Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU HAMIL DENGAN TUBERCULOSIS


(MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS)

OLEH

AGUS PUJIANTO
ERVANI ZUHELDI
FERA
LISMAYANTI
RISMALIA
TITIN AGUSTINA
VIA VEVIANI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIkes) MUHAMMADIYAH


PROGRAM STUDI S1 KONVERSI
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ada berbagai macam gangguan paru-paru pada ibu hamil,tuberculosis salah satunya.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection

Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
(droplet) sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan
angin kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah
yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak
di paru-paru.

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang
perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman
ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang
udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.

Prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, menurut Prawirohardjo dan Soemarno
(1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga
mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini,
banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit
perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong
diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit
tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk
yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-
kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tetapi pada ibu hamil yang penyakitnya tidak
terkontrol, dapat menjadi lebih berat, terlebih lagi dapat menimbulkan sesak napas dan
hipoksia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi tuberculosis paru
2. Apa yang menjadi etiologi tuberculosis paru
3. Bagaimana patofisiologinya?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari tuberculosis paru
5. Apakah Pemeriksaan penunjang pada TBC paru
6. Penatalaksanaan TBC paru
7. Asuhan Keperawatan pada pasien Hamil dengan TB Paru

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang Tuberculosis paru berikut asuhan keperawatan pada ibu
hamil dengan TB Paru.

2. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan definisi Tuberculosis paru ?
2. Mampu menjelaskan apa yang menjadi etiologi Tuberculosis paru
3. Mampu menjelaskan bagaimana patofisiologinya?
4. Mampu menjelaskan manifestasi klinis dari tuberculosis paru
5. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang Tuberculosis paru
6. Mampu menjelaskan penatalaksanaan Tuberculosis paru
7. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada ibu hamil yang berhubungan dengan
Tuberculosis paru
BAB II

PEMBAHASAN TB (TUBERCULOSIS) PADA IBU HAMIL

A. DEFINISI
1. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
2. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberkulosis (Lewis, 2000, hal 623).
3. Menurut Smeltzer (2001) Tuberkulasis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya
termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
4. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Brunner & Suddarth, 2001, hal 584).
5. Tuberkolusis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi. (Dep.Les. RI, 2001 : 7)
6. Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam (BTA). Walaupun
TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun kuman ini paling sering menyerang
organ paru (www.kompas.com).

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit dari TBC adalah mycrobacterium tuberculosis.
1. Pada Ibu Hamil
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian
tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2. Pada Janin
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau
menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung
kuman TBC setelah lahir.

C. PATOFISIOLOGI
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah
terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip
oleh Danusantoso,2000:102).

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh
dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan
paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian jaringan paru.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis
regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :


a.       Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b.      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).
c.       Berkomplikasi dan menyebar secara :
1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
3) Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)

2. Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)


Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-
primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk.

Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang
dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :
a. Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
b. Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan
fibrosis
c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju
d. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada Ibu Hamil
a. Batuk berdahak lebih dari 2 mgg
b. Demam ringan, berkeringat waktu malam.
c. Penurunan berat badan yang drastis
d. Sakit kepala
e. Takikardi
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Keletihan
i. Nyeri otot
j. Sputum bercampur darah
k. Sputum mukopurulen
l. Krekels/rales di atas apeks paru
m. Nyeri dada
2. Pada Bayi
a. Abortus,
b. Terhambatnya pertumbuhan janin,
c. Kelahiran prematur
d. Terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB
congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3
kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati
dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah
bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus,
bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk
mendiagnosa TBC paru.

Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan
dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan
mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu
diakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).

2. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD
(Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.

Hasil tes mentoux dibagi dalam :


a. Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
b. Indurasi 6-9 mm                         : hasil meragukan
c. Indurasi 10-15 mm                     : hasil mantoux positive
d. Indurasi lebih dari 16 mm          : hasil mantoux positif kuat

Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu
(Bahar,1996:721).

3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak
tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih
jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas.
Lesi ini dikenal dengan nema tuberkuloma.

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”(Bahar, 1996:719)
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak
dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis (www.kompas.com).
4. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang
meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah
mengalami peningkatan, tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti
menyingkirkan adanya proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
mulai normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun
ke arah normal lagi (Bahar,1996:719).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
1. Radang Pleura
2. Efusi Pleura
3. Bronkopneumonia
4. Menurunnya imunitas tubuh

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Therapi yang aman untuk diberikan antara lain :
a. Rifampisin (Kanamycin)
b. Iconiazid adalah obat terpilih karena paling aman untuk kehamilan.
c. Etambutol (cycloserine)
d. vitamin B6 (piridoksin),100 mg perhari
e. Bayi harus mendapat propilaktasis INH dan imunisasi BCG.

Keefektifannnya tergantung dari:


a. Tipe infeksinya
b. Kecukupan dosis
c. Jangka lama pengobatannya (Terapi jangka panjang, selama 6 bulan)
d. Ketepatan memilih kombinasi obat
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pedidikan Kesehatan (Penkes)
1) Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan
pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan
pencegahannya, yaitu :
a. Menutup mulut bila batuk.
b. Membuang dahak tidak di sembarang tempat.
Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi lysol 5% atau kaleng yang
berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
c. Makan makanan bergizi.
d. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
e. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998).
f. Bagi para ibu yang sudah terkena TBC dan akan Memiliki buah hati, lebih
baiknya mengobati terlebih dahulu TB nya sehingga mengurangi adanya
faktor resiko untuk janin. Namun jika sudah terlanjur, harus lebih tanggap dan
rajin kontrol ke pihak medis. Serta teratur minum obatyang sesuai resep
dokter.
2) Pendidikan kesehatan tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta
hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
3) Berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik
sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur.
4) Pengetahuan tentang system pelayanan pengobatan TB.
Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien
tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai
pengawas minum obat bagi pasien. Setelah 1-2 bulan pengobatan, lakukan
pemeriksaan sputum ulang
5) Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
6) Pendidikan kesehatan tentang perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia
sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek
yang timbul terhadap janin.
7) Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan
untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

2. Penatalaksanaan dalam Kehamilan


a. Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil
lainnya pada pemeriksaan antenatal.
b. Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
c. Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di
rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk
menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan
teratur.
d. Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
e. TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.

3. Penatalaksaan pada persalinan


a. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan
apa-apa.
b. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di
beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan
ekstraksi vakum/forseps.
c. Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama
dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.

4. Penatalaksanaan Dalam Masa Nifas


a. Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan
koagulansia.
b. Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika
yang cukup.
c. Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat
terhadap infeksi sekunder.
d. Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah
cukup, segera dilakukan tubektomi.

5. Perawatan Bayi
Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat
jarang.
a. Bila ibu dalam proses TBC aktif
1) Secepatnya, bayi diberikan BCG.
2) Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
3) Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi
dengan ibunya.
b. Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu
dan bayi.
c. Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HAMIL DENGAN TUBERCULOSIS

A. PENGKAJIAN
a. BIODATA

Meliputi Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996) serta
biodata penanggung jawab
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama
adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Penjabaran keluhan utama melalui PQRST
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat penyakit kronik dan menular :
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
2. Riwayat penyakit alergi
riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan
3. Riwayat operasi
Riwayat operasi yang pernah dilakukan
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).
f. RIWAYAT MENSTRUASI
1. Menarche usia :
2. Siklus :
3. Banyaknya :
4. Lamanya :
5. Keluhan :
6. HPHT :
7. TP          = +7−3+1
8. PREDIKSI KELAHIRAN  = 
g. RIWAYAT OBSTETRI
G P A

Anak Ke Kehamilan Persalinan Komplikasi Nifas Anak ke


No Thn Umur Penyuli Jenis Penolon Penyulit laserasi infeksi perdaraha Jenis B PB
Kehamilan t g n B

h. GENOGRAM

i. RENCANA PERAWATAN BAYI


1. Melaksanakan KB : ibu mengatakan belum pernah mengukuti KB sebelumnya.
2. Jenis/ lamanya :
3. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi :
4. (asi eksklusif, memandikan, merawat tali pusat)

j. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
(Hendrawan Nodesul, 1996)
2. Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
3. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
4. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
(Marilyn. E. Doegoes, 1999).
5. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6. Pola Personal Higiene
a. Mandi : sebelum sakit dan di rumah sakit
b. Keramas : sebelum sakit dan di rumah sakit
c. Ganti pakaian : sebelum sakit dan di rumah sakit
d. Sikat gigi : sebelum sakit dan di rumah sakit
e. Memotong kuku : sebelum sakit dan di rumah sakit
7. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
8. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak
ada gangguan.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir
klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
10. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
11. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan
Nodesul, 1996).
12. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.

k. PENGKAJIAN FISIK
1. Tanda-tanda Vital :
 TD
 Nadi
 Respirasi
 Suhu
 TB /BB
2. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
3. System pernafasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
 Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
 Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
 Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
4. System pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
5. System cardiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
6. System gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
7. System musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
8. System Neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
9. System perkemihan
a. Keluhan                :
b. Alat bantu           
  : tidak terpasang kateter.
c. Kandung kencing : tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih.
d. Produksi urin        :
e. Intake cairan         : infus dan minum
f. Output cairan :
10. Sistem endokrin
Perlu dikaji Pembesara kelenjar tyroid, Hiperglikemia,  Hipoglikemia :
11. System genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
l. Pemeriksaan obstetri
1.      Pemeriksaan head to toe
2.      Pemeriksaan leopod:
 Leopod 1      :
 Leopod II     :
 Leopod III   :
 Leopod IV   :
3.      Pemeriksaan panggul luar :
 Distantia spinarum :
 Distantia cristarum :
4.      Pemeriksaan dalam : pembukaan, penipisan, presentasi, penurunan, ketuban
5.      Tafsiran berat janin :
m. Data persalinan
Kala I (kala pembukaan)
 Masuk kamar bersalin             
 HIS                                         
 Pengeluaran (pervaginam)      
 Faseleten                                
 Fase aktif                                
 Pembukaan aktif                    
 Pembukaan lengkap               
 Ketuban                                 
 DJJ                                         

Kala II (kala pengeluaran)


 Ibu dipimpin mengejan, ibu melahirkan   
 Perbarahan                              
 Obat yang diberikan               
 Tinggi fundus uteri                
 Kontraksi uterus                   

Kala II (kala pengeluaran uri)


 Plasenta lahir, cara lahir, perdarahan        
 Tinggi fundus uteri                                   
 Kontraksi uterus                                       
 Keadaan plasenta                                     
 Obat yang diberikan                                

Kala IV (kala 2 jam post partum)


 Kontraksi uterus, TFU, perdarahan               
 Keadaan perineum, TTV                              

n. Keadaan bayi
 Lahir, jenis kelamin, BB/ TB, apgarscor              
 Lingkar kepala                                                    
o. Nifas
 Keadaan umum ibu                                             
 TD :                                                                      nadi :
 RR :                                                                     suhu :
 Kontraksi rahim :
 TFU :
 Lochea :
 Laktasi :
 Eliminasi (BAB/ BAK) :
 Nutrisi :

p. PEMERIKSAAN PENUNJANG (laboratorium, radiologi, EKG, USG)


q. THERAPY

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental atau secret
darah.
Tujuan :
jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
1. Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
2. Klien dapat mempertahankan jalan nafas
3. Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)

Rencana tindakan :
1. Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan
akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh
kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
3. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk
dilakukan
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
mengeluaran sekret
5. Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah
dilakukan
6. Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
7. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-


kalpiler
Tujuan :
Pertukaran gas berlangsung normal

Kreteria hasil :
1. Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
2. Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
3. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal

Rencana tindakan dan rasional


1. Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
terbatasnya ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai
distress pernapasan
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan
jarigan
3. Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas
pendek
4. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
5. Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2
menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
6. Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya
upaya batuk.
Tujuan :
Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
1. Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
2. Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
3. Dispneu berkurang
        
Rencana tindakan dan rasional
1. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat
setiap perubahan
Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret
2. Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
3. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
4. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
5. Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4
jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, keletihan atau dyspnea, mual dan muntah (peningkatan hormone
kehamilan)
Tujuan
terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi

Kriteria hasil
1. Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
2. Berat badan stabil dalam batas yang normal

Rencana tindakan dan rasional


1. Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat
mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi yang
tepat
2. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
3. Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
4. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah
5. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet

5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan/ penekanan proses inflamasi.


Tujuan
Klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan
oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.

Kriteria hasil
Klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh
kegagalan kontak klien.

Rencana tindakan dan rasional


1. Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
2. Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah
serta tehnik mencuci tangan yang tepat
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular
4. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari insiden eksaserbasi
5. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan TBC
Berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, Tak akurat/lengkap informasi yang
ada salah interpretasi informasi
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan serta melakukan
perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan

Intervensi :
1. Kaji kemampuan psen untuk belajar
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan
pemasukan cairan adekuat.
4. Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama.
6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah minum INH
7. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah  memula dan kemudian tiap bulan selama
minum etambutol
8. Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab
pertanyaan dengan benar.
9. Menganjurkan pasien selalu mengontrol ke pihak medis untuk mengecek baik
kesehatan ibu maupun janin
10. Beri penkes kepada keluarga untuk menjadi PMO (Pendamping Minum Obat)
11. Beri informasi tentang perawatan TB dirumah
12. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi
BAB IV

PENUTUP

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah
iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang
perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini
menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah
tercemar asap, debu, atau gas buangan.

Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa
frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru.
Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru
di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat
diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat.

Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali
penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang
membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru
kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah
satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang
hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena
penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan
orang-orang disekelilingnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester. Ed.8.Jakarta :


EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta : EGC.
Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia
di:http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2. (23
Juli 2005).
Erawati. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia
di:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm. ( 23 Juli 2005).
http://nursevieluppy.blogspot.com/2012/05/askep-tbc-pada-ibu-hamil.html
file:///J:/zila/asuhan-keperawatan-pada-ibu-hamil.html

Anda mungkin juga menyukai