Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis Paru

1. Pengertian

Penyakit Tuberculosis Paru adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh kuman Mycobactrium tuberculosis yang menyerang

perankim paru. Ada dua spesies kuman tersebut, yaitu Mycobacterium

Tuberculosis type human dan Mycobacterium tuberculosis type bovis.

Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Kuman

tersebut dapat menyerang semua organ tubuh manusia tetapi yang lebih

sering terkena adalah organ paru-paru yang disebut Tuberculosis Paru.

Infeksi tersebut dapat bersifat kronik dan akut seperti pneumonia

tuberculosis ataupun tuberculosis milier. ( Manaf 1999).

Mycobacterium tuberculosis adalah kuman berbentuk batang,

berukuran panjang 1 – 4 mikron dan tebal 0,3 – 0,6 mikron. Sebagian

besar kuman ini terdiri atas lemak dan mempunyai sifat khusus tahan asam

terhadap asam pada pewarnaan, sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan

asam (BTA). Selain itu juga tahan terhadap gangguan fisik maupun kimia,

kuman dapat tahan hidup pada udara kering maaupun dalam keadaan

dingin. (Bahar 2002).

2. Penularan Penyakit Tuberculosis Paru

Tuberculosis merupakan penyakit menular, Sumber penularan adalah

penderita tuberculosis dengan BTA positif ( + ), yang dapat menularkan

8
9

kepada orang yang berada disekelilingnya terutama kontak erat (Depkes

RI, 2010 ).

Penularan terjadi melalui udara, pada waktu penderita batuk, bersin

atau berbicara dan kuman tersebar keluar dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang sehat dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernapasan yang selanjutnya berkembang biak

dalam paru – paru. Cara lain yang dikemukakan adalah bahwa dahak yang

mengandung kuman dibatukkan dan jatuh terlebih dahulu ke tanah,

mengering, dan debu yang terdapat kuman tersebut terhirup oleh orang

sehat dan masuk paru – paru. Cara penularan seperti ini disebut sebagai

Air Borne Disease (Rasid, 1995).

Setelah kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernapasan, kemudian menyebar dari paru – paru hngga alveoli, terjadilah

infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke bagian tubuh lainnya, melalui

system peredaran darah, system saluran limfe, saluran nafas atau

penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya dan terbentuklah primer

kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan Tuberculosis

Primep (Asagaf dan Mukty, 2008).

Daya penularan dari seorang penderita Tuberculosis Paru ditentukan

oleh banyaknya kuman BTA yang terdapat dan dikeluarkan dari paru –

paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat


10

kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan

seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet

pervolume udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI,

2010)

Risiko penularan TB paru tergantung pada banyaknya organisme yang

terdapat di udara dan banyaknya kuman yang dikeluarkandari paru-paru.

Risiko penularan TB paru menurut Depkes RI (2011), antara lain:

a. Risiko penularan TB paru setiap tahunnya ditunjukkan denganAnnual

Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang

berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10

(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi TB setiap tahun;

b. Indonesia memiliki ARTI bervariasi antara 13% ;

c. Risiko penularan TB tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan

dahak. KlienTB paru dengan BTA positif lebih berisiko tinggi

menularkan bila dibandingkan dengan klienTB paru BTA negatif;

d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif

menjadi positif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko penularan penyakit TB paru

(Smeltzer &Bare, 2001) antara lain:

a. Individu yang kontak denganklienTB aktif;

b. Individu imunosupresif (lansia, pasien dengan kanker, individu dengan

terapi kortikosteroid, individu yang terinfeksi HIV);


11

c. Pengguna obat-obat HIVdan alkohol;

d. Individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya

(misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, dll);

e. Umur dan jenis kelamin;

f. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori,protein, vitamin, zat besi

dan lain – lain;

g. Individu yang tinggal di institusi (misal: fasilitas perawatan jangka

panjang, institusi psikiatrik, penjara);

h. Individu yang tinggal di perumahan yang padat, kumuh dan sanitasi

yang buruk.

3. Riwayat terjadinya tuberculosis

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat

melewati system pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan

sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat

kuman TB berhasil berkembang biak gengan cara pembelahan diri diParu

yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limpa akan

membawa kuman TB ke kelenjar limfedi sekitar hilus paru, yang disebut

komplek primer yang terjadi sekitar 4 – 6 minggu.

Setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk

dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya

reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan

kuman TB. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap


12

sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Masa inkubasi yaitu waktu

yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar

6 bulan (Depkes RI, 2010).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB PARU

Kejadian TBparu pada individu dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu (Hiswani, 2009):

a. Host

1) Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi meliputi keadaan rumah, kepadatan

hunian, lingkungan perumahan karena lingkungan dan sanitasi

yang buruk akan memudahkan penularanpenyakit TB paru.

Pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap penularan

penyakit TBparu, karena pendapatan yang kecil akan membuat

invidu tidak dapat hiduplayak dengan memenuhi syarat-syarat

kesehatan;

2) Status gizi

Status gizi berhubungan dengan keadaanmalnutrisi atau

kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga akan rentan

terhadap suatu penyakit termasuk TBparu;


13

3) Umur

Penyakit TBparu paling sering ditemukan pada usia muda atau

usia produktif (15 – 50 tahun). Terjadinya transisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Usia

lanjut yang lebih dari 55 tahun system imunologis seseorangakan

menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit

salahsatunya adalah penyakit TBparu;

4) Jenis kelamin

Penyakit TB paru lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-

laki daripada perempuan.Angka prevalensi pada laki-laki cukup

tinggi pada semua usia tetapi angka prevalensi pada perempuan

cenderung menurun tajam setelah melewati masa subur.Kematian

pada perempuan lebih banyak terjadiakibat TB paru dibandingkan

akibat proses kehamilan dan persalinan. Penyakit TB paru lebih

sering terjangkit pada laki-laki karena sebagian laki-laki memiliki

kebiasaan merokok atau minum alkohol, sehingga dapat

menurunkan system pertahanan tubuh dan lebih mudah terpapar

oleh agen penyebab TB paru.

b. Agent

Tuberkulosis paru disebabkan oleh basil mycrobacterium

tuberculosis. Untuk dapat memepengaruhi seseorang menjadi sakit

tergantung dari :
14

1) Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi

2) Virulensi yang tinggi dari basil Tuberculosis

c. Lingkungan.

Lingkungan yang buruk, misalnya pemukiman yang padat dan

kumuh, rumah yang lembab, gelap dan kamar tanpa ventilasi serta

Lingkungan kerja yang jelek akan mempermudah penularan infeksi

TB Paru.

5. Klasifikasi TB

1) Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru, tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil

pemeriksaan dahak/BTA Tuberkulosis paru dibagi atas:

a) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :

(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

menunjukkan hasil BTA positif.

(2) Hasilpemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran

tuberkulosis aktif.

(3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan

BTA positif dan biakan positif.


15

b) Tuberkulosis paru BTA (-)

(1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA

negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik

menunjukkan tuberkulosis aktif.

(2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif

dan biakan M. tuberculosis positif.

2) Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat

pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b) Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

c) Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan

berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.


16

d) Kasus gagal

(1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan

sebelum akhir pengobatan).

(2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran

radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan

ke-2 pengobatan.

e) Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih

positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan

pengawasan yang baik.

f) Kasus Bekas TB:

(1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila

ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB

yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran

yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan

lebih mendukung.

(2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan

telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto

toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik

(PDPI, 2006).
17

3) Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang

menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar

getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain (PDPI,

2006). Tuberkulosis ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar

adrenal.

b) TB ekstra paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus,

TBC saluran kencing dan alat kelamin (Depkes RI, 2003).

6. Penemuan Penderita TB Paru

a. Gejala Tuberkulosis Paru

Penderita TB paru mempunyai gejala yang bervariasi, namun

gejala umum pada tersangka / penderita TB Paru menururt Depkes RI,

(2010) antara lain :

1) Batuk berdahak dan terus menerus selama tiga minggu lebih.

2) Dahak bercampur darah.


18

3) Batuk darah.

4) Sesak napas dan nyeri dada.

5) Berkeringat dingin waktu malam hari walau tanpa kegiatan

6) Demam lebih dari satu bualan, badan lemah, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, kurang enak badan (malaise).

Gejala tersebut dapat pula dijumpai pada penyakit paru selain

tuberculosis sehingga setiap orang yang datang ke unit pelayanan

kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai “

suspek tuberculosis “ atau tersangka penderita tuberculosis dan perlu

pemeriksaan dahak secara mikroskopik.

Selain itu Tucker (1995) menyebutkan bahwa gejala-gejala fisik

penderita Tuberculosis Paru yang dapat menimbulkan respon penderita

antara lain : batuk (awalnya non produktif, berlanjut dahak bercampur

darah), demam, keringat malam, kelelahan, kelemahan, anoreksia,

kehilangan/penurunan berat badan, menstruasi tidak teratur, sesak

nafas malam hari, sakit kepala pagi hari, pernafasan tidak teratur

(frekuensi, kedalaman, irama), dan ada pemakaina tambahan otot-otot

pernafasana, clubbing kuku, ekspansi dada, nyeri dada pleural,

takikardi, peradangan dan nyeri pada limfoid, crakles pada apex paru.

b. Pemeriksaan Bakteriologis

Dalam pemberantasan TB Paru pemeriksan dahak dengan

mikroskopis merupakan komponen kunci dalam penegakan diagnosis

TB Paru. Diagnosis pasti adalah dengan cara kultur atau biakan, tetapi
19

pemeriksaan ini memerlukan waktu lama dan biayanya relatif mahal.

Untuk itu diperlukan pemeriksaan secara kultur dengan biaya lebih

murah dan waktu yang relatif cepat, yakni pemeriksaan dahak tiga (3)

kali. Basil baru kelihatan bila jumlah kuman paling sedikit 5000

batang dalam 1 ml dahak ( Depkes RI, 2010).

Menurut Peetosutan (1992) kepositifan pemeriksaan mikroskopis

dibutuhkan sekurang-kurangnya 5000 batang TB Paru per ml untuk

biakan. Dahak yang memenuhi syarat untuk diperiksa adalah dahak

mukopurulent pagi hari, berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya

harus 3 – 5 ml tiap pengambilan dahak. Yang perlu diperhatikan dalam

pengambilan dan pemeriksaan dahak adalah : 1). Waktu pewarnaan,

2). Pengambilan bagian sputum yang representatif, 3). Waktu

pemeriksaan mikrokopis (15 menit).

Tujuan pemeriksaan bakteriologis adalah untuk diagnosis TB

Paru suspek TB paru dan pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk

menjamin mutu hasil pemeriksaan diperlukan petugas laboratorium

yang terampil dan mempunyai beban kerja yang cukup (memeriksa

sekitar 20 slide per hari) dan adanya system cross check. Adapun cara

pemeriksaan dahak melalui tahapan sebagai berikut (Depkes RI, 2010)

1) Pengumpulan dahak. Dahak yang dikumpulkan adalah dahak SPS

(sewaktu pagi sewaktu).

2) Pembuatan sediaan hapusan. Langkah-langkah dalam pembuatan

slide dahak antara lain : memberi label pada kaca sediaan,


20

pembuatan sediaan apus dahak, penyimpanan dan pengiriman slide

dan penerimaan spesimen.

3) Pewarnaaan spesimen. Sediaan yang telah difixaxi dilakukan

pewarnaan. Maksimum sekali pewarnaan sebanyak 12 slide dan

antara slide yang satu dan yang lainnya diberi jarak agar tidak

terjadi kontaminasi antar slide.

4) Pemeriksaan dan pembacaan hasil. Pemeriksaan dengan

menggunakan lensa okuler 10 x dan obyektif 100x. Pemeriksaan

paling sedikit 100 lapang pandang dalam waktu kurang lebih 10

menit. Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan skala

(IUAT-LD) “International Union Againts Tuberculosis and Lung

desease” sebagai berikut :

a) Tidak ditemukan BTA (+) pada 100 lapang pandang, ditulis

negatif.

b) Ditemukan 1 – 9 BTA per 100 lapang pandang , ditulis jumlah

kuman yang ditemukan.

c) Ditemukan 10 – 99 BTA per 100 lapang pandang, ditulis (+)

atau (1+)

d) Ditemukan 100 – 1000 BTA per lapang pandang, ditulis (++)

atau (2+)

e) Ditemukan > 1000 BTA per lapng pandang, ditulis (+++) atau

(3+)
21

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dengan gambaran khas ditemukan lesi

pada apeks paru atau segmen apical lobus atas atau bawah. Gambaran

yang dapat dilihat pada foto tergantung stadium penyakit pada saat

dibuat foto tersebut. Kelaianan yang dapat dijumpai pada foto thoraks

mungkin dapat disebabkan oleh kuman tuberculosis maupun sejumlah

keadaan lain, dan gambaran pada foto thoraks tidak selalu spesifik

untuk tuberculosis paru ( Muliati 1999).

d. Diagnosa Penyakit Tuberkulosis Paru

Penegakan diagnosa dapat dilekukan dengan melihat gejala

klinis, radiologis dan bakteriologis terutama pemeriksaan dahak secara

mikrokopis ataupun biakan. Dari epidemilogi seseorang dikatakan

menderita TB Paru jika ditemukan BTA (+) dari pemeriksaan

mikroskopis (WHO, 1997). Penegakan diagnosis dalam program

Pemberantasan Penyakit TB Paru saat ini adalah dengan cara

pemeriksaan dahak suspek TB Paru secara mikroskopis. Seseorang

dikatakjan suspek TB Paru bila terdapat gejala utama batuk terus

menerus selama satu bualan, sesak nafas, nyeri dada, berat badan turun

dan keringat malam tanpa melakukan aktivitas. Dikatakan sebagai TB

Paru menular jika dalam dahaknya ditemukan BTA (+) dua kali dari

pemeriksaan dahak sewaktu pagi sewaktu. Mengingat pentingnya

peranan diagnosis pemeriksaan mikroskopis maka dalam kebijakan


22

Depkes RI telah dikembangkan system rujukan spesimen (Depkes RI,

2010).
23

Alur Diagnosis Tuberculosis

Suspek TB Paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ +-- ---
+ +-

Antibiotik Non-OAT
( Antibiotik spectrum luas )

Foto toraks dan Tidak ada perbaikan


pertimbangan Dokter Ada perbaikan

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA Hasil BTA


+++ ---
++-

Foto toraks dan


pertimbangan Dokter

TB BUKAN TB

(Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis Depkes RI, 2011)

Gambar 2.1 Alur diagnosa penyakit Tuberculosis Paru


24

7. Pencegahan TB Paru

Upaya-upaya kesehatan digolongkan menjadi 4 macam, yaitu upaya

peningkatan (promotive), upaya pencegahan (preventive), upaya

penyembuhan (curative), dan upaya pemulihan kesehatan (rehabilitative).

Upaya pencegahan penyakit adalah usaha yang paling penting, karena

upaya pencegahan penyakit mudah dilaksanakan, biaya murah dan dapat

memberikan hasil yang optimal. Upaya pencegahan penyakit merupakan

upaya kesehatan yang dilakukan agar setiap individu terhindar dari suatu

penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit.Tujuan

upaya pencegahan adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang

mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent),

manusia atau tuan rumah(host) dan faktor lingkungan (environment).

(Notoatmodjo, 2007).

Depkes RI (2008) menyatakan upaya pencegahan TB paru secara

efektif dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Melenyapkan atau menghilangkan sumber infeksi, dengan cara :

penemuan pasien sedini mungkin; isolasipasienselama masa penularan;

segera diobati.

b. Memutuskan mata rantai penularanTBparu;

c. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit

TB paru.
25

Menurut Hiswani (2009) tindakan pencegahan TB paru dapat

dilakukan oleh pasien, masyarakat dan petugas kesehatan.

a. Pencegahan oleh klien

Pencegahan yang dilakukan oleh klien bertujuan agar tidak

terjadi penularan pada anggota keluarga yang lain, pencegahan

penularannya meliputi (Misnadiarly, 2006):

1) Menutup mulut saat batuk, bersin dan tidak berbicara keras di

depan umum;

2) Membuang dahak di tempat khusus dan tertutup;

3) Membuka jendela rumah atau ventilasi agar udara tidak lembab

dan cahaya dapat masuk ke dalam rumah;

4) Menjemur peralatan tidur;

5) Menelan obat anti TB (OAT) secara lengkap dan teratur sampai

sembuh;

6) Menjalankan pola hidup sehat, seperti makan-makanan yang

bergizi,

7) Olahraga secara teratur, mencuci pakaian hingga bersih, buang air

besar di jamban atau WC, mencuci tangan hingga bersih setelah

buang air besar serta sebelum dan sesudah makan, tidak merokok

dan tidak minum minuman keras serta istirahat cukup;

8) Menggunakan alat-alat makan dan kamar tidur tersendiri yang

terpisah dari anggota keluarga yang lain.


26

b. Pencegahan oleh masyarakat

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi

penularan penyakit TB paru adalah dengan vaksinasi BCG terutama

pada bayi maupun keluarga klien, selain penyuluhan untuk perubahan

sikap hidup dan perbaikan lingkungan agar tercapai masyarakat sehat.

c. Pencegahan oleh petugas kesehatan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan olehpetugas

kesehatan adalah dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit

TB meliputi tanda dan gejala, bahaya, penularan dan dampak yang

ditimbulkan, pengobatan, serta pencegahan penularan. Penyuluhan

dapat dilakukan secara berkala dengan tatap muka, ceramah dan media

masa yang tersedia di wilayah tersebut tentang cara pencegahanTB.

Penyuluhan juga dapatdiberikan secara khusus kepada klien agar klien

rajin berobat untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain

maupun anggota keluarga lain agar tercipta rumah sehat sebagai upaya

mengurangi penyebaran penyakit.

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2007) Perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku

menurut Skinner, 1983 yang dikutip dari (Notoadmojo, S, 2007) adalah


27

merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tangapan

(respons).

2. Pengelompokkan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku manusia dikelompokkan menjadi

dua yaitu :

a. Perilaku tertutup (cover behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih

belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon

seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

“observable behavior”.

3. Faktor Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2007), faktor pembentuk perilaku terdiri dari tiga

faktor yakni:

a. Faktor predisposisi (pedisposising factors)

Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.


28

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)

Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

4. Klasifikasi Perilaku

Menurut Blecker (1979) yang dikutip dari Notoadmodjo (2007) membuat

klasifikasi tentang perilaku kesehatan membedakannya menjadi tiga yakni:

1) Perilaku sehat (healthy behavior)

Adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan antara

lain :

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)

b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup

c. Tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan

narkoba

d. Istirahat yang cukup

e. Pengendalian dan manajemen stress

f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

2) Perilaku sakit (illness behavior)

Adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit

dan atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atu keluarganya,

untuk mencari penyembuhan, dan atau untuk mengatasi masalah

kesehatan yang lainnya antara lain :


29

a. Didiamkan saja (no action)

b. Mengambil tindakan dengan melakukan tindakan sendiri (self

treatment atau self medication)

c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas

pelayanan kesehatan.

3) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempnyai peran (roles),

yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang

sakit (obligation). Antara lain :

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang

tepat untuk memperoleh kesembuhan

c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi

nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat

kesembuhannya.

d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses

penyembuhannya

e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan

sebagainya.

5. Domain Perilaku

Domain perilaku menurut Notoadmodjo (2007) dikembangkan menjadi

tiga ranah perilaku yakni sebagai berikut:


30

1) Pengetahuan (knowledge)

Adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya)

Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yakni :

a. Tahu (know)

Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyembuhkan, tetapi orang tersebut

harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui.
31

e. Sintesis (synthesis)

Menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

2) Sikap (attitude)

Adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak

baik, dan sebagainya).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)

menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).


32

b)  Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3) Tindakan (practice)

Adalah suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu

sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini

mempunyai beberapa tingkatan :

a) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat

pertama.
33

b) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat

kedua.

c) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

d) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi

tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

C. Keluarga

1. Pengertian

Menurut Depkes RI ( Effendy, 2010 ) keluarga adalah bagian terkecil dari

masyarakat yang ada ikatan darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal

bersama dan saling berinteraksi satu dengan yang lain dan setiap anggota

keluarga menjalankan perannya masing – masing.

Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang mempunyai sikap

kekeluargaan, bertempat tinggal dalam satu rumah, dilibatkan dalam

rencana kehidupan yang terus menerus, mengekspresikan pertalian

emosional secara bersamaan dan masing – masing mempunyai kewajiban

kepada yang lain ( Stanhope, 1996 )


34

Dari uraian diatas penelioti dapat menyimpulkan bahwa keluarga adalah

bagian terkecil dari masyarakat yang terdiri dari 2 atau lebih dari individu

yang mempunyai ikatan darah atau adopsi yang tinggal bersama dan

berinteraksi satu dengan yang lain dimana masing – masing mempunyai

kewajban kepada yang lain.

2. Keluarga sebagai Unit Pelayanan Kesehatan

Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan menurut Ruth B.

Freeman ( Effendy, 2010 ) karena :

1) Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat.

2) Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah – masalah kesehatan dalam

kelompoknya.

3) Masalah – masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan

apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan

akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lainnya.

4) Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu

(pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam

memelihara kesehatan para anggotanya.

5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai

upaya kesehatan masyarakat


35

3. Tugas – tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Keluarga merupakan tugas dalam pemeliharaan kesehatan para

anggotanya. Menurut Freeman ( effendy, 2010 ) membagi tugas kelurga

yang haurs dilakukan dalam bidang kesehatan menjadi 5 yaitu :

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

3) Memberikan perawatan kpada anggota keluarga yang sakit dan tidak

dapat membantu dirirnya sendiri karena cacat atau usinya terlalu muda

atau terlalu tua.

4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota keluarga dan

lembaga – lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan engan

baik fasilitas – fasilitas kesehatan yang ada.


36

D. Kerangka Konseptual penelitian

INPUT PROSES OUTPUT

Factor – factor yang


mempengaruhi
perilaku :
1. Faktor
predisposisi
(pedisposising
factors)
2. Faktor-faktor
pendukung
(enabling factors)
3. Faktor-faktor
pendorong

Keluarga
Resiko Perilaku Kejadian
dengan
penularan penderita Suspect
penderita
TB TB
TB

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko Tanda suspect


penularan(Smeltzer &Bare, 2001): TB :
- Batuk > 3
1. Individu yang kontak denganklienTB minggu
aktif; - Batuk
2. Individu imunosupresif berdarah
3. Pengguna obat-obat HIVdan alkohol; - Sesak nafas
4. Individu dengan gangguan medis dan nyeri
yang sudah ada sebelumnya dada
(misalnya: diabetes, gagal ginjal - Demam > 3
kronis, dll); minggu
5. Umur dan jenis kelamin;
6. Keadaan malnutrisi
7. Individu yang tinggal di institusi
(misal: fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara);
8. Individu yang tinggal di perumahan
yang padat, kumuh dan sanitasi yang
buruk.
-
37

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka disusunlah hipotesis sebagai

berikut :

Ada hubungan yang signifikan antara perilaku penderita TB Paru terhadap

Timbulnya suspek TB Paru bagi anggota keluarganya

Anda mungkin juga menyukai