Dosen Pembimbing :
Sutrisno, APP., M. Kes
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan juga ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas asuhan
keperawatan yang berjudul “Penerapan Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Pada
Anak” yang sederhana ini dengan tepat waktu. Penulis juga berharap bahwa
asuhan keperawatan ini dapat memberikan manfaat dalam membantu melengkapi
wawasan pembaca.
Terima kasih penulis haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak, juga kepada pihak yang telah membantu dalam proses
pengerjaan sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Tugas ini penulis akui masih
banyak menyimpan kekurangan karena pengalaman yang belum sepenuhnya
mendukung. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis.
Penulis
(Kelompok 7)
A. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit akibat kuman tuberkulosis sistemis
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda,
2001).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens
tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak.
Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif
per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang
bebas tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB
dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian
pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya tertular TB, atau
juga disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga
uji tuberkulin akan menjadi positif, tidak semua anak yang terinfeksi TB
primer ini akan sakit TB.
B. Etiologi
1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan
anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat
yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh
darah (Reuters Health, 2007).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a. Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang
dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi
kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas
pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat,
terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang
menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena
kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan
jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang
menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC
jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada
sektret endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena
imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun,
resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring
pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya
akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang
menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-
10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC
diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi .
Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.
Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
C. Patofisiologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular.
Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman
ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman
berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas.
Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang
biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo,
2008).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru
luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa
pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 – 3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
b. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
1) Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2) Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak
3) Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih
aktivitas yang diinginkan
4) Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di
rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman
melalui telepon jika memungkinkan
I. Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan
untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris
(40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
f. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
g. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Objektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
c. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses
infeksi.
1) Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea.
2) Intervensi :
a) Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnea.
Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat
kemoterapetik dimulai untuk mendapatkan efeknya, oksigen
humidifier mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi.
b) Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot diagframa
mengembang
c) Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan mucus.
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
1) Tujuan : Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya tentang
proses penyakit dan pengobatan.
2) Intervensi :
a) Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan pengobatan
TBC, misalnya buat orang tua, hendaknya menghindari anak
dekat dengan orang dewasa yang terkena tuberkulosa
sedangkan buat anak sarankan untuk melakukan pengobatan
sampai selesai dan patuh dalam minum obat.
Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC dan
penanganannya membantu mengurangi kecemasan dan
peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi
dan pengobatan yang diberikan.
b) Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana memberikan
pengobatan (contoh: antibiotik), berapa lama terapi pengobatan
harus dijalani, dan apa yang terjadi jira anak tidak manjelani
tuntas pengobatannya.
Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan
risiko bila pengobatan dihentikan di awal akan meningkatkan
kepatuhan.
c) Pada saat anak diperbolehkan pulang, berikan discharge
planning atau perencanaan pulang mengenai :
1) Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek camping, lama
pemberian terapi dan cara minum obat.
2) Melakukan immunisasi jika immunisasi Belem lengkap
sesuai dengan prosedur.
3) Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual.
4) Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya
kekambuhan.
c. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam
jangka waktu lama.
1) Tujuan : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
2) Intervensi :
a) Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua dan
anak, tentang TBC dan hal ketidakpahaman yang dimiliki.
Rasional : pengkajian membantu menentukan apa yang orang
tua dan anak butuhkan untuk relajar agar dapat membantu
mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.
b) Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program
pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas,
dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
Rasional : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua
dan anak dengan informasu perlunya mengikuti program
pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan
akibat déficit pengetahuan.
c) Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan
pengobatan anak jira diperlukan.
Rasional : hal ini akan menurunkan risiko pengabaian dosis
yang dilakukan anak selama pengobatan.
CONTOH KASUS TUBERKULOSIS PADA ANAK
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identifikasi pasien
Nama : An. F
Tempat,tanggal lahir/Umur : Tanjung Durian, 20-04-2012/6 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Tidak kawin
Agama : Islam
Pendidikan : belum sekolah
Pekerjaan :-
Alamat : Tanjung Durian
Diagnosa Medis : TB paru
Tanggal pengkajian : 10-07-2018
b. Identitas Orang Tua
1. Ayah
Nama : Tn. J
Usia : 31 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Durian
2. Ibu
Nama : Ny. E
Usia : 28 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Durian
c. Identitas Saudara Kandung
Nama : An. S
Usia : 10 tahun
Hubungan : Saudara kandung
Keterangan : Sehat
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1). Keluhan utama batuk, nafsu makan menurun, berat
: badan tidak naik sejak tiga bulan
terakhir
2). Keluhan saat dikaji batuk, nafsu makan menurun, berat
: badan tidak naik sejak tiga bulan
terakhir. Klien sering demam, riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa ada,
yaitu tetangga nenek klien.
b. Riwayat kesehatan dahulu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1). Prenatal care
a) Mulai melakukan perawatan selama hamil, sejak usia 4 bln
sebanyak 4 kali
b) Keluhan ibu selama hamil : mual, kadang- kadang muntah
c) Tidak ada riwayat terkena sinar X
d) Kenaikan BB selama hamil 7 kg
e) Imunisasi : 2 X pemberian ( TT )
f) Golongan darah ibu A dan ayah tidak diketahui
2). Natal
a) Tempat melahirkan di Praktek Bidan
b) Persalinan normal/spontan
c) Penolong persalinan adalah Bidan
d) Komplikasi persalinan tidak ada
3). Post natal
a) Kondisi bayi ( BB : 2200 gr dan PB : 47 cm ) APGAR 7/8
b) Anak pada saat lahir tidak mengalami aspiksia.
c) Tidak ada penyakit kuning, kebiruan, kemerahan, tidak ada
problem menyusui .
d) Penyakit yang pernah dialami : batuk pilek berlendir, demam dan
berobat ke Puskesmas.
e) Klien tidak pernah mengalami Kecelakaan termasuk keracunan
f) Prosedur operasi dan perawatan RS : tidak pernah
g) Alergi ( makanan, obat-obatan, zat/substansi, tekstil) tidak ada
h) Pengobatan dini ( komsumsi obat-obatan bebas ) : tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit TB paru maupun penyakit
sistemik lainnya
d. Riwayat imunisasi
peningkatan klien.
mengidentifikasi klien
Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005. Jakarta : UKK
Pulmonologi PP IDAI : 33-50
Noenoeng Rahajoe, dkk. Perkambangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini.
1994. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : 161-179
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan
Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto
Reuters Health , (2007). Merokok pasif dikaitkan dengan risiko TB pada
anak-anak