Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

1 DEFINISI

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-


paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2008).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi
paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini
sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

2 ETIOLOGI

Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberkulosis adalah
berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap
zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis.

3 MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :


a. Tahap asimtomatis.
b. Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :


a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

4 FAKTOR PENCETUS ATAU RESIKO

a. Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.


b. Riwayat terpajan TB sebelumnya.
c. Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
d. Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
e. Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal : gelandangan,
penduduk miskin, minoritas, dll)
f. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis, dan
malnutrisi).
g. Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
h. Institusionalisasi (misal: penjara)
i. Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
j. Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)

5 PATOFISIOLOGI

Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja
keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung
dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang
itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan
istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri
akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer,
lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama
dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang
baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum
menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya
secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang
mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran
darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)


Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri
tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu
saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya
tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang
disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat
diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks
paru.

Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini
bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis
yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi
sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri
menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai
organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok
dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang
dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum
dapat dikatakan bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah
akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan,
terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal.
Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).

6 PATHWAYS
7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini
tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT, apakah sama
baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di
beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
c. Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi
bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
mengeluarkan sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.

8 KOMPLIKASI

 Kerusakan jaringan paru yang masif


 Gagal napas
 Fistula bronkopleural
 Pneumotoraks
 Efusi Pleura
 Pneumonia
 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

9 PENATALAKSANAAN

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin
positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila
masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal :
penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di
tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis
(OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very
slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri
terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS),
dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah
terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang
direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam penanggulangan
TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh
PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU

PENGKAJIAN

Anamnese
A. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
B. Keluhan Utama
 Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
 Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti
anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu
badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit
lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah

F. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1. Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga
terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernapasan.
3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga tidak teratur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung
nanah, Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane
alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan mual, batuk produktif.
5. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, kerusakan jaringan,
malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan kuman
pathogen.
6. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan malu.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurangnya informasi tentang
proses dan penatalaksanaan perawatan di rumah
INTERVENSI

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
. Keperawatan Tujaun/KH Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan Jalan napas Independen
napas tidak bersih dan a. Mengkaji fungsi a. Adanya perubahan
efektif b/d efektif respirasi antara lain fungsi respiasi dan
- Sekret kental setelah….hari suara, jumlah, penggunaan otot tambahan
atau perawatan irama, dan menandakan kondisi
mengandung KH : kedalaman napas penyakit yang masih dalam
darah a. Pasien serta catatan pula kondisi penanganan penuh.
- Fatigue menyatakan mengenai
- Kemampuan bahwa batuk penggunaan otot b. Ketidakmampuan
batuk kurang berkurang, tidak napas tambahan. mengeluarkan secret
- Edema ada sesak dan b.Mencatat menjadikan timbulnya
trakea / faring secret kemampuan untuk penumpukan berlebihan
berkurang. mengeluarkann pada saluran pernapasan.
b.suara napa secret/batuk c. posisi semi/high fowler
normal secara efektif. memberikan kesempatan
(vesikuler) paru-paru berkembang
c.frekuensi c.Mengatur posisi secara maksimal akibat
napas 16-20 tidur semi diafragma turun ke bawah.
kali permenit atau high fowler. Batuk efektif
(dewasa) Membantu mempermudah
d. tidak ada pasien untuk ekspektorasi mucus.
dispnea berlatih batuk d. Pasien dalam kondisi
secara efektif dan sesak cenderung untuk
menarik bernapas melalui mulut
napas dalam yang jika tidak
ditindaklanjuti akan
mengakibatkan stomatitis.
d. membersihkan e. Air digunakan untuk
secret dari menggantikan
dalam mulut dan keseimbangan cairan tubuh
trachea, akibat cairan banyak keluar
suction jika melalui pernapasan. Air
memungkinkan. hangat akan mempermuda
pengenceran secret melalui
proses konduksi yang
e. Memberikan mengakibatkan arteri pada
minum kurang area sekitar leher
lebih 2.500 vasodilatasi dan
ml/hari, mempermudah cairan
menganjurkan dalam pembuluh darah
untuk minum dapat diikat oleh
dalam kondisi mucus/secret.
hangat jika tidak
ada kontra indikasi.
a.
Berfungsi meningkatkan
kadar tekanan parsial O2
dan saturasi O2 dalam
darah.
b. Berfungsi untuk
mengencerkan dahak
Meningkatkan/
memperlebar saluran
Kolaborasi udara.
a. Memberikan O2 Mempertebal dinding
udara inspirasi saluran udara (bronchus)
yang lembap.

b. Memberikan
pengobatan atas
indikasi :
1) Agen mukolitik, c. Menurunnya keaktifan
misal: dari mikroorganisme akan
Acetilcystein menurunkan respons
(mucomyst) inflamasi sehingga akan
2) Bronkodilator berefek pada berkurangnya
misal: produksi secret.
Theophyline,
Oxtriphyline
3) Kortikosteroid
(prednisone),
misal:
Dexamethason.
c. Memberikan
agen anti infeksi ,
misal :
1) Obat primer :
Isoniazid (INH),
Ethambutol
(EMB), Rifampisin
(RMP).
2) Pyrazinamide
(PZA), Para Amino
Slicilic (PAS),
Streptomycin.
3) Monitor
pemeriksaan
Laboratorium
(sputum)
2. Ketidakefektifan Tujuan : dalam a. Identifikasi a. Dengan
pola pernapasan waktu 3x24 jam factor penyebab. mengidentifikasikan
b/d menurunnya setelah penyebab, kita dapat
ekspansi paru diberikan menentukan jenis efusi
sekunder intervensi pola pleura sehingga dapat
terhadap napas kembalib. Kaji fungsi mengambil tindakan yang
penumpukkan efektif. pernapasan, catat tepat.
cairan dalam KH : kecepatan b. Distress pernapasan dan
rongga pleura. a. Klien mampu pernapasan, perubahan tanda vital dapat
melakukan dispnea, sianosis, terjadi sebagai akibat stress
batuk efektif. dan perubahan fisiologi dan nyeri atau
b. Irana, tanda vital. dapat menunjukkan
frekuensi, dan terjadinya syok akibat
kedalaman hipoksia.
pernapasan c. Berikan posisic. Posisi fowler
berada pada fowler/semifowler memaksimalkan ekspansi
batas normal, tinggi dan miring paru dan menurunkan
pada pada sisi yang upaya bernapas. Ventilasi
pemeriksaan sakit, bantu klien maksimal membuka area
rontgen dada latihan napas atelektasis dan
tidak ditemukan dalam dan batuk meningkatkan gerakan
adanya efektif. secret ke jalan napas besar
akumulasi untuk dikeluarkan.
cairan, bunyid. Auskultasi bunyid. Bunyi napas dapat
napas terdengar napas menurun atau tidak ada
jelas. pada area kolaps yang
meliputi satu lobus,
segmen paru, atau seluruh
e. Kaji area paru.
pengembangan
dada sdan posisie. Ekspansi paru menurun
trachea. pada area kolaps. Deviasi
trakea kea rah sisi yang
sehat pada tension
f. Kolaborasi untuk pneumothorak.
tindakan f. Bertujuan sebagai
thorakosentesis evakuasi cairan atau udara
atau WSD dan memudahkan ekspansi
paru secara maksimal.
g. Bertujuan sebagai
g. Bila dipasang evakuasi cairan atau udara
WSD : periksa dan memudahkan ekspansi
mengontrol paru secara maksimal.
pengisap danh. Air dalam botol
jumlah isapan yang penampung berfungsi
benar. sebagai sekat yang
h. Periksa batas mencegah udara atmosfer
cairan pada botol masuk kedalam pleura.
pengisap dani. Gelembung udara selama
pertahankan pada ekspirasi menunjukkan
batas yang keluarnya udara dari pleura
ditentukan. sesuai dengan yang
i. Observasi diharapkan. Gelembung
gelembung udara biasanya menurun seiring
dalam botol dengan bertambahnya
penampung ekspansi paru. Tidak
adanya gelembung udara
dapat menunjukkan bahwa
ekspansi paru sudah
optimal atau tersumbatnya
selang drainese.
j. Deteksi dini terjadinya
komplikasi penting seperti
berulangnya
pneumothoraks.
j. An Setelah WSD
dilepas, tutup sisi
lubang masuk
dengan kassa steril
dan observasi
tanda yang dapat
menunjukkan
berulangnya
pneumothorak
seperti napas
pendek keluhan
nyeri.
3. Gangguan Tujuan : dalam Mandiri
pertukaran gas waktu 2x24 jam a. Kaji dispnea, d. TB paru
b/d penurunan setelah takipnea, bunyi mengakibatkan efek luas
jaringan efektif diberikan napas, peningkatan pada paru dari bagian kecil
paru, atelektasis, gangguan upaya pernapasan, bronchopneumonia sampai
kerusakan pertukaran gas ekspansi thoraks, inflamasi difus yang luas,
membrane tidak terjadi. dan kelemahan. nekrosis, efusi pleura, dan
alveolar-kapiler, KH : fibrosis yang luas. Efeknya
dan edema a. Melaporkan terhadap pernapasan
bronchial. penurunan bervariasi dari gejala
dispnea. ringan, dispnea berat,
b. Klien sampai distress pernapasan.
menunjukkan b.Evaluasi b.Akumulasi secret dan
tidak ada gejala perubahan tingkat berkurangnya jaringan
distres kesadaran, catat paru yang
pernapasan. sianosis, dan sehat dapat mengganggu
c. Menunjukkan perubahan warna oksigenasi organ vital
perbaikan kulit, dan
ventilasi dan termasuk jaringan tubuh.
kadar oksigen membrane mukosa c.Membuat tahanan
jaringan adekuat dan kuku. melawan udara
gas darah arteri c.Tunjukkan dan luar untuk mencegah
dalam rentang dukung kolaps atau
normal. pernapasan bibir penyempitan jalan napas
selama sehingga
ekspirasi membantu menyebarkan
khusunya untuk udara
klien dengan melalui paru dan
fibrosis dan mengurangi
kerusakan napas pendek.
parenkim paru. d.Menurunkan konsumsi
oksigen
d.Tingkatkan tirah selama periode
baring, penurunan
batasi aktivitas, pernapasan dan dapat
dan bantu menurunkan beratnya
kebutuhan gejala.
perawatan diri
sehari-hari sesuai
keadaan a. Penurunan kadar O2 atau
klien. saturasi dan peningkatan
Kolaborasi PCO2 menunjukkan
a. Pemeriksaan kebutuhan untuk intervensi
AGD atau perubahan program
terapi.
b. Terapi oksigen dapat
mengoreksi hipoksia yang
terjadi akibat penurunan
b. Pemberian ventilasi atau menurunnya
oksigen sesuai permukaan alveolar
kebutuhan kapiler.
tambahan.
c. Kortikosteroid berguna
dengan keterlibatan luas
pada hipoksemia dan bila
reaksi inflamasi
c. Kortikosteroid. mengancam kehidupan.
4. ketidakseimbang Tujuan : Independen
an nutrisi, keseimbangan a. Mendokumentasi a. Menjadi data focus untuk
kurang dari nutrisi terjaga kan status nutrisi menetukan rencana
kebutuhan tubuh setelah….. hari pasien, serta tindakan selanjutnya.
b/d perasaan perawatan mencatat turgor
mual, batuk dengan kulit, berat badan
produktif. KH : saat ini, tingkat
a. Perasaan mual kehilangan berat
hilang/berkuran badan, integritas
g. mukosa mulut,
b.Pasien tonus perut, dan
mengatakan riwayat nausea
nafsu atau diare.b. Meningkatkan
makan Memonitor intake- kenyamanan daerah mulut
meningkat. output dan berat sehingga akan
c.Berat badan badan secara meningkatkan perasaan
pasien tidak maksimal. nafsu makan.
mengalami b. Memberikan oralc. Meningkatkan intakemak
penurunan care sebelum dan anan dan nutrisi pasien,
drastic dan sesudah terutama kadar protein
cenderung penatalaksanaan tinggi yang dapat
stabil. respiratory. meningkatkan mekanisme
d.Pasien terlihatc. Menganjurkan tubuh dalam proses
dapat makan sedikit, tapi penyembuhan.
menghabiskan sering dengan dietd. Merangsang pasien untuk
porsi TKTP. bersedia
makan yang meningkatkan intakemakan
disediakan. an yang berfungsi sebagai
e.Hasil analisis d. Menganjurkan sumber energi bagi
laboratorium keluarga untuk penyembuhan.
menyatakan membawa
protein darah / makanan dddari
albumin rumah terutama
darah dalam yang disukaia. Menentukan kebutuhan
rentang pasien dan nutrisi yang tepat bagi
normal. kemudian makan pasien.
dengan pasien jika
tidak adab. Mengontrol keefektifan
kontraindikasi. tindakan terutama dengan
Kolaborasi kadar protein darah.
a. Mengajukan c. Meningkatkan komposisi
kepada ahli gizi tubuh akan kebutuhan
untuk menentukan vitamin dan nafsu makan
komposisi diet. pasien.
b. Memonitor
pemeriksan
laboratorium, misal
: BUN, serum
protein, dan
albumin.
c. Memberikan
vitamin sesuai
indikasi.
5. Risiko Tujuan : Independen
penyebaran penyebaran a. Me-kajian a. Untuk mengetahui
infeksi b/d tidak infeksi tidak patologi penyakit kondisi nyata dari masalah
adekuatnya terjadi selama (fase aktif dan pasien fase inaktif tidak
mekanisme perawatan inaktif) dan berarti tubuh pasien sudah
pertahanan diri, dengan potensial terbebas dari kuman
kerusakan KH : penyebaran infeksi tuberculosis.
jaringan, a. Pasien dapat melaluiairborne dr
malnutrisi, memperlihatkan oplet selama batuk,
paparan perilaku sehat bersin, meludah,b. Mengurangi resiko
lingkungan, (menutup mulut berbicara, tertawa, anggota keluarga untuk
kurangnya saat batuk dan dll. tertular dengan penyakit
pengetahuan bersin) b. Mengidentifikasi yang sama dengan pasien.
untuk mencegah b.Tidak muncul risiko penularan
paparan kuman tanda- kepada orang lain
pathogen. tanda infeksi seperti anggota
lanjutan. keluarga dan temanc. Penyimpanan sputum
c.Tidak ada dekat. pada wadah yang
anggota Menginstruksikan terdesinfeksi dan
keluarga/ kepada pasien jika penggunaan masker dapat
orang terdekat batuk/ bersin, maka meminimalkan penyebaran
yang tertular ludahkan ke tissue. infeksi melalui droplet.
penyakit c. Menganjurkan
seperti penggunaan tissue
penderita. untuk membuang
sputum. Me-review
pentingnya
mengontrol infeksi,
misalnya dengan
menggunakan
masker.
6. Risiko gangguan Tujuan : harga Independen
harga diri b/d diri pasien dapata. Mengkaji ulanga. Mengetahui aspek diri
image negative terjaga atau konsep diri pasien. yang negative dan positif,
tentang tidak terjadi memungkinkan perawat
penyakit, gangguan harga menentukan rencana
perasaan malu. diri dengan, b. Memberikan lanjutan.
KH : penghargaan padab. Pujian dan perhatian akan
a. Pasien setiap tindakan meningkatkan harga diri
mendemonstrasi yang mengarah pasien.
kan/ kepada
menunjukkan peningkatan harga
aspek positif diri. c. Pengetahuan tentang
dari dirinya. c. Menjelaskan kondisi diri akan menjadi
b.Pasien mampu tentang kondisi dasar bagi pasien untuk
bergaul pasien. menentukan kebutuhan
dengan orang bagi dirinya.
lain tanpa d. Perlibatan pasien dalam
merasa malu. d. Melibatkan pasien kegiatan akan
dalam setiap meningkatkan mekanisme
kegiatan. koping pasien dalam
menangani masalah.
7. Kurangnya Tujuan : dalama. Kaji kemampuana. Keberhasilan proses
pengetahuan waktu 1x24 jam klien untuk pembelajaran dipengaruhi
mengenai klien mampu mengikuti oleh kesiapan fisik,
kondisi, aturan melaksanakan pembelajaran emosional, dan lingkungan
pengobatan b/d apa yang telah (tingkat yang kondusif.
kurangnya diinformasikan. kecemasan,
informasi KH : klien kelelahan umum,
tentang proses terlihat pengetahuan klien
dan mengalami sebelumnya danb. Meningkatkan partisipasi
penatalaksanaan penurunan suasana yang klien dalam program
perawatan di potensi tepat). pengobatan dan mencegah
rumah. menularkan b. Jelaskan tentang putus obat karena
penyakit yang dosis obat, membaiknya kondisi fisik
ditunjukkan frekuensi klien sebelum jadwal terapi
oleh kegagalan pemberian, kerja selesai.
kontak klien. yang diharapkan,
dan alasanc. Dapat menunjukkan
mengapa pengaktifan ulang proses
pengobatan TB penyakit dan efek obat
berlangsung dalam yang memerlukan evaluasi
waktu lama. lanjut.
c. Ajarkan dan nilai
kemampuan klien
untuk
mengidentifikasi
gejala/tanda
reaktivasi penyakitd. Diet TKTP dan cairan
(hemoptisis, yang adekuat memenuhi
demam, nyeri peningkatan kebutuhan
dada, kesulitan metabolic tubuh.
bernapas, Pendidikan kesehatan
kehilangan tentang hal itu akan
meningkatkan kemandirian
pendengaran, dan klien dalam perawatan
vertigo). penyakitnya.
d. Tekankan
pentingnya
mempertahankan
intake nutrisi yang
mengandung
protein dan kalori
yang tinggi serta
intake cairan yang
cukup setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, 2000. “Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.” Jakarta : EGC.


Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas Kedokteran UI :
Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”. Jakarta :
EGC,
Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai