Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RS. JIWA PROF. HB. SAANIN PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit yang sangat epidemik
karena telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Di negara-negara
berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit
tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia
produktif (15-50 tahun).
Prinsip diagnosis dan penatalaksanaan TB di berbagai belahan dunia
adalah sama, mulai dari diagnosis yang akurat, pengobatan yang sesuai
standar, monitoring, dan evaluasi pengobatan. Peran perawat dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien TB paru ini sangat
diperlukan untuk memaksimalkan upaya kesembuhan pasien.
B. TUJUAN
1. Untuk mendapatkan pemahaman tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Tuberkulosis Paru dengan benar
2. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien Tuberkulosis Paru
3. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien
Tuberkulosis Paru
4. Dapat menyusun perencanaan keperawatan yang tepat pada klien
Tuberkulosis Paru
5. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tuberkulosis
Paru
6. Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien
Tuberkulosis Paru
7. Dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada klien
Tuberkulosis Paru dengan benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal,
tulang dan nodus limfe.

B. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis,
yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit :
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
 Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB
paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut
harus dicatat sebagai pasien TB paru.
 Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa
organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ
yang penyakitnya paling berat.
d. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh
lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

C. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycrobacterium Tuberculosis,
merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium Tuberkulosis
dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat
hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Basil ini dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dormant (tidur). Pada sifat dormant, ada saat bagi basil
tuberkulsis untuk berkembang. Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit
tuberkulosis paru adalah mulai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul,
berkisar antara 4 - 12 minggu untuk tuberkulosis paru.

D. FAKTOR RESIKO
1. Faktor Sosial Ekonomi.
Sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, dan sanitasi tempat bekerja yang buruk memudahkan
penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan
TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup
layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat
besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini
merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada
orang dewasa maupun anak-anak.
3. Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia
produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.
4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini
lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB-Paru.

E. PATOFISIOLOGI
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak
dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks
serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan malakukan reaksi imflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) hasil
dari jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sbelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.
Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya
menjadi sembuh dan membentuk jaringa parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang megalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas
akan menimbulkan respon berbeda, akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

F. MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala sistemik/umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
2) Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri
merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain
karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila
terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap
kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat
antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain.
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,
Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin,
Amikasin, Kuinolon.

H. KOMPLIKASI STROKE
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut :
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut
adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya
I. WOC (Web of Cause)
(terlampir)
BAB II

LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
1) Identitas Pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien, yang meliputi : nama, jenis
kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian, tanggal dan jam MRS, nomor MR, diagnosa medis.
2) Identitas Penanggungjawab
Lakukan pengkajian pada identitas penanggungjawab, yang meliputi
nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan: batuk yang
lebih dari 3 minggu, batuk bisa disertai darah, sesak nafas, nyeri dada,
demam hilang timbul pada sore atau malam hari, sering berkeringat
malam hari, peningkatan suhu tubuh, penurunan nafsu makan dan
kelemahan tubuh.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien batuk, batuk bisa disertai darah, sesak nafas, nyeri dada,
demam, badan terasa lemas, nafsu makan menurun.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji apakah klien sebelumnya pernah menderita TB paru,
keluhan batuk lama, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya
sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
3. Pola Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan manajemen dalam
mempertahankan kesehatan/keejahteraan.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, nafsu makan, pola makan selama
ini, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi (kulit, rambut, kuku,
gigi), fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, BB sebelum sakit dan saat
sakit, kaji adanya kesulitan dalam menelan, pemberian suplemen.
Biasanya adanya gejala nafsu makan menurun, anoreksia, dan
penurunan BB.
3) Pola Eliminasi
Pola ini menggambarkan karakteristik dan masalah saat BAK/
BAB sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pasien dengan TB Paru jarang
ditemui mengalami gangguan eliminasi BAB dan BAK.
4) Pola Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Gejala menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena berhubungan dengan kelemahan tubuh yang dialami.
5) Pola Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi
meliputi lama tidur di malam hari, waktu mulai tidur dan bangun,
ada/tidak gangguan dalam tidur sebelum dan saat sakit. Biasanya klien
mengalami kesukaran untuk istirahat karena batuk dan demam yang
dialami pada malam hari.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori, dan pengambilan
keputusan.
7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan, harga diri, gambaran diri, dan perasaan terhadap diri
sendiri. Perasaan menerima dari pasien dengan keadaannya,
kebanyakan pasien tidak mengalami gangguan konsep diri.
8) Pola Peran-Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga
lainnya. Adanya perubahan hubungan dan peran dalam tanggung
jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
9) Pola Seksualitas-Reproduksi
Kemampuan pasien untuk melaksanakan peran seksual sesuai
dengan jenis kelamin. Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan
seksual karena kelemahan tubuh akibat sakit.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan
menggunakan sistem pendukung. Mekanisme pertahanan diri yang
biasa digunakan oleh pasien adalah dengan meminta pertolongan orang
lain.
11) Pola Nilai-Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan
dalam hidup, agama yang dianut oleh pasien dan ketaatan pasien dalam
melaksanakan ajaran agama, biasanya pasien tidak mengalami
gangguan dalam sistem nilai dan kepercayaan.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
1. Kesadaran : perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien
(composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma).
2. Tanda-tanda vital : hasil pemeriksaaan TTV pada penderita TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, RR
meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit penyulit seperti hipertensi
b) Pemeriksaan Head to Toe
1. Kepala
Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit
kepala,kekuatan rambut, lesi, hematoma, nyeri tekan; Palpasi: ada
edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
2. Mata
Inspeksi: kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva, sklera,
ada/tidaknya sekret, refleks cahaya, ukuran pupil; Palpasi:
pemeriksaan edema/hematoma di palpebral.
3. Hidung
Inspeksi: simetris/tidak, adanya sekret/tidak, terpasang NGT/ tidak;
Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan/massa di dalam hidung.
4. Telinga
Inspeksi: simetris/ tidak, adanya sekret/tidak, ada atau tidaknya
pengeluaran darah atau cairan dari telinga; Palpasi: Pemeriksaan
adanya edema dibagian telinga; Perkusi: pemeriksaan fungsi
pendengaran telinga.
5. Mulut
Inspeksi: simetris/ tidak, pemeriksaan mukosa bibir, lidah, adanya
gigi berlubang/ tidak, caries/ tidak, pemeriksaan tonsil, kesulitan
menelan atau tidak.
6. Leher
Pemeriksaan adanya pembengkakan kelenjar getah bening atau
pembesaran kelenjar thyroid.
7. Paru-paru
Inspeksi: menilai kesimetrisan dinding dada, bentuk dada dan
gerakan pernapasa. Klien biasanya tampak kurus, terlihat penurunan
diameter bentuk dada antero-posterior dibanding proporsi diameter
lateral, ketidaksimetrisan rongga dada jika ada efusi pleura yang
masif, pelebaran ICS pada sisi yang sakit. Pada klien TB paru
minimal dan tanpa komplikasi, gerakan pernapasan tidak
mengalami perubahan. Jika ada komplikasi, terlihat sesak nafas dan
penggunaan otot bantu napas.
Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh”. Adanya
penurunan taktil fremitus pada klien Tb paru biasanya ditemukan
pada klien dengan komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantara
suara menurun.
Perkusi: menilai paruparu dengan cara mengetuk. Pda klien TB paru
tanpa komplikasi, didapatkan bunyi sonor di seluruh lapang paru.
Pada TB paru dengan komplikasi, didapatkan bunyi redup sampai
pekak pada sisi yang sakit. Bila disertai peneumothoraks,
didapatkan bunyi hiperesonan.
Auskultasi: pada klien TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit.
8. Jantung
Inspeksi: melihat denyut ictus kordis terlihat atau tidak; Palpasi:
meraba denyut ictus kordis terlihat atau tidak; Perkusi: menentukan
batas jantung; Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada
bunyi tambahan.
9. Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut, distensi/tidak; Palpasi: meraba
hepar dan linfe apakah mengalami pembesaran atau tidak; Perkusi:
mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen; Auskultasi:
mendengarkan bising usus pasien.
10. Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah.
11. Kulit
Mengobservasi keadaan kulit seperti turgor, penilaian pengisian
kapila refil.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tb Paru :
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).
a. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada
pagi hari kedua
b. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas.
c. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi hari.
2) Tes Mantoux / Tuberculin
Tes mantoux adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah
individu telah terifeksi basil TB.
3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe
sifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam
kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita
serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh
penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang
normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC.
4) Pemeriksaan Radiologis
a. Foto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area
paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
b. CT scan : Untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis,
dan emifesema perisikatriksial.

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SDKI, SLKI, SIKI


Diagnosa yang ada biasanya berdasarkan data dan pengkajian yang
didapatkan sehingga ada kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada pasien dengan TB Paru adalah nyeri akut, resiko perfusi
serebral tidak efektif, resiko penurunan curah jantung, gangguan pola tidur,
intoleransi aktivitas, risiko intoleransi aktivitas

Tabel Rencana Asuhan Keperawatan SDKI, SLKI dan SIKI

No SDKI SLKI SIKI


1 Resiko Penurunan Curah Luaran Utama Intervensi Utama
Jantung  Curah Jantung  Perawatan Jantung
 Perawatan Jantung Akut
Definisi : Luaran Tambahan
Berisiko mengalami  Perfusi miokard Intervensi Pendukung
pemompaan jantung yang tidak  Status cairan  Pemberian Obat
adekuat untuk memenuhi  Status sirkulasi  Terapi Intravena
kebutuhan metabolisme tubuh  Status Neurologia  Terapi Oksigen
 Keletihan  Pemantauan Tanda
Faktor Risiko Vital
 Perubahan afterload  Manajemen Cairan
 Perubahan frekuensi  Manajemen Elektrolit
jantung  Pemantauan Cairan
 Perubahan irama jantung  Pemantauan Elektrolit
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan preload

2 Nyeri Akut Luaran Utama Intervensi Utama


 Tingkat Nyeri  Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensori  Pemberian Analgesik
atau emosional yang berkaitan Luaran Tambahan
dengan kerusakan jaringan  Kontrol Nyeri Intervensi Pendukung
aktual atau fungsional, dengan  Perfusi miokard  Pemberian Obat
onset mendadak atau lambat  Pola Tidur  Pemantauan Nyeri
dan benintensitas ringan hingga  Pemberian Obat Oral
berat yang berlangsung kurang  Pemeberian Obat
dari 3 bulan. Intravena
 Latihan Pernapasan
 Terapi Distraksi
Penyebab  Terapi Relaksasi
 Agen cedera fisiologis
(mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
 Agen cedera kimiawi (mis.
Luka bakar, bahan kimia
iritan)
 Agen cedera fisik (mis.
abses, amputasi, terbakar,
terpotong, prosedur
operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


 Mengeluh nyeri
 Tampak meringis
 Bersikap Protektif (misal.
waspada, posisi
menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait


 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma

3 Risiko Perfusi Serebral Tidak Luaran Utama Intervensi Utama


Efektif  Perfusi Serebral  Manajemen
Peningkatan Tekanan
Definisi : Luaran Tambahan Intrakarnial
Berisiko mengalami penurunan  Kontrol Resiko  Pemantauan Tekanan
sirkulasi darah ke otak.  Status Neurologis Intrakarnial

Faktor Risiko
 Keabnormalan masa Intervensi Pendukung
protrombin dan/atau masa  Edukasi Diet
tromboplastin parsial  Edukasi Program
 Penurunan kinerja ventrikel Pengobatam
kiri  Pemantauan Tanda
 Aterosklerosis aorta Vital
 Fibrilasi Atrium  Pemantauan Neurologis
 Hipertensi
 Embolisme
 Hiperkolesteronemia
 Stenosis Mitral
 Infark Miokard akut

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke
 Cidera kepala
 Aterosklerotik aortik
 Infark miokard akut
 Diseksi arteri
 Embolisme
 Endokarditis infektif
 Fibrilasi Atrium
 Hiperkolestronemia
 Hipertensi
DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, F.J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta : CV. TRANS
INFO MEDIA
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medika Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai