Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS

OLEH:

1. Kadek Siska Damayanti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi TB
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh
lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius
utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobic tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M.
bovis dan M. avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan
terjadinya infeksi tuberculosis.
2. Epidemiologi
Epidemiologi Tuberkulosis paru (TB paru) di Indonesia masih cukup
tinggi. TB merupakan salah satu dari sepuluh tertinggi penyebab kematian di
seluruh dunia.
Global 
TB merupakan salah satu dari sepuluh tertinggi penyebab kematian di
seluruh dunia.  Sekitar dua milyar orang atau 1/3 penduduk dunia
diperkirakan terkena TB laten.
Dari 10,4 juta orang terkena TB di tahun 2015, 1,8 juta berakhir
dengan kematian (diantaranya ada 0,4 juta kematian orang yang terkena TB
dan HIV). Dari satu juta anak-anak usia ≤14 tahun yang terkena TB, sebanyak
170.000 anak-anak meninggal akibat penyakit ini pada tahun 2015.
Lebih dari 95% kematian TB tersebut terjadi di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah, 60% kematian tersebut ada pada enam
negara, secara berurutan: India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan
Afrika Selatan.
Sekitar 480.000 orang menjadi resisten terhadap obat anti TB,
dengan multidrug-resistant TB (MDR-TB).Insiden TB menurun rata-rata
1,5% per tahunnya sejak tahun 2000.  Hal ini perlu diakselerasikan ke
penurunan 4%-5% tiap tahunnya supaya mencapai tujuan "End TB
Strategy" di tahun 2020. Mengakhiri epidemik TB sebelum tahun 2030 adalah
salah satu target kesehatan dari Sustainable Development Goals.  [11,12, 22]
Indonesia 
Pada tahun 2015, insiden kasus baru TB paru, termasuk HIV dengan
TB, adalah 395 per 100.000 populasi. Insiden meningkat seiring dengan
meningkatnya usia, dimana laki-laki lebih banyak terkena dibanding wanita.
Angka kematian atau mortalitas TB adalah 40 per 100.000 populasi.
Keberhasilan terapi (treatment success rate) pada pengidap TB baru
dengan smear-positif adalah 84% untuk yang terdaftar sebagai pasien di tahun
2014.
Pada tahun 2011, terungkap tiga faktor yang menyebabkan tingginya
kasus TB di Indonesia, yaitu:
1. Waktu pengobatan TB yang relatif lama, sekitar 6-8 bulan, menjadikan
penderita TB berhenti berobat (drop out) setelah merasa sehat meski
proses pengobatan belum selesai
2. Masalah TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS
yang berkembang cepat
3. Munculnya permasalahan kebal terhadap bermacam obat (MDR-TB)
masalah penderita TB laten.

3. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari,
dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberculosis yaitu Tipe
Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitistuberkolosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak
ludah (droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang
rentan terinfeksi bisa menghirupnya. (Wim de Jong)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat
bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus local. Penyebaran melalui
aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten
dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey)
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase :
1. Fase 1 (Fase Tuberkolosis Primer) : masuknya kedalam paru dan
berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-
tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan
daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang Panjang, vertebrata, tuba
fallopi, otak, kelenjar limfhilus, leher, dan ginjal.
4. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar
ke organ yang lain dan yang kedua ginjal setelah paru.
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi tuberculosis dari sistem lama:
1. Pembagian secara patologis
- Tuberkolusis primer (childhood tuberkolusis)
- Tuberkulosis post-primer (adult tuberkolusis)
2. Pembagain secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch
Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkolusis minimal
- Moderately advanced tuberkolusis
- Far advanced tuberkolusis
b. Klasifikasi menurut American Thoracic Society:
1. Kategori 0: tidak pernah tepajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negative, tes tuberculin negative
2. Kategori 1: tepajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negative
4. Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit
c. Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelaian klinis, radiologis,
dan makro biologis:
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tubekulosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
- TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda
lain positif
- TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan
tanda-tanda lain juga meragukan
d. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
(Sudoyo Aru)
1. Kategori 1, ditujukan terhadap:
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap:
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap:
- Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, ditujukan terhadap: TB kronik
5. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41oC, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem scoring TB
anak.
- Anak dengan TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13).
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk kerumah sakit untuk
evaluasi lebih lanjut.

6. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpu dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrophil dan makrofag) menelan banyk bakteri: limfosit spesifik-
tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan beru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel
Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa
seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifiksi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons
sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan
aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, bakteri Ghon memecah, melepaskan
bahan seperti keju kedalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di
udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi
menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya brokopneumonia lebih
lanjut, pembentukan tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan
lambat mengarah ke bawah ke helum paru-paru dan kemudian meluas ke
lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh
remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode
aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif.

7. WOC

Kuman TB (Mycrobacterium
Droplet infection Mencapai lobus paru
Tuberculosis)

Peradangan Bakteri sampai pada bagian alveoli

Pengeluaran zat pirogen Pertahanan Primer tidak


adekuat

Mempengaruhi
Hipotalamus Pembentukan tuberkel Kerusakan membrane
alveolar

Hipertermi

Pembentukan sputum
belebihan Menurunnya
permukaan efek jantung

Ketidak efektifan
bersihan jalan napas
Alveolus

Alveolus mengalamin
konsolidasi & eksudasi

Gangguan Pertukaran
gas
8. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Konjungtiva pucat karna anemia, malaise, badan kurus/berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea,
sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest.
2. Perkusi
Terdengar suara redup pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor dan timpani. Bila mengenai
pleura, perkusi memberikan suara pekak.
3. Auskultasi
Terdengan suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa ronchi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik.
Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah
sampai tidak terdengan sama sekali.
4. Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100 x/menit),
turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
9. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
d. Anemia bila penyakit berjalan menahun
e. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
g. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
h. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
i. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
2. Radiologi
a. Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa.
Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup
area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
c. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC  adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
3. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.
10. Penatalaksanaan
Tuberculosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan: isoniazid (INH), rifampin (RIF), streptomisisn (SM):
etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kapreomiamikasin, dan siklin
merupakan obat-obat baris kedua.
M. tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu
yang berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat-
telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah
menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus
dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
 Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens
antituberkulosis garis depan pada individu yang sebelumnya belum
mendapatkan pengobatan.
 Resisten obat didapat atau sekunderadalah resisten terhadap satu atau lebih
agens antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
 Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja,
INH dan RIF.
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis paru yang
baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, temasuk INH, RIF,
dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan
2 bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini, setiap agens dibuat dalam pil yang
terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three-in-one yang terdiri atas INH, RIF,
dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam
meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya,
etambutol dan streptomisisn mungkin disertakan dalam terapi awal sampai
pemeriksaan resisten terhadap obat didapatkan. Regimen
pengobatan,bagaimanapun, tetap dilanjutkan selama 12 bulan. Individu
akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu
terapi obat kontinu.
Isoniazid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi
mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai
contoh, anggota keluarga pasien yang berpenyakit aktif. Regimen
pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama
6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan
piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim dipantau hepar, nitrogen urea darah
(BUN), dan kreatinin dipantau setiap bulan. Hasil pemeriksaan kultur sputul
dipantau terhadap basil tahan asam (BTA) untuk mengevaluasi efektivitas
pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi.
11. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik
sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai
pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran : berupa compos mentis, apatis, sonnloen, spoor, koma.
Penampilan: cenderung sederhana
Eksperis wajah: lihat ekspresi wajah pasien
Kebersihan secara umum: lihat kebersihan secara umum
Tanda-tanda vital:
- TD: Tekanan darah biasanya meningkat
- S: suhu tubuh meningkat secara signifikan
- N: nadi biasanya meningkat
- RR: Respirasi meningkat apabila disertai sesak napas
2. ROS (review of system)
a.B1 (brething)
Inspeksi : simetris/ tidak simetris
Palpasi: biasanya normal jika tidak ada komplikasi, seimbang
anatara kiri dan kanan
Perkusi: biasanya didapatkan resunasi sonor pada seluruh lapang
paru, namun jika terdapat komplikasi bunyi redup sampai pekak
Auskultasi: didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi)
b. B2 (blood)
Inspeksi: tentang adanya paru dan kelemahan fisik
Palpasi: denyut nadi perifer melemah
Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
difusi pleura
Auskultasi: biasanya tidak dapat bunyi jantung tambahan
c.B3 (brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat
d. B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan,
oleh karena itu perawat memonitor adanya oliguria karea hal
tersebut tanda awal syok.
e.B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
f. B6 (bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB paru, biasanya
gejala yang muncul yaitu, kelalahan, kelemahan, insomnia.
3. Head to toe
a. Kepala
Inspeksi: bentuk, ukuran, distribusi, dan warna rambut
Palpasi: tebal dan banyaknya rambut, hematoma
b. Mata
Inspeksi: simetris, konjungtiva, pupil, selera
Palpasi: tekanan bola mata, ada atau tidaknya nyeri tekan pada kedua
mata
c. Telinga
Inspeksi : ukuran, bentuk, simetris
Palpasi: kartilago telinga, ada tidaknya nyeri tekan pada telinga
d. Hidung dan sinus
Inspeksi: bentuk tulang, kesimetrisan, lubang hidung, ada atau
tidaknya pernapasan cuping hidung
Palpasi: sinus maksilaris, frontalis, dan ermoidalis serta ada tidaknya
nyeri tekan
e. Mulut dan faring
Inspeksi: amati ada tidaknya ke;ainan bibir
Palpasi: palatum langit-langit dan lidah
f. Leher
Inspeksi : bandingkan anatara leher kanan dan kiri
Palpasi ada atau tidaknya pembengkakan
g. Dada
- Paru-paru
Inspeksi: kesemitrisan antara paru-paru kanan dan kiri, bentuk dan
postur
Palpasi: ada tidaknya pembesaran atau nyeri tekan
Perkusi: batas paru
Auskultasi: suara paru (weezing, ronchi)
- Jantung
Inspeksi: bentuk, ukuran da, kesemitrisan
Perkusi: ukuran dan bentuk jantung
Auskultasi : sauara jantung
h. Abdomen
Inspeksi : bentuk, dan gerakan abdomen
Palpasi: bentuk, ukuran, dan kesemitrisan
Perkusi: ada tidaknya cairan dan massa nyeri tekan pada abdomen
Auskultasi: bising usus
i. Genetalia
- Pria
Inspeksi: distribusi rambut pubis, kulit dan ukuran
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan
- Wanita
Inspeksi : distribusi rambut pubis, kulit dan ukuran
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan benjolan serta cairan
j. Pemeriksaan batang tubuh
- Ekstremitas atas
Inspeksi: warna kulit, ada atau tidaknya benjolan atau
pembengkakan ada atau tidaknya fraktur tertutup atau terbuka, ada
atau tidaknya luka
- Ekstremitas bawah
Inspeksi : perhatikan sendi-sendi, otot serta adanya nyeri tekan
Palpasi: struktur, konsitensi, dan ukuran tulang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sputum dan sekret
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar-kapiler
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam  Monitor suhu
reaksi inflamasi diharapkan : sesering mungkin
 Suhu tubuh dalam rentang  Monitor warna dan
normal suhu kulit
 Nadi dan RR dalam  Monitor tekanan
rentang normal darah, nadi, dan
 Tidak ada perubhan warna RR
kulit dan tidak ada pusing  Monitor penurunan
tingkat kesadaran
 Selimuti pasien
 Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
Temperature
regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
 Monitor TD, Nadi
dan RR
 Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
Vital sign monitoring
 Monitor Tb, nadi,
suhu, dan RR
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
2 Ketidakefektifan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway management
napas berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 1. Buka jalan napas,
dengan penumpukan diharapkan : menggunakan
sputum dan sekret 1. Status pernafasn klien Teknik chin lift atau
kembali paten jaw thrust bila perlu
2. Klien mampu 2. Instruksikan
mengeluarkan secret bagaimana agar bisa
3. Klien mampu melakukan melakukan batuk
batuk efektif efektif
4. Tidak adanya suara 3. Keluarkan secret
tambahan dengan batuk
4. Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
5. Monitor respirasi
dan status O2
3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC
gas berhubungan keperawatan selama 2x24 jam Airway Management
dengan kerusakan diharapkan 1. Posisikan
membrane alveolar- NOC : pasien untuk
kapiler 1. Respiratory Status : memaksimalkan
. Gas exchange ventilasi
2. Respiratory Status : 2. Identifikasi
ventilation pasien perlunya
3. Vital Sign Status pemasangan
Kriteria Hasil : alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan buatan
peningkatan ventilasi 3. Auskultasi
dan oksigenasi yang suara nafas,
adekuat catat adanya
2. Memelihara kebersihan suara tambahan
paru paru 4. Monitor
3. Mendemonstrasikan respirasi dan
batuk efektif dan suara status O2
nafas yang bersih Respiratory Monitoring
 Tanda tanda vital dalam 1. Monitor suara
rentang normal nafas, seperti
dengkur
2. Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan /
tidak adanya
ventilasi dan
suara tambahan
3. Monitor pola
nafas :
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
Daftar Pustaka

Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Werdhani, R. 2018. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klafisikasi Tuberkulosis. Diakses
dari (http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf)
pada tanggal 26 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai