Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN KEPERAWAN DAN

LOGBOOK PBP 3 ( KEPERAWATAN JIWA )


DI PUSKESMAS REJOSO NGANJUK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )


Resiko bunuh diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri merupakan salah
satu dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk semua umur dan
hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya
(Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013). Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan
tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa
bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (stuart dan
sundeen, 1995).

2. RENTANG RESPON
 Respon Adaptif : Peningkatan diri, Resiko destruktif, Destruktif diri
tidak langsung.
 Respon Malaadaptif : Pencederaan Diri, Bunuh diri.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan perilaku pencederaan bunuh diri


diri peningkatan destruktif dan diri
berisiko tak langsung

Keterangan :
 Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
 Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi
pada rentang yang masih normal dialami individu yang
mengalami perkembangan perilaku.
 Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas
yang merusa kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah
kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi,
tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial,
dan perilaku yang menimbulkan stres.
 Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan
diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan
dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan
cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan
membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh,
melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
 Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

3. PENYEBAB

1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadianm negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain- lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.

3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.

4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

4. TANDA DAN GEJALA


a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalah gunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

5. AKIBAT
 Dapat mengakibatkan keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan sosial
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal

III. A. POHON MASALAH

Resiko Bunuh Diri

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Resiko bunuh diri


Ds : Klien mengeluh ada dorongan yang kuat dalam dirinya untuk
melakukan bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.

V. RENCANA KEPERAWATAN

no Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Diagno
sa

1 Resiko TUM : Klien - Evaluasi wajah 1. Bina hubungan


bunuh tidak dapat bersahabat. saling percaya
diri b.d melakukan - Menunjukkan dengan
harga percobaan rasa senang. menggunakan
diri bunuh diri. - Ada kontak prinsip
rendah. mata komunikasi
TUK : - Mau berjabat terapeutik
1. Klien tangan dengan cara :
dapat - Mau - sapa klien
membina menyebutkan dengan nama
hubunga nama baik verbal
n saling - Mau maupun non
percaya. menjawab verbal
salam - perkenalkan
- Mau duduk diri dengan
berdampingan sopan
dengan - tanyakan
perawat nama lengkap
- Mau klien dan nama
mengutarakan panggilan yang
masalah yang disukai klien
dihadapi. - jelaskan
tujuan
pertemuan
- jujur dan
menepati janji.
- tunjukkan
sikap empati
dan menerima
klien apa
adanya
- berikan
perhatian
kepada klien.
2. Klien Klien dapat - Jauhkan klien
dapat terlindungi dari dari benda-
terlindun perilaku bunuh diri. benda yang
gi dari dapat
perilaku membahayaka
bunuh n
diri. - Tempatkan
klien
diruangan
yang tenang
dan selalu
terlihat oleh
perawat
- Awasi klien
secara ketat
setiap saat.
3. Klien Klien dapat - Dengarkan
dapat mengekspresikan keluhan yang
mengeks perasaannya. dirasakan klien
presikan - Bersikap
perasaan empati untuk
nya. meningkatkan
ungkapan
keraguan,
ketakutan dan
keputusasaan
- Beri waktu dan
kesempatan
untuk
menceritakan
arti
penderitaannya
- Beri dukungan
pada tindakan
atau ucapan
klien yang
menunjukkan
keinginan
untuk hidup.
4. Klien Klien dapat - Bantu untuk
dapat meningkatkan harga memahami
meningk dirinya. bahwa klien
atkan dapat
harga mengatasi
dirinya. keputusasaann
ya
- Kaji dan
kerahkan
sumber-
sumber
internal
individu
- Bantu
mengidentifika
si sumber-
sumber
harapan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 1991 . Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta : Arcan

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian

Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa (Depkes RI, 2002)
Gangguan harga diri adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 1999)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). Pada klien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
- Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukur pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal)
- Harapan akan stuktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
- Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagi
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini
banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negative.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
2. Rentang Respon

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan maladaprif (Fajariyah, 2012).

Keterangan:

a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar


belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

3. Penyebab

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.

a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah yaitu :
1) Perkembangan individu yang meliputi :
- Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak
dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal pula untuk mencintai orang lain.
- Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang
atau orang tuanya atau orang yang dekat dengan individu yang
bersangkutan.
- Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang
tua atau terdekat sering mengkritik serta merevidasikan individu.
- Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2) Ideal diri
- Individu selalu dituntut untuk berhasil.
- Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
- Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa
percaya diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi atau stressor pencetud dari munculnya harga diri rendah
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga
keluarga merasa malu dan rendah diri.
2) Pengalaman traumatic berulang seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan,
aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon
terhadap trauma pada umumnya dan mengubah arti trauma tersebut dan
kopingnya adalah depresi dan denial.

4. Tanda dan gejala

Menurut Keliat tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien harga diri rendah
adalah :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang


percaya diri.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam meraih
sesuatu.
c. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah orang
lain.
d. Gangguan berhubungan sosial seperti menarik diri, lebih suka menyendiri dan
tidak ingin bertemu orang lain.
e. Rasa percaya diri kurang, merasa tidak percaya dengan kemampuan yang
dimiliki.
f. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam memilih
sesuatu.
g. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan.
h. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
i. Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri.
j. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan
menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara
lambat dengan nada lemah.
k. Penyalahgunaan zat.

5. Akibat

Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial :
menarik diri. Isolasi soasial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial. Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain :

Data subyektif

a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau pembicaraan.


b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.

Data obyektif

a. Kurang spontan ketika diajak bicara.


b. Apatis.
c. Ekspresi wajah kosong.
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
III. A. POHON MASALAH

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

(core problem)

Berduka disfungsional

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


Ds: klien mengeluh hidup tidak bermakna, tidak memiliki kelebihan apapun,
merasa jelek
Do: kontak mata kurang, tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain.
2. Isolasi Sosial : menarik diri
Ds: klien mengatakan malas berinteraksi, mengatakan orang lain tidak mau
menerima dirinya, merasa orang lain tidak selevel.
Do: menyendiri, mengurung diri, tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Harga Diri Rendah

2. Isolasi Sosial

V. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


1 Gangguan TUM: Klien 1. Setelah beberapa 1. Bina hubungan
konsep diri: memiliki konsep kali interaksi,klien saling percaya
Harga Diri diri yang positif menunjukkan dengan
Rendah ekspresi wajah menggunakan
TUK:
1. Klien bersahabat,rasa prinsip komunikasi
membina senang,ada kontak terapeutik dengan
hubungan saling mata,mau berjabat cara:
percaya dengan tangan,menjawab - beri salam setiap
perawat. salam,dan mau berinteraksi.
duduk berdampingan - perkenalkan diri
dengan perawat. dengan sopan.
- tanyakan dan
panggil nama
kesukaan klien.
- jelaskan tujuan
pertemuan.
- tunjukkan sifat
empati dan
menerima
pasien apa
adanya.
- beri perhatian
kepada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2. Klien dapat 2. Setelah beberapa 2.1 Diskusikan
mengidentifikasi kali interaksi klien dengan klien
aspek positif menyebutkan: tentang:
dan kemampuan
- Aspek positif dan - aspek positif
yang dimilki.
kemampuan klien,keluarga
yang dimilik dan lingkungan.
klien. - kemampuan
- aspek positif yang dimiliki
keluarga. klien.
- aspek positif
2.2 Beri pujian yang
lingkungan klien
realistis ,hindari
memberi penilaian
yang negatif.
3. Klien dapat 3. Setelah beberapa 3.1 Diskusikan
menilai kali interaksi klien dengan klien
kempuan yang dapat menyebutkan kemapuan yang
dimiliki untuk kemampuan yang dapat
dilaksanakan. dapat dilaksanakannya.
dilaksanakannya.
3.2 Diskusikan
kemampuan yang
dapat dilanjutkan
pelaksanaannya.
4. Klien dapat 4. Setelah beberapa 4.1 Tingkatkan
merencanakan kali interaksi kegiatan sesuai
kegiatan sesuai membuat rencana sesuai kondisi klien
dengan kegiatan harian.
4.2 Berikan contoh
kemampuan
cara pelaksanaan
yang
kegiatan yang dapat
dimilikinya.
dilakukan klien.
2 Isolasi sosial: TUM: Klien 1. Setelah beberapa 1. Bina hubungan
menarik diri dapat kali interaksi klien saling percaya
berinteraksi menunjukkan tanda- dengan:
dengan orang tanda percaya
- beri salam setiap
lain kepada / terhadap
interaksi.
perawat: wajah
TUK: - perkenalkan
cerah,tersenyum,mau
1. Klien dapat nama,nama
berkenalan,ada
membina panggilan
kontak
hubungan saling perawat dan
mata,menceritakan
percaya tujuan
masalahnya dan
berkenalan.
bersedia
- tanyakan dan
mengungkapkan
panggil nama
masalahnya
kesukaan klien
- tunjukkan sikap
jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi

2. Klien mampu 2. Setelah beberapa 2.1 Tanyakan pada


menyebutkan kali interaksiklien klien tentang:
penyebab menyebutkan
- orang yang
menarik diri minimal satu
tinggal serumah
penyebab menarik
/ teman sekamar
diri dari: diri
klien.
sendiri,orang lain
- orang yang
dan lingkungan.
paling dekat
dengan klien di
rumah/diruang
perawatan.
- apa yang
membuat klien
dekat dengan
orang tersebut

2.2 Diskusikan
dengan klien
penyebab menarik
diri atau tidak mau
bergaul dengan
orang lain.

2.3 Beri pujian


terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
persaannya.
3. Klien mampu 3. Setelah beberapa 3.1 Tanyakan pada
menyebutkan kali interaksi dengan klien tentang:
keuntungan klien dapat
- manfaat
berhubungan menyebutkan
hubungan
sosial dan keuntungan
sosial.
kerugian berhubungan
- kerugian
menarik diri. sosial,misalnya:
menarik diri
banyak teman,tidak
kesepian,bisa 3.2 Diskusikan
diskusi, saling bersama klien
menolong. Dan tentang manfaat
kerugian menarik hubungan sosial dan
diri,misalnya: kerugian menarik
sendiri,kesepian dan diri.
tidak bisa diskusi. 3.3 Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya.

DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf

https://www.academia.edu/28333405/LAPORAN_PENDAHULUAN_HARGA_DIRI_RE
NDAH
https://www.academia.edu/37004552/LAPORAN_PENDAHULUAN_HARGA_DIRI_RE
NDAH

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDHULUAN

I. KASUS ( MASALAH UTAMA)


Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007). Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan
sebagai terganggunya  proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus.

2. RENTANG RESPON
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.

A. RESPON ADAPTIF
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan

B. RESPON PSIKOSOSIAL
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.

C. RESPON MALADAPTIF
Respon maladaptive adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain
dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan
sesuatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami
oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang
lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam (Damaiyanti,2012).

Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:


Rentang Respon Neurobiologis
RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Gangguan proses pikir


Presepsi akurat Ilusi waham
Emosi konsisten Emosi berlebihan/kurang Halusinasi
Perilaku sesuai Perilaku tidak terorganisir Kerusakan proses emosi
Hubungan sosial harmonis Isolasi sosial Perilaku tidak sesuai

3. PENYEBAB HALUSINASI
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga


yang mengalami gangguan jiwa (herediter), riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang
berulang.Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari
perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari
orang-orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebagian besar pasien
halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan
dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien
halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang
rendah serta pernah mengalami kegagalan dalam
hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi
sensori halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi,
penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.
c. Stress Lingkung Ambang toleransi terhadap tress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
d. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu
dalam menanggapistress(Prabowo, 2014).
e. Perilaku Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
f. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
g. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa peritah
memaksa dan menakutkan.Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
h. penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengotrol semua perilaku klien.
i. Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial
dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
j. Dimensi spiritual Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu(Damaiyanti,
2012).
4. Tanda gejala
a) Halusinasi penglihatan
Penderita halusinasi penglihatan akan melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Objek yang dilihat bisa manusia, benda, atau cahaya.
b) Halusinasi pendengaran
Penderita halusinasi pendengaran akan mendengar suara, perintah, atau
ancaman yang sebenarnya tidak ada.
c) Halusinasi penciuman
Penderita halusinasi penciuman akan mencium bau harum atau bau
yang tidak sedap, padahal bau tersebut sebenarnya tidak ada.
d) Halusinasi pengecapan
Penderita halusinasi jenis ini akan mengecap rasa yang aneh, misalnya
rasa logam, pada makanan atau minuman yang ia konsumsi, padahal
rasa tersebut sebenarnya tidak ada.
e) Halusinasi sentuhan
Penderita merasa seakan-akan ada seseorang yang meraba atau
menyentuhnya, atau merasa seperti ada hewan yang merayap di
kulitnya, padahal sebenarnya tidak ada.

5. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri
maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan
kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

DATA SUBJEKTIF
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang
mengancam.
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

DATA SUBJEKTIF
1. Wajah tegang, merah.
2. Mondar-mandir.
3. Mata melotot rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Keluar keringat banyak.
6. Mata merah

III. PATOFISIOLOGI
a) Pohon masalah
Pohon masalah berdasarkan (Fitria, 2009) adalah sebagai berikut

Effect resiko perilaku kekerasan

Core problem gangguan sensori presepsi (halusinasi)

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


b) Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan (Fitria, 2009) adalah
sebagai berikut :
1. Risiko tinggi Perilaku Kekerasan.
2. Perubahansensori persepsi halusinasi.
3. Harga diri rendah kronis

Data yang perlu di kaji :


1. A
2. B
3. C

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Gangguan sensori persepsi:halusinasi pendengaran berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi .
2) Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi.
3) Ketidakefektifan koping di keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi .

V. RENCANA KEPERAWATAN

N Rencana tindakan keperawatan rasional


O Tujuan dan kriteria Tindakan keperawatan
D evaluasi
X
1. TUM : 1) Bina hubungan saling Ekspresi wajah
Klien tidak percaya dengan bersahabat, menunjukkan
mencederai diri mengemukakan prinsip rasa senang, ada kontak mata,
sendiri, orang lain, komunikasi terapeutik : mau  berjabat tangan, mau
dan lingkungan. a. Sapa klien dengan menyebutkan nama, mau
ramah baik verbal menjawab salam, klien mau
TUK : ataupun non duduk berdampingan dengan
1. Klien dapat verbal. perawat, mau
membina b. Perkenalkan diri mengutarakan masalah yang
hubungan dengan sopan. dihadapinya.
saling c. Tanyakan nama
percaya lengkap klien dan
nama  panggilan
yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
f. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar
klien.

2. Klien 1. Adakan kontak sering dan Klien dapat menyebutkan


dapat singkat secara  bertahap. waktu, isi, dan frekuensi
mengenali 2. Observasi tingkah laku timbulnya halusinasi.
halusinasin klien yang terkait dengan
ya. halusianasinya:  bicara Klien dapat mengungkapkan
dan tertawa tanpa bagaimana perasaannya
stimulus dan terhadap halusinasi
memandang ke kiri kanan tersebut
atau ke depan seolah-olah
ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya :
a) Jika menemukan
klien sedang
berhalusinasi:
tanyakan apakah ada
suara yang
didengarnya.
b) Jika klien menjawab
ada, lanjutkan: apa
yang dikatakan suara
itu.
c) Katakan bahwa
perawat  percaya
klien mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh/
menghakimi).
d) Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien.
e) Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien:
Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan.
a) halusinasi (jika
sendiri,  jengkel,
atau sedih)
b) Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore dan
malam:
terus menerus
atau sewaktu-
waktu).
5. Diskusikan dengan klien
tentang apa yang
dirasakannya jika terjadi
halusinasi (marah, takut,
sedih dan senang), beri
kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
perasaanya.

3. Klien dapat 1. Identifikasi bersama Klien dapat menyebutkan


mengontrol klien tindakan yang tindakan yang biasanya
halusinasinya dilakukan jika dilakukan untuk
terjadi halusinasi mengendalikan halusinasinya
(tidur, marah, Klien dapat menyebutkan cara
menyibukkan diri, baru mengontrol halusinasi
dll).
2. Diskusikan manfaat
dan cara yang
digunakan klien jika
bermanfaat  beri
pujian kepada klien.
3. Diskusikan dengan
klien tentang cara baru
mengontrol
halusinasinya:
a. menghardik/
mengusir/
tidak
memedulikan
halusinasinya
b. Bercakap -
cakap dengan
orang lain jika
halusinasinya
muncul
c. Melakukan
kegiatan
sehari-hari.
1. Beri contoh cara Klien dapat
menghardik halusinasi: mendemonstrasikan cara
“Pergi! Saya tidak mau menghardik/ mengusir/ tidak
mendengar kamu, saya memedulikan halusinasinya
mau mencuci piring/
bercakap-cakap
dengan suster”.
2. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
3. Minta klien
mengikuti contoh
yang diberikan dan
minta klien
mengulanginya. Susun
jadwal latihan klien dan
minta klien untuk
mengisi jadwal
kegiatan (self-
evaluation).
4. Tanyakan kepada klien:
“Bagaimana perasaan
anda setelah
menghardik? Apakah
halusinasinya
berkurang?”, lalu
berikan pujian
 
1. Beri contoh percakapan Klien dapat
dengan orang lain: mendemonstrasikan
“suster, saya dengar bercakap-cakap dengan
suara-suara, temani orang lain.
saya bercakap-cakap.
2. Minta klien
mengikuti contoh
percakapan dan
mengulanginya.
3. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
4. Susun jadwal klien
untuk melatih diri,
mengisi kegiatan
dengan bercakap-cakap
dan mengisi jadwal
kegiatan self-
evaluation.
5. Tanyakan kepada klien:
“bagaimana perasaan
anda setelah latihan
bercakap-cakap?
Apakah halusinasinya
berkurang?” berikan
pujian.
1. Diskusikan dengan Klien dapat
klien tentang kegiatan mendemonstrasikan
harian yang dapat pelaksanaan kegiatan
dilakukan di rumah sehari-sehari.
dan di rumah sakit
(untuk klien
halusinasinya dengan
perilaku kekerasan
sesuai dengan kontrol
perilaku kekerasan).
2. Latih klien untuk
melakukan kegiatan
yang disepakati dan
masukkan ke dalam
jadwal kegiatan.
Minta klien mengisi
jadwal kegiatan self
evaluation).
3. Tanyakan kepada
klien: “bagaimana
perasaan anda setelah
melakukan kegiatan
harian? Apakah
halusinasinya
berkurang?“,
berikan pujian.
1. Anjurkan klien untuk Klien dapat mengikuti aktifitas
mengikuti terapi kelompok
aktivitas kelompok,
orientasi realita,
stimulasi persepsi.
1. Klien dapat Klien dapat
menyebutkan jenis, mendemonstrasikan
dosis, dan waktu kepatuhan minum obat untuk
minum obat serta mencegah halusinasi.
manfaat obat tersebut
(prinsip 5 benar : benar
orang, benar obat, benar
dosis, benar waktu, dan
benar cara
pemberian).
2. Diskusikan dengan
klien tentang jenis obat
yang diminum (nama,
warna, dan besarnya):
waktu minum obat (jika
3x: pukul 07.00,
13.00, dan 19.00)
dosis, cara.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar PustakaAli, Z. 2010, Pengantar Keperawatan Keluarga. EGC.

Jakarta.Departemen Kesehatan RI.kmk-no-908-2010-ttg-pelayanan-


keperawatankeluarga. Jakarta: DEPKESRI; 2010.Damayanti, M., & Iskandar.(2012).

Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung : RefikaAditamaFriedman, M. M. (2010). Buku


Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori,dan Praktek. Jakarta : EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201801044

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan

B. PROSES TERJADINNYA MASALAH

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).

2. Penyebab

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku


kekerasan adalah:

1) Teori Biologis

a) Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,


neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).

b) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi


potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut


penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

d) Faktor Biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak


contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

e) Brain Area Disorder


Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

2. Teori Psikogis

1. Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)

2. Imitation, modelling and information processing theory


Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar

memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam


suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain
diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 101).

c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).

b. Faktor Presipitasi

3. Rentang respon

Gambar Rentang Respon Marah


a. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial


budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan


3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain


dan lingkungan

b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh


dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial

2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan


kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari


hati

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak


teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

4. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor


predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:

1) Psikologis

Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor


psikologi perilaku kekerasan meliputi:

a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya


kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).

b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku


yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).

2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan


kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).

3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan


teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali
sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua
orang mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012: 31).

4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus


frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko
Prabowo, 2014: hal 143).

b. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,


baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,


kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.

2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa


terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lungkungan.

3) Lingkungan: panas, padat dan bising

5. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Wajah memerah dan tegang

f. Postur tubuh kaku

g. Pandangan tajam

h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari,


2015: 138) :

a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna

c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-


debar, rasa tercekik dan bingung

e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai


diri sendiri, orang lain dan lingkungan

f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

6. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang
meakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun
orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :

Data Subyektif :

a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam

b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Obyektif :

a. Wajah tegang merah

b. Mondar mandir

c. Mata melotot, rahang mengatup

d. Tangan mengepal

e. Keluar banyak keringat

f. Mata merah
h. Tatapan mata tajam
i. Muka merah

7. Pohon Masalah
Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan


a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perilaku kekerasan / amuk


Data Subyektif :

 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
10. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai


berikut (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).

1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain


2. Harga diri rendah kronik.

11. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Tujuan Umum

Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung


jawab

2. Tujuan Khusus

a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

1) Kriteria Evaluasi

a) Klien mau membalas salam

b) Kien mau berjabat tangan

c) Klien mau menyebutkan nama

d) Klien mau kontak mata

e) Klien mau mengetahui nama perawat

f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak

2) Intervensi

b) Beri salam dan panggil nama kien Sebutkan nama perawat


sambil berjabat tangan

c) Jelaskan maksud hubungan interaksi

d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

e) Beri rasa aman dan sikap empati

f) Lakukan kontak singkat tapi sering


b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan

1) Kriteria Evauasi

a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya

b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan


jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan)

2) Intervensi

a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya

b) Bantu klien mengungkap perasaannya

c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku


kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau


jengkel

b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang


dialami

2) Intervensi

a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat


marah/jengkel

b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien

c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat


jengkel/marah yang dialami

d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang


biasa dilakukan

1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan

c) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat


menyelesaikan masalah atau tidak

2) Intervensi

a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang


biasa dilakukan klien

b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku


kekerasan yang biasa dilakukan

c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien


lakukan masalahnya selesai

e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang


dilakukan klien

2) Intervensi

a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien

b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan


oleh klien

c) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru


yang sehat

f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam


berespon terhadap kemarahan secara konstruktif

1) Kriteria Evaluasi

a) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan


secara konstruktif.

2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain

g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

a) Fisik : olahragadan menyiram tanaman

b) Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak menyakiti

c) Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain

2) Intervensi

a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien

b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut

d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien


menstimulasi cara tersebut

e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya


jiak ia sedang kesal/jengkel

h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol


perilaku kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

a) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien


yang berperikalu kekerasan

b) Keluarga klien meras puas dalam merawat klien

2) Intervensi

a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap


apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien

c) Jelaskan cara merawat klien

d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien

e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah


melakukan demonstrasi

i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai


program pengobatan)

1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya

b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program


pengobatan

2) Intervensi

a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien

Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat


tanpa izin dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam


Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Trans Info MEdia.


LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negative atau
mengancam (Towsent alih bahasa,Daulima,1998).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu


kebutuhan atau mengharapakan untuk melibatakan orang lain, akan tetapi tidak dapat
membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995).

Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosialnya (Depkes,1994).

Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi


dengan lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang
lain dan tidak bisa berbagi pikiranya dan perasaanya (Rawlins,1993).

Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan


kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial
merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap
menyatakan sikap negatif dan mengancam dirinya (Townsend, M.C, 1998 : 52).

Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk


membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan berinteraksi
secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian berusaha untuk mengatasi
ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa
bersalah dan merasa tidak aman dengan berbagai respon. Respon yang terjadi dapat
berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Stuart and Sudeen, alih bahasa
Hamid,1998).
2. Rentang Respon Sosial

Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narkisme

Saling ketergantungan

Gambar.1.1 Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).

Keterangan dari rentang respon sosial :

1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan
seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan
langkahnya.
2. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan
interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.
6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan
hubungan dengan orang lain atau lingkunganya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada
orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan
orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.

(Townsend M.C,1998)

3. Penyebab

Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,
rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J,
1998)

1. Faktor predisposisi

Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri:
A. Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon
sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi
terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaburatif sewajarnya dapat
mengurangi masalah respon social menarik diri.

B. Faktor Biologik

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik


merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

C. Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan


akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan
ini, (Stuart and sudden, 1998).

2. Faktor persipitasi

Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik


diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:

A. Stressor sosiokultural

Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam


membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
B. Stressor psikologik

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan


kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan
(menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)

C. Stressor intelektual

1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai pikiran


dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain
D. Stressor fisik

1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri


dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
3) sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
4) (Rawlins, Heacock,1993)

4. Tanda Dan Gejala

1. Data Subjektif

Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data


subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak
“, “iya”, “tidak tahu”.

2. Data Objektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :

- Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.


- Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak
memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
- Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan klien lain / perawat.
- Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
- Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang
mobilitasnya.
- Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
- Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri
dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
- Posisi janin pada saat tidur.

KARAKTERISTIK PERILAKU

 Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.


 Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
 Kemunduran secara fisik.
 Tidur berlebihan.
 Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
 Banyak tidur siang.
 Kurang bergairah.
 Tidak memperdulikan lingkungan.
 Kegiatan menurun.
 Immobilisasai.
 Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
 Keinginan seksual menurun.

5 . Akibat dari Isolasi Sosial


Akibat isolasi sosial adalah resiko perubahan sensori
persepsihalusinasi. Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan
gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yg
dapat meliputi semua system penginderaan pada seseorang dalam keadaan
sadar penuh ( baik ).

Gejala Klinis :
• Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
• Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
• Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
• Tidak dapat memusatkan perhatian.
• Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
• Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
(Budi Anna Keliat,)

POHON MASALAH

Resiko perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial
Core problem

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

A. Isolasi Sosial :menarik diri

Data Subyektif :

 Klien mengatakan malas berbicara


 Klien mengatakan tidak ada hal yang perlu dibicarakan
 Klien mengatakan bingung hal apa yang ingin dibicarakan

Data Objektif :

 Klien menyendiri, banyak diam, tidak pernah memulai


pembicaraan
 Klien tidak mau berbicara
 Tidak ada kontak mata
 Klien selalu menghindar

A. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi

Data Subjektif:

 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan


stimulus nyata
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:

 Klien berbicara dan tertawa sendiri


 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
 Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi

C .Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Data subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:

 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Isolasi social:menarik diri

2. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

3. Gangguan Konsep Diri :Harga Diri Rendah

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No DX. Rencana Rasional
. Keperawata
n Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Isolasi TUM : Klien 1.Setelah 2 X 1.Bina hubungan Hubungan
Sosial mampu interaksi klien saling percaya saling percaya
berinteraksi menunjukan tanda- dengan : merupakan
dengan orang tanda percaya langkah awal
lain kepada atau - beri salam untuk
terhadap perawat : setiap melakukan
berinteraksi interaksi
-Wajah cerah,
TUK 1 : Klien tersenyum - Perkenalkan
dapat membina nama, nama
hubungan - Mau berkenalan panggilan
saling percaya perawat, dan
- Ada kontak mata tujuan perawat
-Bersedia berkrnalan
menceritakan - Tanyakan dan
perasaan panggil nama
-Bersedia kesukaan klien
mengungkapkan - Tunjukan sikap
masalahnya jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi
-Tanyakan
perasaan dan
masalah yang
dihadapi klien
- Buat kontrak
interaksi yang
jelas
-Dengarkan
dengan penuh
perhatian
ekspresi
perasaan klien

TUK 2 : 2.Setelah 2 kali 1.Tanyakan pada Dengan


interaksi klien klien tentang : mengetahu
Klien mampu dapat menyebutkan tanda-tanda dan
menyebutkan minimal satu -Orang yang gejala, kita
penyebab  tanda penyebab menarik tinggal serumah dapat
dan gejala diri : atau dengan menentukan
isolasi sosial sekamar klien langkah
-Diri Sendiri intervensi
-Orang yang
- Orang lain paling dekat selanjutnya
ddengan klien
- Lingkungan dirumah atau
            diruangan
perawatan
-Apa yang
membuat klien
dekat dengan
orang tersebut
-Orang yang
tidak dekat
dengan klien
dirumah atau
diruangan
perawat
-Apa yang
membuat klien
tidak dekat
dengan orang
tersebut
-Upaya yang
sudah dilakukan
agar dekat
dengan orang
tersebut

2.Diskusikan
dengan klien
penyebab
menarik diri /
tidak mau
bergaul dengan
orang lain

3.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaanya
TUK 3 : 3.Setelah 2 X 1.Tanyakan pada Reinforcement
interaksi dengan klien tentang : dpat
Klien mampu klien dapat meningkatkan
menyebutkan menyebutkan -Manfaat harga diri klien
keuntungan keuntungan hubungan sosial
berhubungan berhubungan sosial,
sosial dan -Kerugian
misalnya : menarik diri
kerugian
menarik diri -Banyak teman
- Tidak kesepian 2.Diskusikan
- Saling menolong bersama klien
tentang manfaat
berhubungan
sosial dan
Dengan kerugian kerugian
menarik diri menarik diri
misalnya :
-Sendiri
- Kesepian 3.Beri pujian
terhadap
- Tidak bisa diskusi kemampuan
            klien
mengungkapkan
perasaannya
TUK 4 : 4.Setelah 2 X 1.Observasi Mengetahui
interaksi klien perilaku klien sejauh mana
Klien dapat dapat tentang pengetahuan
melaksanakan melaksanakan berhubungan klien tentang
hubungan sosial hubungan soosial sosial berhubungan
secara bertahap secara bertahaap dengan orang
dengan : lain
-Perawat 2.Beri motivasi
dan bantuu klien
- Perawat lain untuk
berkenalan /
- Kelompok berkomunikasi
dengan perawat
lain, klien lain,
kelompok

3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas
kelompok
sosialisasi

4.Diskusikan
jadwal harian
yang dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan
klien
bersosialisasi

5.Beri motivasi
klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
jadwal yang
telah dibuat
6.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
memperluas
pergaulanya
melalui aktifitas
yang
dilaksanakan
TUK 5 : 5.Setelah 2X 1.Diskusikan Agar klien
interaksi klien dengan klien lebih percaya
Klien mampu dapat menyebutkan tentang diri untuk
menjelaskan perasaanya setelah perasaanya berhungan
perasaanya berhubungan sosial setelah dengan orang
setelh dengan : berhbungan lain
berhubungan sosial dengan :
sosial -Orang lain
-Orang lain
- Kelompok
- Kelompok

2.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaaanya
TUK : 6 6.Setelah 2X kali 1.Diskusikan Agar klien
pertemuan, pentingya peran lebih percaya
Klien mendapat keluarga dapat serta diri dan tau
dukungan menjelaskan : keluarganay akibat tidak
keluarga dalam sebagai berhubungan
memperluas -pengertian pendukung dengan orang
hubyngan sosial menarik diri untuk mengatasi lain
-tanda dan gejala perilaku menarik
menarik diri diri

-penyebab dan 2.Diskusikan


akibat menarik diri potensi keluarga
untuk membantu
-cara merawat klien klien mengatasi
menarik diri perilaku menarik
diri
3.Jelaskan pada
keluarga tentang
:
2.Setelah 2X -pengertian
pertemuan, menarik diri
keluarga dapat
mempraktekkan -tanda dan gejala
cara merawat klien menarik diri
menarik diri -penyebab dan
akibat menarik
diri
-cara merawat
klien menarik
diri

4.Latih keluarga
cara merawat
klien menarik
diri

5.Tanyakan
perasaan
keluarga setelah
mencoba cara
yang dilatihkan

6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi

7.Beri pujian
pada keluarga
atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit
TUK 7 : 7.1Setelah…. 2X 1.Diskusikan Minum obat
interaksi klien dengan klien dapat
Klien dapat menyebutkan : tentang manfaaat menyembuhkan
memanfaatkan dan kerugian penyakit klien
obat dengan -manfaat minum tidak minum
baik obat obat, nama,
-kerugian tidak warna, dosis,
meminum obat cara, efek terapi,
dan efek
-nama, warna, samping
dosis, efek terapi, penggunaan
efek samping obat obat.

7.2Setelah...kali 2.Pantau klien


interaksi klien saat penggunaan
mendemonstrasikan obat
penggunaan obat
dengan benar
3.Beri pujian
jika klien
7.3.Setelah...kali menggunakan
interaksi klien dapt obat dengan
menyebutkan benar
akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi dokter 4.Diskusikan
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi
dengan dokter

5.Anjurkan klien
untuk konsultasi
kepada dokter
atau perawat jika
terjadi hal-hal
yang tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044


PRODI KEPERAWATAN

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2020

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Defisit Perawatan Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna memepertahankan memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan dengan kondisi kesehatannya, klien  kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu dinyatakan terganggu keperawatan
keperawatan dirinya jika tidak  dirinya jika tidak dapat dapat melakukan
melakukan perawatan diri (Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan Defisit


perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah,2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto
dan Wartonah 2000).

2. Rentang Respon

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat yang tidak
dapat merawat diri sendiri adalah :

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri


 Bina hubungan saling percaya.
 Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
 Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
 Bantu klien merawat diri.
 Ajarkan ketrampilan secara bertahap.
 Buatkan jadwal kegiatan setiap hari.
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
 Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
 Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
 Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.

3. Penyebab

Menurut Tarwoto dan Wartonah 2000, penyebab kurang perawatan diri


adalah,

i. Kelelahan fisik
ii. Penurunan kesadaran

Menurut Dep Kes (2000:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :

1. Faktor predisisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien,
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan kien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuran perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah, yang dialami individu menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) Faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya, dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygine.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi, yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo
dan lain lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.

4. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000:20) Tanda dan gejala klien denga defisit perawatan diri
adalah:
a. Fisik
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b. Paikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku secara normal
 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarang tempat
 Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah

1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktvitas
c. Merasa tidak berdaya
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

5. Akibat
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
jebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

III. A. POHON MASALAH


Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri isolasi social.
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Defisit perawatan diri


2. Isolasi sosial
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
V. RENCANA KEPERAWATAN

TUM:

Klien dapat meningkatkan minat dan motivasi untuk memperhatikan


kebersihan diri.

TUK:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.


 Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.

Tindakan Keperawatan

a. Tujuan :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri,
 Pasien mampu melakukan berhias atau berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu malkukan BAB atau BAK
b. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara cara perawatan kebersihan diri, meliputi
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri,
 Menjelaskan alat alat untuk menjaga kebersihan diri,
 Menjelaskan cara cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktikan cara mejaga kebersihan diri
b) Melatih pasien berdandan atau berhias

Untuk pasien laki laki meliputi,

 Berpakain
 Menyisir rambut
 Bercukur

Untuk pasien wanita meliputi,

 Berpakain
 Menyisir rambut
 Berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
 Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
 Menjelaskan cara makan yang tertib
 Menjelaskan cara membersihkan alat makan
d) Mengajarkan pasien BAB/BAK
 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK yang
benar

Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan,


mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit
dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC


Keliat . B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta : EGC
Keliat . B.A. 2006. Proses Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamntal Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044


PRODI KPEPERAWATAN

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2020

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

MASALAH UTAMA

waham

PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004)

B. Rentang Respon

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas
perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan respon biologis
yang maladaptif. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre
frontal dan korteks limbic.Neurotransmitter : abnormalitas pada
dopamine, serotonin, dan glutamat. Virus : paparan virus influensa pada
trimester III Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak
peduli.
2. Faktor Presipitasi
Proses pengolahan informasi yang berlebihan
Mekanisme penghantaran listrik abnormal
adanya gejala pemicu
D. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

5. Waham Sisip Fikir


Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang
disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan

6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

7. Waham Siar Fikir


Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia
butuhkan walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang
dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

E. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
 Klien tampak tidak mempunyai orang lain
 Curiga
 Bermusuhan
 Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
 Takut, sangat waspada
 Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
 Ekspresi wajah tegang
 Mudah tersinggung

F. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

POHON MASALAH
Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan

Gangguan isi pikir : waham kebesaran

Koping individu tidak efektif

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI

1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri Hubungan social dengan orang lain yang terdekat
dalam kehidupan,
- kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang


 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan


 Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
 Kerusakan komunikasi : verbal
 Perubahan isi pikir : waham
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

G. Analisa Data
Data Subjektif Perubahan proses pikir :
- klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai waham
kenyataan
- Klien mengatakan berulang kali

Data Objektif :
- Klien tampak binggung
INTERVENSI (RENCANA KEPERAWATAN)
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: …………. 1. Setelah … x interaksi 1. Bina hubungan saling
Proses ………………… klien: percaya dengan klien:
Pikir : ………………… Mau menerima Beri salam
Waham kehadiran perawat di Perkenalkan diri,
TUK: sampingnya. tanyakan nama
Klien dapat Menyatakan mau serta nama
membina hubungan menerima bantuan panggilan yang
saling percaya perawat disukai.
dengan perawat Tidak menunjukkan Jelaskan tujuan
tanda-tanda curiga interaksi
Yakinkan dia
dalam keadaan
aman dan perawat
siap menolong
dan
mendampinginya
Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
Perhatikan keb
dasar dan beri
bantuan u/
memenuhinya
Klien dapat Klien menceritrakan 1. Bantu klien untuk
mengidentifikasi ide-ide dan perasaan mengungkapkan perasaan
perasaan yang yang muncul secara dan fikirannya.
muncul secara berulang dalam Diskusikan
berulang dalam fikirannya. (Setelah 2 X dengan klien
pikiran klien. interaksi) pengalaman yang
dialami selama ini
termasuk
hubungan dengan
orang yang
berarti,
lingkungan kerja,
sekolah, dsb.
Dengarkan
pernyataan klien
dengan empati
tanpa
mendukung /
menentang
pernyataan
wahamnya.
Klien dapat Klien dpt menyebutkan Bantu klien untuk
mengidentifikasi kejadian-kejadian sesuai mengidentifikasi
stressor/pencetus dengan urutan waktu kebutuhan yang tidak
wahamnya. serta terpenuhi serta
(Triggers Factor) harapan/kebutuhan-nya kejadian yang
yg tdk terpenuhi menjadi factor
seperti : Harga diri, rasa pencetu.
aman dsb. (2 X Diskusikan dengan
interaksi) klien tentang
kejadian-kejadian
transmatik yang
menimbulkan rasa
takut, anxietas
maupun perasaan
tidak dihargai.
Diskusikan dengan
klien cara-cara
mengatasi situasi
tersebut.
Diskusikan dengan
klien apakah ada
halusinasi yang
meningkatkan
fikiran / perasaan
yang terkait
wahamnya.
Hubungkan kejadian-
kejadian tersebut
dengan wahamnya.
Klien dapat Klien dapat Bantu klien
mengidentifikasi membedakan mengidentifikasi
wahamnya pengalaman nyata keyakinannya
dengan pengalaman yang salah tentang
wahamnya. (3x situasi yang nyata
interaksi) (bila klien sudah
siap)
Diskusikan
dengan klien
pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi
Katakan kepada
klien akan
keraguan perawat
terhadap
pernyataan klien
Diskusikan
dengan klien
respon perasaan
terhadap
wahamnya
Diskusikan
frekuensi,
intensitas dan
durasi terjadinya
waham
Bantu klien
membedakan
situasi nyata
dengan situasi
yang
dipersepsikan
salah oleh klien
Klien dapat Klien dapat menjelaskan Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi gangguan fungsi hidup pengalaman-pengalaman
konsekuensi dari sehari-hari yang yang tidak
wahamnya (2x diakibatkan ide-ide / menguntungkan sebagai
interaksi) fikirannya yang tidak akibat dari wahamnya
sesuai dengan kenyataan seperti :
seperti : Hambatan dalam
Hubungan berinteraksi dg
dengan orang orang lain
lain Perubahan dalam
Pekerjaan prestasi kerja /
Sekolah sekolah
Prestasi, dsb Ajak klien melihat
bahwa waham
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari
orang lain
Diskusikan
dengan klien
orang/tempat ia
minta bantuan
apabila wahamnya
timbul / sulit
dikendalikan.
Klien melakukan 6. Klien dapat melakukan Motivasi klien
teknik distraksi sbg aktivitas yang memilih dan
cara menghentikan konstruktif yang dapat melakukan
pikiran yg terpusat mengalihkan fokus klien aktivitas yang
pada wahamnya dari wahamnya, sesuai membutuhkan
dengan minatnya (3X perhatian dan
interaksi) ketrampilan fisik
Bicara dengan
klien topik-topik
yang nyata
Diskusikan
hobi/aktivitas
yang disukainya
Ikut sertakan klien
dalam aktivitas
fisik yang
membutuhkan
perhatian sebagai
pengisi waktu
luang
Bertanggung
jawab secara
personal dalam
mempertahankan /
meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
Beri penghargaan
bagi setiap upaya
klien yang positif
Klien dapat Keluarga dapat 7. Diskusikan dengan
dukungan keluarga menjelaskan keluarga tentang :
tentang Pengertian waham
pentingnya cara- Penyebab
cara merawat Gejala
klien di rumah Cara merawat
Keluarga dapat Follow up dan
menjelaskan obat
cara-cara
merawat klien di
rumah.(4X
pertemuan)

Klien dan keluarga Klien dapat Klien dengan


dapat menggunakan menggunakan obat kesadaran sendiri
obat dengan benar dengan benar termasuk : mau mentaati
Nama dan program terapi medik
orangnya Jelaskan dengan
Jenis obat klien / keluarga
Dosis pentingnya obat
Cara bagi kesehatan
penggunaan obat klien
Waktu Diskusikan
Side efek dan dengan klien jenis
tindakan yang obat, cara
harus dilakukan penggunaannya,
bila terjadi efek side efek obat
samping obat serta kapan dia
(3X interaksi) harus minta
pertolongan
apabila terjadi
sesuatu yang tidak
diinginkan
sebagai dampak
pemakaian obat
Jelaskan kepada
klien / keluarga
bahwa
pemberhentian /
perubahan dosis
harus
sepengetahuan
dan saran dari
dokter yang
merawat.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai