat pembentukan mukus dan pembengkakan.

3. Peningkatan asupan cairan dan ekspekstorran untuk mengencerkan dahak.

4. Pengelolaan sehari-hari untuk mengurangi obstruksi jalan pernafasan dengan cara pemberian
bronkodilator.
5. Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.

7. Komplikasi

1. Hipertensi paru.

2. Dapat timbul kanker paru.

3. Pneumenia.

4. Kegagalan pernafasan.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

Kaji biodata mulai dari nama, alamat, usia, pendidikan, agama.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan pada klien. Apakah klien pernah atau sedang menderita suatu penyakit lainnya dan
pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan tanyakan juga tindakan apa saja yang telah
dilakukan serta obat apa saja yang telah dikonsumsi.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien pada umumnya mengeluh sering batuk, demam, suara serak dan kadang nyeri dada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit klien. Dan tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang mempunyai penyakit berat
lainnya.

5. Aktivitas sehari-hari di rumah

Kaji pola makan, minum, eliminasi BAB, eiminasi BAK, istirahat tidur dan kebiasaan klien.

6. Riwayat Psikososial-Spiritual

Psikologis : apakah klien menerima penyakit yang dideritanya atau menarik diri ?

Sosial : bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan sekitar sebelum dan selama sakit dan
apakah klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru (rumah sakit) ?

Spiritual : apakah dan bagaimana klien mengerjakan ibadahnya saat sakit ?


7. Pemeriksaan Fisik

a. - Keadaan umum

- Tingkat keamanan

- GCS

- Tanda-tanda vital

Tekanan darah :

Suhu :

Nadi :

Repsirasi rate :

b. Pengkajian per sistem

a. Kepala dan leher

Kepala : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.

Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.

Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.

Telinga : Kaji

Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.

Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.

b. Sistem Integumen

Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.

Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.

Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.

c. Sistem Pernafasan

Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk dada barrel chest, kifosis.

Palpasi : Iga lebih horizontal.

Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan, biasanya terdengar ronchi.
d. Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.

Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.

Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.

e. Sistem Pencernaan

Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.

Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan

Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani

Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.

f. Sistem Reproduksi

Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.

g. Sistem Pergerakan Tubuh

Kaji kekuatan otot klien.

h. Sistem Persyaratan

Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.

i. Sistem Perkemihan

Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh peningkatan produksi
sputum.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sputum).

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenai sumber
informasi.

C. Intervensi Keperawatan / Perencanaan

Diagnosa Keperawatan I
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas dengan bunyi napas bersih / jelas.

Kriteria hasil : - Meningkatkan pertukaran gas pada paru.

- Menurunkan kekentalan sputum.

Intervensi

1. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/o : batuk yang tidak terkontrol tidak efektif dapat menyebabkan frustasi.

2. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan fiskositas sputum.

R/o : Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat mneyebabkan sumbatan mukus.

3. Auskultasi paru-paru sesudah dan sebelum tindakan.

R/o : Membantu evaluasi kebersihan tindakan.

4. Ajarkan atau ebrikan perawatan mulut setelah batuk.

R/o : Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

Diagnosa Keperawatan II

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan anfas oleh peningkatan produksi
sputum.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normal
dan bebas gejala distres pernafasan.

Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.

Intervensi

1. Kaji frekwensi dan kedalaman pernafasan.

R/o : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan atau kronisnya proses penyakit.

2. Dorong pengeluaran sputum, pengisapan bila di indikasikan.

R/o : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas ada jalan
nafas kecil.

3. Awasi tingkat kesadaran

R/o : Gelisah dan ausitas adalah manifestasi umum pada hipoksia.


Diagnosa Keperawatan III

Resiko tinggi terhadap infekis berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sputum)

Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.

Kriteri hasil : klien dapat menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman.

Intervensi

1. Kaji suhu tubuh klien.

R/o : demam dapa terjadi karena infeksi aau dehidrasi.

2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering.

R/o : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya
infeksi paru.

3. Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R/o : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.

Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenai sumber
informasi.

Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.

Kriteria hasil : klien dapat melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.

Intervensi

1. Jelaskan proses penyakit pada klien dan keluarga.

R/o : menurunkan ansietas dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

2. Doorng klien untuk latihan nafas dan batuk efektif.

R/o : unutk meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.

3. Ajarkan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi.

R/o : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut yang dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
4. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang terinfeksi saluran pernafasan.

R/o : Menurunkan resiko terularnya infeksi saluran nafas atas.

D. Evaluasi

1. Apakah ketidak efektifan bersihan jalan nafas pasien kurang ?

2. Apakah kerusakan pertukaran gas dapat teratasi ?

3. Apakah terjadinya resiko tinggi infeksi dapat teratasi ?

4. Apakah kurangnya pengetahuan / informasi klien berkurang ?

Diposting oleh anggy selalu ada.com di 23.22

Reaksi:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Penyebab

1. Keturunan

 Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi
saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-
68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

2. Endokrin

 Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.

3. Metabolisme

 Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas
agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan
stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat


 Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak,
tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem
atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

5. Teori Adolf Meyer

 Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

6. Teori Sigmund Freud

 Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler

 Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi
dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lain

 Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara
lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti
lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

9. Ringkasan

 Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor
keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau
faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya
tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia
yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek

 Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia

 Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-
25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme
atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.

3. Skizofrenia Katatonia

 Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress
emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid

 Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan
afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia akut

 Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.

6. Skizofrenia Residual

 Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

 Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi
(skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh
tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik

1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;

 Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).

 Tidak terdapat waham yang sistemik

 Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.

2. Gejala Klinik : Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :

 Inkoherensi yang jelas

 Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.

 Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.

 Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu
kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.

 Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar.

 Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.

 Berbagai perilaku tanpa tujuan.

Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa
remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

Konsep Dasar Halusinasi

Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan
rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada
orang yang bicara.

Proses terjadinya halusinasi

1. Fase pertama

 Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat
di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya
menolong sementara.

2. Fase kedua

 Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.

3. Fase ketiga.

 Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

4. Fase keempat

 Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut,
tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan

Tanda – tanda halusinasi

Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba –
tiba, arah gelisah.

Jenis halusinasi
1. Halusinasi dengar

 Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada


sumbernya disekitarnya.

2. Halusinasi terlihat

 Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.

3. Halusinasi penciuman

 Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.

4. Halusinasi kecap

 Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.

5. Halusinasi raba

 Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.

Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada
pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara
pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi
pengkajian meliputi :

 Identitas klien

 Keluhan utama/alasan masuk

 Faktor predisposisi

 Dimensi fisik / biologis

 Dimensi psikososial

 Status mental

 Kebutuhan persiapan pulang


 Mekanisme koping

 Masalah psikososial dan lingkungan

 Aspek medik

Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif, sedangkan data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data
subyektif.

Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap
kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah
dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah :
Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas
masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien
yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang
merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan
perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori/halusinasi

Tujuan Umum :

 Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.

Tujuan khusus :
1. Klien dapat hubungan saling percaya :

a. Bina hubungan saling percaya

 Salam terapeutik

 Perkenalan diri

 Jelaskan tujuan interaksi

 Ciptakan lingkungan yang tenang

 Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).

b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus,
memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;

 Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ?

 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.


 Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.

 Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien tentang ;

 Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.

 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila
jengkel / sedih).

e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih /
senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi
(tidur/marah/menyibukkan diri)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.

c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :

 Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).

 Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan
halusinasinya.

 Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

 Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila
berhasil.

f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :

a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)

 Gejala halusinasinya yang dialami klien

 Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi

 Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, berpergian bersama

 Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak
terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :

 Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.

 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya.

 Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

 Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.

 Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar
waktu)

2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).
Tujuan Umum :

 Klien dapat melakukan komunikasi verbal

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

b. Jangan membantah dan mendukung waham klien.

 Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima.

 Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi
ragu dan empati.

 Tidak membicarakan isi waham klien.

c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindung.

 Gunakan keterbukaan dan kejujuran

 Jangan tinggalkan klien sendirian

 Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.

2. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki

 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realitas.

 Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.

 Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari – hari)

 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.
3. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi :

 Observasi kebutuhan klien sehari – hari.

 Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS.

 Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.

 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas klien).

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :

 Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu)

 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas

 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

5. Klien dapat dukungan keluarga :

 Gejala waham.

 Cara merawatnya.

 Lingkungan keluarga.

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar

 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat
penghentian.

 Diskusikan perasaan klien setelah minum obat

 Berikan obat dengan prinsip 5 tepat

3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Umum :

 Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat

Tujuan Khusus :

1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri


 Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya.

 Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati.

 Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya.

 Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri

 Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.

2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.

 Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien

 Diskusikan dengan keluarga

 Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.

 Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh fakor
eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (
eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007).

DERMATITIS lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis
tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian,
penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen
(penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda.

Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala berbeda:

1.Contact Dermatitis

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada
kulit. (Adhi Djuanda,2005)

Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terd Eapat pada
tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk,
penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah
satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau
pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2.Neurodermatitis

Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-
ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)

Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter
sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores
kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul
pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.

3.Seborrheic Dermatitis

Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga
serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi
mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.

4.Stasis Dermatitis

Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai
bawah. (Adhi Djuanda,2005)

Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna
menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di
bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.

5.Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).kelainan
kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)

Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di
lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa
bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa. (ros/Detikhealth).

2.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis
kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak
datang berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun
sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.

2.3 Etiologi

Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :


a. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ),
mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).

b. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh : detergen,asam,
basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari
dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.(Adhi Djuanda,2005).

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi penyebab eksim.
Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-
pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti
goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit
muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa
panas saat disentuh dan .Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus.
Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

2.4 Faktor Predisposisi

a. Keringnya kulit.

b. Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.

c. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak dengan pakaian
berlapis.

d. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.

e. Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.

f. Virus dan infeksi lain.

g. Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

2.5 Gejala klinis

Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya bergantung pada
stradium penyakitnya.

a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.

b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

2.6 Patofisologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja kimiawi atau fisik.
Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis. Ada 2 jenis bahan iritan yaitu:
iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil
pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa nyeri yang
timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan
gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.

1. Dermatitis Kontak

Terdapat 2 tipe dermatitis kontak yang disebabkan oleh zat yang berkontak dengan kulit yaitu dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.

· Dermaitis Kontak Iritan : Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi cukup,
umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit
menebal disebut skin hardering.

· Dermatitis Kontak Alergik : Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi hipersensitivitas.
Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan di daerah lain.

2. Dermatitis Atopik

Bersifat kronis dengan eksaserbasi akut, dapat terjadi infeksi sekunder. Riwayat stigmata atopik pada
penderita atau keluarganya.

3. Dermatitis Numularis

Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler, dengan diameter bervariasi 5 – 40
mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.

4. Dermatitis Statis

Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang dan melebar. Terlihat berkelok-
kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul
keluhan rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi
eritrosit dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat
garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti jaringan ikat sehingga kulit
teraba kaku, warna kulit lebih hitam.

5. Dermatitis Seiboroika

Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama kering, basah atau kasar; krusta
kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang
telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum.Pada kulit
kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah disebutpytiriasis steatoides ;
disertai kerontokan rambut. Lesi dapat menjalar ke dahi, belakang telinga, tengkuk, serta oozing
(membasah), da menjadi nkeadaan eksfoliatif generalisata. Pada bayi dapat terjadi eritroderma
deskuamativa atau disebut penyakit Leiner.

2.7 Klasifikasi

2.7.1 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

a. Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )

Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit atau dermatitis
kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi
yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif
atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :

· Dermatitis kontak iritan

Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa
dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan
selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu
serta kelembaban.

Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor
individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih
mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih
banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari
hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang
paling sering terkena.

· Dermatitis kontak alergik.


Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik ( bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:

a. Fase sensitisasi

Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel langerhans
denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans
dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan yang dapat berasal dari
alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia
inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari
sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan
menurunkan potensi sensitisasi.

b. Fase elisitasi

Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten
akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR,
kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan
kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses
aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa
vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan
dorsal tangan.

· Dermatitis kontak fototoksik

Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan
bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan.

· Dermatitis kontak fotoalergik

Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen untuk
menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.

b. Dermatitis Atopik

Merupakan peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe
gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai
sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak.
Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi
tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah
pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan
utama mencari bantuan.

c. Dermatitis medikamentosa

Merupakan kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang kulit karen
pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak,
ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.

2.7.2. Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :

a. Dermatitis papulosa.

b. Dermatitis vesikulosa.

c. Dermatitis madidans.

d. Dermatitis eksfloliative

2.7.3 Berdasarkan bentuknya, dermatitis diklasifikasikan menjadi :

a. Dermatitis numularis

Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.

Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa vesikel dan
papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping.
Membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan
berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan
ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.

2.8 Pemeriksaan fisik

a. Kulit

Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.

1. Inspeksi

· Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.

· Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:• Makula: suatu bercak yang nampak berwarna
kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau
campak.

· Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya: crysipelas.

· Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya gigitan.

· Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, misalnya cacar air , herpes
simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut bula, misalnya luka bakar.

· Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi kuman
staphilococcus (bisul ).

· Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.

· Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.

· Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.

· Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan
penurunan elastisitas jaringan kulit.

· Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa karena
bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu cicatrix bekas irisan kulit
pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG.

· Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran kurang
dari 1 cm.

· Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna
merah, biru, ungu sampai biru.

· Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu daerah kulit
dengan batas tegas.

· Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya.

· Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada kulit
sekitarnya.

· Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.

· Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh darah setempat
yang biasanya kongenital.
· Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas bentuk dan
arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita sirosis hepatis.

· Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.

· Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil, orang- orang
yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini karena regangan kulit yang melebihi
ekstisitisitasnya).

· Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal sampai lumbal, bayi-
bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.

· Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang terjadi akibat
menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal ”bedak” ureum.

· Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar kuku karena
kurangnya Hb.

· Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 % akibat
kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan.

· Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan sklera mata
karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.

2. Palpasi

Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman ) kemudian kelembabannya,
psien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.

a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada defisiensi vitamin
A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi ) akibat popok
bayi.

b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula
menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.

c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura tulang-tulang iga
atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada.

d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes Tempel Terbuka.


Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut
sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka
adalah alergen yang menguap.

b. Tes Tempel Tertutup.

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian
tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan
dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

c. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan
yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai
alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu
baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari
dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada
sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam
agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya
penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut
kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih
berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat
mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel
misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat
perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita
diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri.
Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita
diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini
dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya
dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan
berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi
makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut
belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

2.10 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang
sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
a. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik.
Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di
ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan
deterjen.

b. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

c. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila
basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit,
makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim
atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering
superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa
topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat
reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi
spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans,
sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel
T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang
terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.

Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan
mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam
setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.

2. Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel
panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat
diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3. Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya
absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.

4. Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida
sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan
antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5. Imunosupresif topikal

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus
bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4
tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit
dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat
askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya
sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding
dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara
topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

6. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus
sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :

1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat
pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan
adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.

2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan
terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR
pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a
dan MCAF.

3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi
sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit
serta menghambat ekspresi ICAM-1.

4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel
Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.

5)FK 506 (Takrolimus)

Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r,
TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin.
Dapat juga diberikan secara topikal.

6)Ca++ antagonis

Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.

7)Derivat vitamin D3

Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-
mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.

8)SDZ ASM 981

Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara
topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

2.11 Diet

Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional. Alergi makanan
yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien
dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP (
Tinggi Kalori Tinggi Protein).

a. Tujuan diet dermatitis:


· Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas
serangan, mengurangi frekuensi serangan.

· Mencapai status gizi yang optimal.

b. Syarat diet dermatitis:

· Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.

· Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.

c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:

· Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong.

· Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur hewan
tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur
penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.

· Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka, kurma,
peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan
pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.

Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya
sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis
kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak
alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun
dermatitis kontak alergik lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa
tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.

Bangsa kaukasian lebih sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga timbul pada
bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan merupakan hal penting terhadap
tingginya insiden dermatitis kontak.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang.

1. Keluhan Utama

Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluhkulitnya terasa gatal serta nyeri.Gejala yang
sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang
timbul.

2. Riwayat keluhan utama.

Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus dematitis
kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang
diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien .

a. Provocative/palliative.

· Apa penyebab keluhan,


Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan
kerusakan pada kulit.

· Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan menjauhi
sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang.

b. Quality/quantity

· Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar

Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada daerah yang
terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan.

· Sejauh mana sakit dirasakan

Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama kontak zat
dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit.

c. Region/radiation

· Dimana letak sakit

Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab .

· Area penyebarannya

Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik perhiasan.

d. Severitty scale

· Apakah mempengaruhi aktifitas

Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit.

· Seberapa jauh skala ringan/berat.

Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya.

e. Timing

· Kapan mulai terjadi.

· Kapan sering terjadi.

· Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan

3. Riwayat Kesehatan masa Lalu


Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi
serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.

4. Riwayat Kesehatan keluarga.

Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi tidak
pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-
kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopik

3.1.3 Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Ringan, sedang, berat.

2. Tingkat Kesadaran

· Kompos mentis.

· Apatis.

· Samnolen, letergi/hypersomnia.

· Delirium.

· Stupor atau semi koma.

· Koma

Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis kontak termasuk tidak
berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini
jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.

3. Tanda-tanda vital

· Tekanan darah

· Denyut nadi

· Suhu tubuh

· Pernafasan

4. Berat Badan

5. Tinggi Badan

6. Kulit.
a. Inspeksi

· radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).

· kemerahan (rubor),

· gangguan fungsi kulit (function laisa).

· biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak
atau beturut-turut.

· terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.

· Terdapat bula atau pustule,

ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.

· terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai
sekuele telihat

· hiperpigmentasi tau hipopigmentasi.

b. Palpasi

· Nyeri tekan

· edema atau pembengkakan

· Kulit bersisik

7. Keadaan Kepala

a. Inspeksi

tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.

b. Palpasi

Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.

8. Keadaan mata

a. Inspeksi

· Palpebrae : tidak edema, tidak radang

· Sclera : Tidak ictertus

· Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan


· Pupil : Isokor

b. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan

Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada

9. Keadaan hidung.

a. inspeksi

- simetris kiri dan kanan

- Tidak ada pembengkakan dan sekresi

- Tidak ada kemerahan pada selaput lendir

b. Palpasi

- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak ada benjolan/tumor

10. Keadaan telinga

· inspeksi

- telinga bagian luar simetris

- tidak ada serumen/cairan, nanah

3.2 Pemeriksaan Diagnostik

a. Biopsi kulit.

b. Uji temple.

c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus.

d. Uji kultur dan sensitivitas.

3.3 Pola Kegiatan Sehari-hari

3.3.1 Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi maka/hari, nafsu
makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dalam sehari serta apakah ada
perubahan.
3.3.2 Eliminasi

Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti frekuensi,warna dan konsistensi
baik sebelum dan sesudah sakit

3.3.3 Aktivitas

Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam aktifitas karena
adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami gangguan dalam pemenuhan
aktifitas sehari-hari.

3.3.4 Istirahat

Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri. Adanya gangguan
pola tidur akibat gelisah, cemas.

3.3.5 Pola Interaksi social

Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya terganggu
biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.

3.3.6 Keadaan Psikologis

Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya klien lebih suka
menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa
hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,
bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola interaksi dengan tenaga
kesehatan & lingkungan.

3.3.7 Kegiatan Keagamaan

Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya dan
pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien menganut
agama apa selama sakit klien sering berdoa.

3.4 Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

b. Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit.

c. Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus.

d. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.

e. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.

f. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit.
3.5 Rencana Keperawatan

No. Dx. Keperawatan Tujuan, Kriteria Hasil Rencana Tindakan

1. Ganguan integritas Tujuan : 1. Lakukan inspeksi lesi


kulit, setiap hari.
Integritas kulit pasien
ditandai dengan : kembali utuh 2. Pantau adanya
tanda-tanda infeksi.
DS : - Kriteria hasil :
3. Ubah posisi pasien
DO : Pada seluruh Kulit utuh, eritema dan
tiap 2-4 jam.
tubuh terdapat skuama hilang
pateh erythermatas 4. Bantu mobilitas
dengan skuama Krusta menghilang pasien sesuai kebutuhan.
tebal, berwarna Daerah axilla dari inguinal 5. Pergunakan sarung
putih dan tidak mengalami maserasi tangan jika merawat lesi.
mengelupas.
6. Jaga agar alat tenun
selau dalam keadaan
bersih dan kering.

7. Libatkan keluarga
dalam memberikan
bantuan pada pasien

2. Resiko infeksi, Tujuan : 1. Lakukan tekni aseptic


ditandai dengan : dan antiseptic dalam
Tidak terjadi infeksi melakukan tindakan
DS : - pada pasien.
Kriteria hasil :
DO : Seluruh tubuh 2. Ukur tanda vital tiap
berwarna Hasil pengukuran tanda
vital 4-6 jam.
kemerahan dengan
skuama berwarna dalam batas normal. 3. Observasi adanya
putih diatasnya dan tanda-tanda infeksi.
mengelupas - RR :16-20 x/menit
4. Batasi jumlah
- N : 70-82 x/menit pengunjung.

- T : 37,5 C 5. Kolaborasi dengan


ahli gizi untuk pemberian
- TD : 120/85 mmHg
diet TKTP.
Tidak ditemukan tanda-
6. Libatkan peran serta
tanda infeksi (kalor,dolor,
rubor, tumor, infusiolesa) keluarga dalam
memberikan bantuan
Hasil pemeriksaan laborat
pada klien
dalam batas normal
Leuksosit darah : 5000-
10.000/mm3

3. Gangguan konsep Tujuan : 1. Berikan support pada


diri,b.d kerusakan pasien untuk menerima
Pasien tidak mengalami
kulit keadaannya.
gangguan konsep diri
Ditandai dengan : body image 2. Kaji persepsi pasien
tentang gambaran
DS : Pasien Kriteria hasil : dirinya.
menyatakan
“mengapa saya Pasien tidak menarik diri 3. Jaga komunikasi yang
kelihatan aneh dari kontak social baik dengan pasien dan
seperti ini?” Pasien mau berpartisipasi bantu pasien untuk
dalam perawatan dirinya berkomunikasi dengan
DO : Pasien sering orang lain.
menutupi tubuhnya Ekspresi wajah pasien
dengan selimut dan tidak menunjukkan tanda 4. Catat adanya tingkah
menyendiri berduka laku non-verbal atau
tingkah laku negative.

5. Libatkan keluarga
untuk meningkatkan
konsep diri pasien.

6. Evaluasi sikap dan


mekanisme koping
pasien

3.6 Evaluasi

a. Diagnosa I

1. Tidak adanya maserasi.

2. Tidak ada tanda – tanda cedara termal.

3. Tidak ada infeksi.

4. Memberikan obat topikal yang diprogramkan


b. Diangnosa II

1. Mencapai peredaran gangguan rasa.

2. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.

3. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.

4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.

5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.

6. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.

c. Diagnosa III

1. Mencapai tidur yang nyenyak.

2. Melaporkan peredaran rasa gatal.

3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

4. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.

5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

d. Diagnosa IV

1. Mengalami Mengembangkan peningkatan kemampuan untuk menerima diri sendiri.

2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.

3. Melaporkan perasaan dalam mengendalikan situasi.

4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri

5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang sehat.

6. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.

7. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan


penampilan.

e. Diagnosa V

1. pola tidur / istirahat yang memuaskan.

2. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit. Memiliki
pemahaman terhadap perawatan kulit.

4. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang
dilakukan.

5. Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang diprogramkan.

6. Gunakan obat tropikal dengan tepat.

7. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

f. Diagnosa VI

1. Tetap bebas dari infeksi.

2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan mencegah


kerusakan.

3. Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.

4. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan.

5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut ).
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan
satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian
akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling
sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan
telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998).
Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat
penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan
berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.

CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk
Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan
terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut
penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole,
Hess,1998).

Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan Keperawatan pada
pasien dengan CHF.

B. Tujuan penulisan

1.tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mampu menerapakan asuhan keperawatan pada tn.
F dengan kasus CHF di ruangan cempaka atas RSUP Persahabatan Jakarta timur.

2. tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dalam penulisaj ini adalah sebagai berikut :


a. Dapat melakukan pengkajian pada tn. F dengan kasus CHF dan dapat mengetahui masalah yang
dihadapi oleh klien

b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan pada tn F sesuai dengan data-data yang berhasil didapat
selama pengkajian

c. Dapat menentukan perencanaan keperawatan pada tn F dengan kasus CHF

d. Dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan


kebutuhan klien

e. Dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam penerapapan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan kepada Tn F dengan kasus CHF

f. Dapat mendokumentasikan hasil dari


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama
defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme
kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung
dalam fungsi pompanya.

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan
ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.
Defenisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak
memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung
kongetif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal
sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal
jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.

B. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun
didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan
yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru.
Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja
terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang
memicu terjadinya gagal jantung.

C. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan
terjadi kongestif sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi
fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi
otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya
aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-
aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.

Pathway

Disfungsi miocard beban sistol kebutuhan metabolisme

Kontraktilitas preload beban kerja jantung

Hambatan pengosongan ventrikel

Beban jantung
Gagal jantung kongestif

Gagal pompa ventrikel

Forward failure backward failure

Curah jantung ( COP) Tekanan vena pulmo

Suplai drh kejaringan renal flow tekanan kapiler paru

Nutrisi & O2 sel pelepasan RAA edema paru

Metabolisme sel retensi Na & air Gg. Pertukaran gas

Lemah & letih edema

Intoleransi aktifitas kelebihan volume cairan

D. Penanganan

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi
selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun
gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-
gejala timbul pada saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai
mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju
gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan
yang lebih agresif .

Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana namun sangat tepat
dalam penanganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jangan sampai memaksakan larangan yang
tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah diketahui bahwa kelemahan otot
rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas
juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan
padapembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala.
E. Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin
terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventricular.

2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur


katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.

3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontraktilitas.

BAB III KAJIAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik . Karenanya diagnostik dan terapeutik berlanjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan
morbiditas dan mortalitas.

1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas,
dispnea pada saat istirahat.

b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung ,
endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda :

1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3) Irama Jantung ; Disritmia.


4) Frekuensi jantung ; Takikardia.

5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6) posisi secara inferior ke kiri.

7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9) Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianosis.

11) Punggung kuku ; pucat atau sianosis dengan pengisian

12) kapiler lambat.

13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting

16) khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego

a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial
(pekerjaan/biaya perawatan medis)

b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.

4. Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.

5. Makanan/cairan

a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,


pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang
telah diproses dan penggunaan diuretik.

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene

a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

8. Nyeri/Kenyamanan

a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit dan perilaku melindungi diri.

9. Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

b. Tanda :

1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan.

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa


pembentukan sputum.

3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

10. Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

11. Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

12. Pembelajaran/pengajaran

a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran


kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan


inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan struktural, ditandai dengan ;

a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG

b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

c. Bunyi ekstra (S3 & S4)

d. Penurunan keluaran urine

e. Nadi perifer tidak teraba

f. Kulit dingin kusam

g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan

Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan episode dispnea, angina, Ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi

a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

b. Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah keserambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.

c. Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis,
pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

d. Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh
tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.

f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan
umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital,
adanya disritmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria evaluasi :

Klien akan : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.

Intervensi

a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretik dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan
pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama


aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.

c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi
jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi,

Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran,
bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.

c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.

d. Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

e. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

g. Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan membran kapiler-
alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi,


Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

a. Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk


intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema
dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria evaluasi

Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah


kerusakan kulit.

Intervensi

a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

b. Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.

d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.


Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan
dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal,
ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Tujuan/kriteria evaluasi

Klien akan :

a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.

b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi

a. Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan.

b. Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.

d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. F DENGAN KASUS CHF

DI CEMPAKA BAWAH RSU PERSAHABATAN

JAKARTA TIMUR
A. Pengkajian

I. Identitas Klien

a. Nama : Tn. F

b. Umur : 42 Tahun

c. Jenis kelamin : Pria

d. Agama : Islam

e. Alamat : Jl. Rawa Kuning Kel. Pulo Gebang Kec. Cakung Jakarta Timur

f. Suku : Batak

g. Pekerjaan : Buruh

h. MRS : 09 – 04 – 2012 jam 23:07

i. Pengkajian : 10 – 04 - 2012

j. Register : 001342977

k. Diagnosa medis : CHF

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Alasan utama MRS : Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS

Keluhan Utama :

Klien mengeluh nyeri dada 3 minggu sebelum MRS, timbul terutama saat batuk dan sesak nafas sejak 2
hari sebelum MRS, dan apabila melakukan aktifitas sehari-hari bertambah sesak, tidak berkurang
dengan pemberian obat dari dokter( nama lupa) serta tidur menggunakan bantal lebih dari 2. Pada
tanggal 9 April 2012 klien dibawa ke IGD RSU Persahabatan dan dibawa ke ruang Cempaka Atas

III. Riwayat Penyakit Terdahulu


Sekitar 5 tahun yang lalu klien menderita hipertensi sejak itu klien kontrol ke RSU Persahabatan tapi
tidak rutin

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipertensi,jantung atau DM

V. Pola Kegiatan Sehari-hari

a. Nutrisi

Sebelum MRS klien makan 3x Sehari dengan porsi cukup saat MRS pemenuhan nutrisi diit jantung III
dengan 1700 kal, minum 750 cc/24 jam, kesulitan menelan tidak ada, keadaan yang mengganggu nutrisi
tidak ada. Setelah MRS pasien mengatakan perut semakin membesar, mudah kenyang, makan < 1 piring,
nafsu makan baik

b. Pola Eliminasi

BAB BAK

Frekuensi : 1x/2 hari Frekuensi : 5/6 x / hari

Warna dan bau : coklat Warna dan Bau : kuning

Konsistensi : Lunak Keluhan :-

Keluhan :-

c. Pola Tidur dan Istirahat

Sebelum MRS Setelah MRS

Tidur

Frekuensi : 2x / hari Frekuensi : 2x / hari

Jam tidur siang : 4 – 5 jam / hari Jam tidur siang : 4 – 5 jm/hr Jam tidur malam: 6 – 7 jam /
hari Jam tidur malam : 6 – 7 jm/hr

Keluhan : tidak ada Keluhan : sesak, mudah terbangun


d. Pola Aktivitas

Sebelum MRS Klien hanya istirahat di rumah saja, tidak ada kegiatan sehari-hari karena merasa sesak
ketika melakukan aktifitas yang agak berat. Setelah MRS klien hanya duduk dan berbaring di ranjang.

VI. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan

Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara jelas

TD : 140/90 mmHg, N : 100 x/menit reguler , RR : 20 x/ menit,T : 36,5 oC

b. Kepala

Normocephalic, simetris, nyeri kepala tidak ada

c. Wajah

Simetris, oedema (-), tidak ada sianosis

d. Mata

Kelopak mata normal, konjungtiva anemis (-), isokor, sklera ikterik

(-),reflex cahaya (+), tajam penglihatan menurun

e. Telinga

secret (-), serumen (+), membrane timpani normal, pendengaran menurun

e. Mulut dan Faring

Stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, kelainan tidak ada

f. Leher

Simetris, kaku kuduk (-), pembesaran vena jugularis (+)

g. Thoraks

Paru
Gerakan simetris, retraksi supra renal (-), retraksi intercosta (-), perkusi resonan, ronchi +/+, wheezing -
/-, vocal fremitus kuat dan simetris
h. Jantung

Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axila
anterior kanan, perkusi dullness, bunyi S1 dan S2 tunggal, Gallop (-), mur-mur (-), capillary refill 2-3 detik

i. Bising usus (+), tidak ada benjolan, nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, pembesaran hepar 2 jari
lunak.

j. Genitalia

Tidak diperiksa

k. Ekstermitas

Akral hangat, edema (-/-), kekuatan 3/4, gerak yang tidak disadari (-)

VII. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hb : 11,9 13 - 15

Hematokrit : 35 40 - 48

Leukosit : 6300

Trombosit : 255.000

Diff : -/-/ 2/73/24/1

AGD

1. Ph : 7.492

2. Po2 : 133,4

3. PCo2 : 23,6

4. HCO3 : 17,9

5. Sat O2 : 98,8

Na : 138

K : 5,3
Cl : 101

Ureum : 14

Kreatinin : 210

SGOT : 111,3

SGPT : 360

Albumin : 3,8

Gula Darah Puasa : 97

Ck : 771

CKMB : 100

Radiologi

Hasil/kesan : CTR > 50% (kardiomegali)

EKG

Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, HR 110x/ mnt ireguler, axis, LAD

VIII. Terapi

- Obat-obatan

· IVFD : 20 tts/ mnt

· Lasix : 3 x 40 mg iv

· Ascardia: 1 x 80 mg

· Simvatatin: 1 x 20 mg

· Captopryl: 3 x 25 mg
· O2: 3 liter/ mnt Nasal Kanul

-Diet

Diet jantung III ( 1700 kal ), RG


KLASIFIKASI DATA

· Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS

· Klien mengeluh nyeri dada 3 minggu sebelum MRS

· Klien mengatakan ketika melakukan aktifitas sehari-hari bertambah sesak

· Klien mengatakan tidur menggunakan bantal lebih dari 2

· Klien mengatakan sekitar 5 tahun yang lalu klien menderita hipertensi

· Klien mengatakan perut semakin membesar, mudah kenyang, makan < 1 piring setelah MRS

· Klien mengeluh sesak dan mudah terbangun pada malam hari

· TTV :

TD : 140/90 mmHg, N : 100 x/menit reguler , RR : 20 x/ menit,T : 36,5 oC

· tajam penglihatan menurun

· telinga : serumen (+)

· Mulut dan Faring: gigi banyak yang hilang

· Leher: pembesaran vena jugularis (+)

· Abdomen: nyeri tekan pada kuadran kanan bawah

· Ekstermitas : kekuatan 3/4

· Laboratorium

· Hb : 11,9 13 - 15

· Hematokrit : 35 40 - 48

· EKG : Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, HR 110x/ mnt ireguler, axis, LAD


ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS Disfungsi miocard Penurunan curah jantung

· Klien mengeluh sesak nafas


sejak 2 hari SMRS
Kontraktilitas
· Klien mengeluh nyeri dada
3 minggu sebelum MRS

· Klien mengatakan ketika


melakukan aktifitas sehari-hari
bertambah sesak Gagal pompa ventrikel
DO

· TTV :

TD : 140/90 mmHg, N : 100


x/menit reguler , RR : 20 x/ Curah jantung ( COP)
menit,T : 36,5 oC

· Leher: pembesaran vena


jugularis (+)

· Laboratorium

· Hb : 11,9 13 - 15

· Hematokrit : 35 40 -
48

· EKG : Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan :
irama sinus, ST elevasi pada V4,
Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-2012

Hasil/kesan :
irama sinus, HR 110x/ mnt
ireguler, axis, LAD
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS Suplai drh Intoleransi aktifitas
kejaringan Nutrisi
· Klien mengeluh sesak
& O2 sel
nafas sejak 2 hari SMRS
Metabolisme sel
· Klien mengatakan ketika
melakukan aktifitas sehari-hari Lemah & letih
bertambah sesak

· Tajam penglihatan
menurun

DO

· Ekstermitas : kekuatan
3/4

· Laboratorium

· Hb : 11,9 13 -
15

· Hematokrit : 35 40 -
48

· EKG : Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan :
irama sinus, ST elevasi pada V4,
Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-
2012

Hasil/kesan :
irama sinus, HR 110x/ mnt
ireguler, axis, LAD

· TTV :

TD : 140/90 mmHg, N : 100


x/menit reguler , RR : 20 x/
menit,T : 36,5 oC
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial ditandai dengan
:

DS

· Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS

· Klien mengeluh nyeri dada 3 minggu sebelum MRS

· Klien mengatakan ketika melakukan aktifitas sehari-hari bertambah sesak

DO

· TTV :

TD : 140/90 mmHg, N : 100 x/menit reguler , RR : 20 x/ menit,T : 36,5 oC

· Leher: pembesaran vena jugularis (+)

· Laboratorium

Hb : 11,9 13 - 15

Hematokrit : 35 40 - 48

· EKG :

Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, HR 110x/ mnt ireguler, axis, LAD

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan ditandai dengan:

DS

· Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS

· Klien mengatakan ketika melakukan aktifitas sehari-hari bertambah sesak

· Tajam penglihatan menurun

DO
· Ekstermitas : kekuatan 3/4

· Laboratorium

Hb : 11,9 13 - 15

Hematokrit : 35 40 - 48

· EKG : Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-2012

Hasil/kesan : irama sinus, HR 110x/ mnt ireguler, axis, LAD

· TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 100 x/menit reguler , RR : 20 x/ menit,T : 36,5 oC


RENCANA PERAWATAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat 1.


berhubungan denganPerubahan tindakan keperawatan tekanan
kontraktilitas miokardial kondisi klien dapat darah,sianosis,irama
ditandai dengan : membaik denga kriteria: dan denyut jantung

DS - tanda-tanda vital dalam 2. Intruksikan


batas normal;N:60-100 untuk menjaga
· Klien mengeluh x/mnt,TD:100-120/80-90 keseimbangan
sesak nafas sejak 2 hari SMRS mmHg,P: 16-20 x/mnt, intake dan output
· Klien mengeluh 3. Jelaskan
- tidak ada hipotensi
nyeri dada 3 minggu sebelum tentang
MRS - AGD dalam batas normal penggunaan dosis
· Klien mengatakan - tidak ada distensi vena frekuensi dan efek
ketika melakukan aktifitas jugularis samping obat
sehari-hari bertambah sesak 4. Kolaboratif:
DO diuretic dan
antibiotic
· TTV :

TD : 140/90 mmHg, N : 100


x/menit reguler , RR : 20 x/
menit,T : 36,5 oC

· Leher: pembesaran
vena jugularis (+)

· Laboratorium

Hb : 11,9 13 - 15

Hematokrit : 35 40 - 48

· EKG :

Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama
sinus, ST elevasi pada V4, Q
patologis pada v1-v3

Tanggal : 12-4-
2012

Hasil/kesan : irama sinus, HR


110x/ mnt ireguler, axis,
LAD

2. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
kelemahan dan keletihan
ditandai dengan:

DS

· Klien mengeluh sesak nafas


sejak 2 hari SMRS

· Klien mengatakan ketika


melakukan aktifitas sehari-hari
bertambah sesak

· Tajam penglihatan menurun

DO

· Ekstermitas : kekuatan 3/4

· Laboratorium

Hb : 11,9 13 - 15

Hematokrit : 35 40 - 48

· EKG : Tanggal : 11-4-2012

Hasil/kesan : irama
sinus, ST elevasi pada V4, Q
patologis pada v1-v3
5. Kaji respon
Tanggal : 12-4-2012 emosional sosial
dan spiritual
Hasil/kesan : irama
sinus, HR 110x/ mnt ireguler, 6. Monitor respon
axis, LAD cardiorespiratory
· TTV : TD : 140/90 mmHg, N : terhadap kelelahan
100 x/menit reguler , RR : 20 x/
7. Intruksikan
menit,T : 36,5 oC
teknik relaksasi
Setelah dilakukan
selama aktifitas
tindakan keperawatan
diharapkan intoleransi 8. Evaluasi motivasi
aktifitas klien dapat klien terhadap
teratasi denga criteria peningkatan
hasil: aktifitas

-TTV dalam batas normal

-klien mampu
mendemonstrasikan
aktifitas dan self care

-keseimbangan antara
aktifitas dan istirahat

6.
NO HARI/
JAM INTERVENSI EVALUASI KET
DX TANGGAL
1 11- 04 2012 09:00 1. mengkaji dan catat tekanan S: klien mengatakan
darah,sianosis,irama dan denyut sesak nafas dan jantung
jantung bergerak tidak teratur

hasil: TD: 120/90, HR: 122 x/mnt O: TD: 120/90


regular, RR: 20 x/mnt mmHg,RR: 22 x/mnt,N:
116 x/mnt, reuler, EKG:
2. mengintruksikan untuk menjaga irama sinus, HR: 110
keseimbangan intake dan output x/mnt, ireguler, axis,
09:30
hasil: LAD

klien Nampak paham dengan A. masalah belum


penjelasan yang diberikan teratasi

3. menjelaskan tentang penggunaan


dosis frekuensi dan efek samping obat P: Lanjutkan intervensi
hasil:

klien Nampak paham dengan


09:50
penjelasan yang diberikan

4. mengkolaborasi pemberian
diuretic dan antibiotic

hasil: klien minum obat

10:00

NO HARI/ JAM INTERVENSI EVALUASI KET


DX
TANGGAL

2 11-04-2012 09:00 5. mengkaji respon emosional dan S: klien mengatakan


spiritual klien sesak nafas dan jantung
bergerak tidak teratur
hasil: motivasi klien terhadap aktifitas
baik O: TD: 120/90
mmHg,RR: 22 x/mnt,N:
6. memonitor cardiorespiratory 116 x/mnt, reuler, EKG:
09:30 terhadap kelelahan irama sinus, HR: 110
hasil: TTV: x/mnt, ireguler, axis,
LAD
T: 120/90 mmHg
B. masalah belum
HR: 116 x/mnt regular teratasi

RR: 22 x/mnt

7. menintruksikan teknik relaksasi P: Lanjutkan intervensi


selama aktifitas
09:45
hasil: klien paham dengan intruksi yang
diberikan

8. mengevalu

si motivasi kilen terhadap peningkatan


aktifitas
09:47
hasil: klien mangatakan mudah merasa
lelah,sesak nafas, dah jantung tidak
teratur
NO HARI/
JAM INTERVENSI EVALUASI KET
DX TANGGAL
1 12- 04 2012 09:00 1. mengkaji dan catat tekanan S: klien mengatakan
darah,sianosis,irama dan denyut sesak nafas dan jantung
jantung bergerak tidak teratur

hasil: TD: 120/90, HR: 110 x/mnt O: TD: 120/90


regular, RR: 22 x/mnt capillary refill 3 mmHg,RR: 22 x/mnt,N:
detik 116 x/mnt, reguler,
EKG: irama sinus, HR:
2. mengintruksikan untuk menjaga 110 x/mnt, ireguler,
09:30 keseimbangan intake dan output
axis, LAD
hasil: C. masalah belum
klien Nampak paham dengan teratasi
penjelasan yang diberikan

3. menjelaskan tentang penggunaan P: Lanjutkan intervensi


dosis frekuensi dan efek samping obat

hasil:
09:50
klien Nampak paham dengan
penjelasan yang diberikan

4. mengkolaborasi pemberian diuretic


dan antibiotic

hasil: klien minum obat

10:00

NO HARI/ JAM 5. INTERVENSI EVALUASI KET


DX
TANGGAL

2 12-04-2012 09:00 6. mengkaji respon emosional dan S: klien mengatakan


spiritual klien sesak nafas dan jantung
bergerak tidak teratur
hasil: motivasi klien terhadap aktifitas
baik O: TD: 120/90
mmHg,RR: 22 x/mnt,N:
7. memonitor cardiorespiratory 116 x/mnt, reuler, EKG:
09:30 terhadap kelelahan irama sinus, HR: 110
hasil: TTV: x/mnt, ireguler, axis,
LAD
T: 120/90 mmHg
D. masalah belum
HR: 110 x/mnt regular teratasi

RR: 20 x/mnt

8. menintruksikan teknik relaksasi P: Lanjutkan intervensi


selama aktifitas
09:45
hasil: klien paham dengan intruksi yang
diberikan

9. mengevalu

si motivasi kilen terhadap peningkatan


aktifitas
09:47
hasil: klien mangatakan mudah merasa
lelah,sesak nafas, dah jantung tidak
teratur
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

o Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan

o Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru.

o Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri
maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.

B. SARAN

Sangat diharapkan agar terhindar dari penyakit gagal jantung kongestif ini dilakukan dengan
menghindari penyebab dari penyakit ini misalnya menjaga gaya hidup yang sehat terutama pada
makanan yang dikonsumsi diharapkan tidak yang melihat enaknya saja tetapi juga mempertimbangkan
gizi yang terkandung dalam, makanan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September
1996, Hal. 443 - 450

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64
& 240 – 249.

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, H

Anda mungkin juga menyukai