Anda di halaman 1dari 28

TUBERCOLOSIS

A. KONSEP DASAR TEORI

1. DEFINISI

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis


yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai organ tubuh
lainya yang mempunyai tekanan partial oksigen yang tinggi (Tabrani,1996:236).
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkanoleh bakteri aerob gram
positif, bakteri asam lemak, bakteri tersebut sering menyerang pada paru-paru,
meskipun juga dapat ke beberapa organ tubuh lainya (Rahajoe NN, 2008 :169 ).
TBC adalah infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan oleh
Mycobacterium yang biasanya ditularkan melalui percikan (droplet) dari orang ke
orang, dan mengkolonasi Bronkheolus dan alveolus .
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang
paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer ,
1999).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang
dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012)
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk
dan percikan ludah yang mngandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat
bernafas. (Widoyono, 2008)
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2009).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung
disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC
ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI,
2011 ).
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa TBC adalah
penyakit infeksi saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh Mycobacterium
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau organ lain yang mempuyai
tekanan partial oksigen tinggi dan dapat ditularkan melalui droplet dari orang ke
orang dan mengkolonasi Bronkheolus dan Alveolu.
Penyebab penyakit TBC dalah Mycobacterium Tuberculosis yaitu kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 / um (Soepandi, 2007: 65). TB
paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat
hidup terutama diparu atau dibeberapa organ tubuh lainya yang mempunyai tekanan
partial oksigen tinggi pada membran selnya sehingga bakteri ini tahan terhadap asam
dan pertumbuhanya berlangsung lambat Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet
sehingga penyebaranya terjadi pada malam hari (Soemantri,1997

2. ETIOLOGI

Penyakit Tuberculosis disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium


tuberculosis). Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5–4 mikron x 0,3-0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid
(terutama asam mikolat). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan, serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman
Tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular.Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis :

1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara


genetik.

2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian
dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.

3. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.

4. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.

5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi,
stress emosional, kelelahan yang kronik)

6. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan


memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

7. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.

8. Nutrisi ; status nutrisi kurang

9. Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.


10. Tidak mematuhi aturan pengobatan.

3. PATOFISIOLOGI

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi
menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-
borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi
bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus
ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi
sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.,,,

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:

a. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.

b. Sistem saluran limfe


Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberkulosis milier.
c. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat
mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar
adrenal, otak, dan meningen.
d. Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih
jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit
lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama,
maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut
reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga
dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi
baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat
timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.

Infeksi Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum


mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus,
dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru,
yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa
kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan
tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal,


25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai
kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).

Pengaruh Infeksi HIV

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
4. MANIFESTASI KLINIS

Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:

a. Gejala respiratorik, meliputi:

1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-
lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik meliputi:


1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru


Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa.
Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.

c. Gejala klinis Hemoptoe :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara


membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Batuk darah.

a) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan


b) Darah berbuih bercampur udara
c) Darah segar berwarna merah muda
d) Darah bersifat alkalis
e) Anemia kadang-kadang terjadi
f) Benzidin test negative
2) Muntah darah
a) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b) Darah bercampur sisa makanan
c) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d) Darah bersifat asam
e) Anemia seriang terjadi
f) Benzidin test positif
3) Epistaksis
a) Darah menetes dari hidung
b) Batuk pelan kadang keluar
c) Darah berwarna merah segar
d) Darah bersifat alkalis
e) Anemia jarang terjadi

4) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa.


Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab
itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

5. KOMPLIKASI

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :

a. Komplikasi dini

1) Pleuritis

2) Efusi pleura

3) Empiema

4) Laringitis

5) Menjalar ke organ lain : UsusPoncet’s arthropathy

b. Komplikasi lanjut

1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)

2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal

3) Amiloidosis

4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan


tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan
(puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,
terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini
dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang
sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA
mudah ke luar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang


kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1
mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan
kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 -
100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8
minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :

1. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative


2. Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
3. Ditemukan 10-99 BTA : 1+
4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
5. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan ujimantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkanintrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks


Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus
bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi
yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering
diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih
jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari
klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini
tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana
prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.

d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada
pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang
negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.

e. Radiologis TB Paru Milier


TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru
milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal
sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada
ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat
tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul
kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-
nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada
saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

f. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang
satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan
kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan
kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan
darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya
disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita.

1. Pencegahan Tuberkulosis Paru

a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul


erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif,
maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah
sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-
siswi pesantren.

c) Vaksinasi BCG
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun
dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan
meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

2. Pengobatan Tuberculosis Paru


Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap obat, serta memutuskan
mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosi paru
berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Mekanisme kerja obat anti-Tuberkulosis (OAT)
a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan
Streptomisinn (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
b) Aktivitas sterilisasi, terhadap The Persisters (bakteri semidormantr)
1) Ektraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilid digunakan Rimfapisin da
Isoniazid, untuk very slowly bacilli digunakan Pirazinamid (Z).
c) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salisilik (PAS) dan sikloserine.
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase infasif ( 2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rimfapisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Entambutol (Depkes RI 2004).
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat landasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB.
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada klien
dengan TB Paru dapat dilakukan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan
fisik dan dokumentasi (rekam medis).
a. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh batuk-batuk, sesak nafas dan nyeri dada.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh batuk berdahak atau tidak lebih dari tiga minggu,
malaise, demam ringan, keringat malam, anoreksia, nyeri dada, batuk
berdahak.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat batuk lama lebih dari tiga minggu, pernah mengalami batuk
darah sebelummnya, berat badan menurun, kebiasaan merokok dan minum
alcohol, pernah menjadi pemakai obat terlarang dan seks bebas.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami
yaitu TB Paru.

b. Pola Kebiasaan
1) Benapas
Klien biasanya mengalami gangguan saat bernapas, pergerakan kedua paru
klien tidak simetris, bernapas pendek, disertai sesak napas.
2) Makan/Minum
Klien biasanya mengalami penurunan BB, yang diakibatkan karena klien
mengalami anoreksia.
3) Peningkatan Suhu Tubuh
Klien biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh akibat reaksi inflamasi
pada daerah paru-paru yaitu alveolus tampak kemerahan pada kulit, mukosa
bibir kering, peningkatan nadi dan respirasi.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umun
Apakah kesadaran pasien compos mentis, somnole atau apatis
2) Gejala Kardinal
Perhatikan adanya perubahan tanda-tanda vital seperti suhu, nadi, respirasi
dan tekanan darah.
3) Mata
Konjungtiva tampak anemis.
4) Hidung
Terlihat napas cuping hidung.
5) Mulut
Mukosa bibir terlihat kering.
6) Dada
 Inspeksi
Perhatikan kesimetrisan pergerakan kedua dinding dada beserta
retraksinya.
 Palpasi
Lakukan perabaan pada daerah kedua paru apakah ada pembesaran paru
atau tidak.
 Perkusi
Perhatikan bunyi paru-paru saat dilakukan perkusi apakah bunyi redup,
pekak dan tympani.
 Auskultasi
Auskultasi kedua paru dengan stestoskop apakah terdengar suara ronkhi
atau vesikuler melemah.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
2) Pemeriksaan Radiologi yaitu foto toraks PA dan lateral
3) Pemeriksaan sputum BTA
4) Tes PAP (peroksidase Anti Peroksidase)
5) Tes Mantoux/Tuberkulin Intradermal
6) Teknik Polymerase Chain Reaction
7) Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
8) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
9) MYCODOT
10) Tes Anergi
11) Pemeriksaan Bakteriologik

2. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, hemoptysis, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan epektif paru, atelectasis, kerusakan membrane alfeolar/kapiler, dan
edema bronkial.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,
anoreksian atau disnea, dan peningkatan metabolisme tubuh.
5. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidak mampuan untuk bernapas), dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses
penyakit, dan penatalaksanaan perawatan di rumah sakit.
3. PERENCANAAN

- Diagnose 1

Diagnosa : Ketidak efektipan pola pernafasan yang berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan pla nafas kembali efektif


KH :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas
normal, pada pemeriksaan rontgen data tidak ditemukan
akumulasi cairan, dan bunyi nafas terdengar jelas.

Rencana intervensi Rasional

Identifikasi factor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab, kita


dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.

Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan Distress pernapasan dan perubahan tanda
pernapasan dipsnea, sianosis, dan vital dapat terjadi sehingga akibat stress
perubahan tanda vital. fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan
terjadinya syok akibat hipoksia.

Berikan posisi fowler/semi fowler Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru


tinggi dan miring pada sisi yang sakit, dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi
bantu klien latihan napas dalam dan maksimal membuka area atelectasis dan
batuk efektif. meningkatkan gerakan secret ke jalan napas
besar untuk dikeluarkan.

Auskultasi bunyi napas Bunyi napas dapat menurun/taka da pada


area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen
paru, atau seluruh area paru (unilateral).

Kaji poengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pada area kolaps.
trakea. Defiasi trakea kearah sisi yang sehat pada
tension pneumothoraks

Kolaborasi untuk tindakan Bertujuan sebagai efakuasi cairan atau udara


thorakosentesis atau kalau perlu WSD dan memudahkan ekspansi paru secara
maksimal.

Bila dipasang WSD: periksa pengontrol Mempertahankan tekanan negative intra


pengisap dan jumlah hisapan yang pleura yang meningkatkan ekspansi paru
benar. optimum.

Periksa batasan cairan pada botol Air dalam botol penampung berfungsi
pengisap dan pertahankan pada batas sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer
yang ditentukan. masuk kedalam pleura.

Observasi gelembung udara dalam botol Gelembung udara selama ekspirasi


penampung. menunjukan keluarnya udara dari pleura
sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung
biasanya menurun seiring dengan
bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya
gelembung udara dapat menunjukan bahwa
ekspansi paru sudah optimal atau
tersumbatnya selang drainase.

Setelah WSD dilepas tutup sisi lubang Deteksi dini terjadinya komplikasi penting
masuk dengan kasa streril dan observasi seperti berulangnya pnumotoraks.
tanda yang dapat menunjukan
berulangnya pnumotoraks seeperti
napas sesak, keluhan nyeri.
- Diangnosa 2 :
Diagnosa. : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, hemoptysis, upaya batuk buruk, dan
edema tracheal/faringeal

Tujuan : Setelah diberikan tindakan bersihan jalan napas kembali efektif.


KH :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan
obat bantu, bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerahan
pernapasan normal.

Intervensi Rasional

Kaji fungsi pernapasan (bunyi Penurunan bunyi napas menunjukan


napas, kecepatan irama, kedalaman, atelectasis, ronchi menunjukan akumulasi
dan penggunaan obat bantu napas) secret dan ketidak efektipan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat
menimbulkan penggunaan obat bantu
napas dan peningkatan kerja pernapasan.

Kaji kemampuan mengeluarkan Pengeluarak akan sulit bila secret sangat


sekresi, catat karakter, volume kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
sputum, dan adanya hemoptysis. adekuat). Sputum berdarah jika ada
kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronchial dan memerlukan intervensi lebih
lanjut.

Berikan posisi foler/semifoler Posisi foler memaksimalkan ekspansi paru


tinggi dan bantu klien berlatih dan menurunkan upaya napas. Ventilasi
napas dalam dan batuk efektif. maksimal membuka area atelectasis dan
meningkatkan gerakan secret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan.

Pertahankan intake cairan Hidrasi yang adekuat membantu


sedikitnya 2500 ml/hari kecuali mengencerkan secret dan mengefektifkan
tidak diindikasikan. bersihan jalan napas.

Bersihkan secret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi.


trachea, bila perlu lakukan Pengisapan diperlukan apabila klien tidak
pengisapan (suction) mampu mengeluarkan secret.

Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi


indikasi OAT dua fase, yaitu fase intersif dan fase
lanjutan. Panduan obat yang digunakan
terdiri atas obat utama dan obat
tambahan.jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah : Rimfampisin, INH,
Pirazinamid, Steptomisin, dan Etambutol.

Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan


dan pelengketan secret paru untuk
memudahkan pembersihan.

Bronkodilator Bronkodilator meningkatkan


diameterlumen percabangan
trakeobronkial

Kortikosteroid Kortikosteroid berguna dengan


keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila
reaksi implamasi mengancam kehidupan.

- Diagnosa 3
Diagnosa : Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan jaringan efektif paru, etelektasis, kerusakan membrane alveolar-
kapiler, dan edema bronchial.
Tujuan : setelah diberikan tindakan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
KH :
 Melaporkan tak adanya /penurunan dipnea
 Klien menunjukan tidak adanya gejala distress pernapasan.
 Menunjukan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan
adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.

Intervensi Rasional

Mandiri
Kaji dispnea, takipnea, bunyi TB paru mengakibatkan efek luas pada
nafas, peningkatan upaya paru dari bagian kecil bronkhopneumia
pernafasan, ekspansi thoraks dan sampai inflamasi difusi yang luas,
kelemahan nekrosis,efusi pleura, dan fibrosis yang
luas. Efeknya terhadapan pernafasan
bervariasi dari gejala ringan dyspnea berat
sampai distress pernafasan

Evaluasi perubahan tingkat Akumulasi skret dan berkurangnya


kesadaran, catat sianosis, dan jaringan paru yang sehat dapat
perubahan warna kulit, termasuk mengganggu oksigenasi organ vital dan
membrane mukosa dan kuku jaringan tubuh

Tunjukan dan dukungan Membuat tahanan melawan udara luar


pernafasan bibir selama ekspirasi untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan
khususnya untuk klien dengan nafas sehingga membantu menyebarkan
fibrosis dan kerusakn perenkim udara melalui paru dan mengurangi nafas
paru pendek

Tingkatkan tirah baring, batasin Menurunkan konsumsi oksigen selama


aktivitas, dan bntu kebutuhan periode penurunan pernafasan dan dapat
perawatan diri sehari-hari sesuai menurunkan beratnya gejala
keadaaan klien

Kolaborasi Penurunan kadar O2 ( PO2) dan / atau satu


Pemberian AGD rasi dan peningkatan PCO2mwnunjukakan
kebutuhan untuk intvensi/ perubahan
program terapi

Pemberian oksigen sesuai Terapi oksigen dapat mengoreksi


kebutuhan tambahan hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi /menurunnya permukaan alveolar
paru

Kortikosteroid Kortikosteroid berguna dengan


keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila
reaksiinflamasi menganvam kehidupan

- Diagnose 4
Diagnose : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan keletihan, anoreksia atau dyspnea ,dan peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan : setelah di berikan tindakan keperawatan intikake nutrisi klien
terpenuhi
KH :
 Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang
semula kurang menjadi adekuat
 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhin kebutuhan
nutrisinya

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi klien, turgor Memvalidasi dan menetapkan derajat


kulit, berat badan, derajat masalah untuk menetapkan pilihan
penurunan berat badan, riwayat intervensi yang tepat
mual atau muntah dan diare

Fasilitasi klien untuk memeperoleh Memperhitungkan keinginan individu


diet biasa yang disuakai dapat memperbaikai intake gizi
klien( sesuai indikasi)

Pantau intake dan output, timbang Berguna dalam mengukuir keefektipan


berat badan secara periodic intake gizi dan dukungan cairan

Lakukan dan ajarkan perawatan Menurunkan rasa tidak enak karena sisi
mulut sebelum dan sesudah makan makan, sisi sputum/ obat pada pengobatan
intervensi/ pemerikasaan peroral sistem pernafasan yang dapat merangsang
pusat muntah

Fasilitasi pemberian diet TKTP, Memaksimalkan intake nutrisi tanpa


berikan dalam porsi kecil tetapi kelelahan dan energy besar serta
sering menurunkan iritasi saluran cerna

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan gizi
menetapkan komposisi dan jenis yang cukup untuk memenuhi peningkatan
diet yang tepat kebutuhan energy dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik klien

Kolaborasi untuk pemeriksaan Menilai kemajuan terapi diet dan


laboratorium khususnya BUM, membantu ooerencanaan intervensi
protein serum dan albumim selanjutnya

Kolaborasi untuk memberikan Multivitamin bertujuan untuk memenuhi


mukti vitamin kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder
dan peningkatan laju umum

- Diagnosa 5
Diagnosa : Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian
yang dibayangkan (ketidak mampuan untuk bernapas), dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
Tujuan : klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan
KH :
 Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon nonverbal klien
tampak lebih rileks dan santai

Intervensi Rasional

Bantu dalam mengidentifikasi Pemanfaatan sumber koping yang ada


sumber koping yang ada secara konsumtif sangat bermanfaat dalam
menghadapi sters

Ajarkan tehnik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan


kecemasan.

Pertahankan hubungan saling Hubungan saling percaya membantu


percaya antara perawat dank lien. memperlancar proses terapiutik

Kaji factor yang menyebabkan Tindakan yang tepat diperlukan dalam


timbulnya rasa cemas mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.

Bantu klien mengenali dan Rasa cemas merupakan emosi sehingga


mengakui rasa cemasnya apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
maka perasaan yang mengganggu dapat
diketahui.

- Diagnose 6
Diagnose : kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan, proses penyakit, dan penatalaksanaan perawatan dirumah
Tujuan : klien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
KH :
 Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan
penyakit yang ditimbulkan oleh kegagalan kontak klien.

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien untuk Keberhasilan proses pembelajaran


mengikuti pembelajaran (tingkat dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional,
kecemasan, kelelahan umum, dan lingkungan yang kondusif.
pengetahuan klien sebelumnya,
dan suasana yang tepat)

Jelaskan tentang dosis obat, Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi


frekuensi pemberian, kerja yang pemberian, kerja yang diharapkan, dan alas
diharapkan, dan alas an mengapa an mengapa pengbatan TB berlangsung
pengbatan TB berlangsung dalam dalam waktu lama.
waktu lama.

Ajarkan dani nilai kemampuan Dapat menunjukan keaktifan ulang proses


klien untuk mengidentifikasikan penyakit dan efek obat yang memerlukan
gejala/tanda reaktifasi penyakit evaluasi lanjut.
(hemoptysis, demam, nyeri dada,
kesulitan bernapas, kehilangan
pendengaran, dan vertigo)

Tekankan pentingnya Diet TKTP dan cairan yang adekuat


mempertahankan intake nutrisi memenuhi peningkatan kebutuhan
yang mengandung protein dan metabolic tubuh. Pendidikan kesehatan
kalori yang tinggi serta intake tentang hal itu akan meningkatkan
cairan yang cukup setiap hari. kemandirian klien dalam perawatan
penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai