Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

Drug Information Update.


Unconventional Treatment Strategies for Schizophrenia:
Polypharmacy and Heroic Dosing

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti


Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
di RSUD Dr. Soeroto
Ngawi

oleh :
Barbarani Satriyani Hayyu (13711068)

Pembimbing:
dr. Kardimin, Sp.KJ, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019

1
RESUME JURNAL

Informasi Obat Terbaru.


Strategi Pengobatan Skizofrenia Terkini:
Polifarmasi dan Dosis Heroik
(Moore, Bret A., Morrisette, Debbi A., Meyer, Jonathan .M., Stahl, Stephen M.)

ABSTRAK

Mayoritas pasien memiliki respon terhadap monoterapi antipsikotika pada


dosis standar. Akan tetapi sebagian pasien memerlukan tindakan heroik yang lebih
banyak, yaitu mencakup polifarmasi antipsikotik ataupun monoterapi dosis tinggi.
Telah diketahui bahwa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa sekitar
30% pasien dengan psikosis menunjukkan hasil yang positif bila diberi terapi
antipsikotik ganda. Kami mendiskusikan potensi, manfaat dan tantangan dari
pendekatan pengobatan terdahulu, dan memberikan alasan mengapa dan kapan
terapi heroik ini akan digunakan.

2
PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah salah satu gangguan kejiwaan yang paling menantang


yang dihadapi oleh dokter saat ini, mempengaruhi kira-kira 1% dari populasi.
Banyak klinik rawat jalan dan hampir semua fasilitas rawat inap menangani kasus
klinis yang kompleks ini. Sejak diperkenalkannya First Generation Antipsychotics
(FGA) dan pengembangan hipotesis dopamin selanjutnya, blockade reseptor
dopamine 2 (D2) reseptor telah menjadi tujuan utama intervensi farmakologis.
Bahkan dengan perkembangan dan proliferasi blok reseptor Second Generation
Antipsychotics (SGA), D2 tetap menjadi pusat pengendalian gejala positif yang
efektif sedangkan serotonin 2A (5-HT2A) memainkan peran penting yaitu peranan
sekunder dalam modulasi dopamin, secara teoritis memperbaiki gejala negatif
sekligus mengurangi risiko gejala ekstrapiramidal.

Isttilah ‘hipotesis dopamin’ pada skizofrenia perlahan dihapus, karena studi


pencitraan yang lebih canggih telah mengidentifikasi sifat disfungsi dopamin dan
lokus dalam striatum. Striatum adalah komponen utama ganglia basal, dan dibagi
secara fungsional menjadi bagian sensorimotor dorsal, striatum asosiatif sentral,
dan striatum limbik ventral. Baru-baru ini ditemukan bahwa korelasi terbaik antara
gejala positif psikosis pada skizofrenia dan tingkat aktivitas D2 pada rostral
cautade, yaitu sebagian striatum asosiatif sentral. Dengan demikian, kami memiliki
konfirmasi in vivo tentang neurotransmiter D2 yang berlebihan dan hubungannya
dengan gejala positif skizofrenia. Pelepasan dopamin limbik striatum yang rendah
berhubungan langsung dengan tingkat keparahan gejala negatif yaitu semakin
rendah tingkat dopamin, semakin besar tingkat gejala negatifnya.

Sementara tujuan pengobatan adalah normalisasi neurotransmitter D2 di


striatum, pasien tidak respon terhadap algoritma pengobatan tradisional yang
mencakup antipsikotik pada tingkat dosis yang ditentukan dalam uji coba.
Akibatnya banyak pasien terus menunjukkan gejala positif dan negatif yang tidak
terkendali serta mewujudkan perilaku agresif dan impulsif. Telah ditemukan bahwa
strategi ‘tidak konvensional’ untuk pengelolaan terapi resisten antipsikosis lebih

3
baik harus digunakan. Dua metode utama yang kami diskusikan di halaman berikut
ini mencakup polifarmasi antopsikosis dan monoterapi dosis tinggi.

Mengapa pengobatan standar terkadang gagal?

Secara efektif untuk mengobati gejala positif skizofrenia penting untuk


mencapai sekurang-kurangnya 60% striatal blockade D2 dengan antipsikotik.
Pengecualiannya adalah clozapine, yang telah terbukti memiliki efek antipsikotik
pada blokade 20%. Melebihi penempatan 80% D2, risiko efek samping
ekstrapiramidal (EPS) meningkat, yang menyebabkan ketidakpatuhan dan
kegagalan pengobatan. Oleh karena itu, ‘sweet spot’ blockade reseptor D2 untuk
kepanyakan pasien adalah antara 60% dan 80%. Namun, dalam beberapa kasus
yang resisten terhadap pengobatan, terutama bila agresi dan impulsif menjadi
perhatian, lebih dari 80% mungkin diperlukan. Selain itu, ada bukti yang signifikan
dari literatur bahwa sebagian besar pasien mentolerir tingkat antipsikotik plasma
>80% D2.

Salah satu studi pencitraan awal tahun 1997 mencatat bahwa sebagian besar
pasien distabilkan dengan haloperidol oral dosis rendah yang memiliki kadar
plasma yang terkait dengan >80% D2 occupancy. Namun, studi klinis sebelumnya
menemukan bahwa bahkan pada tingkat haloperidol 6 ng/ml (diperkirakan 90% D2
occupancy), hanya 30% yang mengalami efek samping. Pola serupa terlihat pada
risperidone. Uji coba yang sangat penting mempelajari dosis 10 mg dan 16 mg,
yang berhubungan dengan tingkat keaktifan plasma masing-masing 70 ng/ml dan
112 ng/ml. tingkat plasma 70 ng/ml sesuai dengan D2 occupancy sebesar 80%.
Namun meskipun tingkat occupancy D2 diprediksi tinggi, proporsi pasien pada 10
mg yang memerlukan pengobatan antiparkinson hanya 31%.

Kegagalan Farmakokinetik

Farmakokinetik adalah istilah umum yang mencakup absorpsi obat,


bioavailability, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Peran farmakokinetik dalam
kegagalan pengobatan antipsikotik relatif sederhana. Melalui proses
farmakokinetik yang tidak normal seperti absorpsi yang buruk, metabolisme yang

4
cepat dan polimorfisme enzimatik, kadar plasma antipikotik tidak mencapai
ambang batas yang terkait dengan D2 occupancy 60% striatal. Hal ini menyebabkan
gejala psikotik beranjut. Hal itu juga menyebabkan frustasai dan kebingungan bagi
dokter karena pasien tidak menanggapi algoritme pengobatan dengan tepat.

Kegagalan Farmakodinamik

Farmakodinamik mencakup pengikatan reseptor dan sensitivitas, efek post


reseptor dan komunikasi kimia. Kegagalan pengobatan farmakodinamik berkenaan
dengan antipsikotik adalah ketidakmampuan untuk memberikan perbaikan
signifikasn terhadap gejala psikotik walaupun mencapai tingkat plasma yang terkait
dengan penempatan minimal 60-80% D2. Meskipun tingkat plasma obat yang
memadai tercapai, pasien dengan psikosis resisten terapi hadir dengan gejala
positif, kognitif dan agresif lanjutan. Kegagalan pengobatan yang terkait dengan
pengaruh farmakodinamik dikemukakan terkait dengan kurangnya sensitivitas
reseptor D2 atau hipersensitivitas. Ketika pasien menunjukkan kekurangan efek
samping ekstrapiramidal atau akathsia, meningkatkan dosis obat untuk mencapai
tingkat plasma yang terkait dengan >80% blockade D2 mungkin diperlukan untuk
memberikan kontrol gejala. Prinsip utama adalah ada dari pasien yang keduanya
mentolerir dan memerlukan antagonisme D2 tingkat tinggi untuk menghilangkan
gejala.

The importance of being patient

Sementara studi baru-baru ini menunjukkan bahwa terjadi respon minimal


setelah 2 minggu pada dosis antipsikotik tertentu menunjukkan kemungkinan
respon 6 minggu yang rendah pada dosis tersebut, efek terapeutik lengkap dari
blockade reseptor D2 yang adekuat dalam skizofrenia mungkin tidak terlihat
sampai beberapa minggu atau bulan kemudian. Oleh karena itu, kesabaran dalam
pengobatan farmakologis psikosis sangat penting saat pasien menunjukkan respon
pasial. Sebagai contoh, Robinson dan rekan menemukan bahwa dalam sampel 118
pasien episode pertama dengan skizofrenia atau gangguan schizoafektif hanya 20%
menanggapi pengobatan dalam 4 minggu. Gambarannya sangat berbeda pada 52

5
minggu yaitu sekitar 87% menganggapi pengobatan. Penelitian lain tentang
ziprasidone, risperidone, dan olanzapine telan menunjukkan perbaikan terus selama
beberapa bulan pengobatan.

Strategi yang digunakan sebelum tindakan heroik

Kami percaya polifarmasi dan dosis tinggi seharusnya tidak menjadi


pendekatan awal untuk mengobati skizofrenia. Namun, mengingat kira-kira 30%
pasien dengan psikosis memiliki banyak antipsikotik, praktiknya jauh dari langka.
Dalam upaya mengatasi praktik polifarmasi antipsikotik yang meningkat dan
pemberian antipsikotik dosis tinggi meskipun sedikit dukungan dalam literatur,
Stahl memberikan 12 rekomendasi berbasis kasus. Kami meninjau beberapa di
bawah ini.

Gunakan terlebih dahulu clozapine sebagai monoterapi

Uji coba sekuensial minimal dua SGA direkomendasikan. Jika kedua percobaan
gagal, pertimbangan FGA adalah tepat. Penting untuk tidak mengabaikam
clozapine sebagai monoterapi. Efektivitas clozapine dalam skizofrenia yang
resisten terhadap pengobatan, terutama yang berkaitan dengan agresi dan kekerasan
, terdokumentasi dengan baik. Namun, beberapa dokter mungkin ragu untuk
melakukan percobaan clozapine karena takut efek samping seperti agranulositosis.

Monitor Level Darah

Mengamankan level plasma obat adalah satu-satunya cara untuk


mengetahui apakah kegagalan pengobatan disebabkan oleh masalah
farmakokinetik seperti metabolisme yang cepat atau polimorfisme sitokrom P450,
atau hanya kurang kepatuhan dengan terapi oral. Demikian juga, level darah dapat
mengingatkan akan kelainan farmakodinamik yang terjadi saat respon pengobatan
tidak berkorelasi dengan dosis yang memadai. Pemantauan level darah pada kedua
FGA dan SGA dapat memberi informasi penting kepada klinisi yang dapat
memandu rencana perawatan untuk pasien dengan psikosis yang resisten terhadap
pengobatan. Hal ini didukung oleh karya terbaru Lopez & Kane yang relevan

6
dengan haloperidol, fluphenazine, perphenazine, risperidone, olanzapine dan
clozapine.

Time may not be on your side

Seperti disebutkan diatas, dibutuhkan beberapa pasien lebih lama daripada


yang lain untuk menanggapi pengobatan atipsikotik. Memang, mungkin tidak
mungkin untuk menunggu beberapa minggu (dan tentu saja tidak berbulan-bulan)
dalam keadaan akut atau bila perilaku pasien berpotensi membahayakan diri sendiri
atau orang lain, namun bila memungkinkan, memberi waktu yang cukup untuk
menerima respon penuh mungkin merupakan semua yang dibutuhkan saat seorang
pasien telah menunjukkan respon parsial. Hasil ketidaksabaran adalah bahwa
antipsikotik kedua mungkin diresepkan atau pengobatan tunggal dapat dilakukan
dengan cara yang tidak perlu secara agresif.

Periksa Kembali Diagnosisnya

Sudah menjadi kebiasaan umum untuk memikirkan kembali diagnosis


primer jika rencana perawatan tampak tidak efektif. Setelah kegagalan
farmakokinetik, farmakodinamik atau waktu saja telah dikesampingkan, adanya
penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian atau penyakit neurologis harus
dipertimbangkan.

Polifarmasi Antipsikotik

Meskipun sejumlah pedoman pengobatan skizofrenia yang dipublikasikan


tersedia, beberapa diantaranya saling bertentangan satu sama lain, jelas bahwa
dokter harus menggunakan pendekatan monoterapi untuk penggunaan obat
antipsikotik. Beberapa uji coba antipsikotik, umumnya SGA untuk memasukkan
clozapine, telah direkomendasikan. Sebenarnya, perbedaan dari perkembangan
klinis berurutan ini secara historis telah dipenuhi dengan skeptisisme, kehati-hatian
dan kritik langsung. Hal tersebut tentu dapat dimengerti mengapa hal ini terjadi.
Banyak literatur dengan bukti yang mendukung efikasi monoterapi untuk
skizofrenia. Selanjutnya, perangkap yang terkait dengan kombinasi antipsikotik

7
didokumentasikan dengan baik. Meningkatnya efek samping, biaya pengobatan
lebih tinggi, sedikit informasi yang mendukung efisiensi, dan hasil yang kurang
optimal merupakan masalah dalam polifarmasi antipsikotik. Jadi, mengapa
membutuhkan untuk mengulas topic? Kenyataanya adalah bahwa pasien yang
termasuk dalam penelitian umumnya adalah orang-orang yang dapat memberikan
persetujuan, menunjukkan sedikit kekerasan dan kurang impulsif, memiliki tingkat
ketergantungan kimia yang lebih rendah, dan cenderung tidak memiliki riwayat uji
coba antipsikotik berurutan pada tingkat terapeutik terdokumentasi. Dengan kata
lain, konsisten dengan banyak penelitian psikiatri, mereka lebih sehat dan tidak
mencerminkan gambaran pasien yang terlihat dalam praktek klinis. Oleh karena itu,
kami percaya bahwa kepatuhan terhadap pengobatan berdasarkan sampel yang
sangat selektif tidak harus terjalin dengan baik ke klinik rujukan berbasis
masyarakat dan fasilitas rawat inap.

Kami menyadari bahwa monoterapi antipsikotik cukup memadai untuk


sebagian besar pasien skizofrenia dan bahwa kepatuhan terhadap pedoman yang
ada pada umumnya harus terjadi. Memang studi terbaru mendukung posisi ini.
Sebuah studi tahun 2004 oleh Suzuki dan rekannya mengungkapkan bahwa ketika
pasien dengan skizofrenia beralih dari beberapa antipsikotik ke monoterapi, sekitar
setengah mempertahankan keuntungan sedangkan seperempat menunjukkan
perbaikan. Seperempat sampel lainnya terdekompensasi. Dalam penelitian serupa
oleh Essock dan rekannya, ditemukan bahwa pasien beralih ke monoterapi yaitu
mempertahankan kemajuan, tetapi juga menunjukkan peningkatan efek metabolik
yang diasumsikan disebabkan oleh polifarma antipsikotik. Perlu dicatat bahwa kira-
kira sepertiga pasien memerlukan banyak antipsikotik. Namun, beberapa bukti
mendukung penggunaan polifarmasi antipsikotik. Sebuah meta-analisis baru-baru
ini tentang uji coba terkontrol secara acak yang membandingkan monoterapi
antipsikotik dan polifarmasi menyoroti bahwa polifarmasi lebih unggul daripada
monoterapi pada kasus klinis tertentu.

Selain mencapai penempatan D2 yang memadai, polifarmasi antipsikotik


juga mengeksploitasi sifat pengikat reseptor lainnya yang dapat menyebabkan

8
perbaikan pada kelompok gejala skizofrenia lainnya. Misalnya ikatan serotonergic,
noradrenergic dan histaminergik yang secara teori memperbaiki depresi,
kegelisahan, insomnia, impulsif dan agresi. Namun disisi lain, pasien berpotensi
terkena efek samping yang merugikan dari beberapa ikatan reseptor atau pengikatan
berlebihan melalui sifat serupa yang dimiliki oleh antipsikotik (misalnya
pengikatan histaminergik yang berlebihan menyebabkan rangsangan atau stimulasi
nafsu akan siang hari dan penambahan berat badan). Akibatnya, menggabungkan
antipsikotik harus dilakukan secara rasional berdasarkan profil pengikatnya. Salah
satu contoh yang jelas adalah kebutuhan untuk menghindari penggabungan
agonisme D2 parsial aripiprazole dengan antipsikotim dengan antagosnisme D2
penuh. Interferensi yang mengikat dapat menyebabkan memburukmya gejala
kandungan aripiprazole yang tinggi untuk reseptor D2, dan fakta bahwa bahkan
dosis rendah seperti 10 mg mencapai penempatan 83% D2, dan dengan demikian
dapat menggantikan antagonis penuh.

Dosis Tinggi Antipsikotik

Polifarmasi antipsikotik bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi kasus


skizofrenia yang lebih kompleks dan resisten pengobatan. Monoterapi dosis tinggi
juga merupakan pilihan yang tepat. Sebenarnya, telah dikemukakan bahwa jika
tujuannya adalah untuk menempati tingkat reseptor D2 yang lebih besar dalam
mengatasi gejala positif dan agresif yang resisten terhadap pengobatan, monoterapi
dosis tinggi adalah pilihan yang lebih disukai dibandingkan dengan polifarmasi.
Monoterapi dengan dosis tinggi memang menghasilkan biaya finansial yang lebih
besar dan risiko peningkatan efek samping pengobatan metabolik dan potensial
lainnya.

Tidak mungkin untuk mengetahui dosis antipsikotik tertentu yang


diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, tindakan yang
benar adalah mulai dosis rendah dalam Pedoman Food and Drug Administration
(FDA) AS - dan British National Formulary (BNF) - menyetujui panduan untuk
pengobatan tertentu. Obat ini dapat ditingkatkan secara bertahap di luar jendela

9
dosis yang disetujui FDA sampai respon terapeutik terjadi atau pasien mengalami
efek samping yang tidak dapat ditolerir. Penting bahwa informed consent diperoleh
dan pertimbangan pengobatan didokumentasikan dengan baik saat ini terjadi. Di
bawah ini kita membahas rentang dosis khas dan pertimbangan khusus untuk dosis
tinggi antipsikotik. Analisis yang lebih rinci dapat ditemukan dalam tinjauan topik
Stahl & Morrissette.

Clozapine

Clozapine biasanya hanya direkomendasikan setelah percobaan antipsikotik


lain telah gagal. Hal ini terutama disebabkan oleh profil efek sampingnya. Pada
dosis khas 300-450mg / hari, clozapine berikatan dengan kurang dari 50% reseptor
D2, namun seperti yang disebutkan sebelumnya, manfaat antipsikotik dengan obat
ini dapat dilihat serendah 20% occupancy. Sebuah meta-analisis oleh Davis & Chen
mengungkapkan bahwa pasien dengan kadar clozapine tingkat tinggi lebih sering
merespons daripada pada tingkat rendah. Clozapine dapat diberikan setinggi 900mg
/ hari, namun risiko kejang meningkat dengan kadar plasma yang lebih tinggi,
sehingga titrasi pada dosis ini harus dilakukan perlahan-lahan. Selanjutnya, karena
beragamnya profil klozapine yang ketat, perbaikan pada beberapa kelompok gejala
mungkin terjadi.

Quetiapine

Quetiapine memiliki afinitas yang relatif lemah untuk reseptor D2 dan


seringkali memerlukan dosis tinggi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hanya
di kisaran atas 400-800mg / hari adalah sifat antipsikotik dari pengobatan yang
terlihat. Hal ini umumnya percaya bahwa dosis 1200mg / hari tidak lebih efektif
daripada kisaran dosis khas dan membawa kejadian efek metabolik yang lebih
besar; Namun, praktik klinis menunjukkan bahwa 1800mg / hari mungkin berguna
dalam mengobati pasien yang kasar.

10
Olanzapine

Dosis olanzapine antara 10 dan 20 mg / hari sama dengan hunian 60-80%


D2. Dosis yang lebih tinggi dari 40-60mg sehari tampaknya lebih efektif, terutama
dengan pasien agresif dan beberapa pengaturan forensik. Catatan hati-hati adalah
karena tingkat plasma meningkatkan risiko efek antikolinergik dan metabolik juga
meningkat.

Risperidone/Paliperidone

Risperidone mencapai 70-80% dari hunian D2 pada dosis antara 2 dan 6mg
/ hari. Risiko EPS berkorelasi positif dengan dosis. Dosis di atas 8mg / hari
umumnya tidak dianggap bermanfaat bagi kebanyakan pasien, namun pada
beberapa kasus, efek sampingnya mungkin tidak muncul sampai dosis tinggi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahkan pada 10mg / hari hanya 31%
pasien yang memerlukan pengobatan anti-Parkinson dalam uji coba yang sangat
penting, sekali lagi memberikan bukti bahwa subkelompok mungkin memerlukan
dan mentoleransi dosis dan kadar plasma yang lebih tinggi. Paletidone metabolit
aktif Risperidone memiliki sedikit kemungkinan interaksi obat-obat karena tidak
dimetabolisme oleh hati. Mirip dengan risperidone, paliperidone membawa
peningkatan risiko EPS saat dosis meningkat.

Ziprasidone

Data mendukung penggunaan ziprasidone dosis tinggi, terutama pada


pengaturan forensik pada 360mg / hari. Sulit untuk mencapai kadar plasma yang
memadai dengan ziprasidone pada pasien rawat jalan karena makanan diperlukan
untuk meningkatkan penyerapan. Telah dilaporkan bahwa ziprasidone secara
historis berada di bawah dosis karena kekhawatiran tentang peningkatan agitasi dan
pemanjangan QTc.

11
Aripiprazole

Aripiprazole memiliki mekanisme aksi yang berbeda dibandingkan dengan


'gelombang pertama' SGAs. Berlawanan dengan pendahulunya, dosis tinggi
aripiprazole mungkin tidak menghasilkan peningkatan efikasi pada skizofrenia. Hal
ini disebabkan sifat agonis parsial dan afinitas tinggi untuk reseptor D2. Dosis 40mg
/ hari dikaitkan dengan 96,8% D2 occupancy, sehingga kenaikan lebih lanjut tidak
akan berdampak pada transmisi neurotensin D2 sampai batas tertentu.

Asenapine, iloperidone, and lurasidone

Asenapine, iloperidone, dan lurasidone adalah antipsikotik atipikal yang


lebih baru. Akibatnya, ada keterbatasan informasi yang mendukung
penggunaannya dalam dosis tinggi. Meskipun dosis asenapine 30-40 mg / hari
mungkin efektif untuk beberapa kasus yang resisten pengobatan, hampir tidak ada
data yang mendukung penggunaan pada dosis tinggi ini, dan penyerapan asidin
secara bukal secara signifikan untuk setiap kenaikan 5mg dalam dosis. Seperti
asenapine, tidak ada data yang mendukung penggunaan iloperidon pada dosis
tinggi. Satu masalah pembatas pengobatan dengan iloperidone adalah hipotensi
ortostatik. Lurasidone disetujui hingga 160mg / hari untuk skizofrenia, namun dosis
yang lebih tinggi belum dipelajari untuk efikasi, hanya untuk keamanan (misalnya
studi QT menyeluruh sampai 600mg). Mirip dengan ziprasidone, lurasidone harus
dikonsumsi dengan makanan untuk meningkatkan absorpsi.

Ringkasan
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang relatif umum namun seringkali sulit
untuk diobati. Meskipun monoterapi antipsikotik pada tingkat dosis standar cukup
untuk sebagian besar pasien, sebagian lainnya akan memerlukan pendekatan 'tidak
konvensional' seperti polifarmasi antipsikotik dan lebih tinggi dari dosis normal.
Jika dilakukan dengan hati-hati dan rasional, pendekatan ini dapat memberi manfaat
yang sangat dibutuhkan bagi mereka yang paling membutuhkan pertolongan.

12
CRITICAL APPRAISAL

A. Analisis PICO
Patient/Problem : Schizophrenia
Intervention : Unconventional treatment
Comparison : Standard dose
Outcome : Successful treatment

B. Identitas Jurnal
Judul artikel : Drug Information Update. Unconventional Treatment
Strategies for Schizophrenia: Polypharmacy and Heroic
Dosing
Judul jurnal : Bulletin Psych Journal
Penulis : Moore, Bret A., Morrisette, Debbi A., Meyer, Jonathan .M.,
Stahl, Stephen M., et al.
Tempat terbit : USA
Tahun terbit : 2017

C. Hasil Critical Appraisal


No. Pertanyaan Jawaban Penjelasan
1 Apakah penelitian Ya Penelitian ini membahas terapi skizofrenia
menyebutkan fokus yang efektif .
permasalahan
dengan jelas?
2 Apakah Tidak Jurnal ini tidak mengelompokkan responden
pengelompokan secara acak.
pasien terhadap
terapi diacak?
3 Apakah pasien, Tidak Penelitian ini tidak menggunakan metode
petugas medis, dan blinded.

13
peneliti buta
terhadap
perlakuan?

4 Apakah Tidak Peneitian ini hanya memaparkan artikel


karakteristik mengenai keefektifan obat antipsikotik.
pembagian
kelompok serupa
pada awal
penelitian?
5 Selain perlakuan Tidak Tidak ada kelompok perlakuan maupun
penelitian, apakah kontrol di jurnal ini.
masing-masing
kelompok
mendapat
perlakuan yang
sama?
6 Apakah setiap Ya Artikel ini tidak membagi responden menjadi
pasien yang berkelompok-kelompok..
diikutsertakan
dalam penelitian
dinilai secara tepat
dalam kesimpulan?
7 Seberapa besar Ya Hanya disebutkan secara tersirat dari masing-
efek terapi? masing obat, tidak ada angka kuantitatif.
8 Seberapa tepat efek Tidak Tidak dijelaskan.
terapi?

14
9 Apakah hasil Ya Terdapat ketersediaan obat di Indoneisa.
penelitian dapat
diterapkan?
10 Apakah semua Tidak Tidak dijelaskan secara rinci mengenai aspek
hasil klinis penting klinis lain.
dipertimbangkan?
11 Apakah maanfaat Ya Pasien dengan kegagalan terapi skizofrenia
terapi sebanding menggunakan dosis standar dapat beralih ke
dengan kerugian polifarmasi / dosis heroik yang bisa dicover
dan biaya? BPJS.

15

Anda mungkin juga menyukai