Anda di halaman 1dari 14

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,
atau luka yang menyakiti diri sendiri
Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008). Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan
putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.
          Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat.  (2-3 dan kesimpulan)

2.2   Rentang Respon                              


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya:
a.       Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
b.      Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
c.       Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam ,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d.      Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini
sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
e.       Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f.       Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil
dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3    Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
 2.3.1 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a.         Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.        Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c.         Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
d.        Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu
adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko
buuh diri.
e.         Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2.3.2  Faktor Presipitasi
  Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a.         Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti.
b.        Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c.         Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d.        Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4    Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2007)
a.       Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.      Impulsif.
e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i.        Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j.        Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.      Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
l.        Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m.    Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.      Pekerjaan.
o.      Konflik interpersonal.
p.      Latar belakang keluarga.
q.      Orientasi seksual.
r.        Sumber-sumber personal.
s.       Sumber-sumber social.
t.        Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
2.5 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah
pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan
percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda
tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya
( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verba
 

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri


 

Ancaman bunuh diri


 

Ambivelensi tentang kematian               Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri


 

Bunuh diri
2.6 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis
2.6.1 Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
2.6.2 Diagnosa medis
Frustasi

2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan


2.7.1 penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obat-obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitormmonoamin oksodasi
(MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada
lansia meliputi:
a.       Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam
menghilangkan tremor.
b.      Terapi antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk
mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi
dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping
mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan
kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien
dengan glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien dengan
hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine.
c.       Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal pengobatan
penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan bradikinesia. Agen ini
diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan didalam saraf. Reksi
efek samping terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi),
muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
d.      Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling efektif untuk
pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa menjadi dopamine pada
basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat
didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan penyakit Parkinson. Gejala
yang hilang juga dapat terjadi akibat  kadar dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian
levodopa.
e.       Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor dopamine. Agen
ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-off
terhadap fruktuasi klinis yang ringan.
f.       Inhibitor MAO
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat iniu
menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai, tidak
seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
g.      Antidepresen
Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa terjadi pada
penyakit Parkinson.
h.      Intervensi pembedahan
Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan terhadap
penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial. Pada beberapa klien yang
cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan. Walaupun
pembedahan dapat mengurangi gejala pada klien tertentu, namun hal ini menunjukkan adanya
perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen. Prosedur pembedahan
stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia dalam
upanya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf pada medulla adrenal
klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada sebagian kecil klien. Transplantasi
sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah dicoba, bagaimanapun prosedur ini masih
diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain pendekatan yang tidak melaui
pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan.
2.6.2 penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a.    Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri
sendiri atau orang lain.
b.    Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci.
c.    Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah dipantau oleh petugas
kesehatan.
d.    Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna  cerah, ada poster dll.
e.    Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f.     Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g.    Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasiien sesering
mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan
medis lainnya, menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan
harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap,
membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana
asuhan keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama. (Yosep, 2010).
2.7 Askep
A. Pengkajian
   

1. Identitas Klien
     

Nama Lengkap            : Tn. B


Usia                             : 45 tahun
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Status                          : Kawin
Alamat                        : Kediri, Lobar
2.      Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien
3.      Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia
bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4.      Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
1.      Resiko bunuh diri
2.      Risiko perilaku kekerasan
3.      Harga diri rendah
5.      Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan
klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD
120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6.     Konsep diri
a.       Gambaran diri
      Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b.      Identitas
            Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
c.       Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-    kecil
d.      Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung  mendapat pekerjaan
dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
e.       Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7.      Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu
agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan
teman yang lain, sangat sensitive.
8.      Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering  mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b.      Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri   kepada Tuhan.
9.  Status Mental
a. Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah
tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,
kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar,
lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam,
terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d.   Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.
e.    Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10.  Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan
support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau
melakukan aktifitas.
13.  Pohon14.  Analisa data
Diagnosa Data mayor Data minor
Resiko Subyektif: Subyektif:
bunuh diri        Mengatakan hidupnya tak        Mengatakan ada
berguna lagi yang menyuruh bunuh
     Inggin mati diri
        Menyatakan pernah mencoba        Mengatakan lebih baek
bunuh diri mati saja
        Mengancam bunuh diri        Mengatakan sudah
Obyektif:               bosan hidup
        Ekspresi murung Obyektif:
        Tak bergairah         Perubahan kebiasaan
        Ada bekas percobaan bunuh hidup
diri         Perubahan perangai
Su

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri
No Dx  Kep TUM TUK Intervemsi Rasional
1 RBD Klien tidak Klien dapat membinaM  -membina  -untuk
mencederai diri hubungan saling hubungan saling  membina
percaya percaya dengan kepercayaan
klien klien
2.      -Mengamankan -agar tidak
benda-benda membahaya
yang kan klien
dapat membaha atau orang
yakan pasien. disekitarnya
     - Mengajarkan -untuk tidak
cara melakukan
mengendalikan percobaan
dorongan bunuh bunuh diri
diri
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan

individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh

diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,

atau luka yang menyakiti diri sendiri.

3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan dan keluarga korban supaya lebih memahami tanda dan gejala

bunuh diri sehingga dapat dicegah terjadinya kasus bunuh diri. 


DAFTAR PUSTAKA
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Dalami , ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
Ingram, I.M.,dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta : EGC
Tomb, David. A . (2004). Psikiatri. Jakarta : EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai