Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB. PARU

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
(Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi
hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah
(Sylvia A. Price & Wilson,2006).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief Mansjoer,
dkk, 2002).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. (Smelzer & Bare, 2002).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).  Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2002 ).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus

1
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:


1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:


a) Tuberkulosis paru BTA positif.
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:


- \ TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.

4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
a) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.

3
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

2. Penyebab
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tubercolosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis
usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) diudara yang berasal dari
penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup
bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara. (Wim de Jong et al. 2005).

3. Faktor predisiposisi
Menurut Tambayong (2000) faktor penyebab TB Paru ini meliputi :
Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya :
1. Faktor intrinsik
a. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun. (Elizabeth, 2009).
b. Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-
laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-
laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada
wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai
kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.(Corwin,
2009).
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan

4
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan
sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
jenis pekerjaannya.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel
debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan
morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan
umumnya TB Paru. (Corwin,2009)
e. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik
dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok
pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada lakilaki
dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan
merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. (Darmanto,
2007)
f. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan
dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada
seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
immunologik terhadap penyakit. Status gizi, ini merupakan faktor yang
penting dalam timbulnya penyakit tuberculosis ( Isselbacher,2009).
g. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu Notoatmodjo, 2002).
Pengetahuan seseorang akan TB Paru akan berakibat pada sikap orang tersebut
untuk bagaimana manjaga dirinya tidak terkena TB Paru. Dari sikap tersebut
akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk dapat terhindar dari TB Paru.

5
h. Perilaku
Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2002) menjelaskan perilaku itu di latar
belakangi atau dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri
seseorang. Yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan,
dan ekonomi.
2. Faktor Pemungkin (Enabling factor)
Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau
tindakan yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing factor)
Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Dalam hal ini pengaruh dari lingkungan luar seperti sikap dan
perilaku petugas kesehatan, pengawasan keluarga yang lemah dan
kehidupan beragama yang lemah.

2. Faktor Extrinsik
a. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari
kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB Paru (Somantri, 2007).
b. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau
kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya

6
basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya
yang cukup. (Somantri, 2007)
c. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan
pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam
memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status
gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang
menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
d. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB
Paru. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis (Tambayong, 2000).
e. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° –
30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab (Tambayong, 2000).
f. Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.

7
4. Tanda Dan Gejala
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus

8
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
6) Keringat malam
7) Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada redup
8) Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
9) Pada anak :
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

5. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh
orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T )
adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini
desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung
dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah
berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian
atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja

9
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang
dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang
lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini
disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya bronko
pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proes tersebut

10
dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-
paru dan kemudian meluas kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara
laten tidak menunjukkan gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas
kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi kekebalan
immunoterapi, atau bertambahnyausia.
Terjadinya TB Paru dibedakan menjadi:
1. Infeksi Primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru.
Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga da pat melewati
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB PARU berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan pada
Paru, dan ini disebut komplek primer . Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB PARU. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

2. Infeksi Pasca Primer (Post Primary TB PARU)


TB PARU pasca primer biasanya terjadi s etelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB PARU pasca
primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

11
6. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

7. Pemeriksaan Khusus
a) Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
- Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
- Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
- Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
- Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru.


- Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar

12
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
- Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.

b) Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):


1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteria patogen lainnya.

13
8. Penatalaksanaan Terapi
Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang.
Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest x-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya:
- Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan
- Penghuni rumah tahanan
- Siswa-siswi pesantren
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang
menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
diperlukan bagi kelompok berikut:
- Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena
resikotimbulnya Tbmilier dan meningitis TB
- Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular
- Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif
menjadi positif
- Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang
- Pennderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh

14
petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI).

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru


Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan
mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,
berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.

Jenis, sifat dan dosis OAT :

15
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a. Keluhan Utama
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu:
1) Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk
- Batuk darah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
2) Keluhan sistemis, meliputi:  
- Demam
- Keringat malam
- Anoreksia dan penurunan BB
- Malaise

b. Riwayat Penyakit Saat Ini


Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika keluha utama
pasien adalah batuk maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan
batuk muncul. Pada klien dengan pnemonia, keluhan batuk biasanya muncul
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat batuk yang biasa ada di
pasaran.
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Tanyakan selama keluhan
batuk muncul, apakah ada keluhan lain seperti demam, keringat malam atau
menggigil yang mirp dengan demam influenza. Tanyakan apakah batuk disertai
sputum yang kental atau tidak, serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk
efektif untuk mengeluarkan sekret.

16
Apabila keluhan utama adalah batuk darah, maka perlu ditanyakan kembali
berapa banyak darah yang keluar. Saat melakukan anamnesis, perawat perlu
meyakinkan pada pasien tentang perbedaan antara batuk darah dan muntah darah,
karena pada keadaan klinis, hal ini sering menjadi rancu.
Adanya batuk darah akan menimbulkan kecemasan pada diri pasien karena
batuk darah sering dianggap sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang
diidapnya. Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika perawat memberikan
penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya.
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasrkan jumlah darah
yang dikeluarkan:
1. Batuk darah masif. Darah yang dikelurakan lebih dari 600 cc/24 jam
2. Batuk darah sedang. Darah yang dikelurakan 250-600 cc/24 jam
3. Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.

Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah sesak nafas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan
pertanyaan untruk membedakan antara sesak nafas yang disebabkan oleh
gangguan pada sistem pernafasan atau sistem kardiovaskuler.
Sesak nafas yang diakibatkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala
jika tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dll. Agar memudahkan
perawat mengkaji keluhan sesak nafas, maka dapat dibedakan sesuai tingkat
klasifikasi sesak nafas. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST dapat
lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
- Provoking Incident
apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak nafas, apakah
sesak nafas berkurang saat istirahat?
- Quality of Pain
seperti apa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat
keluhan (karakter), dalam hal ini  perlu ditanyakan kepada klien apa maksud
dari keluhan-keluhannya. Apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak
dalam melakukan pernafasan.
- Region

17
radiation,relief: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan? Harus
ditunjukkan dengan tepat oleh klien.
- Severity (Scale) of Pain
seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala sesak
sesuai klasifikasi sesak nafas dan klien menerangkan seberapa jauh sesak
nafas mempengaruhi aktivitas sehari-harinya.
- Time
berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya, tetntukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah
gejala muncul secara terus mnerus atau hilang timbul (intermiten).
Tanayakan apa yang dilakukan klien waktu gejala timbul. Lama timbulnya
(durasi), tentukan kapan gejala tersebut pertama kali muncul. Tanyakan
kepada klien apakah sudah pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada waktu kecil,
tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB paru seperti  diabetes melitus.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada amsa
yang lalu yang amsih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Adanya alergi obat juga harus
ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. . sering kali klien mengacaukan suatu
alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan BB dalam 6 bulan terakhir. Penurunan BB pada klien TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia
dan mual yang sering ditibulkan karena meminum OAT.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan di dalam rumah.

18
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per
sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bowel), dan B6 (Bone) serta
pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan pemeriksaan yang menyeluruh pada
sistem pernafasan.
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada pasien Tb paru dapat dilakukan dengan selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Perlu juga
dilakukan pengukuran GCS secara tepat.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
nafas meningkat apabila disertai dengan sesak nafas, denyu nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit
penyulit seperti hipertensi.

2. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang biasanya
pasien TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsidiameter bentuk dadaantero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila adanya penyulit dari TB paru seperti
adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernafasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru
biasanya pasien akan terlihat sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas,
dan menggunakan otot bantu nafas. Tanda lainnya adalah klien dengan

19
TB paru juga mengalami efusi pleurayang masif, pneumothoraks, abses
paru masif, dan hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut membuat
gerakan pernafasan menjadi tidak simetris, sehingga yang terlihat adalah
pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengakajian batuk pada klien TB
paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa
jumlah produksi sputum, terutama bila TB paru disertai adanya
bronkhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan
produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah
produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
1) Palpasi trakhea
Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –meskipun tetapi tidak
spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai
adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi
trkhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
2) Gerakan dinding thoraks anterior/erskrusi pernafasan
Tb paru dapat komplikasi saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.
3) Getaran suara (fremitus vokal)
Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada
klien saat berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran
dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan.
Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil
fremitus. Adanya penurunan taktil premitus pada klien dengan TB
paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi
pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga
pleura.

20
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, baiasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke posisi yang sehat.

d) Auskultasi
Pada klien dengan TB  paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi)
Pda sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan
resonan vokal pada sisi yang sakit.

3. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB  paru pengkajian yang didapat meliputi:
- Inspeksi : inspeksi tetnatang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah
- Perkusi  : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru denga
efusi pleura masih mendorong ke sisi yang seha.
- Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.

4. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien
tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan
menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masiv dan
kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

21
5. B4 (Baldder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syock. Klien diinformasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena
meminum OAT terutama Rifampisin.

6. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan BB

7. B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga yang menjadi tidak teratur.

f. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi bebrapa dimensi yang memungkinkan
perawat memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
prilaku klien. Pada kondisi klinis klien dengan TB paru sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat perlu menyakan kondisi pemukiman klien tinggal. Hal ini penting
dilakuakan mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat
tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih
mudah hidup ditempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang.
Klien TB paru umumnya masyarakat miskin dengan pendidikan rendah.
Selain  karena ketidaksanggupan untuk membeli obat, kelompok ini umumnya
tidak sanggup mengkonsumsi makanan bergizi sehingga tidak dapat
meningkatkan daya tahan tubuhnya. Kelompok ini juga sering tidak menyadari
pentingnya kesehatan dan penyembuhan penyakit.

22
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1) Ketidakefektiffan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, hemoptisis, kelamahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
parusekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan jaringan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema bronkhial.
4) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan,
anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
5) Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6) Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

3. Rencana Asuhan (Tujuan, Intervensi, Rasional)


a. Diagnosa 1 
- Ketidakefektiffan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, hemoptisis, kelamahan, upaya batuk buruk, edema
trakheal/faringeal.
- Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam
kebersihan jalan nafas kembali efektif
- Kriteria hasil 
1. Klien mampu melakukan batuk efektif
2. Pernafasan klien normal (16x20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu nafas.
3. Bunyi nafas normal, Ronchi -/-
4. Pergerakan pernafasan normal

23
Intervensi Rasional
Mandiri: Penurunanan bunyi nafas menunjukkan
Kaji fungi pernafasan (bunyi nafas, atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
kecepatan, irama, kedalaman, dan
penggunaan oto bantu pernafasan) sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu nafas dan peningktan
kerja pernafasan
Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat
catat karakter, volume sputum, dan adanya kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
hemomptisis. adekuat). Sputum berdarah bila ada
kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronkhial dan memerlukan intervensi
lebih lanjut.

Berikan pasien posisi semi atau fowler Posisi membantu memaksimalkan


tinggi. Bantu klien untuk batuk efektif dan ekspansi paru dan menurunkan upaya
latihan nafas dalam. pernafasan. Ventiklasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke dalam
jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

Pertahan intake cairan sedikitnya 2500 Hidrasi yang adekuat membantu


ml/hari kecuali tidak diindikasikan. mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas.

Bersihkan sekret dai mulut dan trakhea, bila Mencegah obstrusksi dan aspirasi.
perlu lakukan penghisapan (suction). Pengisapan diperlukan bila klien tidak
mampu mengeluarkan sekret.

Kolaborasi: Mencegah pengeringan membran


Lembabkan udara/oksigen inspirasi mukosa; membantu pengenceran sekret.

Beri obat-obat sesuai indikasi: Agen mukolitik menurunkan kekentalan


Agen mukolitik, dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Bronkodilatator meningkatakan ukuran
Bronkodilatator lumen percabangan trakeobronkial,
sehingga menurunkan tahanan terhadap
Kortikosteroid aliran udara.
Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

24
b. Diagnosa 2
- Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi parusekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam
pola  nafas kembali efektif
- Kriteria hasil         :
1. Klien mampu melakukan batuk efektif
2. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas normal.
3. Pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan dan bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi Rasional
Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi
pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.

Kaji fungsi pernafasan, catat kecepatan pernafasan, Distres pernafasan dan perubahan
dipsnea, sianosis, dan perubahan tanda vital. tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syok
akibat hipoksia.
Berikan posisi semifowler/fowler tinggi dan miring Posisi fowler memaksimalkan
pada sisi yang sakit, bantu klien latihan nafas ekspansi paru dan menurunkan
dalam dan batuk efekktif upaya bernafas. Ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke
jalan nafas besar  untuk dikeluarkan.

Auskultasi bunyi nafas Bunyi nafas dapat menurun atau tak


ada pada area kolpas yang meliputi
satu lobus, segmen paru, atau
seluruh area paru (unilateral)
.

Kaji pengembangan dada dan posisi trakhea. .Ekspansi parumenurun pada area
kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi
yang sehat pada tension
pnemothoraks
Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau Bertujuan sebagai evakuasi cairan
kalau perlu WSD. atau udara dan memudahkan
ekspansi paru secara maksimal
Bila dipasang WSD: periksa pengontrol penghisap Mempertahankan tekanan negatif
dan jumlah isapan yang benar. intrapleural yang meningkatkan

25
ekspansi paru maksimum.

Periksa batas cairan pada botol penghisap dan Air dalambotol prnampung
pertahankan pada batas yang ditentukan. berfungsi sebagai sekat yang
mencegah udara atmosfer masuk ke
dalam pleura
Observasi gelembung udara dalam botol Gelembung udara selam ekspirasi
penampung. menunjukkan keluaranya udara dari
pleura sesuai dengan yang
diharapkan. Gelembung biasanya
menurun seiring dengan
bertambahnya ekspansi paru. Tidak
adanya gelembung udara dapat
menunjukkan bahwa ekspansi paru
sudah maksimal atau tersumbatnya
selang drainase.

Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk Deteksi dini terjadinya komplikasi
dengan kassa steril dan observasi tanda yang dapat penting seperti berulangnya
menunjukkan berulangnya pneumothoraks seperti pneumothoraks.
nafas pendek, keluhan nyeri.

c. Diagnosa 3
- Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema
bronkhial.
- Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam
gangguan pertukaran gas tidak terjadi
- Kriteria hasil         :
1. Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
2. Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernafasan.
3. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jringan adekuat
dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
Mandiri : TB paru mengakibatkan efek luas pada
Kaji dipsnea, tyakipnea, bunyi nafas, paru dari bagian kecil bronkopnemonia
peningkatan upaya pernafasan, ekspansi thoraks sampai inflamsi difus yang luas,
dan kelemahan. nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis
yang luas. Efeknya terhadap pernafasn
bervariasi dari gejala ringan, dipsnea
berat, samapai distress pernafasan

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat Akumulasi sekret dan berkurangnya


sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk jaringan paru yang sehat dapat

26
membran mukosa dan kuku. menggangu oksigenasi orgn vital dan
jaringan tubuh.
Tunjukkan dan dukung pernafasan bibir selam Membuat tahanan melawan udara luar
ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis untuk mencegah kolaps/ npenyempitan
dan kerusakan parenkim paru. jalan nafas sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi nafas pendek
Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan Menurunkan konsumsi oksigen selama
bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari periode penurunan pernafasan dan
sesuai keadaan klien dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau
Pemeriksaan AGD saturasi dan peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi/perubahan program terapi.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan. Terapi oksigen dapat mengorekasi
hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
Kortikosteroid . Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan

d. Diagnosa 4
- Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan  dengan
keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
- Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam intake
nutrisi klien terpenuhi
- Kriteria hasil         :
1. Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang
menjadi adekuat.
2. Pernyataan motuvasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, derajat Memvalidasi dan menetapkan derajat
penurunan BB, integritas mukosa oral, masalah untuk menetapkan pilihan
kemampuan menalan, riewayat mual/muntah, intervensi yang tepat.
dan diare.
Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa Memperhitungkan keinginan individu
yang disukai klien (sesuai indikasi) dapat memperbaiki intake gizi.

Pantau intake dan output, tibang BB secara Berguna dalam mengukur keefektifan
periodik (sekali seminggu). intake gizi dan dukungan cairan.

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum Menurunkan rasa tak enak karena sisa

27
dan sesudah makan dan sesudah makanan, sisa sputum atau obat pada
intervensi/pemeriksaan per oral. pengobatan sistem pernafasan yang
dapat merangsang pusat muntah.
Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam Memaksimalkan intake nutrisi tanpa
porsi kecil tapi sering. kelelahan dan energi besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan Merencanakan diet dengan kandungan
komposisi dan jenis diet yang tepat. gizi yang cukup untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energi dan
kalorin sehubungan dengan status
hipermetbolik klien.
Kolaborasi utuk pemeriksaan laboratorium Menilai kemajuan terapi diet dan
khusunya BUN, protein serum, dan albumin.. membantu perencanaan intervensi
selanjutnya.
Kolaborsi untuk pemberian multivitamin. Multivitamin bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari peningkatan laju
metabolisme umum

e. Diagnosa 5
- Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis penyakit
yang belum jelas
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam klien
mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
- Kriteria hasil         :
1. Klien terlihat mampu bernafs secara normal dan mampu berdaptasi
dengan keadaannya.
2. Respon nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.

Intervensi Rasional
Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping Pemanfaatan sumber koping yang ada
yang ada. secara kontruksif sangat bermanfaat
dalam mentasi stress.
Ajarkan teknik relaksasi.. Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
Pertahankan hubungan saling percaya antara Hubungan saling percaya membantu
perawat dan klien. memperlancar proses terapeutik.
Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa Tindakan yang tepat diperlukan dlam
cemas. mengatasi masalah yang dhadapi klien
dan membantu kepercayaan dalam
menguragi kecemasan.

28
Bantu klien mengenali dan mengakui rasa Rasa cemas merupakan efek emosi
cemasnya. sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, maka perasaan yang
menggangu dapat diketahui

f. Diagnosa 6
- Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan,
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
- Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  ___x 24 jam klien
mampu melasanakan apa yang telah diinformasikan.
- Kriteria hasil         : Klien terlihat mengalami penurunanpotensi menularkan
penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien untuk mengikuti Keberhasilan proses pembelajaran
pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan dipengaruhi oleh kesiapan fisik,
umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan emosional, dan lingkungan yang kondusif.
suasana yang tepat) Jelaskan tentng dosis obat, frekuensi
pemberian, kerja yang diharapkan, dan
alsana mengapa pengobatan TB
berlangsung dalam waktu lama..
Jelaskan tentng dosis obat, frekuensi Meningkatkan partisipasi klien dalam
pemberian, kerja yang diharapkan, dan alsana program pengobatan dan mencegah putus
mengapa pengobatan TB berlangsung dalam obat karena membaiknya kondisi fisik
waktu lama. klien sebelum jadwal terapi selesai.
Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk Dapat menunjukkan pengaktifan ulang
mengidentifikasi gejal/tanda reaktivasi proses penyakit dan efek obat yang
penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, memerlukan evaluasi lanjut.
kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran
dan vertigo).
Tekankan pentingnya mempertahankan intake Diet TKTP dan cairan yang adekuat
nutrisi yang mengandung protein dan kalori memenuhi peningkatan kebutuhan
yang tinggi serta intake cairan yang cukup metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan
setiap hari tentang hal itu akan meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan
penyakitnya

29

Anda mungkin juga menyukai