Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA


RESIKO BUNUH DIRI

OLEH :

MUHAMMAD FAHRUL
045STYC19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI (RBD)
A. Malah utama:
Risiko Bunuh Diri (RBD)
B. Definisi
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
C. Macam-Macam Bunuh Diri
Bunuh diri dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa kepentingan individu
lebih tinggi daripada kepentingan kesatuan social.
2. Bunuh diri altruistic
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu dan
lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang kuat,
misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh diri yang berfokus pada keadaan moral dimana individu yang
bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya.
4. Bunuh diri fatalistik

Yaitu bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.
D. Etiologi

Menurut Fitria, Nita (2009) dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, etiologi dari
bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan
tindakan bunuh diri adalah gangguang afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipasti, impulsif dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan atau perceraian. Kekuatan dukungan social sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluaga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dapat meenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamin.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking.
E. Rentang Respon Protektif Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Resiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri


diri destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh


diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah.
a) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
b) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu seiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlihat dalam rekreasi yang
beresiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara social dan
perilaku yang menimbulkan stress.
c) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melikai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.
d) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.
F. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Motivasi
Motivai Niat Penjabaran Krisis bunuh Tindakan
Gagasan diri bunuh diri

Hidup atau mati Konsep bunuh  Jeritan minta tolong


diri  Catatan bunuh diri

Gambar 1.1 Psikodinamika Upaya Percobaan Bunuh Diri


Patofisiologi
Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


Verbal/nonverbal

Pertimbangan untuk melakukan


Bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi Kematian Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri

Bunuh Diri

(Stuart & Sundeen, 2008)


Tahapan rentang perkembangan bunuh diri dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah metode
yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walupun demikian,
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam,
bahkan ancaman untuk melakukan bunuh diri.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya tidak
mematikan karena mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki
kemampuan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami
konflik menal. Tahap ini dinamakan “crying for help”.
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan, namun
masih ada yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan
bunuh diri sebelumnya. 30% orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini merupakan
pilihan terakhir untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
G. Tanda dan Gejala Bunuh Diri Menurut Fitri, Nita (2009)
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri)
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alkohol)
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal)
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier)
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
14. Pekerjaan
15. Konflik interpersonal
16. Latar belakang keluarga
17. Menjadi korban perilaku kekerasan sejak kecil.
H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan
1. Klinis harus menilai resiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang
paling prediktif yang berhubungan dengan resiko bunuh diri.
2. Jika memeriksa pasien yang beresiko bunuh diri, jangan meninggalkan mereka
sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah apakah
usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan tentukan
letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan.
4. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan mutilasi
diri, tetapi hospitalsasi singkat biasanya tidak mempengaruhi perilaku tersebut.
I. Terapi Aktivitas Kelompok (Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009)
1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan
interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat
tingkah laku anggota, merupakan akibat dari tingkah laku yang lain. Terapii bekerja
dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dari
terapis, melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Bunuh Diri

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan keluarga.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat adalah mengkaji faktor resiko, faktor
presipitasi, tanda dan gejala dan mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi beberapa hal
yaitu :
a) Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali lipat dari orang
yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai, berpisah, atau janda
memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar dari pada orang menikah (Jacobs, dkk
dalam Townsend 2009).
b) Jenis kelamin
Kecendrungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh wanita, tetapi
tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria. Jumlah bunuh diri
yang sukses dilakukan pria adalah sekitar 70% sedangkan wanita 30%
(Townsend, 2009).
c) Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American Journal of psychiatry, pria
dan wanita depresi yang menganggap dirinya berafiliasi dengan agama
cenderung mencoba bunuh diri daripada rekan-rekan non religious mereka
(Dervic, dkk. Via Townsend 2009).
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat keluarga
tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri dengan bunuh diri
sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri.
b. Faktor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan, kemarahan,
keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina dan stressor.
3. Faktor sosial budaya
Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon individu yang merasa terpisah dan terlepas dari arus utama
masyarakat.
b. Bunuh diri altruistic
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan diintegrasikan ke
dalam kelompok. Kelompok ini sering diatur oleh ikatan budaya, agama, atau
politik dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga individu bersedia mengorbankan
untuk kelompoknya tersebut.
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang
(misalnya perceraian, kehilangan pekerjaan) yang mengganggu perasaan
keterkaitan dengan kelompok.
4. Faktor presipitasi
Faktor pencetus resiko bunuh diri adalah :
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang
menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan
data hasil wawancara dan observasi. Data yang digunakan adalah data subjektif dan
objektif.
a. Data Subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tidak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, dan tidak berdaya.
b. Data Objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara dengan
pertanyaan sebagai berikut :
1) Bagaimana perasaan klien saat ini?
2) Bagaimana penilaian klien terhadap pikiran ingin mati?
3) Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4) Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5) Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6) Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
dilakukannya sudah berapa kali? kapan terakhir melakukannya? Dengan apa
klien melakukan percobaan bunuh diri? apa yang menyebabkan klien ingin
melakukan percobaan bunuh diri?
7) Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?

B. Diagnosa Keperawatan
a. Rumusan Diagnosa

Resiko bunuh diri

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah
Koping tidak efektif

(Stuart, 2009)

b. Diagnosa
 Resiko bunuh diri
 harga diri rendah
 koping tidak efektif

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus

Resiko bunuh Klien tidak a. Klien dapat membina hubungan saling


diri melakukan tindakan percaya dengan menerapakan prinsip
bunuh diri dan komunikasi terapetik
mengungkapkan 1) Sapa klien dengan ramah dan sopan
kepada seseorang 2) Perkenalkan diri dengan sopan
yang dipercaya 3) Tanyakan nama lengkap klien dan
apabila ada masalah nama panggilan yang disukai klien
4) Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
5) Beri perhatian kepda klien
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab
bunuh diri
1) Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
2) Bantu klien untuk mengungkapkan
perasaan kesal
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-
tanda resiko bunuh diri
4) Anjurkan klien mengungkapkan
perasaan jengkel
5) Observasi tanda-tanda resiko bunuh
diri
6) Menyimpulkan bersama sama klien
resiko bunuh diri yang dialami
c. Klien dapat mengidentifikasi resiko
bunuh diri yang biasa dilakukan
1) Menganjurkan percobaan bunuh diri
yang biasa dilakukan
2) Berbicara dengan klien apakah cara
yang dilakukan salah
d. Klien dapat mengidentifikasi akibat
resiko bunuh diri
1) Bicarakan akibat dan kerugian dari
resiko bunuh diri
2) Menyimpulkan bersama klien akibat
dari resiko bunuh diri
e. Klien dapat mengidentifikasi cara
berespon resiko bunuh diri
f. Klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol tindakan resiko bunuh diri
g. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh
diri dengan cara spiritual
1) Menganjurkan klien untuk berdo’a
dan sholat
h. Klien dapat menggunakan obat secara
benar
1) Jelaskan cara minum obat dengan
klien
2) Diskusikan manfaat minum obat

Harga diri Klien dapat a. Klien dapat membina hubungan saling


rendah berhubungan dengan percaya. Bina hubungan saling percaya
lain secara optimal dengan menerapkan prinsip komunikasi
untuk terapetik
mengungkapkan b. Klien dapat mengidentifikasi
sesuatu yang dia kemampuan dan aspek positif yang
rasakan pada orang dimiliki
yang dipercaya c. Klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan

Koping tdak Klien dapat memilih a. Klien dapat membina hubungan saling
efektif koping yang efektif percaya dengan menerapakan prinsip
agar tidak melakukan komunikasi terapetik
bunuh diri b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab
bunuh diri
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-
tanda resiko bunuh diri
d. Klien dapat mengidentivikasi resiko
binuh diri yang biasa dilakukan
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat
resiko bunuh diri
f. Klien dapat mengidentivikasi cara
berespon resiko bunuh diri
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol tindakan resiko bunuh diri
h. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh
diri dengan cara spiritual
i. Klien mendapat dukungan keluarga
dalam mengontrol tindakan bunuh diri
Harga Diri Rendah

Faktor Predisposisi Kemampuan Faktor Presipitasi


 Perkembangan : keluarga terlalu  Kurang penurunan
melakukan
memanjakan klien motivasi
 Biologis : penyakit kronis aktivitas menurun  Kerusakan kognisi atau
 Kemampuan realitas menurun : perceptual
ketidakpedulian dirinya  Lelah/lemah yang dialami
 Sosial : kurang dukungan dan individu
latihan

Data Subyektif Data Obyektif


 Pasien merasa lemah  Rambut kotor, acak-acakan
 Malas untuk beraktivitas  Badan dan pakaian kotor dan bau
 Merasa tidak berdaya  Mulut dan gigi bau
 Kulit kusam dan kotor
 Kuku panjang dan tidak terawat

Koping individu tidak


efektif

Anda mungkin juga menyukai