Anda di halaman 1dari 31

https://www.scribd.

com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon.

Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan


dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak
dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk
spora lalu diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun
lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang
serta berkembangbiak di paru-paru.

Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih
merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru
ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat
sekitarnya.

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan


penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering
ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang,
berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.

Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan


menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua
wanita hamil menderita tuberkulosis. Tingginya angka penderita TBC di Indonesia
dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab
serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan
mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang
proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada

1
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah
tercemar asap, debu, atau gas buangan.

Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan


pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila
hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan
dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu
dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk
tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik
tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital,
janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tuberkulosis dengan kehamilan?

Bagaimakah kehamilan yang disertai dnegan tuberculosis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran tentang kehmilan penyakit tuberculosis yang menyertai


kehamilan tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Menjelaskan pengertian tuberculosis secara umum


2) Menjelaskan perjalanan penyakit tuberculosis dan penegakan diagnosa
3) Menjelaskan tuberculosis pada kehamilan

2
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberculosis

2.1.1 Definisi

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Imunitas manusia menunjukkan imunitas alamiah terhadap tuberkulosis, dengan


variasi individu yang besar. Usia merupakan faktor penentu penting bagi imunitas
alamiah terhadap tuberkulosis. Imunitas spesifik antigen tergantung pada Limposit T.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri
dari asam lemak(Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
dan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup padaa udara kering
maupun dalam keadaan dingin(dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi
karena kuman yang ada pada sifat yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali
dan menjadi tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang kandungan oksigennya
tinggi. Cara penularan melalui udara pernafasan dengan menghirup partikel kecil yang
mengandung bakteri tuberkulosis, minum susu sapi yang sakit tuberkulosis. Masa tunas
berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA
penderita positif.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia, Klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1) Tuberkulosis paru

3
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

2) Bekas tuberkulosis paru


3) Tuberkulosis paru tersangka yang dibagi menjadi :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati, sputum BTA negatif tapi tanda klinis
positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati, sputum BTA negatif dan tanda-tanda
klinis juga meragukan.

2.1.2 Penularan Tuberkulosis

Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk
Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI)


di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang
akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita
TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan
tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun,
dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan
seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya
karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

4
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer selama 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara lain hemoptisis berat (perdarahan dari
saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik
atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkiectasis
dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)
masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus
kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup

5
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke


unit spesialistik.

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal,


25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi
kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama
3 (tiga) minggu atau lebih.Gejala lain yang sering dijumpai antara lain dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu
makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

2.1.3 Diagnosis TB pada orang dewasa

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya


BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB
BTA positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai
penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB,
penderita tersebut bukan TB.

6
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu
sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang
tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi.
Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek
dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting,
yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan
menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3
minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan
dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang
akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang
spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction
(PCR) belum bisa diterapkan

2.1.4 Pengobatan Tuberkulosis

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat
dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC
yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan
ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya
diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta
perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti
minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala
TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar
sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek
negatif yang muncul jika berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang
resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian
TBC akan semakin sulit dilaksanakan. DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk
menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen.
DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima
perlakuan DOTS ini. Di Indonesia DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan
tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini

7
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi
kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001,
tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan


kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG
terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini
menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada
tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa
berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur
hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi
BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur
dua bulan. Imunisasi TBC tidak sepenuhnya melindungi manusia dari serangan TBC.
Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah
menerima vaksin, masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas
vaksin tersebut tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC.
Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di
antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga
ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa
terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan
diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80
persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara
Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang
telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir
tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya
antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah
terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di
Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa
tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan. Indonesia adalah negara yang besar
dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi
BCG tersebut. Dengan melaksanakan vaksinasi, jumlah kasus dugaan (suspected cases)
jauh akan berkurang, sehingga memudahkan mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya

8
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu
vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.

2.2 Tuberkulosis pada kehamilan

Perjalanan Penyakit Tuberkulosis Pada Kehamilan


1. Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis
2. Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan
3. Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
4. Pengaruh tuberkulosis pada bayi

2.2.1 Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis paru

Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru,
apalagi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk
menahun atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan
adanya kehamilan. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif
terutama pada post partum. Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak
mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru
kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.

2.2.2 Efek tuberculosis terhadap kehamilan

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu
hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil.
Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun
1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB
paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/)

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak
dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis,
status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan
kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.

Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.

9
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa


merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam
kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma


akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps
yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan
pada wanita hamil dengan TB.

Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti
usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ
reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang.
Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini
tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB,
khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi
wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak
siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan


bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang
wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat
menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak
menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya,
sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih
dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan
dan tidak perlu melakukan aborsi.

2.2.2 Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php jika kuman TB


hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk
meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan
seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut
memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan

10
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan
Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam
http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis,
didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan,
persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita
sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi
lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% :
3%), berat badan lahir rendah <2500.

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin
melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya
sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan
napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital
sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah
lahir. Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah
mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa
preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan
bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua
.macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak
menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan
pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan
auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan
streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula
diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang
potensial pada janin.
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x
lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan
kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah
mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami
infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan
cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto
thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan.

11
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Jika hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi,
yaitu dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi
yang lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena
itu bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena
adanya risiko untuk terjadinya penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi
profilaksis dengan isoniazid ataukah tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai
manfaat yang cukup besar.

Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga


janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah
kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena
umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina
yang terinfeksi selama proses persalinan. Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika
ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum
bersalin atau kultur BTA mereka negative.

2.2.3 Tes Diagnosis TB pada Kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar
matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan
lembap. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama
selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga
penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang
dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh
agar tetap sehat. Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit
jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu
melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara,
seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah
dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila


terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak
misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun
rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya

12
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen.
Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui
interferon gamma yang konon lebih baik dari tuberkulin tes.

Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas


bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB
pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan
laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya
berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu
ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin
positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada
tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi
infeksi TB, atau terjadi anergi.

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui


gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa
dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.

2.2.4 Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB

Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun


wanita non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam
kehamilan.

PENGOBATAN

Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan
penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika
Serikat, 4 diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya
dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin,
ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam
kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah
paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, voimycin
dan capreomycin.

13
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes
tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif.
Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun
beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita
postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post
partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.
Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya
selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu
pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat
tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan
kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini
termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes
resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh
buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang dapat menyebebkan
ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.
The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral
untuk wanita hamil sebagai berikut :
1. Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50
mg per hari.
2. Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3. Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25
mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat
dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50
mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh
isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi
2 obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan
ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17
bulan untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui
penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan
3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin
sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak
keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan

14
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

pengobatan yang aman selama kehamilan.


Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
1. Isoniazid :
Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara
periodik.
Reaksi hipersensitif
Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan
pemberian vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik
dan ataksia, stupor, enselopati toksik yang paling jarang terjadi.
Gannguan saluran pencernaan
2. Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
3. Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
4. Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII kranial
5. Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
6. Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
7. P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.
Evaluasi pengobatan :
1. Klinis : Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu,
selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan.
Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita
seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
2. Bakteriologis : Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai
jadi negatif. Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan.
Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x
berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial
shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada
kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA
positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai
kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis
dan radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis
paru. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan
padahal penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu
dipikirkan adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.

15
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Kegagalan pengobatan

Sebab-sebab kegagalan pengobatan pada kehamilan :


1. Obat :
a. Paduan obat tidak adekuat
b. Dosis obat tidak cukup
c. Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
d. Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
e. Terjadinya resistensi obat
2. Drop out :
a. Kekurangan biaya pengobatan
b. Merasa sudah sembuh
c. Malas terlibat/kurang motivasi
3. Penyakit :
a. Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat
b. Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti DM, alkoholisme dll.
c. Adanya gangguan imunologis pada kehamilan.
Penyebab kegagalan pengobatan yang terbanyak pada kehamilan adalah karena
kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan
pengobatan pada kehamilan ini dapat mencapai 50% pada pengobatan jangka
panjang, karena sebagian besar penderita tuberkulosis adalah golongan yang
tidak mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama
dan biaya yang banyak.Untuk mencegah kegagalan pengobatan pada kehamilan
ini perlu adanya motivasi yang kuat dari penderita

Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan adalah :

a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :


- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan
cara pemberiannya.
- Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat
- Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal, maka pertimbangkan akan
pengobatan dengan pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.

16
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

b. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur :


- Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis
tiap-tiap bulan.
- Nilai kembali tes resistensi kuman tterhadap obat.
- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat
yang masih sensitif
c. Penanganan obstetri

- Pemeriksaan antenatal care yang teratur

- Istirahat yang cukup

- Makan makanan yang bergizi

- Pemeriksaan kehamilan yang baik

- Dukungan keluarga

- Berikan isolasi yang memadai selama persalinan,

- Kelahiran dan periode pasca persalinan.

- Plasenta harus diukur

- Bayi diperiksa untuk mengetahui adanya tuberculosis

- Untuk perlindungan terhadap bayi yang tidak menunjukkan gejala dan tanda
penyakit aktif berikan baik isoniazid maupun vaksinasi BCG.

Diagnosis

a. Anamnesis : Pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk darah,
nyeri dada, keringat malam, berat badan menurun, demam.
b. Laboratorium : Pemeriksaan BTA dan kultur, LED sangat tinggi
c. PPD : (+) jika >10 mm
d. Foto thorak tidak rutin dikerjakan pada kehamilan.

17
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Pengelolaan
a. Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam
b. Medikamentosa
- Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan
: INH 400 mg selama 1 tahun.
- Bila TBC paru (BTA +) : IR7H7E7 – 5-gr 8 R2H2.
1. Rifampisin 450-600 mg/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 600 mg
2x seminggu selama 5-8 bulan
2. INH 400 mg/hari selama 1 bulan, dillanjutkan 700 mg 2x seminggu
selama 5-8 bulan.
3. Ethambutol 1000 mg/hari selama 1 bulan.
c. Obstetri:
Kehamilan : PNC teratur, kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, Diit
TKTP, koreksi anemia.
Persalinan : Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri.
Pasca salin :
1. Bila TBC aktif, bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui
paling cepat bila ibu telah mendapat therapi antituberkulosis selama 3
minggu.
2. Bayi : Terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.
Penanganan Tuberkulosis dalam persalinan.
a. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak
perlu tindakan apa-apa.
b. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu
hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II
diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
c. Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan
dengan bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi
mana yang terbaik.
Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas
a. Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan
koagulasia.
b. Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan
antibiotika yang cukup.

18
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

c. Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu
kuat terhadap infeksi sekunder.
d. Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah
cukup, segera dilakukan tubektomi,
Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita
Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus
dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu
negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi
baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis
pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan
vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada
ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan
dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat
mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir.
Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari
M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu
yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan
dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi. Efek
sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah
tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup.
Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif
dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir,
bayi dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes
tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah
kuman tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya
bisa dan mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.
Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan
dan tetap diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang
tenderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.
Prognosis

19
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Pada wanita hamil dengan tuberculosis aktif yang diobati secara adekuat,
secara umum tuberculosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap
kehamilan, masa nifas dan janin. Prognosis pada wanita hamil sama dengan
prognosis wanita yang tidak hamil, abortus terapeutik Sekarang tidak
dilakukan lagi.

2.2.5 Peran Bidan dalam Kehamilan dengan TB

Dalam perawatan pasien hamil dengan TB bidan harus mampu memberikan


pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan
pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal
yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien
tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai
pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.
Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan
untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.amilan masih menjadi perdebatan.

20
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

BAB 3

ASKEB PADA IBU HAMIL DENGAN TBC

3.1 Pengkajian Data


3.1.1 Subyektif
3.1.1.1 Identitas No Register : 10281191
Nama klien : Ny. T Nama suami : Tn. N
Umur : 25 tahun Umur : 33 tahun
Suku / bangsa : Jawa/Indonesia Suku / bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan pabrik Pekerjaan : Karyawan pabrik
Penghasilan : Rp 600.000,00/bln Penghasilan : Rp 700.000,00/bln
Alamat : Kedungsroko 50A Alamat : Kedungsroko 50A
No. Telp : 72165473 No. Telp : 72165473

3.1.1.2 Anamnesa
Tanggal : 07 Juni 2010 Oleh : Bidan Nailatul,Amd.Keb
1. Keluhan Utama : Klien mengeluh batuk terus hingga sesak napas, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun, susah tidur dan panas. Klien mengatakan
pernah menderita TBC ketika masih SMA dan dalam keluarga satu rumah sedang
ada yang menderita TBC.
2. Riwayat Obstetri
HPHT : 1 November 2009
Menarche : 12 tahun
Siklus : 1 bulan
Banyaknya : Sedang
Lamanya haid : 6 hari
Sifat darah : Merah segar
Dismenorhea : Tidak
Fluor albus : Tidak

Persalinan yang lalu

21
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Kehamilan Persalinan Anak


Sua Um Nifa Lama
N Pen Peno Penul Ma K K
mi ur Jenis s Seks BB Hidup menete
o y l Peny. ti B et
ke Keh ki

1 1 Ater - Bida Spt - - Laki 3000 - 1,5 6 bln - -


m n B g tahun

3. Riwayat kehamilan sekarang


Pergerakan anak pertama kali : pada usia kehamilan 20 minggu
Penyuluhan yang didapatkan : Gizi, kebersihan diri
4. Imunisasi : pelaksanaan imunisasi TT sebanyak 2 kali
5. Riwayat Penyakit Sistemik
Jantung : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Ginjal : Tidak ada
TBC : Ada
Hepatitis : Tidak ada
DM : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
HIV/AIDS : Tidak ada
Lupus : Tidak ada
Thalasemia : Tidak ada
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Jantung : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Ginjal : Tidak ada
TBC : Ada
Hepatitis : Tidak ada
DM : Tidak ada

22
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Hipertensi : Tidak ada


HIV/AIDS : Tidak ada
Lupus : Tidak ada
Thalasemia : Tidak ada
7. Riwayat Sosial
Perkawinan
Kawin : 1x
Lamanya : 4 tahun
8. Riwayat Psikososial
Kehamilan direncanakan : Ya
Tidak direncakan : Tidak
Tradisi : Klien tidak menganut tradisi apa-apa, tidak ada
tradisi tarak dan lainnya
9. Pola Aktivitas sehari-hari
9.1 Pola Nutrisi
Makan tidak teratur, nafsu makan menurun
9.2 Pola Eliminasi
Sebelum hamil klien BAK 4x sehari, BAB 1 hari sekali
Selama hamil klien BAK 6x sehari, BAB 1 hari sekali
9.3 Istirahat Tidur
Klien susah tidur di malam hari
9.4 Pola Aktivitas
Sebelum hamil klien bekerja di pabrik tekstil dan selama hamil klien
mengurangi jam kerjanya di pabrik.
9.5 Pola Seksual
Sebelum hamil klien melakukan hubungan istri 1 minggu tiga kali
Selama hamil klien mulai jarang melakukan hubungan suami istri, 1 minggu
satu kali
9.6 Pola Persepsi
Bila sakit klien segera ke dokter, selama hamil klien slalu memerisakan diri
ke dokter
9.7 Pola Koping dan Stress
Bila waktunya periksa kehamilan klien selalu diantar suaminya

23
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

9.8 Pola Hubungan dan Peran


Hubungan dengan suami dan keluarga harmonis, klien jarang mengikuti
kegiatan PKK
9.9 Pola Spiritual
Klien selalu sholat 5 waktu. Klien rajin mengikuti pengajian di daerahnya.
9.10Pola kognitif dan konseptual
Klien tidak merasa terganggu dengan kehamilannya yang kedua ini
9.11Pola Persepsi Diri
Klien merasa sangat bahagia atas kehamilannya yang kedua ini
9.12Pola Kebiasaan
Klien tidak punya kebiasaan minum jamu, tidak minum alkohol, tidak
merokok, tidak punya binatang peliharaan dan tidak memakai narkoba.

3.1.2 Data Obyektif


3.1.2.1 Status Generalis
Kesadaran : Agak lemah, batuk
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 50 kg
3.1.2.2 Gejala Vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 360C
Pernapasan : 22 x/menit
Lila : 22,5 cm
3.1.2.3 Inspeksi
1. Rambut : hitam, lebat, tidak rontok, tidak berketombe, tidak berbau
2. Muka : tidak ada chloasma gravidarum, tidak ada oedem, tidak ada
hyperpigmentasi
3. Mata : tidak kabur, tidak anemis, tidak ikhterus, tidak conjungtivitis
4. Hidung : tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak ada sinusitus
5. Telinga : pendengaran tidak menurun, tidak ada otitis media, kebersihan
baik
6. Mulut : tidak ada gigi tanggal, tidak ada caries, kebersihan mulut baik,
tidak ada stomatitis, tidak ada tumor mandklienla

24
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

7. Bibir : pucat, tidak ada chylosis


8. Leher : ada hyperpigmentasi, tidak ada hypertiroid, tidak ada tumor leher
9. Dada : adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
10. Abdomen : terdapat striae albican dan linea alba, tidak ada bekas operasi.
11. Vagina : fluor albus tidak ada, tidak ada condiloma, tidak ada herpes
vaginalis, tidak ruam, tidak ada luka perineum, tidak ada infeksi
kelenjar bertolini maupun kelenjar skene, tidak ada kemerahan di
vagina.
12. Ekstrimitas atas : tidak ada oedema, tidak ada kram tangan, pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
13. Ekstrimitas bawah : tidak ada varices, tidak ada kram kaki, pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
3.1.2.4 Palpasi
1. Leopold I : TFU = 4 jari diatas pusat (24 cm)
Teraba tidak bulat, tidak keras, tidak melenting dan sulit
digerakkan
2. Leopold II : Pada dinding perut klien sebelah kiri teraba keras, memanjang
seperti papan
3. Leopold III : Bawah luberus klien sebelah kiri teraba keras, memanjang,
seperti papan. Bagian terendah janin belum masuk PAP
4. Leopold IV : Tidak dilakukan
3.1.2.5 Auskultasi
Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring
DJJ positif dengan keteraturan 12 – 11 – 11 dengan frekuensi 136x/menit
3.1.2.6 Perkusi
Suara ketok redup
Reflek patela ka / ki : positif / positif
3.1.2.7 Pemeriksaan Panggul
Distansia spinarum : 27 cm
Distansia christarum : 25 cm
Conjungtiva eksterna : 19 cm
Lingkat panggul : 90 cm

25
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

3.1.2.8 Pemeriksaan Laborat


Darah : sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif.
HB : 11 mg/dl
Urine : albumia = negatif
reduksi = negatif
Sputum : ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum
yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru
Test Tuberkulosis : Mantoux test positif
3.1.2.9 Pemeriksaan Lain
USG : tidak dilakukan

3.2 Analisa
GiiP10001, tunggal, hidup, usia kehamilan 30mg, letak kepala, intrauterine, keadaan
jalan lahir normal, dengan TBC.
3.2.1 Masalah
Klien merasa cemas dengan kehamilannya
3.2.2 Kebutuhan
KIE tentang TBC dalam kehamilan

3.3 Diagnosa Potensial


Berpotensi terjadinya hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah), kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,
tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency).

3.4 Tindakan Segera


-

3.5 Planning
26
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

3.5.1 Beritahu klien hasil pemeriksaan bahwa klien mengalami TBC dalam kehamilan
Rasionalisasi : klien mengerti tentang keadaan kehamilan dan penyakit yang dialami

3.5.2 Jelaskan kepada klien tentang TBC dalam kehamilan


Rasionalisasi : klien mengetahui TBC dalam kehamilan
3.5.3 Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru
Rasionalisasi : agar klien ditangani oleh ahli dalam penyakit TBC
3.5.4 Berikan obat .
3.5.4.1 Rifampisin 450-600 mg/hari
3.5.4.2 INH 400 mg/hari
3.5.4.3 Ethambutol 1000 mg/hari
Rasionalisasi : untuk mengobati penyakit TBC
3.5.5 Beritahu klien untuk selalu rutin dan taat minum obat
Rasionalisasi : agar obat bekerja dengan baik
3.5.6 Anjurkan klien untuk banyak istirahat, makan yang teratur dan minum obat sesuai
anjuran
Rasionalisasi : agar kondisi klien lebih membaik
3.5.7 Anjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan
Rasionalisasi : klien bersedia untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada
keluhan

3.6 Implementasi
3.6.1 Memberitahu klien hasil pemeriksaan bahwa klien mengalami TBC dalam kehamilan
3.6.2 Menjelaskan kepada klien tentang TBC dalam kehamilan
3.6.3 Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru
3.6.4 Memberikan obat Rifampisin, INH dan Ethambutol
3.6.5 Memberitahu klien untuk selalu rutin dan taat minum obat
3.6.6 Menganjurkan klien untuk banyak istirahat, makan yang teratur dan minum obat
sesuai anjuran
3.6.7 Menganjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan

3.7 Evaluasi
27
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

S : Klien mengatakan sudah mengerti tentang informasi dan penjelasan dari bidan
ditandai dengan klien dapat menjelaskan kembali sebagian dari informasi
tersebut
O: Tekanan darah : 110/70mmHg TFU : 30 cm di atas simfisis pubis
Nadi : 84x/menit TBJ : 1500 gram

Suhu : 36 0C DJJ : 12 – 11- 11 = 136x/menit


Pernapasan : 22 x/menit HIS : (-)

A: GIIP10001 tunggal, hidup, usia kehamilan 30 minggu, letak kepala intrauterine,


keadaan jalan lahir normal, dengan TBC
P : Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru
Berikan obat Rifampisin 450-600 mg/hari, INH 400 mg/hari, Ethambutol
1000mg/hari
Memberitahu klien untuk selalu rutin dan taat minum obat
Anjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan

28
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan


dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak
dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk
spora lalu diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun
lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang
serta berkembangbiak di paru-paru. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan,
karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai
dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri,
bayinya dan masyarakat sekitarnya.

4.2 Saran

Bagi bumil dengan TBC

1) Jangan ragu untuk memeriksakan penyakit tersebut karena jika terlambat atau tidka
mendapatkan penanganan yang adekuat dapat berakibat buruk baikbagi janin
maupun ibu hamil sendiri.
2) Pemeriksaan kehamilan dan minum obat secara rutin dapat menghindari dari
dampak buruk TBC pada kehamilan

Bagi keluarga

1) Dukungan secara moril sangat dibutuhkan untuk kesembuhan pasien TBC terutama
ibu hamil yang membutuhkan perhatian ekstra terhadap kehamilannya dna penyakit
TBC tersebut
2) Keluarga senantiasa aktif memotivasi bumil dengan TBC tersebut supaya dapat
meminum obat secara tuntas dan periksa kehamilan secara rutin.
3) Keluarga memulai untuk perubahan ke pola hidup sehat

29
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

Bagi bidan

1) Hendaknya lebih aktif dan mengawasi kerutinan ibu hamil untuk meminum obat
TBC
2) Diharapkan dapat melakukan kunjungan jika ibu tersebut tidak aktif untuk periksa
ANC
3) Diharapkan selalu memberi motivasi dna semangat bagi keluarga dna ibu
4) Bidan hendaknya sudah bisa mengantisipasi kemungkinan yang ada dan
menyiapkan rujukan sewaktu-waktu diperlukan setelah berkolaborasi dengan dokter

30
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono.2009. ilmu kebidanan. Jakarta : PT YBP-SP

Varney, Helen.2006. buku ajar asuhan kebidanan (Varney’s Midwifery) volume 1. Jakarta
:EGC

http://keperawatan-gun.com/2008/06/askep-ibu-hamil-dengan-tbc.html

http://lorenatazo.com/2009/12/ibu-hamil-dengan-penyakit-tbc.html

http://lely-nursinginfo.com/2007/06/pregnancy-and-tuberculosis.html

31

Anda mungkin juga menyukai