Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT TUBERCOLUSIS

DISUSUN OLEH :
1. CUT SHANAH ROIDOTUL ILMI (1351810067)
2. DESAK AYU OKA VITA SAVITRI (1351810068)
3. FARAH APRILIANADILA (1351810174)
4. DIAH KUN ARISAWATI (1351810363)
5. SITI SULAIMAH (1351810373)

KELOMPOK II / B1-18

PROGRAM PENDIDIKAN DIII-FARMASI

AKADEMI FARMASI SURABAYA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas izin dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
Epidemiologi Tubercolusis ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai tugas
Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Adapun makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan kita semua


tentang ilmu eidemiologi suatu penyakit tubercolusis yang akan dibahas dalam
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan


dan kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai
penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk para pembaca.

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, tetapi
juga dapat mempengaruhi bagian tubuh lainnya. Penyakit ini telah menjadi langka
di negaranegara berpenghasilan tinggi, namun masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah (Goldrick, 2004).

Prevalensi TB terus meningkat karena peningkatan jumlah pasien yang


terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), resistensi bakteri
terhadap obat, peningkatan perjalanan internasional dan imigrasi dari negara-
negara dengan prevalensi tinggi, dan meningkatnya jumlah para pelaku
tunawisma dan obat (Knechel, 2009).

Risiko penularan penyakit TB terutama tergantung pada faktor-faktor


terkait dengan sumber (dahak positif), lingkungan (durasi paparan, ventilasi yang
tidak memadai, droplet nuklei menular) dan penerima (status imun rendah).

Penyakit TB aktif paling umum mempengaruhi paru-paru (TB paru) dan


menyebabkan batuk terus-menerus (kadang-kadang dengan dahak berdarah), nyeri
dada, kelelahan, keringat malam, demam, dan sesak napas. Infeksi juga dapat
menyebar dan menginfeksi organ lain, termasuk saluran reproduksi dan sistem
saraf pusat. TB paru aktif adalah satu-satunya bentuk penyakit yang menular.
Bakteri dapat ditularkan melalui tetesan udara ketika orang yang terkena batuk,
bersin, atau berbicara. Seseorang dengan penyakit TB paru aktif akan menginfeksi
rata-rata 10 sampai 15 orang per tahun (Sherris, 1999).
B.RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari TB Paru ?


2. Apa penyebab terjadinya TB Paru ?
3. Bagaimana cara pengobatan TB Paru ?
4. Bagaimana epidemiologi TB Paru ?
5. Bagaimana penanganan TB Paru ?

C.TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang definisi,
penyebab, gejala, patofisiologi, epidemiologi dan cara penanganan TB Paru yang
terjadi di lingkungan masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi Penyakit TB

Penyakit tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali oleh Robert Koch. Bakteri
tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan menuju kedalam
bagian paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau penyebaran
langsung ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang dapat dijumpai
dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu: a) Tuberkulosis primer: bila
penyakit tuberkulosis muncul dan langsung menginfeksi manusia; b) Tuberkulosis
paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah beberapa waktu seseorang
terkena infeksi dan sembuh.

Bakteri tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang


menjadi sumber penularan (Notoatmodjo, 2007). Bakteri ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan yang biasa
disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri TB dapat bertahan hidup
beberapa jam di udara, tempat yang gelap dan lembab selama berbulan-bulan
namun tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini
dapat bersifat dormant (tertidur lama selama beberapa tahun) (Suryo, 2010).

Bakteri tuberculosis ini mati pada tingkat pemanasan 100oC selama 5- 10


menit atau pada tingkat pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol
70- 95% selama 15-30 detik Masa inkubasi penyakit tuberculosis yaitu selama 3-6
bulan (Widyono, 2008).

Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang. Bakteri


TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB mengalami batuk,
bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis
paru BTA positif. Orang terdekat yang berada disekitarnya ketika bernapas dapat
menghirup bakteri TB yang keluar ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara
ataupun bernyanyi dan terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke
bagian tubuh lain dan menjadi terinfeksi.

Namun tidak selalu langsung terinfeksi, orang tersebut harus


menghabiskan waktu yang cukup lama dalam kontak dekat dengan orang yang
terinfeksi TB untuk dapat menangkap bakteri TB dan menjadi terinfeksi kuman
TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease, 2016).

Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi


bayi dan anak (TB milier).TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak
umur 0-14 tahun (Kemenkes RI, 2013). TB pada anak merupakan transmisi
terbaru dan berkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling mungkin untuk terinfeksi
TB oleh kontak terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat
mengembangkan penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi TB yang paling sering
menjangkit anakanak yaitu pada usia 1 sampai 4 tahun. Anak-anak bisa sakit
dengan penyakit TB segera setelah terinfeksi bakteri TB, atau mereka bisa sakit di
kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga bakteri TB
kembali aktif dan berkembangbiak di dalam tubuh. Jika tidak diobati, kuman TB
akan terus menetap di dalam tubuh seumur hidup dan memungkinkan untuk dapat
menginfeksi anak-anak mereka kelak (CDC: TB in Children, 2013).

Seorang anak dapat terinfeksi bakteri TB pada dasarnya dengan cara yang
sama sebagai orang dewasa, yaitu menghirup bakteri TB yang ada di udara
sebagai 9 hasil dari pelepasan bakteri TB ke udara oleh seseorang yang memiliki
TB BTA positif. Setelah bakteri TB dihirup dan mencapai paru-paru, selanjutnya
bakteri TB berkembangbiak dan kemudian menyebar melalui pembuluh getah
bening ke kelenjar getah bening di dekatnya. Beberapa anak berada pada risiko
yang lebih besar terkena TB daripada anak yang lain yaitu seorang anak yang
tinggal dirumah yang sama dengan seseorang yang didiagnosis mengidap TB
BTA positif, seorang anak berusia kurang dari 5 tahun, seorang anak dengan
infeksi HIV, seorang anak dengan gizi buruk (CDC: Tuberculosis (TB) Disease,
2016).
Daya penularan dari orang dengan TB ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan di parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin tinggi daya penularan dari orang dengan TB tersebut. Tingkat
pajanan percikan dahak sangat mempengaruhi besar risiko tertular TB. Selain itu,
faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi TB adalah imunitas
tubuh yang rendah, infeksi HIV/AIDS, dan malnutrisi atau gizi buruk (Depkes RI,
2006).

Dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia


menyebutkan bahwa faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat
penularan, lama pajanan, dan daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA
negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan
pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur
positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto
toraks positif adalah 17% (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014).

B. Keluhan penyakit & gejala

Tanda-tanda dan gejala TB paru yang khas adalah batuk, demam,


penurunan berat badan, dan berkeringat di malam hari. Hemoptisis (darah dalam
dahak) adalah umum. TB harus dicurigai pada pasien risiko dengan gejala di atas,
terutama jika gejala sudah berlangsung selama lebih dari tiga minggu. Gejala
tuberkulosis spesifik untuk sistem tubuh yang terkena dan termasuk status mental
yang berubah, nyeri dada, nyeri tulang, atau pembengkakan lokal di leher
(Chapleau, 2009).

Kesulitan besar pada tahap awal dari penyakit ini yaitu sering
menampakkan gejala, atau gejala yang sangat samar-samar, dan tidak ada tanda
fisik yang ditemui sama sekali (Smillie, 1958). Gejala dada Gejala umum Batuk,
berkepanjangan selama tiga minggu atau lebih (hadir dalam 40- 80%) Demam
Produksi sputum (menunjukkan kerusakan paru-paru) Berkeringat dingin / malam
Nyeri dada (mungkin TB atau pleura) Kelelahan dan kelemahan Batuk darah
Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan (Center for Disease Control
and Prevention,1995).
C. Pemeriksaan penunjang diagnostic
1. Mikroskopi Diagnosis

TB paru dapat dilakukan dengan deteksi BTA dengan mikroskop


langsung, menggunakan noda fuchsin carbol dan / atau fluorochrome noda.
Mikroskop adalah metode yang cepat tetapi tidak memiliki sensitivitas yang
cukup dan tidak bisa membedakan antara spesies yang berbeda dari genus
mikobakteri.

2. Kultur

Kultur dianggap sebagai metode referensi untuk mendeteksi basil


tuberkulosis, tetapi kultur mikobakteri itu sulit, mahal dan lambat. Teknik kultur
terbaik adalah teknik radiometrik respirometry (BACTE 6 dimana urutan DNA
berulang-ulang terjadi tertentu (penyisipan urutan) yang diidentifikasi oleh
spesifik probe.

3. Obat Kerentanan

Peran tes kepekaan obat tidak boleh dianggap remeh dalam pengobatan
kasus-kasus tuberkulosis. Terapi anti-TB tergantung pada kerentanan basil
tuberkulosis. Resistensi obat dapat didefinisikan sebagai kemampuan basil
tuberkulosis untuk bertahan hidup dan tumbuh meskipun paparan konsentrasi obat
yang menghambat atau membunuh basil, dan untuk mentransfer karakteristik ini
kepada turunannya.

4. Etiologi (penyebab)/agent

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria adalah basil kecil berbentuk batang
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia.

Mycobacterium dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama:

1. Mycobacterium tuberculosis complex: pada kelompok ini terdapat M.


tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti and M. canetti. Semuanya dapat
menyebabkan tuberkulosis pada manusia. Umumnya tuberkulosis disebabkan oleh
M. tuberculosis

2. Mycobacterium leprae menyebabkan penyakit lepra

3. Non tuberculous mycobacteria (NTM).

Semua Mycobacteria adalah organisme tahan asam. M. tuberculosis


memperbanyak diri lebih lambat dari bakteri biasa, inilah mengapa tuberkulosis
mengalami evolusi yang lebih lambat (menyebabkan penyakit bermingguminggu,
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi) dari kebanyakan infeksi
bakteri lainnya.

M. tuberculosis merupakan bakteri aerobik dan lebih banyak ditemukan di


jaringan paru (spesifik di apex, dimana konsentrasi oksigen lebih tinggi) daripada
organ dalam. M. tuberculosis ditularkan dari manusia ke manusia terutama jalur
udara. Sumber infeksi adalah pasien dengan TB paru atau TB laring. Saat batuk,
berbicara atau bersin, penderita TB mengeluarkan droplet 7 yang terinfeksi.
Transmisi biasanya terjadi ketika droplet yang telah terinfeksi terhirup. Cahaya
matahari, cahaya UV dan fentilasi berperan dalam peningkatan kemampuan
droplet mencapai paru. (Varaine & Rich, 2014).

C. Cara Pencegahan

Amerika Serikat memiliki 3 strategi yang mendasar untuk pencegahan dan


pengendalian TB.

1. Prioritas pertama adalah mengidentifikasi dan mengobati orang yang memiliki


TB aktif. Prioritas ini difokuskan dengan mengidentifikasi orangorang yang
memiliki TB, memastikan bahwa mereka menyelesaikan terapi yang tepat.

2. Prioritas kedua adalah menemukan dan penyaringan orang yang telah


melakukan kontak dengan pasien TB untuk menentukan apakah mereka memiliki
infeksi TB atau penyakit dan menyediakan mereka dengan perawatan yang tepat.

3. Prioritas ketiga adalah skrining populasi berisiko tinggi untuk mendeteksi orang
yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan mencegah adanya infeksi yang
mengarah ke penyakit TB. (U.S. Department of Health and Human Services,
1995)

Diagnosa dan inisiasi dini pengobatan yang tepat pada pasien terhadap
sumber penyakit TB sebelum mereka menginfeksi lebih banyak orang disinyalir
sebagai pola pencegahan TB paling efektif. Sejak pengenalan pengobatan antiTB,
resiko infeksi TB mengalami penurunan drastis dan telah dilakukan obervasi di
banyak negara industri, dengan resiko penurunan infeksi mencapai 50% setiap 5 –
7 tahun. Angka ini di observasi pada negara yang memiliki program vaksinasi
BCG maupun tidak. Reduksi resiko infeksi ini merupakan efek langsung dari
program deteksi, diagnosis dan pengobatan (Varaine & Rich, 2014).

D. Cara pengobatan

Pengobatan utama untuk infeksi mikobakteri adalah kemoterapi tertentu.


Dua obat utama yang digunakan untuk mengobati TB adalah isoniazid dan 8
rifampisin. Obat lini pertama yang lain adalah pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Obat lini kedua yang lebih beracun atau kurang efektif (atau
keduanya), dan mereka harus digunakan dalam terapi hanya dalam keadaan
khusus (misalnya, kegagalan pengobatan, resistensi obat ganda). Obat lini kedua
termasuk kanamisin, kapreomisin, etionamid, cycloserin, ofloksasin, dan
ciprofloxacin. (Jawetz, Melnick & Adelberg’s, 2002)

1. Isoniazid Isoniazid (INH) adalah agen baris pertama untuk pengobatan semua
bentuk tuberkulosis yang disebabkan oleh organisme yang diketahui atau diduga
rentan terhadap obat.

Dosis:

- Dewasa (maksimum): 5 mg / kg (300 mg) setiap hari, 15 mg / kg (900 mg)


sekali, dua kali, atau tiga kali seminggu.

- Anak-anak (maksimum): 10-15 mg / kg (300 mg) setiap hari, 20-30 mg / kg (900


mg) dua kali seminggu
Keterangan: Tablet (50 mg, 100 mg, 300 mg), sirup (50 mg / 5 ml), larutan berair
(100 mg / ml) untuk injeksi intravena atau intramuskular.

2. Rifampin Rifampin (RIF) adalah agen baris pertama untuk pengobatan semua
bentuk tuberkulosis yang disebabkan oleh organisme dengan sensitivitas obat
diketahui atau diduga. Rifampisin merupakan komponen penting dari semua
regimen jangka pendek.

Dosis :

- Dewasa (maksimum): 10 mg / kg (600 mg) sekali sehari, dua kali seminggu,


atau tiga kali seminggu.

- Anak-anak (maksimum): 10-20 mg / kg (600 mg) sekali sehari atau dua kali
seminggu.

Keterangan: Kapsul (150 mg, 300 mg), isi kapsul juga dapat dicampur dalam
bahan pengencer yang tepat untuk mempersiapkan suspensi oral. (Centers for
Disease Control and Prevention, 2003)

E. Rehabilitasi

Rehabilitasi TB harus dimulai selambat-lambatnya pada hari pasien masuk


sanatorium. Ketika pasien dirawat di rumah sendiri, rehabilitasi harus dimulai saat
diagnosis tuberkulosis diungkapkan kepada pasien.

Tujuannya adalah bahwa pasien harus tahu dari awal bahwa masih ada
masa depan baginya. Pendekatan psikososial-matic pada penyakit seperti
tuberkulosis sangat penting. Pengalihan, rekreasi, okupasi, terapivokasi,
testoleransi, kolonisasi, atau penempatan pada pekerjaan sebelumnya atau
pekerjaan baru merupakan satusatunya cara untuk membina kemandirian ekonomi
lengkap atau parsial untuk individu. Therapeutic Occupation dan Prophylactic job
adalah tujuan dan sarana semua rehabilitasi pada penderita TB (Sikand, 1957).
F. Prognosis

TB adalah penyakit yang parah dan sering menyebabkan kematian jika


tidak ditangani. Setelah 5 tahun tanpa pengobatan, hasil dari smear-positive (BTA
positif)

TB Paru pada penderita HIV-negatif adalah sebagai berikut:

- 50-60% meninggal (CFR untuk TB yang tidak diobati)

- 20-25% sembuh (sembuh spontan)

- 20-25% berlanjut kronis

Dengan pengobatan yang adekuat, Case Fatality Rate (CFR) sering


menurun menjadi kurang dari 2 – 3% dibawah kondisi optimal. Penurunan CFR
serupa terlihat pada penderita TB paru smear-negative (BTA negatif) dan Extra
Pulmonary Tuberculosis (EPTB) dengan pengobatan adekuat. TB yang tidak
diobati pada penderita infeksi HIV (tanpa antiretroviral) hampir selalu fatal.
Bahkan dengan retroviral pun, CFR-nya selalu lebih tinggi dari pada penderita
non-infeksi HIV (Varaine & Rich, 2014).
BAB III

PEMBAHASAN

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang disebabkan oleh M. bovis
dan africanum), yang pada umumnya menyerang paru dan sebagian menyerang di
luar paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan,
selaput otak, dan sebagainya. Organisme ini disebut pula sebagai basil tahan
asam.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013


terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Pada tahun 2014
terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB. Jumlah kasus TB paru
terbanyak berada pada wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan
wilayah Mediterania Timur (17%)1 . Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi
TB di Indonesia berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk.

Sedangkan menurut Global Tuberculosis Control, estimasi insidens semua


tipe TB tahun 2013 yang sebesar 183 per 100.000 penduduk mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 189 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2014 proporsi kasus TB
paru yaitu sebanyak 231 per 100.000 penduduk. Kasus TB paru BTA positif di
Kota Kendari tiap tahun mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan penemuan penderita TB paru BTA positif dari tahun 2013 hingga
tahun 2015 di Kota Kendari, di mana pada tahun 2013 insidensi sebesar 168 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2014 insidensi sebesar 161 per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2015 ditemukan insidensi sebesar 162 per 100.000 penduduk.

Berdasarkan data kesehatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas


II A Kendari selama tahun 2012-2016 terdapat 14 kasus TB paru BTA positif.
Sampai saat ini terdapat satu orang yang dalam proses pengobatan penyakit TB
paru BTA + di dalam Lapas Kelas II A Kendari.
Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menderita penyakit TB
paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk), faktor lingkungan yaitu ventilasi, kepadatan hunian, faktor
perilaku, kesehatan perumahan, lama kontak dan kosentrasi kuman5 . Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengenai faktor risiko penyakit TB paru antara
lain penelitian tentang kepadatan hunian menunjukkan bahwa rumah yang padat
penghuninya atau tidak memenuhi syarat kesehatan berisiko 4,34 kali lebih
terkena TB paru dibanding rumah yang memenuhi syarat kesehatan6 .

Penelitian lain dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang
tinggal pada rumah dengan pencahayaan yang tidak memunuhi syarat kesehatan
berisiko TB paru 9 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah dengan
pencahayaan memenuhi syarat kesehatan7 . Selain itu sebuah penelitian
menyimpulkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian TB
paru 8 .

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,


pengertian kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tahanan,
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan adalah anggota masyarakat yang
mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk
mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.

Tingkat kesehatan narapidana yang buruk merupakan suatu konsekuensi


yang logis yang pasti di alami oleh narapidana. Sanitasi yang buruk dan pola
hidup yang jauh dari sehat menjadikan narapidana rentan terhadap berbagai
penyakit, seperti tuberkulosis, penyakit kulit, bahkan penyakit HIV/AIDS.

Berdasarkan data angka kematian pada narapidana dan tahanan di


Indosesia tahun 2011, penyakit HIV/AIDS menempati posisi pertama dengan 105
orang, TB sebanyak 55 orang, dan penyakit lainnya .

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kendari merupakan salah


satu lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham) yang bertanggungjawab dalam pembinaaan
narapidana. Dari hasil observasi awal yang dilakukan di Lapas Kelas II A Kendari
dapat diketahui bahwa keadaan narapidana di Lapas Kelas II A Kendari telah
melebih kapasitasnya (over capacity) yaitu sebanyak 437 narapidana yang
seharusnya hanya sebanyak 378 narapidana.

Selain itu kondisi sanitasi dan lingkungan serta pola prilaku narapidana
yang kurang sehat dapat menjadi penularan penyakit, salah satunya TB paru.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dianggap perlu untuk dilakukan.
Penelitian ini berjudul : “Skrining dan Studi Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis
Paru (TB Paru) Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari Tahun 2017”.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan


skrining dan studi epidemiologi dengan maksud untuk mendapatkan gambaran
frekuensi distribusi penyakit TB paru berdasarkan karakteristik orang (umur, jenis
kelamin, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan membuang ludah/dahak),
karakteristik tempat (ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban, pencahayaan
alami), dan karakateristik waktu (riwayat kontak, lama kontak, intensitas kontak)
pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari10 .

Populasi dalam penelitian ini adalah semua narapidana di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas II A Kendari yang berjumlah 437 orang. Besar sampel
sebanyak 26 orang yang diperoleh berdasarkan skrining klinis gejalaTB paru.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling,
yang didasarkan pada kriteria tertentu yaitu pada skrining tahap awal semua
narapidana berhak menjadi sampel dan pada skrining tahap 2 yang menjadi
sampel yaitu orang yang mempunyai gejala klinis penyakit TB pada skrining
awal.
Hasilnya

Umur Jumlah Persentase Tabel 1: Distribusi Umur Responden


No.
Responden (n) (%)
1 < 20 tahun 2 7,7
2 20-45 tahun 19 73,1
3 > 45 tahun 5 19,2
Total 26 100

Jenis Jumlah Presentase


No.
Kelamin (n) (%) Tabel 2 Distribusi Jenis Kelamin
1 Laki-Laki 26 100 Responden
2 Perempuan 0 0
Total 26 100

Analisis Univariat Variabel Penelitian

No Kejadian Jumlah Presentase


. TB Paru (n) (%) Tabel 3 Distribusi Responden
1 Menderita 1 3,8 Berdasarkan Kejadian Tubekulosis
Tidak Paru
2 25 96,2
Menderita
Total 26 100

Jumlah Presentase
No. Umur
(n) (%)
Tabel 4 Distribusi Umur
1 Berisiko Tinggi 21 80,8
2 Berisiko Rendah 5 19,2
Total 26 100
Jenis Jumlah Presentase
No.
Kelamin (n) (%) Tabel 5 Distribusi Jenis Kelamin
1 Laki-Laki 26 100
2 Perempuan 0 0
Total 26 100

Anda mungkin juga menyukai