Anda di halaman 1dari 11

TUBERKOLOSIS (TBC)

1. Pengertian TBC

Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru

tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui

udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke

bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui

bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo,

2013).

2. Etiologi TBC

TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium

tuberculosi Humanis). Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk

kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di daerah

yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang

kondusif untuk penyakit TB. Kuman Mycrobacterium tuberculosis memiliki

kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak setelah kurang dari dua minggu

atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu

37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau

lebih dari 40°C (Widyanto & Triwibowo, 2013).

3. Patogenesis TBC

TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium

Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam

percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya

kuman TBC ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.

Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TBC dan biasanya sanggup


menghancurkan sebagian besar kuman TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi

dalam makrofag. Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak,

akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman

TBC di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya

kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai

masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses

infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya

gejala penyakit. Masa inkubasi TBC biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu

dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk

merangsang respons imunitas seluler (Werdhani, 2009).

4. Klasifikasi

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB

Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB

paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses

“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih

dan alat kelamin.

Catatan: • Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru,

maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai

pasien TB paru. • Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa
organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya

paling berat.

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu:

1) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang yang belum pernah

kemasukan basil TBC. TBC sekunder adalah penyakit TBC yang baru timbul

setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer.

5. Penularan TBC

Menurut Dikjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014) cara


penularan penyakit Tuberkulosis adalah :

a. Sumber penularan adalah pasien TBC BTA positif melalui percik renik dahak

yang dikeluarkannya.

b. Pasien TBC dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkanpenyakit TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif adalah

65%, pasien TBC BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan

pasien TBC dengan hasilkultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik

renikdahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentukpercikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar3000 percikan dahak.

e. Kuman TBC menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara,

atau bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa

jam.

f. Perlu diingat bahwa TBC tidak menular melalui berjabat tangan dengan

penderita TBC, berbagi makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan

toilet, berbagi sikat gigi, bahkan berciuman (Anindyajati, 2017).

6. Gejala TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

yangtimbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gejala sistemik atau umum:

1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Terkadang serangan demam seperti influenza dan

bersifat hilang timbul

3) Penurunan nafsu makan dan berat badan

4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah

a. Gejala khusus:

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatansebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanankelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,suara nafas melemah

yang disertai sesak.

2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertaidengan

keluhan sakit dada.

3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada

muara ini akan keluar cairan nanah.

4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dandisebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demamtinggi, adanya

penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Keluhan-keluhan seorang penderita TBC sangat bervariasi, mulai dari sama sekali

tak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang lengkap.

Keluhan umum yang sering terjadi adalah malaise (lemas), anorexia, mengurus

dan cepat lelah. Keluhan karena infeksi kronik adalah panas badan yang tak tinggi

(subfebril) dan keringat malam (keringat yang muncul pada jam-jam 02.30-05.00).

Keluhan karena ada proses patologik di parudan/atau pleura adalah batuk dengan atau

tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada. Departemen Kesehatan dalam

pemberantasan TBC di Indonesia menentukan anamnesis resmi lima keluhan utama


yaitu batuk-batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan

nyeri dada (Danusantoso, 2013)

7. Pengobatan

Terdapat enam macam obat esensial yang telah dipakai sebagai berikut :

Isoniazid (H), para amino salisilik asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E),

Rifampisin (R) dan Pirazinamid (P). Faktor-faktor risiko yang sudah diketahui

menyebabkan tingginya prevalensi TBC di Indonesia antara lain : kurangnya gizi,

kemiskinan dan sanitasi yang buruk (Sudoyo, 2010).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

b. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)

lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

c. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) olehseorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

d. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

Tahap awal (intensif)

a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b) Pengobatan tahap intensif tersebut apabila diberikan secara tepat, biasanya

pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.


c) Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan

d) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

e) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014)

8. Pencegahan

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayarakat dan

petugas kesehatan.

a Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan

1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan

membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi

harus diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete Guerin).

3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit

TBC yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

4) isolasi

5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga

6) Imunisasi orang–orang kontak.


7) Penyelidikan orang–orang kontak. tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan

intensif.

8) Pengobatan khusus.

b. Tindakan pencegahan

1. meningkatkan pendidikan kesehatan.

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect

gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,

kontak, suspect, perawatan.

3. Pengobatan preventif,

4. BCG

5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan

pasteurisasi air susu sapi

6. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.

7. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi,

8. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan

tuberculin tes (Hiswani, 2004).

9. Masa Nifas

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap tuberkulosis

paru justru menonjol pada masa nifas. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat

diruang observasi selama 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung.

Diberi obat uterotonika, dan obat TB paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa

nifas yang harus mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus

dirawat di ruang isolasi.

10. Pencegahan pada bayi


1. Jangan pisahkan anak anak dari ibunya, kecuali ibu sakit sangat parah,

2. Apabila ibu dahak negatif, segera bayi diberikan BCG,

3. Apabila dahak sediaan langsung ibu positif selama kehamilan, atau tetap demikian

saat melahirkan,

a. Bila bayi tampak sakit saat dilahirkan dan anda mencurigai adanya tuberkulosis

kongenital berilah pengobatan anti TB yang lengkap.

b. Bila anak tampak sehat, berikanlah isoniazid 5 mg/kgbb dalam dosis tunggal setiap

hari selama 2 bulan. Kemudian lakukan tes tuberkulin. Jika negatif, hentikan isoniazid

dan berikan BCG. Jika positif, lanjutkan isoniazid selama 4 bulan lagi. Jangan berikan

BCG pada saat diberikan isoniazid atau jangan lakukan tes tuberkulin dan berikan

isoniazid selama 6 bulan.

4. Di banyak negara adalah paling aman bagi ibu untuk menyusui bayinya. Air Susu

Ibu (ASI) merupakan gizi yang paling tinggi mutunya bagi bayi.

11. Laktasi

Kontak segera antara ibu dan anak diperbolehkan jika ibu telah mendapatkan

pengobatan dan tidak terdapat reaktivasi penyakit. Ibu dengan tuberkulosis aktif baru

dapat berhubungan dengan bayinya minimal 3 minggu pengobatan, dan bayinya juga

mendapat isoniazid. Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui pada ibu yang

menderita tuberkulosis, walaupun obat antituberkulosis ditemukan pada air susu ibu

tetapi jumlahnya sangat rendah dan resiko keracunan pada bayi sangat minimal. Anda

perlu menginstruksikan pasien di rumah sakit agar menutupi mulut di saat batuk dan

saat sedang menyusui. Batuk harus ke dalam tisu yang sekali pakai. Yang penting

adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tentang keadaan penyakit TB paru

yang sedang diidap serta bahaya penularan penyakit TBC ini pada anaknya, sehingga
penderita dan keluarganya menyadari sepenuhnya bagaimana cara melakukan

perawatan bayinya dengan baik.

Sumber :

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/240/2/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

Anda mungkin juga menyukai