Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUHAN PADA Ny.

DENGAN DIAGNOSA CEPHALGIA

DI RUANG MERPATI RS BHAYANGKARA

OLEH :

FERA METEKOHY
7120491811

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.................................) (.................................)

PROGRAM PROFESI NERS STIK FAMIKA MAKASSAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Chepalagia


1. Pengertian
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress,
vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi
respon tersebut (Soemarmo, 2019).
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis
orbitomeatal. Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat
terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun
pendapat lain ada yang menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala yang
tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel, 2017)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau
sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala
pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit
organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan
otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt,
2015).

2. Klasifikasi
Klasifikasi the International Headache Society (IHS) pada tahun 1998 membagi nyeri
kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala sekunder dan nyeri kepala
sekunder (Price, 2016).
a. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
 Migrain
 Sakit kepala tegang
 Sakit kepala cluster
b. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
 Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
 Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
 Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
 Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis.
Tumor otak).
 Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
 Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
 Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
 Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala,
leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
 Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial) (Soemarmo, 2019)

3. Etiologi
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko
yang umum yaitu:
a. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan
dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
b. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
c. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
d. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh
darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
e. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
f. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
g. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok,
alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
h. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di
leher atau bahkan tumor.

4. Patofisologi

Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan


terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal
dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri
tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari
meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak
peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :

a. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis


b. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
c. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
d. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
e. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
f. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti
pada spondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan
otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan
stress.
5. Tanda Dan Gejagala
a. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
b. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal .
c. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
d. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher bagian
atas menjalar ke depan.
e. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
f. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
g. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
h. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
i. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
j. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
k. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
l. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
b. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi masalah-
masalah struktur, malformasi rahang.
c. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
d. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
e. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
f. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
g. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
h. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
i. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
j. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
k. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat pada
inflamasi.
l. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
m. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya
sel-sel abnormal dan infeksi.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
a. Cidera serebrovaskuler / Stroke
b. Infeksi intrakranial
c. Trauma kranioserebral
d. Cemas
e. Gangguan tidur
f. Depresi
g. Masalah fisik dan psikologis lainnya

8. Penatalaksanaan
a. Migren
1) Terapi Profilaksis
 Menghindari pemicu
 Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis yang
mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
2) Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
 Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamo
 NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain :
ibuprofen, ketorolak
 Golongan triptan
3) Obat untuk terapi profilaksis
 Beta bloker.
Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh: atenolol,
metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik  Pilihan: amitriptilin, bisa
juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh
digunakan untuk pasien glaukoma atau hiperplasia prostat.
 Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.
Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi pada
80% penderita migraine.
 NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
 Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
 Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain
b. Sakit kepala tegang otot
1) Terapi Non-farmakologi
 Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
 Perubahan posisi tidur.
 Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
 Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi
 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
 Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
2) Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen
sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic.
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah
antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan
analgesik secara kronis memicu rebound headache
c. Cluster headache
1) Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis).
2) Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
3) Obat-obat terapi abortif:
 Oksigen
 Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
 Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium, 
Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
Pathway
Trauma Non Trauma

Beban
Tumpul Tajam

Stress

Ekstrakarnial Intrakranial

Hormon
Terputusnya kontuinitas Jaringan Otak Rusak kortisol ↑
jaringan kulit otot dan (Kontusio Laserasi)
vaskuler
Faso kontriksi
pemulih darah
Perubahan
otak
Gangguan Suplai autoregulas
Perdarahan
darah
Hematoma
Kejang Gang. Pola Tidur

Perubahan Penekanan
sirkulasi CSS jaringan otak
Ketidak
adekuatan
Peningkatan Hipoksia suplai darah

Girus medialis Risiko perfusi serebra


lobus
Mual muntah
papilodema. tidak efektif
Pandangan
Nekrosis kabur.
jaringan otak
Nyeri Kepala Resiko defisit
Mesesenfal (Cephalgia)

Gang. Fungsi Disfungsi bagian Kerusakan saraf


Kesadaran otak motorik

Resiko Jatuh

Sumber Soemarmo, (2019) Penuntun Neurlogi. Jakarta : Binarupa


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen proses
keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari
pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin, 2011).
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) terdapat 14 jenis
subkategori data yang harus dikaji meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri
dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan
diri, penyuluhan dan pembelajaran, interaksi social, serta keamanan dan proteksi
(PPNI, 2016)
Pengkajian pada pasien cephalgia menggunakan pengkajian mengenai nyeri
akut meliputi ; identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan, riwayat
kesehatan dahulu atau sebelumnya, riwayat kesehatan sekarang, dan riwayat
kesehatan keluarga.
Pengkajian mendalam terhadap nyeri yaitu, perawat perlu mengkaji semua
faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku,
emosional, dan sosiokultural. Cara pendekatan yang digunakan dalam mengkaji
nyeri adalah dengan prinsip PQRST yaitu provokasi adalah faktor yang
memperparah atau meringankan nyeri. Quantity adalah kualitas nyeri misalnya
tumpul, tajam, merobek. Region/radiasi adalah area atau tempat sumber nyeri.
Severity adalah skala nyeri yang dirasakan pasien dapat dinilai dengan skala 0-5
atau skala 0-10. Timing adalah waktu terjadinya nyeri, lamanya nyeri berlangsung,
dan dalam kondisi seperti apa nyeri itu muncul (s. Mubarak Wahit Iqbal, 2015)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
Pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini yaitu diagnosa aktual. Diagnosa aktual
terdiri dari tiga komponen yaitu masalah (problem). penyebab (etiologi), tanda
(sign), dan gejala (symptom) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Masalah
(problem) merupakan label diagnosa yang menggambarkan inti dari respons
pasien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis
terdiri dari deskriptor atau penjelas dan fokus diagnostik. Nyeri merupakan
deskriptor, sedangkan akut merupakan fokus diagnostik.
Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
status kesehatan. Etiologi dapat mencangkup empat kategori yaitu fisiologis,
biologis atau psikologis, efek terapi/tindakan, situasional(lingkungan atau
personal), dan maturasional. Etiologi dari nyeri akut terdiri dari agen pencedera
fisiologis, agen pencemaran kimiawi, agen cedera fisik(prosedur operasi).
Tanda(sign) dan gejala (sign and symptom). Tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur
diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil
anamnesis. Tanda dan gejala dikelompokkan menjadi dua yaitu mayor dan minor.
Tanda dan gejala pada nyeri akut terdiri dari tanda mayor yaitu mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif(mis.waspada, posisi menghindari nyeri),
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Tanda dan gejala minor yaitu,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu
prosessistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisis data, identifikasi
masalah, dan perumusan diagnosis. Metode penulisan pada diagnosa aktual terdiri
dari masalah, penyebab, dan tanda/gejala. Masalah berhubungan dengan
penyebab dibuktikan dengan tanda/gejala (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Adapun diagnosa keperawatan yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis: proses inflamasi
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (misal,
waspada, menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah.
Diagnosis yang muncul pada pasien cephalgia menurut Soemarno (2009) adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
c. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis. Stres,
keengganan untuk makan).
d. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan cedera kepala.
e. Resiko jatuh ditandai dengan kejang.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh pertimbangan dan
sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah,
setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang perawat
lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien (Kozier et al, 2010). Intervensi
keperawatan terdiri dari intervensi utama dan pendukung. Intervensi utama dari
diagnosa keperawatan nyeri akut adalah manajemen nyeri dan pemberian
analgesik. Intervensi pendukung diantaranya edukasi efek samping obat, edukasi
manajemen nyeri, edukasi teknik nafas dalam pemijatan masase, latihan
pernapasan dan teknik distraksi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien keluarga
atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Luaran
keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari
indikator-indikator atau kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran
keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu
diturunkan) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan
berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspektasi (penilaian terhadap hasil yang
diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien
yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian
hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-based).
Ekspektasi luaran keperawatan terdiri dari ekspektasi meningkat yang artinya
bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun
artinya berkurang, baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan,
membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

SDKI SLKI SIKI

Nyeri akut b.d Setelah diberikan Manajemen


agen asuhan Nyeri Observasi
pencedera keperawatan ▪ lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis selama 2x24 jam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
diharapkan nyeri ▪ Identifikasi skala nyeri
menurun dengan ▪ Identifikasi respon nyeri non verbal
kriteria hasil: ▪ Identifikasi faktor yang
a. Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
Menurun nyeri
b. Tampak meringis Identifikasi
▪ pengetahuan
menurun dan keyakinan tentang nyeri
c. Sikap protektif
▪ Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
d. Gelisah menurun ▪ Identifikasi pengaruh nyeri
e. Kesulitan tidur pada kualitas hidup
menurun ▪ Monitor keberhasilan
f. Frekuensi terapi komplementer yang sudah
nadi membaik diberikan
g. Tekanan ▪ Monitor efek samping penggunaan
darah membaik analgetik
Terapeutik
▪ Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
▪ Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
▪ Fasilitasi istirahat dan tidur
▪ Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
▪ Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
▪ Jelaskan strategi meredakan nyeri
▪ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
▪ Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
▪ Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Resiko Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
defisit tindakan Observasi
nutrisi keperawatan ▪ Identifikasi status nutrisi
berhubunga diharapkan status ▪ Identifikasi alergi dan
n dengan nutrisi membaik. intoleransi makanan
faktor Kriteria hasil: ▪ Identifikasi makanan yang disukai
psikologis a. Porsi makan ▪ Identifikasi kebutuhan kalori dan
yang dihabiskan jenis nutrient
meningkat ▪ Identifikasi perlunya
b. Berat penggunaan selang nasogastrik
badan membaik ▪ Monitor asupan makanan
c. Frekuensi makan ▪ Monitor berat badan
Membaik
d.

d. Nafsu makan ▪ Monitor hasil


membaik pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
▪ Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
▪ Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
▪ Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
▪ Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
▪ Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
▪ Berikan suplemen makanan, jika
perlu
▪ Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
▪ Anjurkan posisi duduk, jika mampu
▪ Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
▪ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Defisit Setelah dilakukan Edukasi Perilaku Upaya
Pengetahuan pendidikan Kesehatan Observasi
b.d kurang kesehatan ▪ Identifikasi kesiapan dan
terpapar diharapkan klien kemampuan menerima informasi
informasi memahami tentang Terapeutik
penyakitnya. ▪ Sediakan materi dan media
Kriteria hasil : pendidikan kesehatan
a. Klien ▪ Jadwalkan pendidikan kesehatan
menyatakan sesuai kesepakatan
pemahaman ▪ Berikan kesempatan untuk bertanya
tentang ▪ Gunakan variasi model
hipertensi pembelajaran
b. Mempertahanka ▪ Gunakan pendekatan promosi
n tekanan kesehatan dengan memperhatikan
darah pengaruh dan hambatan dari
dalam lingkungan, sosial serta budaya.
▪ Berikan pujian dan dukungan
batas normal
terhadap usaha positif dan
pencapaiannya
Edukasi
▪ Jelaskan penanganan
masalah kesehatan
▪ Informasikan sumber yang tepat
yang tersedia di masyarakat
▪ Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
▪ Anjurkan menentukan perilaku
spesifik yang akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)
▪ Ajarkan mengidentifikasi tujuan
yang akan dicapai
▪ Ajarkan program kesehatan
dalam kehidupan sehari hari
▪ Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan


ditandai tindakan jatuh
dengan keperawatan 3x24 Observasi
kejang. jam diharapkan ▪ Identifikasi resiko jatuh (mis,
tingkat jatuh usia>65 tahun, tingkat
menurun dengan kesadaran, defisit kognitif,
kriteria hasil: hipotensi ortostatik, gangguan
a. Jatuh dari keseimbangan, gangguan
tempat tidur penglihatan, neuropati).
menurun ▪ Identifikasi resiko jatuh
b. Jatuh saat setidaknya sekali setiap shift
berdiri menurun atau sesuai dengan kebijakan
c. Jatuh saat institusi
duduk menurun ▪ Identifikasi faktor lingkungan
d. Jatuh saat yang meningkatkan resiko jatuh
berjalan (mis, lantai licin, penerangan
menurun kurang)
▪ Monitor kemampuan berpindah
tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya.

Terapeutik
▪ Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
▪ Pastikan roda tempat tidur dan
kursi selalu dalam kondisi
terkunci
▪ Atur mekanis tempat tidur pada
posisi rendah
▪ Gunakan alat bantu berjalan

Edukasi
▪ Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
▪ Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan. Implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan
untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah
pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari
dua tipe dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan
nonfarmakologi (Kozier et al., 2010). Tindakan- tindakan pada
intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat
pada rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai
keberhasilan rencana tindakan yang telah dilaksanakan.
Apabila hasil yang diharapkan belum tercapai, intervensi yang
sudah ditetapkan dapat dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa
struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam
bentuk SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning)
(Achjar, 2012).
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul
(2012), yaitu format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat
dari pasien setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien
cephalgia dengan nyeri akut diharapkan keluhan nyeri
berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakan.
c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil.
Kemudian ditarik kesimpulan dari tiga kemungkinan
simpulan, yaitu :
d. Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan.
e. Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang
menunjukan masih dalam kondisi terdapat masalah.
f. Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak
menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan.
g. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan.
EGC: Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2017. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2019. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2018. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai