Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

DI RUANG CATTLEYA II
RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Oleh :
ANISYA EKA APRILINA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021
A. DEFINISI
Tuberculosis (Tb) penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, mycobacterium
tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Nanda, 2015).
Tuberculosis paru merupakan contoh lain infeksi saluran pernapasan bawah,
yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang biasanya
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentukkolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2008).
Tuberculosis adalah penyakit menular pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh spesies mikrobakterium yang ditandai dengan pembentukan
tuberkel dan nekrosis pada jaringan paru paru. (Dorland, 2009 : 1127).
Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk (nanda, 2015) :
1. Tuberkulosis primer adalah jika terjadi infeksi pertama kali
2. Tuberkulosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan
aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas
yang disebabkan oleh malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS dan gagal ginjal.
Klasifikasi menurut American Thoracic Society :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negatif , tes tuberkulin negatif.
2. Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini
riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
3. Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin
positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori 3 : terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Penyakit TB paru disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara penderita
penyakit TB paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang rentan menghirup
droplet dan bisa terinfeksi. Bakteria ditransmisikan ke alveoli dan dapat
memperbannyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Menurut Muttaqin Arif
(2012), Ketika pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak
sengaja bisa tertular droplet nurkei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu panas, droplet atau nuklei dapat menguap.
Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei
terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi
terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer & Bare (2016)
yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang mempunyai
TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka yang dalam
terapi kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak di bawah uiasa 15
tahun dan dewasa muda sekitar usia 15 sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal kronis,
silikosis, dan penyimpanan gizi).
6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub stardar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang memiliki resiko tinggi)

C. TANDA & GEJALA


Gejala umum TB paru batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
mengeluarkan sputum, malaise, demam ringan , nyeri dada, batuk darah. Gejala
lain yaitu kelelahan, anorexia dan penurunan berat badan. Sedangkan gejala khusus
antara lain tergantung dari organ tubuh yang terkena bila terjadi sumbatan
sebagaian bronkus atau saluran yang menuju ke paru-paru akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar akan menimbulkan suara wheezing, suara
napas melemah yang disertai sesak. ( Irman Soemantri, 2009 : 68)
1. Demam : subfebris, febris (40-41° C) hilang timbul.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkis, sebagai reaksi tubuh untuk
membuang atau mengeluarkan secret produksi dari reaksi inflamasi, baik
dimulai dengan batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan
sputum) timbul dalam jangka waktu lama (kurang lebih 3 minggu).
3. Sesak napas : timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai setengah
paru.
4. Nyeri dada : nyeri jarang timbul, hanya jika infiltrasi radang sampai ke pleura
5. Sering berkeringat pada malam hari
6. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot, serta berkeringat pada malam hari tanpa sebab.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Somantri (2009), Terinfeksinya dari awal di karena seseorang yang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar dari jalan
napas menuju alveoli lalu berkembang biak dengan terlihat bertumpuk.
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area
lain dari paru (lobus atas). Basil juga bisa menyebar melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteksserebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan daya tubuh memberikan suatu respon
dengan cara reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis(menelan bakteri), sementara limfositspesifik-tuberkulosis
menghancurkan dengan (melisiskan) basil dan jaringannya normal. Infeksi dari
awal biasanya timbul sekitar 2-10 minggu setelah itu terpapar bakteri. Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada penderita
awalnya infeksi membentuk seuatu massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terbagi atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang bentuknya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan
menjadi klasifikasi dan juga dapat membentuk jaringan kolagen, kemuadian bakteri
itu menjadi nonaktif.
Setelah terinfeksi awal jika respon sistemnya imun tidak adekuat maka
penyakitnya akan semakin parah. Penyakit semakin parah akan menimbulkan
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif lagi,
Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga dapat menghasilkan
necrotizing caseosa di dalambronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-
20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi
sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
E. PATHWAY/PATHOFLOW

Sumber:
NANDA, 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Prima Medika
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
2. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase memakai
alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.
4. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik melalu
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga
dapat mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikrobakterium Tuberkulosis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker ventilator mekanik
dengan memberikan tekanan positif kontinu

2. Inhalasi: nebulizer

3. Fisioterapi dada

4. Pemantauan hemodinamik / jantung

5. Pengobatan: bronkodilator, steroid

6. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

7. OAT harus di berikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisi
dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuan pemberian OAT adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
OAT yang biasa digunakan antara lain :
a. Isoniazid (INH)
b. Rifampisin (R)
c. Pirazinamid (Z)
d. Steptomosin (S) yang bersifat bekterisid dan etambutol yang bersifat
bakteriostatik.
e. EMB (Ethambutol Hydrochloride)
Prinsip pengobatan :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam
jumblah cukup dan dosis yang tepat sesuai kategori pengobatan. Tidak dianjurkan
menggunakan monoterapi (OAT tunggal)
b. Lakukan pengawasan langsung atau DOT ( directely observed treatment) untuk
memastikan kepatuhan pasien meminum obat. Hal ini sangat penting diperhatikan
agar pasien dapat menjalankan terapi dengan tuntas untuk mematikan dan
mencegah infeksi dari TB berulang.
Hal ini sangat penting diperhatikan agar pasien dapat menjalankan terapi dengan
tuntas untuk mematikan dan mencegah infeksi dari TB berulang. Pengobatan TB
dilakukan melalui 2 fase, yaitu:
a. Fase awal intensif (2 bulan pertama setiap hari), dengan kegiatan bekterisid
untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat. minimal 3
macam obat seperti INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
b. Fase lanjutan (tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan, kecuali pada TB
berat),dengan 2 macam obat Rifampisin (R) dan INH.
c. Konsultasi dokter secara teratur

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Berdasarkan 11 Pola Fungsional Gordon (Potter & Perry, 2010)

a. Pola persepsi-menejemen Kesehatan


Mengambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan
kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya ( seperti frekuensi
kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan terapi di rumah );
pengetahuan tentang praktik pencegahan.

b. Pola metabolisme- nutrisi


Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti nafsu makan,
porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau bertambahnya berat badan.

c. Pola eliminasi
Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti frekuensi sehari,
banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya. 4) Pola aktivitas-latihan
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi; kemampuan
untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.

d. Pola aktivitas-latihan
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi; kemampuan
untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.

e. Pola istirahat – tidur


Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga relaksasi.

f. Pola kognitif-persepsi
Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan berbahasa, ingatan dan
pembuatan keputusan.

g. Pola persepsi diri – konsep diri


Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien (seperti konsep diri /
penghargaan, pola emosional, gambaran diri).

h. Pola aturan – hubungan


Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau hubungan.

i. Pola seksual-reproduksi
Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien; pola
reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.

j. Pola koping – toleransi


Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber dukungan,
efektivitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi stress.

k. Pola nilai kepercayaan


Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yang mempengaruhi
pilihan dan keputusan klien.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan


mengeluarkan sekresi pada jalan nafas.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
c) Hipertermi b.d proses penyakit (mis. Infeksi)
d) Perubahan nutrisi kurang dari tubuh b.d ketidakmampuan mencerna,
mengabsorbsi makan karena faktor biologis
e) Resti penyebaran infeksi pada diri sendiri b.d ketidakmampuan keluarga
mengambil keputusan yang tepat
f) Kurang pengetahuan b.d terbatasnya pengetahuan/kognitif
g) Resti penyebaran infeksi pada orang lain b.d ketidakmampuan keluarga
memelihara/memo difikasi lingkungan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


a) Ketidakefektifan Respiratory status : 1. Monitor TTV
bersihan jalan nafas ventilation Respiratory 2. Memonitor
b.d ketidakmampuan status : airway patency respirasi dan status
mengeluarkan sekresi Kriteria hasil : oksigenasi.
pada jalan nafas. 1. Mendemonstrasikan 3. Latih batuk efektif
batuk efektif dan 4. Berkolaborasi
suara nafas yang dalam pemberian
bersih, tidak ada obat dengan tim
sianosisdan dyspneu medis.
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang efektif
3. Tidak ada suara nafas
tambahan
4. Mampu
mengidentifikasi dan
mempercepat faktor
yang dapat
menghambat jalan
nafas
b) Gangguan Setelah diberikan tindakan 1. Kaji TD, nadi
pertukaran gas keperawatan pasien dapat apikal dan tingkat
berhubungan dengan mempertahankan kesadaran
abnormalitas pertukaran gas yang 2. Pantau irama
ventilasi-perfusi adekuat, Kriteria Hasil : jantung
sekunder terhadap 1. Pasien mampu 3. Bantu dengan
hipoventilasi menunjukkan : pemberian
• Bunyi paru bersih ventilasi mekanik
• Warna kulit sesuai indikasi
normal 4. Berikan obat-
obatan sesuai
• Gas-gas darah
pesanan :
dalam batas
bronkodilator,
normal untuk usia antibiotik, steroid
yang diperkirakan
c) Hipertermi b.d Thermoregulation 1. Monitor Suhu
proses penyakit Kriteria Hasil : sesering
(mis. Infeksi)  Suhu Tubuh dalam mungkin
Rentang Normal 2. Berikan
 Nadi dan RR dalam pengobatan
Rentang Normal untuk mencegah
 Tidak ada perubahan terjadinya
warna kulit dan tidak ada menggigil
pusing 3. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
4. Kolaborasikan
Pemberian cairan
Intravena
d) Perubahan nutrisi Setelah diberikan tindakan 1. Kaji pola makan,
kurang dari tubuh keperawatan pasien kebiasaan makan
b.d ketidakmampuan diharapkan kebutuhan dan makanan
mencerna, nutrisi pasien seimbang yang disukai
mengabsorbsi makan 2. Anjurkan pasien
karena faktor makan sedikit
biologis tapi sering
3. Berikan
makanan sesuai
diet dan berikan
makanan selagi
hangat
4. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk pemberian
diet sesuai
indikasi
e) Resti penyebaran Keluarga mengerti akibat 1. Jelaskan pada
infeksi pada diri dari resiko penyebaran keluarga tentang
sendiri b.d infeksi penyakit TB Paru resiko penyebaran
ketidakmampuan pada diri klien dan infeksi pada diri
keluarga mengambil keluarga mampu kilen penderita
keputusan yang tepat mengambil keputusan TB paru
yang tepat dalam 2. Jelaskan pada
mengobati anggota keluarga
keluarganya yang sakit pentingnya
Kriteria : Keluarga mau memantau dan
mengikuti anjuran dari mendamping i
petugas kesehatan dalam klien minum obat
memantau dan TB
mendampingi klien dalam 3. anjurkan klien
melakukan pengobatan menyediakan
selama 6 bulan tempat
penampunga n
dahak yaitu dalam
wadah tertutup
yang diberi lisol
f) Kurang pengetahuan knowledge: 1. Berikan penilain
b.d terbatasnya 1. desease tentang tingkat
pengetahuan/kogniti process pengetahuan
2. health pasien tentang
f
behavior proses penyakit
Kriteria hasil: 2. Gambarkan
1. Pasien tanda dan
menyatakan gejala yang
pemahaman tentang biasa muncul
penyakit, kondisi, pada penyakit,
prognosis, dan dengan cara
program pengobatan yang tepat
2. Pasien mampu 3. Gambarkan
melaksanakan proses
prosedur yang penyakit,
dijelaskan secara dengan cara
benar yang tepat
3. Pasien mampu 4. Sediakan
menjelaskan informasi pada
kembali apa yang pasien tentang
dijelaskan kondisi
perawat/tim dengan cara
kesehatan lainnya yang tepat.

g) Resti penyebaran Keluarga mengerti resiko 1. Jelaskan pada


infeksi pada orang penyebaran infeksi keluarga proses
lain b.d penyakit TB Paru kepada penularan
ketidakmampuan orang lain dan Infeksi penyakit TB
keluarga tidak terjadi 2. Ajarkan keluarga
memelihara/memo cara cuci tangan
Kriteria Hasil: Keluarga yang baik dan
difikasi lingkungan bebas dari infeksi benar
penularan penyakit TB, 3. Anjurkan
keluarga dapat keluarga untuk
menjelaskan kembali menerapkan
proses penularan penyakit PHBS di rumah
TB dan keluarga dapat tangga
menerapkan PHBS di 4. Anjurkan
rumah tangganya keluarga untuk
membuka
jendela dan
membiarkan
cahaya matahari
masuk ke dalam
rumah
4. PENGGUNAAN REFERENSI

Aditama T. Y., Surya S., Bing W., Carmelia B., Dewi R., Diantika, D. D., Eka S.,
Elia R., Erwinas,. Budhoyono, F. X., Frank,i L., Jane S., Jelsi, M., Alsagaf,
H. & Mukty, H. A. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 5th ed.
Airlangga University Press: Surabaya.

Chatman, I.J. (2008). Tuberculosis: Arresting everyone enemy, (2nded). USA:


Joint Commion Resourcer.

Dorland, W.A Newman. 2009. Kamus saku Kedokteran DORLAND.Edisi 28.


Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Edisi 2. Jakarta:Salemba Medika

NANDA, 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Prima Medika

Nurarif, A.H, Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Yogyakarta: Media
Action Publishing

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai