1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian
dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
4. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.
5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi,
stress emosional, kelelahan yang kronik)
3. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi
menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-
borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi
bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus
ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi
sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.,,,
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
a. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
Infeksi Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
4. MANIFESTASI KLINIS
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-
lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
1) Batuk darah.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab
itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
5. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
b. Komplikasi lanjut
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan ujimantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkanintrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada
pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang
negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang
satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan
kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan
kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan
darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya
disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita.
c) Vaksinasi BCG
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun
dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan
meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase infasif ( 2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rimfapisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Entambutol (Depkes RI 2004).
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat landasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB.
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada klien
dengan TB Paru dapat dilakukan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan
fisik dan dokumentasi (rekam medis).
a. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh batuk-batuk, sesak nafas dan nyeri dada.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh batuk berdahak atau tidak lebih dari tiga minggu,
malaise, demam ringan, keringat malam, anoreksia, nyeri dada, batuk
berdahak.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat batuk lama lebih dari tiga minggu, pernah mengalami batuk
darah sebelummnya, berat badan menurun, kebiasaan merokok dan minum
alcohol, pernah menjadi pemakai obat terlarang dan seks bebas.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami
yaitu TB Paru.
b. Pola Kebiasaan
1) Benapas
Klien biasanya mengalami gangguan saat bernapas, pergerakan kedua paru
klien tidak simetris, bernapas pendek, disertai sesak napas.
2) Makan/Minum
Klien biasanya mengalami penurunan BB, yang diakibatkan karena klien
mengalami anoreksia.
3) Peningkatan Suhu Tubuh
Klien biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh akibat reaksi inflamasi
pada daerah paru-paru yaitu alveolus tampak kemerahan pada kulit, mukosa
bibir kering, peningkatan nadi dan respirasi.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umun
Apakah kesadaran pasien compos mentis, somnole atau apatis
2) Gejala Kardinal
Perhatikan adanya perubahan tanda-tanda vital seperti suhu, nadi, respirasi
dan tekanan darah.
3) Mata
Konjungtiva tampak anemis.
4) Hidung
Terlihat napas cuping hidung.
5) Mulut
Mukosa bibir terlihat kering.
6) Dada
Inspeksi
Perhatikan kesimetrisan pergerakan kedua dinding dada beserta
retraksinya.
Palpasi
Lakukan perabaan pada daerah kedua paru apakah ada pembesaran paru
atau tidak.
Perkusi
Perhatikan bunyi paru-paru saat dilakukan perkusi apakah bunyi redup,
pekak dan tympani.
Auskultasi
Auskultasi kedua paru dengan stestoskop apakah terdengar suara ronkhi
atau vesikuler melemah.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
2) Pemeriksaan Radiologi yaitu foto toraks PA dan lateral
3) Pemeriksaan sputum BTA
4) Tes PAP (peroksidase Anti Peroksidase)
5) Tes Mantoux/Tuberkulin Intradermal
6) Teknik Polymerase Chain Reaction
7) Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
8) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
9) MYCODOT
10) Tes Anergi
11) Pemeriksaan Bakteriologik
2. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, hemoptysis, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan epektif paru, atelectasis, kerusakan membrane alfeolar/kapiler, dan
edema bronkial.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,
anoreksian atau disnea, dan peningkatan metabolisme tubuh.
5. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidak mampuan untuk bernapas), dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses
penyakit, dan penatalaksanaan perawatan di rumah sakit.
3. PERENCANAAN
- Diagnose 1
Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan Distress pernapasan dan perubahan tanda
pernapasan dipsnea, sianosis, dan vital dapat terjadi sehingga akibat stress
perubahan tanda vital. fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan
terjadinya syok akibat hipoksia.
Kaji poengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pada area kolaps.
trakea. Defiasi trakea kearah sisi yang sehat pada
tension pneumothoraks
Periksa batasan cairan pada botol Air dalam botol penampung berfungsi
pengisap dan pertahankan pada batas sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer
yang ditentukan. masuk kedalam pleura.
Setelah WSD dilepas tutup sisi lubang Deteksi dini terjadinya komplikasi penting
masuk dengan kasa streril dan observasi seperti berulangnya pnumotoraks.
tanda yang dapat menunjukan
berulangnya pnumotoraks seeperti
napas sesak, keluhan nyeri.
- Diangnosa 2 :
Diagnosa. : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, hemoptysis, upaya batuk buruk, dan
edema tracheal/faringeal
Intervensi Rasional
- Diagnosa 3
Diagnosa : Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan jaringan efektif paru, etelektasis, kerusakan membrane alveolar-
kapiler, dan edema bronchial.
Tujuan : setelah diberikan tindakan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
KH :
Melaporkan tak adanya /penurunan dipnea
Klien menunjukan tidak adanya gejala distress pernapasan.
Menunjukan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan
adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji dispnea, takipnea, bunyi TB paru mengakibatkan efek luas pada
nafas, peningkatan upaya paru dari bagian kecil bronkhopneumia
pernafasan, ekspansi thoraks dan sampai inflamasi difusi yang luas,
kelemahan nekrosis,efusi pleura, dan fibrosis yang
luas. Efeknya terhadapan pernafasan
bervariasi dari gejala ringan dyspnea berat
sampai distress pernafasan
- Diagnose 4
Diagnose : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan keletihan, anoreksia atau dyspnea ,dan peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan : setelah di berikan tindakan keperawatan intikake nutrisi klien
terpenuhi
KH :
Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang
semula kurang menjadi adekuat
Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhin kebutuhan
nutrisinya
Intervensi Rasional
Lakukan dan ajarkan perawatan Menurunkan rasa tidak enak karena sisi
mulut sebelum dan sesudah makan makan, sisi sputum/ obat pada pengobatan
intervensi/ pemerikasaan peroral sistem pernafasan yang dapat merangsang
pusat muntah
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan gizi
menetapkan komposisi dan jenis yang cukup untuk memenuhi peningkatan
diet yang tepat kebutuhan energy dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik klien
- Diagnosa 5
Diagnosa : Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian
yang dibayangkan (ketidak mampuan untuk bernapas), dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
Tujuan : klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan
KH :
Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon nonverbal klien
tampak lebih rileks dan santai
Intervensi Rasional
- Diagnose 6
Diagnose : kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan, proses penyakit, dan penatalaksanaan perawatan dirumah
Tujuan : klien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
KH :
Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan
penyakit yang ditimbulkan oleh kegagalan kontak klien.
Intervensi Rasional