Anda di halaman 1dari 9

Terapi

Manajemen non Operatif


Manajemen non operatif melalui observasi dan menjaga berat badan merupakan
langkah awal dalam pengobatan osteonekrosis caput femoris. Pengecualiannya
yakni menunggu dan mengikuti perjalanan penyakit ini dari lesi kecil tanpa gejala
hingga munculnya gejala.

Terapi Biofisik dan Farmakologi


Modalitas biofisik seperti gelombang kejut ekstrakorporeal dan medan
elektromagnetik telah digunakan untuk terapi osteonekrosis, namun informasi
menengenai hal ini hanya terdapat pada sedikit literatur. Pada studi penelitian acak
oleh Wang et al., gelombang kejut ekstrakorporeal untuk dekompresi inti
dibandingkan dengan cangkok fibula avaskuler; selama pengamatan 25 bulan baik
nyeri maupun skor panggul Harris menunjukkan perbaikan secara signifikan pada
kelompok gelombang kejut ekstrakorporeal.
Agen farmakologis seperti antikoagulan, agen penurun lipid, difosfonat,
faktor pertumbuhan, antioksidan, zat vasoaktif, dan hormon telah diteliti sebagai
agen pencegah dan penyembuh osteonekrosis, akan tetapi beberapa studi klinik
memaparkan bahwa pendekatan farmakologis sebagai agen penyembuh belum
menunjukkan kebermanfaatan yang jelas.
Enoxaparin dapat mencegah perkembangan osteonekrosis panggul primer
pada pasien trombofilik atau gangguan hipofibrinolitik, tetapi tidak pada
osteonekrosis sekunder akibat penggunaan kortikosteroid.
Alendronate sebagai terapi osteonekrosis tahap awal telah dievaluasi pada
dua penelitian acak dengan hasil yang bertentangan. Lai et al., melaporkan bahwa
pada observasi minimal 24 bulan alendronate dapat mengurangi perkembangan
penyakit dan kolaps caput femoral (kolaps 2 dari 29 panggul (7%)) secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (kolaps 19 dari 25 panggul
(76%)). Pada studi oleh Chen et al., hasil ini tidak berbanding lurus dimana
penelitian ini melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan
alendronate dengan kelompok plasebo berdasarkan progresi perkembangan
penyakit, THA, dan gejala klinik selama 24 bulan.
Keberhasilan terapi farmakologis ini masih terlalu rumit dikarenakan
kurangnya pemahaman mengenai patogenesis osteonekrosis dan karakter alami
multifaktorial.

Terapi Operatif
Terapi operatif osteonekrosis secara umum dapat dibagi menjadi prosedur
yang mempertahankan caput femoris dan artrosplasti panggul. Sayangnya terapi
pembedahan osteonekrosis caput femoris dapat belum dapat diidentifikasi secara
jelas. Pembedahan dengan tetap menjaga caput femoris yakni termasuk dekompresi
inti, kombinasi dekompresi inti dengan cangkok tulang avaskuler, sel stem,
penambahan agen biologi atau tantalum rods, dan osteotomi rasional. Sedangkan
artroplasti panggul meliputi THA dan penggantian artrosplasti.

Dekompresi Inti
Dekompresi inti secara luas telah digunakan sebagai pengobatan
osteonekrosis tahap awal untuk mengurangi tekanan intraoseus pada caput femoris,
memulihkan aliran vaskularisasi, dan menghilangkan nyeri. Prosedur ini dapat
dilakukan melalui satu saluran inti dengan ukuran yang bervariasi atau melalui
beberapa saluran inti kecil (Gambar 4).
Beberapa hasil telah dilaporkan bahwa dekompresi dilakukan pada stadium
prekolaps saat lesi masih kecil. Israelite at al., melakukan penelitian mengenai
dekompresi inti dikombinasikan dengan cangkok tulang pada 276 panggul selama
2 tahun. Hasilnya yakni THA tetap diperlukan padda 38% panggul. Pada tahap
prekolaps panggul, lesi kecil (<15% dari caput femoral) dapat memberikan hasil
yang lebih baik (14% perlu artroplasti) dibandingkan lesi intermediet (15-30% dari
caput femoral) dan lesi luas (>30% dari caput femoral). yang membutuhkan
artroplasti berturut-turut sebanyak 48% dan 42%. Sebuah studi sistematik review
oleh Marker et al., menunjukkan bahwa 1.268 panggul yang diterapi sejak tahun
1992, sebanyak 70% tidak membutuhkan tindakan pembedahan dan 63%
memberikan hasil radiografik yang baik.

Dekompresi Inti dengan Cangkok Non-vaskularisasi, Sel Stem, atau Agen


Biologi
Dekompresi inti yang diselingi dengan allograft dan autograft non-
vaskularisasi digunakan sebagai terapi mekanik pada lesi osteonekrotik untuk
mencegah kolaps. Cangkok ini dapat dilakukan dengan teknik Phemister (melalui
saluran inti), teknin bohlam lampu (melalui celah kortikal pada taut antara kartilago
dan colum femoral), atau teknik trap door (melalui celah kartilago). Cara ini akan
menghambat diferensiasi osteogenik mesenkim sel stem pada femur proksimal
pasien osteonekrosis. Penelitian terbaru telah fokus pada pembentukan tulang dan
perbaikan tulang melalui protein morfogenetik atau sel sumsum tulang.
Lieberman et al., merawat 17 panggul pasien, 15 diantaranya diberikan
dekompresi inti, cangkok tulang autogenous, dan fibular allograft dengan protein
morfogenik tulang dan kolagen non-protein. Selama rata-rata 53 bulan, 14 dari 15
panggul (93%) dengan stadium Ficat-Arlet stadium II A mengalami penyembuhan
nyeri dan tidak ada perkembangan secara radiologik.
Hernigou dan Beaujean mengevaluasi tindakan dekompresi inti dan injeksi
autologous sel sumsum tulang pada 189 panggul dari 116 pasien. Pada pengamatan
selama minimal 5 tahun, artrosplasti dibutuhkan hanya pada 9 dari 145 stadium
Steinberg 1 dan II (6%), dibandingkan pada 25 dari 44 panggul (57%) stadium III
dan IV. Jumlah sel progenitor lebih sedikit pada pasien osteonekrosis akibat induksi
steroid atau alkohol dimana pasien ini memiliki risiko kegagalan terapi lebih besar
daripada pasien lain.
Penelitian prospektif oleh Gangji et al., membandingkan kombinasi
dekompresi inti dan implantasi sel autogenous sumsum tulang dengan dekompresi
inti saja. Implantasi sumsum tulang ini mengurangi nyeri dan progresi penyakit
secara signifikan selama pengamatan 5 tahun. Pada kelompok sumsum tulang, 3
dari 13 panggul (23%) mengalami progresi penyakit, dibandingkan pada kelompok
kontrol yang menggunakan dekompresi inti saja yakni 8 dari 11 panggul (73%).
Akan tetapi kebutuhan akan THA tidak berkurang secara signifikan pada kelompok
sumsum tulang (2 dari 13 panggul (15%)) dibandingkan dengan kelompok kontrol
(3 dari 11 panggul (27%)).
Pada masa mendatang, kombinasi dari cangkok tulang dengan agen sistemik
pemicu perbaikan tulang mungkin akan menjadi regimen terbaik untuk terapi
optimal osteonekrosis.

Cangkok Tulang Tervaskularisasi


Terapi ini menggunakan tulang fibula atau krista iliaka sehingga dapat
menunjang tulang subkondral dengan tulang penopang dan membentuk
revaskularisasi caput femoral (Gambar 5). Perbandingan antara cangkok fibula
tervaskularisasi / vascularized fibular graft (VFG) dengan non-vaskularisasi yakni
pada VFG secara signifikan dapat memperbaiki prekolaps panggul (86% vs. 30%)
pada 7 tahun setelah pembedahan. Soucacos et al., melaporkan bahwa rata-rata
observasi selama 4,7 tahun, progresi osteonekrosis panggul secara radiografik
sebanyak 5% pada Steinberg stadium II menggunakan VFG dibandingkan stadium
IV, yakni 44%. Berend et al., mengevaluasi VFG yang diberikan pada
osteonekrosis caput femoral post kolaps, walaupun hal ini merupakan stadium
lanjut, sebanyak 64,5% panggul yang diobservasi minimal selama 5 tahun, tidak
membutuhkan konversi ke THA. Sayangnya masih belum ada penelitian yang
tersedia di stadium I dalam membandingkan efikasi antara cangkok tervaskularisasi
dan non-vaskularisasi.
Hasil jangka panjang dari VFG telah berhasil diselidiki. Yoo et al.,
melaporkan bahwa pada rata-rata pengamatan selama 13,9 tahun, 13 dari 124
panggul (11%) mengalami kegagalan dan memerlukan THA. Tidak ada perbedaan
ketahanan panggul antara Ficat-Arlet stadium II dan III. Ketahanan panggul secara
signifikan berhubungan dengan usia pasien, ukuran, serta lokasi lesi. Edward et al.,
mengikuti 65 Ficat-Arlet stadium I dan II panggul selama rata-rata 14,4 tahun.
Tingkat ketahanan rata-rata 60% (39 dari 65 panggul), dan sebanyak 39 panggul
memiliki skor Harris rata-rata 89.
Cangkok tulang non-vaskularisasi secara teknik membutuhkan keahlian
bedah mikro dan hal ini dihubungkan dengan kesakitan pendonor (kelemahan
motorik, kontraktur fleksor halucis longus, abnormalitas sensori) pada sekitar 20%
pasien. Pada umumnya prosedur ini dilakukan pada pasien tanpa kolaps caput
femoral.

Insersi Tantalum Rod


Implan tantalum telah digunakan sebagai alternatif cangkok tulang
mengikuti dekompresi inti. Implan tantalum bertujuan untuk memperbaiki struktur
mekanik sehingga dapat menggantikan jaringan nekrosis dan memicu pertumbuhan
tulang melalui porositas serta mikrotekstur osteokonduktif. Pada studi oleh Veillete
et al., hasil selama 24 bulan menunjukkan progresi radiografik sebanyak 16 dari 58
panggul (28%) dan konversi ke artroplasri pada 9 dari 58 panggul (16%).
Sedangkan pada penelitian Tanzer et al., sebanyak 113 panggul osteonekrotik
diterapi menggunakan tantalum rod menghasilkan kegagalan 15% (17 panggul) dan
rata-rata interval antara implan dan kegagalan yaitu 13,4 bulan. Analisis histologi
dari spesimen diambil pada waktu yang sama dengan konversi ke THA yang
ditandai dengan pertumbuhan kecil tulang dan berkurangnya penopang mekanik
dari tulang subkondral. Berdasarkan data yang tersedia, kami tidak dapat
merekomendasikan bahwa teknologi ini dapat digunakan sampai jangka waktu
panjang pengamatan.

Osteotomi Rotasional
Osteotomi bertujuan untuk mencegah kolaps caput femoral oleh perubahan
area osteonekrotik dari tulang padat menuju kekeroposan sendi panggul dengan
peralihan dari lesi rusak hingga menjadi tulang yang sehat. Dua jenis osteotomis
yang telah digunakan: osteotomis rotasional transtrochanteric (anterior atau
posterior) dan intertrochanteric varus atau osteotomis valgus (biasanya
dikombinasikan dengan fleksi atau ekstensi)
Osteotomi rotasional transtrochanteric telah dipopulerkan di Jepang.
Sugioka dan Yamamoto melaporkan ketahanan panggul sebanyak 43 dari 46 (93%)
selama rata-rata 12 tahun pengamatan setelah tindakan osteotomi rotasional
posterior . Akan tetapi hasilnya belum direplikasi di Amerika atau Eropa, dan
intertrochanteric varus atau osteotomi valgus lebih dipilih sebagai gantinya. Mont
et al., melaporkan bahwa gejala klinik membaik setelah terapi osteotomi
intertrochanteric varus tanpa perlu artroplasti pada 28 dari 37 panggul (76%) pada
pengamatan rata-rata selama 11,5 tahun.
Keberhasilan prosedur osteotomi bergantung pada ukuran lesi osteonekrotik
dan membutuhkan evaluasi preoperatif yang hati-hati untuk menilai apakah area
sehat yang cukup luas dapat tetap terjaga sampai asetabulum. Hasilnya adalah
perbaikan di area yang intak pada caput femoral setidaknya 1/3 dari area padat
asetabulum dan kombinasi sudut nekrotik <2000. Osteotomi sebenarnya diperlukan,
dan konversi dari kegagalan kasus ke THA mungkin akan menjadi penyulit.

Artroplasti Total Panggul


Kolaps caput femoral atau lesi luas osteonekrotik pada stadium prekolaps
membutuhkan prosedur tertentu. THA adalah terapi pembedahan yang paling
reliabel dalam meredakan nyeri dan mampu mengembalikan fungsi fisik hanya
dengan satu prosedur pada pasien dengan kolaps caput femoris, terutama ketika
muncul perubahan nyeri degeneratif dari sendi panggul.
Daya tahan THA pada pasien osteonekrosis dibandingkan dengan pasien
osteoarthritis menunjukkan peningkatan aktivitas pada pasien osteonekrosis dengan
usia yang lebih muda. Ortiguera et al., melaporkan bahwa pada rata-rata
pengamatan selama 17,8 tahun, pasien osteonekrosis memiliki tingkat dislokasi
yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pasien osteoartritis kronis karena
pada banyak kasus pasien osteonekrosis preoperatif lebih memiliki pergerakan
bebas. Selain itu tingkat perbaikan pada pasien osteonekrosis dibawah 50 tahun
lebih baik secara signifikan daripada pasien osteoartritis di umur yang sama.
Selama 15 tahun terakhir efek dari THA telah terbukti mampu memberikan
hasil positif. Fiksasi ini berhasil pada sebagian besar pasien dengan osteonekrosis
panggul. Penelitian terbaru telah melaporkan kepuasan hasil artrosplasti pada
pasiem osteonekrosis (Tabel 4). Kim et al., menyampaikan bahwa selama minimal
15 tahun pengamatan pasien osteonerkrosis usia dibawah 50 tahun, tidak ada sel
stem femoral dan 14% dari noncemented mangkok asetabulum membutuhkan revisi
karena masalah aseptik. Bedard et al., melaporkan bahwa setelah observasi minimal
10 tahun, masalah aseptik meningkat 2% dan 0% untuk noncemented femoral dan
komponen asetabulum.
Ketika persiapan magkok asetabulum pada panggul osteonekrotik, ahli
bedah harus bahwa kualitas tulang yang rendah mungkin disebabkan oleh
penggunaan steroid, kekurangan kepadatan tulang, atau penyakit yang
mendasarinya (seperti artritis rematik). Selain itu skelrosis subkondral yang
berhubungan dengan osteoartritis mungkin tidak nampak, jadi hendaknya bijaksana
dalam melebarkan asetabulum secara dan berhati-hati ketika perawatan komponen
asetabular. Ahli bedah harus mengetahui adanya perubahan anatomi femoralis
akibat tindakan osteotomi, dekompresi inti, atau cangkok tulang. Foto radiologis
saat operasi berlangsung mungkin berguna untuk membantu keserasian,
kedudukan, serta sudut dari bagian-bagian femoral. Selanjutnya lebih berhati-hati
pula selama manajemen perioperatif dan optimisasi pasien mengenai keadaannya
akan mengurangi penyulit serta dapat memberikan hasil yang baik.

Artroplasti Pelapisan Panggul


Pertahanan lapisan ulang artroplasti mempertahankan tulang dan tidak ada
pengubahan ke THA secara berurutan. Oleh karena itu hal ini telah
dipertimbangkan pilihan dalam manajemen osteonekrosis post kolaps pada pasien
muda yang memiliki tulang yang baik.
Akan tetapi fraktur kolum femur dapat merupakan komplikasi dari prosedur
ini dan biasanya terjadi pada wanita, pasien obesitas, pasien dengan lesi nekrotik
yang luas, keadaan tulang yang rapuh, atau sempitnya kolum femoral. Pada 550
prosedur ini, dimana sebanyak 71 disebabkan oleh osteonekrosis, prevalensi fraktur
kolum femoral mencapai 2,5% (14 dari 550). Obesitas, wanita, dan kista pada caput
atau kolum femur telah dihubungkan sebagai penyulit tindakan ini. Menariknya,
angka kejadian fraktur kolum femur mencapai 17% pada 69 prosedur awal
dibandingkan 0,4% pada 481 prosedur selanjutnya dimana hal ini menjadi pelajaran
penting dalam memilih pasien serta teknik pembedahan. Selain itu kekhawatiran
penggunaan bantalan logam dan kualitas caput femoral dihubungkan dengan
keterbatasan penggunaan prosedur ini pada pasien osteonekrosis panggul.

Memilih Beberapa Pilihan Terapi


Dikarenakan tidak terdapat bukti level I dengan observasi jangka panjang,
hal ini menjadi sulit untuk mengidentifikasi jenis perawatan yang patut dalam
pengelolaan pasien dengan lesi prekolaps. Selain itu studi retrospektif menunjukkan
perbedaan stadium yang berbeda dan melaporkan juga perbedaan jenis penyakit
yang mendasarinya. Pada penelitian sistematic review, Lieberman et al.,
menyimpulkan bahwa prosedur optimal sulit ditentukan karena keterbatasan
literature. Penulis juga menemukan bahwa hasil dari beberapa prosedur ditentukan
ketika kolaps telah terjadi. Progresi radiografik telah terjadi sebanyak 31% pada
panggul prekolaps (264 dari 864 panggul dengan data yang tersedia) diterapi
menggunakan prosedur head sparing dibandingkan dengan 49% panggul prekolaps
419 dari 850 panggul). Pengubahan menjadi THA telah dibutuhkan pada 19%
panggul prekolaps (409 dari 2.163) dibandingkan dengan 30% dari panggul post
kolaps (442 dari 1.463).
Dengan tidak adanya bukti level I, maka tidak mungkin untuk menentukan
rekomendasi terapi definitif. Akan tetapi berdasarkan data yang tersedia, kami
merekomendasikan beberapa hal berikut: pasien dengan osteonekrosis simtomatik
disertai lesi kecil pada panggul prekolaps dapat diterapi dengan prosedur head
sparing; lesi luas pada pada panggul prekolaps dapat pula diterapi melalui prosedur
head sparing di pasien yang lebih muda tetapi dapat juga dengan
mempertimbangkan THA pada pasien yang tua; dan mayoritas pasien dengan
kolaps caput femoral tidak harus menggunakan prosedur yang mempertahankan
caput, namun THA merupakan pilihan tindakan yang paling dapat diandalkan.

Ringkasan
Osteonekrosis caput femoral umumnya menyerang pasien pada rentang usia sekitar
30-50 tahun dan dapat berprogresi menjadi kolaps caput femoral hingga degenerasi
sendi panggul. Faktor risiko terbesar yakni penggunaan kortikosteroid, intake
alkohol masif, trauma, dan abnormalitas pembekuan darah. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan radiografi dan MRI. Temuan abnormalitas foto seperti kolaps caput
harus dipertimbangkan pemilihan metode terapi. Agen farmakologi dan modalitas
biofisik membutuhkan penelitia lebih lanjut. Terapi pembedahan terdiri dari
prosedur femoral head sparing dan artroplasti. Mempertahankan caput femoral
lebih dipilih pada pasien muda tanpa kolaps caput. Jika terdapat kolaps, artroplasti
lebih direkomendasikan karena dapat menghilangkan nyeri dan mampu
mengembalikan fungsional fisik hanya dengan satu prosedur saja.

Anda mungkin juga menyukai