Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TUBERCULOSIS (TBC) PADA ANAK

Disusun Oleh:

PRADISTYA WINATA (2018-1660-104)

FAHMI AMRULLAH (2018-1660-085)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

PRODI S1 KEPERAWATAN PROGRAM KHUSUS B14

TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-anak pun terancam. Anak
sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun kehidupan selama dan segera setelah pubertas.
Baru-baru ini, jumlah kasus TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum
gelandangan, pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang terinfeksi
kuman HIV.
Tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Diperkirakan jumlah pasien TB di
Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Indonesia menempati peringkat ke 3.
TB WHO (1989) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1.3 juta kasus TB ANAK. Dan
tanggal 24 maret diperingati ‘’hari TBC’’ sedunia. Oleh sebab pada tagnggal 24 maret 1882 di
berlin, jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil study mengenai penyebab dari TB yang
ditemukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB
dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus
merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Demikian
papar Prof Dr. dr. Cissy B Kartasasmita, SpA(K) dalam The2007 National Symposium Update on
Tuberculosis and Respiratory Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa,
diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan
tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak
yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan
asam adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen.
Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam sekret bronkus anak lebih sedikit
daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe
hilus dan parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman
5000/ml dahak. Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal tersebutlah yang sering
membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis. Gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak
saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit
(skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau
overdiagnosis!Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana cara mengetahui
anak yang terinfeksi TB dan bagaimana Asuhan Keperawatannya?
1.2 TUJUAN
TUJUAN UMUM
Untuk mendapatkan pengalaman nyata mengenai penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan TB paru pada anak.
Tujuan khusus
Mampu melakukan pengkajian pada pasien anak TB paru
Mampu membuat diagnose keperawatan pada pasien anak TB paru
Mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien anak TB paru
Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien anak TB paru
Mampu melakukan evaluasi keperawtan pada pasien anak TB paru
Mampu membuat dokumentasi yang ditujukan untuk institusi rumah sakit
BAB II
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculusis dan
micobacterium bovil (Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC).
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis.
Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya
(Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: CV. trans info media).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini
pada umumnya menyerang paru – paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru – paru,
seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan
sebagianya (Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya:
salemba medika)

2.1.2 ETIOLOGI
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak (droplet
nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak
akan terjadi penularan (Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC).
Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam
(Price, 1997) Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /mm
Dengan tebal 0,3 – 0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M.
Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
o Resiko infeksi TBC pada anak
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum
yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak
dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat,
terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada
anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini
disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan
jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum.
Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi
yang rendah pada sektret endobrokial anak. (Ngastiyah. 2005)

o Resiko penyakit TBC pada anak


Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit
TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun,
resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi
< 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak
usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-
10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,
pengangguran, dan pendidikan yang rendah. (Ngastiyah. 2005.Berdasarkan tipe infeksi,
Tuberkulosis pada anak dibagi menjadi 3 macam yaitu:

o Infeksi primer
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya lebih
dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak
terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan
kemungkinan sedikit batuk.Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena
anak telah membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun
pada beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar, infeksi ini dapat berkembang
menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif). (Maryunani
anik. 2010)

o Infeksi progresif (TB progresif)


Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru,
atauke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan,
kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk. (Maryunani anik. 2010)
o Infeksi reaktivasi (TB reaktivasi)
Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur
atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh menurun),
bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja
termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan
keringat pada malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika
penyakit bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC
akan mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur atau dahak.
(Maryunani anik. 2010)

2.1.3 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal,
4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan
setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga
ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali
tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus),
TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul,
bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan
butuh waktu lama untuk penyembuhannya. (Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC).
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu
sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop
atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan
kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga
harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati
pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak
dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC. (Ngastiyah.
2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC)

2.1.4 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain:
Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah terinfeksi
tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux, yang menggunakan
derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam
0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila
terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masihdianggap meragukan,
tetapi jika 10 mm keatas jelas positif. (Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC)
o Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan
radiologis tetapi diperlukan juga data klinis. (Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta: EGC)
o Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan
yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah:
 Bilasan lambung
 Sekret bronkus
 Sputum (pada anak yang besar)
 Cairan pleura(Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC)

o Uji bcg
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada anak
yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7
hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan
tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena
itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.(Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta: EGC).

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin
sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut: Untuk infant atau
anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,05 mg, Untuk
anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 mg.
(Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC)

2.1.4 PENATALAKSANAAN MEDIS


Pengobatan yang diberikan sekarang ialah;
a. Farmakologi
1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral, diminum
dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan
2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan
basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan
3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari per
oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1
tahun.
5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih sensitif,
diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan
sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis
tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang
buruk. (Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: CV. trans info
media).
b. Non farmakologi
Memberikan posisi ektensi (kepala lebih tinggi dari badan), Melakukan postural drainase,
Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak, pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga
daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya,
memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya (Maryunani anik. 2010. ilmu
kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: CV. trans info media).

2.1.5 PENGKAJIAN TEORI


 Identitas Data Umum
Nama pasien An.C berumur 11 bulan, jenis kelamin perempuan, Islam,tinggal di Boyolali.
Diagnosa medis TB Paru. Penanggungjawab Tn. M sebagai ayah, alamat Boyolali, agama Islam.
 Keluhan Utama
Sesak nafas, batuk berdahak selama 3 bulan
 Riwayat Pediarti
o Prenatal: Ibu pasien mengatakan sejak usia kehamilan memasuki bulan pertama sampai
usia bulan ke tujuh Ibu rutin memeriksakan kandungannya 2 bulan sekali di puskesmas
setempat. Kemudian memasuki usia kehamilan 8 bulan Ibu rutin memeriksakan
kandungannya 1 minggu sekali di puskesmas setempat juga.
o Natal: Ibu pasien mengatakan melahirkan anaknya spontan Puskesmas setempat. Anak
lahir langsung nangis spontan dengan berat badan 3400 gram dan panjang 52 cm.
o Post Natal: Ibu pasien mengatakan setelah lahir anak langsung di beri imunisasi Hepatitis
B-1 dan BCG kemudian dilanjutkan imunisasi di Puskesmas setempat. Anak diberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan, kemudian setelah usia lebih dari 6 bulan anak diberi makanan
tambahan seperti bubur tim, bubur sun, buah pisang, buah pepaya.
o Penyakit trauma dan operasi: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah memiliki
trauma/operasi.
o Alergi: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki alergi makanan, minuman ataupun
obat – obatan.
o Imunisasi: Ibu pasien mengatakan anaknya mendapat imunisasi dasar lengkap sampai
umur 1 tahun

 Riwayat Kesehatan Dahulu


Ibu pasien mengatakan anaknya tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang dialami anaknya
saat ini maupun riwayat penyakit lainnya.
Riwayat Kesehatan Sekarang Ibu pasien mengatakan anaknya sesak napas, batuk berdahak sudah
3 bulan, kemudian oleh Ibunya diperiksakan di Poliklinik RSUD Pandan Arang Boyolali, menurut
hasil dari pemeriksaan dokter anak (mantoux test positif) di diagnosa TB Paru. Setelah pengobatan
berjalan 1 bulan Ibunya tidak melanjutkan kembali pengobatan TB Paru karena Ibu beranggapan
anaknya sudah sembuh. Satu bulan kemudian, anak sesak nafas dan batuk berdahak lagi, oleh
orang tuanya dibawa ke IGD RSUD Pandan Arang Boyolali karena anak mengalami sesak nafas
RR: 55x/menit,terpasang O2 2 liter/menit, infus: D ½NS 10 Tpm. Kemudian dirawat di Ruang
Edelweiss RSUD Pandan Arang Boyolali.
 Pola fungsi kesehatan.
Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.
Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas
pendek).
Pola tidur dan istirahat: sulit tidur, berkeringat pada malam hari
Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut,
masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu
Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri.
 Pemeriksaan fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41°C)
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering
diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat
kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal
pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak).
2.1.6 DIAGNOPSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
o Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d dengan peradangan pada paru disebabkan oleh adanya
obstruksi, inflamasi dan peningkatan sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu
batuk secara efektif.
o Hypertermi b/d adanya reaksi inflamasi/ peradangan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan
o Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
o Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan
NO
DX TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN

Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan,


kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
R: untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan apa
yang harus dilakukan
Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau
batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
R: untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
Berikan pasien posisi semi atau fowler,
R: semi fowler memudahkan pasien untuk bernafas
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila
Tujuan: setelah dilakukan tindakan perlu.
keperawatan jalan nafas kembali efektif
R: untuk mencegah penyebaran infeksi
dalam waktu 3×24 jam. Dengan kriteria
hasil: Lembabkan udara/oksigen. Berikan obat: agen
mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi
Sekret berkurang sampai dengan hilang,
1.
pernafasan dalam batas normal 40- R: pemberian oksigen dapat memudahkan pasien untuk
60x/menit bernafas

a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif,


menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan
sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe
dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa,
ciuman atau menyanyi.
R: Membantu klien agar klien mau mengerti dan
menerima terhadap terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk
terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan
kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.
R: Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
kerentanan terjadinya penyebaran
keperawatan pasien tidak demam dalam
waktu 3×24 jam. c. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
Dengan kriteria hasil: tidak terjadi R: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan
2 penyebaran infeksi infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan
R: Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
e. Monitor temperature atau suhu badan
R: untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya
infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
R: Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali
pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai
batas waktu yang ditentukan.
R: Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan
selanjutnya

a. Mengukur dan mencatat BB pasein


R: BB menggambarkan status gizi pasien
BMenyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R: Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan
mencegah muntah
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan
selera makan
R: Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d.Memberikan makanan tinggi TKTP (tinggi kalori
tinggi protein)
Tujuan:
R: Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh
Kriteria hasil: Keluarga klien dapat darah
menjelaskan penyebab gangguan nutrisi
yang dialami klien, pemulihan kebutuhan EMemberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
nutrisi, susunan menu dan pengolahan
R: Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk
makanan sehat seimbang. Dengan bantuan
makan
perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan pemberian diet (per FLakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi
3. sonde/per oral) sesuai program dietetik. respirasi
R: Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau
obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang
dapat merangsang vomiting.
GJelaskan kepada keluarga tentang penyebab
malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu
dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan
contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status
sosial ekonomi klien.
R: Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien
sehingga dapat meneruskan upaya terapi diet yang
telah diberikan selama hospitalisasi.
h. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri
kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R: Meningkatkan partisipasi keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas
peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi
klien.
j. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan
tebal lipatan kulit setiap pagi.
R: Menilai perkembangan masalah klien.
k. Memberi makan lewat parenteral (D 5%)
R: Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui
parenteral

Tujuan: Menyatakan pemahaman proses a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat
penyakit/prognosis dan kebutuhan kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi,
pengobatan. lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
Melakukan perubahan prilaku dan pola
hidup untuk memperbaiki kesehatan umur R: untuk mengetahui kondisi pasien dan tindakan apa
dan menurunkan resiko pengaktifan ulang yang akan diberikan
tuberkulosis paru.
b. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori
Mengidentifikasi gejala yang memerlukan Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
evaluasi/intervensi.
R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi sehingga
4 Menerima perawatan kesehatan adekuat. penyembuhan bisa lebih cepat
c. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk
tulisan misalnya: jadwal minum obat.
R: agar keluarga pasien tidak memberikan obat dan
waktu yang keliru
d. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi,
tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.
Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis
dengan obat lain.
R: agar keluarga pasien tidak memberikan obat dan
waktu yang keliru
e. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering,
konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah
R: agar keluarga pasien mengetahui sehingga bisa
melaporkan jika hal tersebut terjadi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan


1. kaji tingkat pengetahuan keluarga
keperawatan pengetahuan ibu dan
keluarga pasien bertambah dalam waktu R: untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga
1×24 jam dengan kriteria hasil ibu dan pasien sampai mana
keluarga pasien paham tentang penyakit
2. berikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan
anaknya dan cemas teratasi
penyakit pasien
R: agar keluarga pasien mengetahui dan tidak cemas
3. jelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
5 R: untuk mengurangi kecemasan keluraga pasien
BAB III
3.1 WOC
BAB IV
4.1 KONSEP TUMBUH KEMBANG
Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1) Pertumbuhan
a) Kaji BBL, BB saat kunjungan
b) BB normal
c) BB normal, mis: (6-12 tahun) umur
d) Kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
2) Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih
benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata
tanpa arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti
ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat
mengatakan 3-10 kata, rasa cemburu, bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar
makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun
kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut
warna, dan menyayangi saudara.
i) usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.

Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: CV. trans info media.

Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya: salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai