Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).Selain itu
TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ
tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani
Rab, 2010). Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu: (1)
tuberkulosis primer: jika terjadi pada infeksi yang pertama kali, (2)
tuberkulosis sekunder: kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan
aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009)

Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya
infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta
pembentukan kavitas.

2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi
terinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB
paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei
tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).

Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular


virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan
HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang beresiko tinggi.

3. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161
yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,


radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi
terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional


Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif:
mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).
4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan,dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang – orang yang terinfeksi. TB
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel
efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel
imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respons ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi


sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus,
biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah,
biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah,
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari- hari pertama,
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak dalam di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjer getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai
20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih
fibroblas membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr
getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks
Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang
kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun kebanyakan
infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan
kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali
dibagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.

Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan


meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen
bronkus dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
denagan taut bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak
dapat kavitas penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
demam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB miler, ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ – organ
tubuh. (Sylvia, 2005)
5. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi
tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya:
a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
b) Penghuni rumah tahanan.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur
kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada
tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai
menderita tuberkulosis, yakni:

a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan
pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif
harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya
positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.
c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai
kemungkinan terkena.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8
minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila
tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus
diberikan.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin
positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
immunosupresif jangka panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif,
2012)

Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB


paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa
hal yang penting untuk diketahui.

Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)


a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid
(INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan
Isoniazid.
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid
(Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping
itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal
sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen,


yaitu:

a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan


dalam penanggulangan TB paru.
b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik
langsung, sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya
dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Kasus TB Paru
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman
Somantri, p.68 2009).
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya
cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat
terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4
tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru
(extrapulmonary) disbanding TB paru dengan perbandingan 3:1. TB
diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada usia<3
tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas
pada paru-paru).

b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.

2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari
batuk kering sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak
bayangan
hitam dan diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB
paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti
Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.

e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya


1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat Pernafasan
: biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16-
20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari.
Suhumungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,
konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis,
mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran trakea.

2) Thorak
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan
tarikan dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
3) Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar

4) Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
5) Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada
edema

i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas;
pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40-41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub
kutan.
3) Respirasi
Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi
pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
5) Integritas Ego
Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa
sekresi
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan perdarahan
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/
kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB
paru adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Ketidakefektifan Setelah Manajemen jalan nafas


dilakukan
bersihan jalan napas tindakan keperawatana) Bersihkan jalan nafas
berhubungan dengan diharapakan dengan teknik chin lift
status
mokus dalam jumlah pernafasan : kepatenan atau jaw thrust sebagai
berlebihan, eksudat jalan nafas dengan mana mestinya
dalam jalan alveoli, kriteria hasil : b) Posisikan pasien untuk
sekresi bertahan/sisa a) Frekuensi pernafasan memaksimalkan
sekresi ventilasi
tidak ada deviasi dari
kisaran normal c) Identifikasi kebutuhan
Definisi :
b) Irama aktual/potensial pasien
pernafasan
Ketidakmampuan
untuk memasukkan alat
tidak ada deviasi dari
membersihkan sekresi membuka jalan nafas
atau obstruksi dari kisaran normal
c) Kemampuan d) Lakukan
untuk fisioterapi
saluran nafas untuk dada sebagai mana
mengeluarkan secret
mempertahankan mestinya
tidak ada deviasi dari
bersihan jalan nafas e) Buang secret dengan
kisaran normal
Batasan karakteristik : d) Suara nafas tambahan memotivasi pasien
1. Batuk yang tidak tidak ada untuk melakukan batuk
efektif e) Dispnea atau menyedot lender
dengan
2. Dyspnea f) Instruksikan bagaimana
aktifitas ringan tidak
3. Gelisah ada agar bias
4. Kesulitan verbalisasi f) Penggunaan melakukan
otot batuk
5. Penurunan bunyi bantu efektif
pernafasan
nafas tidak ada g) Auskultasi suara nafas
6. Perubahan frekensi h) Posisikan untuk
nafas meringankan sesak
7. Perubahan pola nafas status pernafasan : nafas
8. Sputum dalam
ventilasi dengan
jumlah yang kriteria hasil : Monitor pernafasan
berlebihan a) Frekuensi pernafasan a) Monitor kecepatan,
9. Suara nafas tambahan tidak ada deviasi dari irama, kedalaman dan
kisaran normal kesulitan bernafas
Faktor yang berhubungan b) Irama pernafasan b) Catat pergerakan dada,
1. Lingkungan tidak ada deviasi dari catat ketidaksimetrisan,
a) Perokok kisaran normal penggunaan otot bantu
b) Perokok pasif c) Suara perkusi nafas pernafasan dan retraksi
c) Terpajan asap tidak ada deviasi dari otot
2. Obstruksi jalan nafas kisaran normal c) Monitor suara nafas
a) Adanya jalan d) Kapasitas vital tidak tambahan
nafas buatan ada deviasi dari dari d) Monitor pola nafas
b) Benda asing kisaran normal e) Auskultasi suara nafas,
dalam jalan nafas catat area dimana
c) Eksudat dalam terjadi penurunan atau
alveoli tidak adanya ventilasi
d) Hyperplasia pada dan keberadaan suara
dinding bronkus nafas tambahan
e) Mucus berlebihan f) Kaji perlunya
f) Spasme jalan penyedotan pada jalan
nafas nafas dengan auskultasi
3. Fisiologis suara nafas ronki di
a) Disfungsi paru
neuromuskular g) Monitor kemampuan
b) Infeksi batuk efektif pasien
h) Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


nafas berhubungan tindakan keperawatan a) Bersihkan jalan nafas
dengan hiperventilasi diharapkan status dengan teknik chin lift
Definisi : pernafasan : ventilasi atau jaw thrust sebagai
Batasan karakteristik dengan kriteria hasil : mana mestinya
1. Bradipnea a) Frekuensi pernafasan b) Posisikan pasien untuk
2. Dyspnea tidak ada deviasi dari memaksimalkan
3. Penggunaan otot kisaran normal ventilasi
bantu pernafasan b) Irama pernafasan c) Identifikasi kebutuhan
4. Penurunan kapasitas tidak ada deviasi dari aktual/potensial pasien
kapasitas vital kisaran normal untuk memasukkan alat
5. Penurunan tekanan c) Suara perkusi nafas membuka jalan nafas
ekspirasi tidak ada deviasi dari d) Lakukan fisioterapi
6. Penurunan tekanan kisaran normal dada sebagai mana
inspirasi d) Kapasitas vital tidak mestinya
7. Pernafasan bibir ada deviasi dari dari e) Buang secret dengan
8. Pernafasan cuping kisaran normal memotivasi pasien
hidung untuk melakukan batuk
9. Takipnea atau menyedot lender
f) Instruksikan bagaimana
Factor yang berhubungan agar bias melakukan
1. Ansietas batuk efektif
2. Cedera medulla g) Auskultasi suara nafas
spinalis h) Posisikan untuk
3. Hiperventilasi meringankan sesak
4. Keletihan nafas
5. Keletihan otot
pernafasan Terapi oksigen
6. Nyeri a) Pertahankan kepatenan
7. Obesitas jalan nafas
8. Posisi tubuh yang b) Siapkan peralatan
menghambat ekspansi oksigen dan berikan
paru melalui system
humidifier
c) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
d) Monitor aliran oksigen
e) Monitor efektifitas
terapi oksigen
f) Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi
oksigen
g) Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan
atau tidur
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi oksigen
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan a) Pertahankan kepatenan
perubahan membran diharapakan status jalan nafas
alveolar-kapiler pernafasan : b) Siapkan peralatan
Definisi : pertukaran gas dengan oksigen dan berikan
Kelebihan atau deficit kriteria hasil : melalui system
oksigenasi dan/atau a) Tekanan parsal humidifier
eliminasi oksigen di darah arteri c) Berikan oksigen
karbondioksida pada (PaO2) tidak ada tambahan seperti yang
membrane alveolar-deviasi dari kisaran diperintahkan
kapiler normal d) Monitor aliran oksigen
b) Tekanan parsial e) Monitor efektifitas
Batasan karakteristik karbondioksisa di terapi oksigen
1. Diaphoresis darah arteri (PaCO 2) f) Amati tanda-tanda
2. Dyspnea tidak ada deviasi dari hipoventialsi induksi
3. Gangguan kisaran normal oksigen
penglihatan c) Saturasi oksigen tidak g) Konsultasi dengan
4. Gas darah arteri ada deviasi dari tenaga kesehatan lain
abnormal kisaran normal mengenai penggunaan
5. Gelisah d) Keseimbangan oksigen tambahan
6. Hiperkapnia ventilasi dan perfusi selama kegiatan dan
7. Hipoksemia tidak ada deviasi dari atau tidur
8. Hipoksia kisaran normal Monitor tanda-tanda
9. pH arteri abnormal vital
10. pola pernafasan Tanda-tanda vital a) Monitor tekanan darah,
abnormal dengan kriteria hasil : nadi, suhu dan status
11. sianosis a) Suhu tubuh tidak ada pernafasan dengan
deviasi dari kisaran tepat
factor berhubungan normal b) Monitor tekanan darah
b) Denyut nadi radial saat pasien berbaring,
1. ketidakseimbangan
tidak ada deviasi dari duduk dan berdiri
ventilasi-perfusi
kisaran normal c) sebelum dan setelah
2. perubahan membrane
c) Tingkat pernafasan perubahan posisi
alveolar-kapiler
tidak ada deviasi dari d) Monitor dan laporkan
kisaran normal tanda dan gejala
d) Irama pernafasan hipotermia dan
tidak ada deviasi dari hipertermia
kisaran normal e) Monitor keberadaan
e) Tekanan darah sistolik nadi dan kualitas nadi
tidak ada deviasi dari f) Monitor irama dan
kisaran normal tekanan jantung
f) Tekanan darah g) Monitor suara paru-
diastolik tidak ada paru
deviasi dari kisaran h) Monitor warna kulit,
normal suhu dan kelembaban
Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan
tanda-tanda vital
Sumber : Nanda (2015) : Nursing Intervention Classification (NOC) (2013) :
Nursing Outcome Classification (NIC) (2013)
Daftar Pustaka

Agustina Dewi. 2013. Hubungan Tingkat Kepositifan BTA Dalam Sputum dengan
Gejala Klinis TB Paru BTA (+) Di RSUD Raden Matther. Dari
https://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=32473

Afriyanti, Yati & Rachmawati, N, I. 2014 Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam


Riset Keperawatan

Centres for Desease Control. 2015. Tuberculosis Data and Statistics. Dari
https://googleweblight.com/?
lite.url=https://www.cdc.gov/tb/statistics/&eiDiakses pada tanggal 30
Januari

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2013. Profil Kesehatan 2013.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2014. Profil Dinas Kesehatan 2014. Badan
Penelitisn dan Pengembangan Kesehatan Sumbar

World Health Organization. 2015. Global Tuberkulosis Report 2015.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika

NANDA International.(2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017, edisi 10. Jakarta: EGC

Rab, Tabrani. 2016. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Medika

Saryono & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif


dan Kualitatif.Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. (2015).Medical Surgical Nursing (Vol 1). LWW
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Wahid & Imam, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai