ANAK
A. DEFINISI
Penyakit tuberculosis pada bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer dan
merupakan suatu penyakit sistemik.Tuberculosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan
sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang terdapat keluhan demam yang
tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas.
Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang
berat dan reinfeksi pada usia dewasa.
Penularan tuberkolosis umumnya melalui udara hingga sebagaian besar fokus primer
tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral jika meminum
susu yang mengandung basil tuberculosis bovis. Ada mikrobakterium lain yakni mycobacterium
atipic yang dapat menyebabkan penyakit menyerupai tuberculosis.
Penyakit tuberculosis pada bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer dan
merupakan suatu penyakit sistemik.Tuberculosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan
sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang terdapat keluhan demam yang
tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas.
Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang
berat dan reinfeksi pada usia dewasa.
Penularan tuberkolosis umumnya melalui udara hingga sebagaian besar fokus primer
tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral jika m eminum
susu yang mengandung basil tuberculosis bovis. Ada mikrobakterium lain yakni mycobacterium
atipic yang dapat menyebabkan penyakit menyerupai tuberculosis.
B. ETIOLOGI
1. M[perokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan
risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan
tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh
darah (Reuters Health, 2007).
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap
orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat
luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang
ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi
jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya
terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit
TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko
sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun
yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun,
yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
C. PATOFISIOLOGI
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC
anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak
terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk
keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini
yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat
batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut:
tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada
anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses
terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan
terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar
spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya
terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel
dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif.
Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan
limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit
digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia
akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus
dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan
infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel
menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-
sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa,
menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon,
dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax
rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat
rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk
menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai
manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam ,
anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam
keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus,
70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau
penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-
saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan
kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-
9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa
sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek.
Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau
sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan
tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun,
bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini
yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman
TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak
begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan
mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan
keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin.
Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada
riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
(Wirjodiardjo, 2008).
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat
cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada
alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena
TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya
mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat
sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya
Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang
diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang
dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi
yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif
lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik (khas).
Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak.
Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga
tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan
hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala
TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh
kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan
apakah seseorang terinfeksiMycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk
menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB
lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi.
Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan
tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh.
Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam
tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap
aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang
telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah.
Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang
diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna
kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila
ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran
sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang
tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat.
Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah
dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil
negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak
mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi
dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes
Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.
E. KOMPLIKASI
a. Meningitis
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
e. Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat)
dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Price dan Wilson (2006) pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat
antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan tuberculosis
yang berdasarkan pada:
3. Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan
terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat.
Obat anti tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan dari pengobatan ini adalah (FKUI,
2001):
1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui
kegiatan bakterisid.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis.
PENATALAKSANAAN PERAWATAN
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan
melakukan :
4. Fisioterapi dada
Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan
tangan, vidio game, televisi)
Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi
anak
Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan·
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Gas DArah ( AGD / astrup )
Hanya di lakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksia, hiperkeapnea, dan
asidosis respiratorik.
2. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti
kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm³. sedangkan
hitung eosinofil normal antara 100 – 200 / mm³. perbaikan fungsi paru disertai penurunan
hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000 / mm³ terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat di sebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
5. Pengukuran fungsi paru
Menilai derajat obstruksi pada asma, kapasitas vital mungkin menurun, tapi bila serangan
asma makin berat FVC akan turun karena sebagian udara yang harus di keluarkan terjebak
dalam paru-paru.
6. Tes provokasi bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20 % atau lebih setelah
tes provokasi dan denyut jantung 80 -90 % dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
7. Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody igE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
8. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi bisanya normal, tetapi prosedur ini tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumotoraks, pneumomediastrium, atelektasis, dan lain-lain.
NO RM : 20605
Tanggal : 02 Februari2016
I. DATA UMUM
1. Identitas klien
Nama : An. I
Umur : 42 Bulan
JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mawar
Suku : Makassar
Ruangan : Ruang Isolasi
G1
G2
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.Dan keluarga tidak
ada yang mengalami penyakit seperti TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya.
KETERANGAN :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
V. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1. Pola koping :Ibu klien mengatakan jika ada masalah dengan klien ia selalu bercerita
kepada suami dan orang tuanya
2. Harapan klien terhadap keadaannya :Ibu klien mengatakan ia berharap penyakitnya
anakanya cepat sembuh
3. Factor stress :Ibu klien mengatakan stress dengan penyakit anaknya
4. Konsep diri : sebelum sakit klien dapat melakukan aktifitas sesuai kemampuan setelah
sakit klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien menangis dan rewel.
5. Pengetahun klien tentang penyakitnya :Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang
penyakit tuberculosis
6. Adaptasi : Ibu klien mengatakan klien mampu beradaptasi dengan lingkungan di RS
7. Hubungan dengan anggota keluarganya: Ibu klien mengatakan hubungan dengan
keluarganya sangat baik, klien lebih nyaman di temani ibunya
8. Hubungan dengan anggota masyarakat : Ibu klien mengatakan hubungan klien dengan
anggota masyarakat baik
9. Perhatian terhadap orang lain & lawan bicara : Ibu klien mengatakan jika anaknya
berbicara dengan orang lain ia selalu memperhatikan
10. Aktivitas sosial : Ibu klien mengatakan selama sakit anaknya susah beraktivitas
11. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
12. Keadaan lingkungan :Ibu klien mengatakan keadaan lingkungannya bersih
13. Kegiatan keagamaan / pola ibadah : Ibu klien mengatakan klien mulai ikut mengaji di
mushalla dekat rumahnya. Klien belum melakukan shalat
14. Keyakinan tentang kesehatan : Ibu klien mengatakan ia yakin bahwa penyakit anaknya
akan sembuh
Saat di RS :Ibu klien mengatakan klien susah tidur dan sering terbangun pada malam
hari. Lama tidur 7 jam / hari.
4. Eliminasifekal / BAB
Sebelum MRS : Ibu klien mengatakan klien BAB I kali / hari, warna kuning,
konsistensi lembek berbau khas
Saat MRS : Ibu klien mengatakan klien belum BAB sejak di rawat di RS
5. Eliminasi urine / BAK
Sebelum MRS : Ibu klien mengatakan klien BAK 4 - 5 kali / hari, warna kuning
jernih berbau khas
Saat di RS :Ibu klien mengatakan klien BAK 2 kali / hari warna kuning
berbau khas
6. Aktifitas dan latihan
Sebelum MRS : klien aktif bermain dengan teman sebayanya
Saat di RS : klien di bantu oleh ibunya dalam beraktivitas
7. Personal hygiene
Sebelum MRS : Ibu klien mengatakan klien mandi 2-3 kali / hari, gosok gigi saat
mandi dan setelah makan
Saat di RS : Ibu klien mengatakan klien selama sakit mandi, ganti baju di bantu
oleh ibunya atau perawat
Lingkar kepala : 54 cm
BB : 14 kg dari 16 Kg
TB : 100 Cm
2. Head to toe
o Kulit / integumen
I : Tidak ada perubahan warna, turgor kulit normal, tidak ada edema
P : Tidak terdapat benjolan, kulit teraba lembab
o Kepala & rambut
I: Bentuk simetris antara kanan kiri,bentuk kepala lonjong tidak ada lesi,
warna rambut hitam, kepala klien tampak bersih
P : Tidak ada nyeri tekan
o Ekspresi wajah
I : klien tampak pucat dan gelisah, wajah klien tampak merah
o Kuku
I : Kuku klien pendek, warna bantalan kuku merah muda
P : Tidak ada nyeri tekan
o Mata / penglihatan
I : Bentuk mata simetris antara kiri dan kanan
o Hidung / penghiduan
I :Bentuk simetris dan terdapat secret
P : Tidak teraba adanya benjolan
o Telinga / pendengaran
I : Bentuk simetris antara kanan dan kiri
P :Tidak teraba adanya benjolan
o Mulut & gigi
I : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih, bibir kering
o Leher
I : Bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
P: Tidak teraba adanya benjolan
o Dada
I : Pergerakan dada cepat, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, terdapat
secret
P : Retraksi dinding dada sama kanan dan kiri, terdapat vocal femitus kanan
kiri
P : Sonor
A :Auskultasi adanya wheezing
o Abdomen
I : Perut datar semetris antara kanan dan kiri
P: Adanya massa, klien belum BAB
P : Timpani
A : Bising usus 20 x / menit
o Extremitas atas
I : Tangan kanan dan kiri normal, terpasang infuse RL 20 tpm, akral hangat,
CRT < 3 detik, dan tidak ada gangguan gerak
P : tidak teraba adanya benjolan dantidak ada nyeri tekan
o Extremitas bawah
I : Tidak ada gangguan gerak
KLARIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF
Ibu klien mengatakan klien batuk
Ibu klien mengatakan klien susah tidur
Ibu klien mengatakan klien susah makan
Ibu klien mengatakan BB klien menurun
DATA OBJEKTIF
RR : 36 x / menit
S : 38,5◦C
Terdapat secret yang berlebih
Klien tampak mual, muntah
Terdengar suara wheezing
Terdapat tarikan dinding dada ke dalam
Klien tampak gelisah dan rewel
BB 14 Kg dari 16 Kg
Nafsu makan klien menurun
Photo thorax terlihat bercak putih di apeks paru
ANALISA DATA
DO : Paru-paru
- RR : 36 x / menit
- Terdengar suara
Reaksi imun menurun
wheezing
- Terdapat tarikan
dinding dada ke
Reaksi inflamasi
dalam
- Terdapat secret
berlebih
Limfosit spesifik TB
- Photo thorax
terlihat bercak
putih di apeks
paru Penumpukan eksudat
Penyempitan lumen
Respon batuk
2. DS : M. Tuberculosis Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
- Ibu klien
kebutuhan tubuh
mengatakan
Inhalasi droplet
klien susah
makan
DO : Paru-paru
- BB 14 Kg dari
16 Kg
Reaksi imun menurun
- Nafsu makan
klien menurun
- Klien tampak
Reaksi inflamasi
mual, muntah
-
Limfosit spesifik TB
Penumpukan eksudat
Merangsang pusat vomiting
Intake kurang
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh
3. DS : M. Tuberculosis Hipertermia
- Ibu klien
mengatakan klien
Inhalasi droplet
berkeringat pada
malam hari
DO : Paru-paru
- S : 38,5 ◦C
Reaksi inflamasi
Resiko neuro
Pengeluaran zat
Merangsang termoregulator
Set poin
Reaksi mengggil
Peningkatan suhu
Peningkatan metabolism
Kebutuhan fisiologis
Kelemahan umum
Hipertermi
DO :
Paru-paru
- Klien tampak
gelisah dan rewel
Reaksi inflamasi
Perubahan status
Hospitalisasi
Sesak napas
Merangsang ras
Sulit tidur
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di
hentikan
PERTANYAAN
1. Seorang anak berusia 42 bulan di bawa ke RS dengan keluhan batuk sejak 1 hari yang
lalu, alergi terhadap dingin. Keadaan umum lemah,TD : 90 / 60 mmHg, N : 80 x / menit,
RR : 36 x / menit, S : 38,5°C.
Apa diagnosa keperawatan utama pada kasus di atas ...
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Gangguan pola napas
c. Hipertermi
d. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari nutrisi tubuh
jawaban : A. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Apa masalah yang harus di prioritaskan pada penyakit TBC pada anak ...
a. Hipertermi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Gangguan pola tidur
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Jawaban : D. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
3. Di bawah ini yang tidak termasuk komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit TBC
adalah ...
a. Meningitis
b. Spondilitis
c. Cardiac Disritmia
d. Pleuritis
jawaban : C. Cardiac Disritmia
4. Tanda dan gejala TBC
1. Berat badan menurun
2. Batuk lama
3. Demam lama
4. Kembung
Jawaban : A. 1, 2 dan 3
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis
4. Mempercepat penularan
Jawaban : A . 1, 2 dan 3