DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
YULINDA ANDRI ISTIANINGTYAS 201802044
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
1. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri merupakan salah
satu dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk semua umur dan
hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya
(Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013). Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan
tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa
bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (stuart dan
sundeen, 1995).
2. RENTANG RESPON
Respon Adaptif : Peningkatan diri, Resiko destruktif, Destruktif diri
tidak langsung.
Respon Malaadaptif : Pencederaan Diri, Bunuh diri.
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi
pada rentang yang masih normal dialami individu yang
mengalami perkembangan perilaku.
Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas
yang merusa kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah
kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi,
tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial,
dan perilaku yang menimbulkan stres.
Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan
diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan
dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan
cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan
membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh,
melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.
3. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadianm negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain- lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
5. AKIBAT
Dapat mengakibatkan keputusasaan
Menyalahkan diri sendiri
Perasaan gagal dan tidak berharga
Perasaan tertekan
Insomnia yang menetap
Penurunan berat badan
Berbicara lamban, keletihan
Menarik diri dari lingkungan sosial
Pikiran dan rencana bunuh diri
Percobaan atau ancaman verbal
V. RENCANA KEPERAWATAN
Keliat, Budi Anna. 1991 . Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta : Arcan
Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa (Depkes RI, 2002)
Gangguan harga diri adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 1999)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). Pada klien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
- Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukur pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal)
- Harapan akan stuktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
- Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagi
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini
banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negative.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
2. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan maladaprif (Fajariyah, 2012).
Keterangan:
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah yaitu :
1) Perkembangan individu yang meliputi :
- Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak
dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal pula untuk mencintai orang lain.
- Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang
atau orang tuanya atau orang yang dekat dengan individu yang
bersangkutan.
- Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang
tua atau terdekat sering mengkritik serta merevidasikan individu.
- Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2) Ideal diri
- Individu selalu dituntut untuk berhasil.
- Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
- Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa
percaya diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi atau stressor pencetud dari munculnya harga diri rendah
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga
keluarga merasa malu dan rendah diri.
2) Pengalaman traumatic berulang seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan,
aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon
terhadap trauma pada umumnya dan mengubah arti trauma tersebut dan
kopingnya adalah depresi dan denial.
Menurut Keliat tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien harga diri rendah
adalah :
5. Akibat
Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial :
menarik diri. Isolasi soasial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial. Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain :
Data subyektif
Data obyektif
(core problem)
Berduka disfungsional
2. Isolasi Sosial
V. RENCANA KEPERAWATAN
2.2 Diskusikan
dengan klien
penyebab menarik
diri atau tidak mau
bergaul dengan
orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
https://www.academia.edu/28333405/LAPORAN_PENDAHULUAN_HARGA_DIRI_RE
NDAH
https://www.academia.edu/37004552/LAPORAN_PENDAHULUAN_HARGA_DIRI_RE
NDAH
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDHULUAN
1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007). Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan
sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus.
2. RENTANG RESPON
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
A. RESPON ADAPTIF
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
B. RESPON PSIKOSOSIAL
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
C. RESPON MALADAPTIF
Respon maladaptive adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain
dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan
sesuatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami
oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang
lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam (Damaiyanti,2012).
3. PENYEBAB HALUSINASI
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
5. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri
maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan
kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
DATA SUBJEKTIF
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang
mengancam.
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
DATA SUBJEKTIF
1. Wajah tegang, merah.
2. Mondar-mandir.
3. Mata melotot rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Keluar keringat banyak.
6. Mata merah
III. PATOFISIOLOGI
a) Pohon masalah
Pohon masalah berdasarkan (Fitria, 2009) adalah sebagai berikut
V. RENCANA KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
1. Definisi
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
b) Genetic Faktor
d) Faktor Biokimia
2. Teori Psikogis
1. Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
3. Rentang respon
b. Respon Maladaptif
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
b. Faktor Presipitasi
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
g. Pandangan tajam
6. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang
meakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun
orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :
Data Subyektif :
Data Obyektif :
b. Mondar mandir
d. Tangan mengepal
f. Mata merah
h. Tatapan mata tajam
i. Muka merah
7. Pohon Masalah
Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
10. Diagnosa Keperawatan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evauasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
2) Intervensi
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya
2) Intervensi
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negative atau
mengancam (Towsent alih bahasa,Daulima,1998).
Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosialnya (Depkes,1994).
Saling ketergantungan
1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan
seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan
langkahnya.
2. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan
interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.
6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan
hubungan dengan orang lain atau lingkunganya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada
orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan
orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.
(Townsend M.C,1998)
3. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,
rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J,
1998)
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri:
A. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon
sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi
terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaburatif sewajarnya dapat
mengurangi masalah respon social menarik diri.
B. Faktor Biologik
C. Faktor Sosiokultural
2. Faktor persipitasi
A. Stressor sosiokultural
C. Stressor intelektual
1. Data Subjektif
2. Data Objektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
KARAKTERISTIK PERILAKU
Gejala Klinis :
• Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
• Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
• Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
• Tidak dapat memusatkan perhatian.
• Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
• Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
(Budi Anna Keliat,)
POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Core problem
Data Subyektif :
Data Objektif :
Data Subjektif:
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.Diskusikan
dengan klien
penyebab
menarik diri /
tidak mau
bergaul dengan
orang lain
3.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaanya
TUK 3 : 3.Setelah 2 X 1.Tanyakan pada Reinforcement
interaksi dengan klien tentang : dpat
Klien mampu klien dapat meningkatkan
menyebutkan menyebutkan -Manfaat harga diri klien
keuntungan keuntungan hubungan sosial
berhubungan berhubungan sosial,
sosial dan -Kerugian
misalnya : menarik diri
kerugian
menarik diri -Banyak teman
- Tidak kesepian 2.Diskusikan
- Saling menolong bersama klien
tentang manfaat
berhubungan
sosial dan
Dengan kerugian kerugian
menarik diri menarik diri
misalnya :
-Sendiri
- Kesepian 3.Beri pujian
terhadap
- Tidak bisa diskusi kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaannya
TUK 4 : 4.Setelah 2 X 1.Observasi Mengetahui
interaksi klien perilaku klien sejauh mana
Klien dapat dapat tentang pengetahuan
melaksanakan melaksanakan berhubungan klien tentang
hubungan sosial hubungan soosial sosial berhubungan
secara bertahap secara bertahaap dengan orang
dengan : lain
-Perawat 2.Beri motivasi
dan bantuu klien
- Perawat lain untuk
berkenalan /
- Kelompok berkomunikasi
dengan perawat
lain, klien lain,
kelompok
3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas
kelompok
sosialisasi
4.Diskusikan
jadwal harian
yang dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan
klien
bersosialisasi
5.Beri motivasi
klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
jadwal yang
telah dibuat
6.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
memperluas
pergaulanya
melalui aktifitas
yang
dilaksanakan
TUK 5 : 5.Setelah 2X 1.Diskusikan Agar klien
interaksi klien dengan klien lebih percaya
Klien mampu dapat menyebutkan tentang diri untuk
menjelaskan perasaanya setelah perasaanya berhungan
perasaanya berhubungan sosial setelah dengan orang
setelh dengan : berhbungan lain
berhubungan sosial dengan :
sosial -Orang lain
-Orang lain
- Kelompok
- Kelompok
2.Beri pujian
terhadap
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaaanya
TUK : 6 6.Setelah 2X kali 1.Diskusikan Agar klien
pertemuan, pentingya peran lebih percaya
Klien mendapat keluarga dapat serta diri dan tau
dukungan menjelaskan : keluarganay akibat tidak
keluarga dalam sebagai berhubungan
memperluas -pengertian pendukung dengan orang
hubyngan sosial menarik diri untuk mengatasi lain
-tanda dan gejala perilaku menarik
menarik diri diri
4.Latih keluarga
cara merawat
klien menarik
diri
5.Tanyakan
perasaan
keluarga setelah
mencoba cara
yang dilatihkan
6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi
7.Beri pujian
pada keluarga
atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit
TUK 7 : 7.1Setelah…. 2X 1.Diskusikan Minum obat
interaksi klien dengan klien dapat
Klien dapat menyebutkan : tentang manfaaat menyembuhkan
memanfaatkan dan kerugian penyakit klien
obat dengan -manfaat minum tidak minum
baik obat obat, nama,
-kerugian tidak warna, dosis,
meminum obat cara, efek terapi,
dan efek
-nama, warna, samping
dosis, efek terapi, penggunaan
efek samping obat obat.
5.Anjurkan klien
untuk konsultasi
kepada dokter
atau perawat jika
terjadi hal-hal
yang tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna memepertahankan memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan dengan kondisi kesehatannya, klien kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu dinyatakan terganggu keperawatan
keperawatan dirinya jika tidak dirinya jika tidak dapat dapat melakukan
melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto
dan Wartonah 2000).
2. Rentang Respon
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat yang tidak
dapat merawat diri sendiri adalah :
3. Penyebab
i. Kelelahan fisik
ii. Penurunan kesadaran
1. Faktor predisisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien,
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan kien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuran perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah, yang dialami individu menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) Faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya, dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygine.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi, yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo
dan lain lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktvitas
c. Merasa tidak berdaya
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
5. Akibat
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
jebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
TUM:
TUK:
Tindakan Keperawatan
a. Tujuan :
Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri,
Pasien mampu melakukan berhias atau berdandan secara baik
Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Pasien mampu malkukan BAB atau BAK
b. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara cara perawatan kebersihan diri, meliputi
Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri,
Menjelaskan alat alat untuk menjaga kebersihan diri,
Menjelaskan cara cara melakukan kebersihan diri
Melatih pasien mempraktikan cara mejaga kebersihan diri
b) Melatih pasien berdandan atau berhias
Berpakain
Menyisir rambut
Bercukur
Berpakain
Menyisir rambut
Berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
Menjelaskan cara makan yang tertib
Menjelaskan cara membersihkan alat makan
d) Mengajarkan pasien BAB/BAK
Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK yang
benar
Kriteria evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
MASALAH UTAMA
waham
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004)
B. Rentang Respon
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas
perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan respon biologis
yang maladaptif. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre
frontal dan korteks limbic.Neurotransmitter : abnormalitas pada
dopamine, serotonin, dan glutamat. Virus : paparan virus influensa pada
trimester III Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak
peduli.
2. Faktor Presipitasi
Proses pengolahan informasi yang berlebihan
Mekanisme penghantaran listrik abnormal
adanya gejala pemicu
D. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
E. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
Klien tampak tidak mempunyai orang lain
Curiga
Bermusuhan
Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
Takut, sangat waspada
Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
Ekspresi wajah tegang
Mudah tersinggung
F. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
POHON MASALAH
Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri Hubungan social dengan orang lain yang terdekat
dalam kehidupan,
- kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
G. Analisa Data
Data Subjektif Perubahan proses pikir :
- klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai waham
kenyataan
- Klien mengatakan berulang kali
Data Objektif :
- Klien tampak binggung
INTERVENSI (RENCANA KEPERAWATAN)
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: …………. 1. Setelah … x interaksi 1. Bina hubungan saling
Proses ………………… klien: percaya dengan klien:
Pikir : ………………… Mau menerima Beri salam
Waham kehadiran perawat di Perkenalkan diri,
TUK: sampingnya. tanyakan nama
Klien dapat Menyatakan mau serta nama
membina hubungan menerima bantuan panggilan yang
saling percaya perawat disukai.
dengan perawat Tidak menunjukkan Jelaskan tujuan
tanda-tanda curiga interaksi
Yakinkan dia
dalam keadaan
aman dan perawat
siap menolong
dan
mendampinginya
Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
Perhatikan keb
dasar dan beri
bantuan u/
memenuhinya
Klien dapat Klien menceritrakan 1. Bantu klien untuk
mengidentifikasi ide-ide dan perasaan mengungkapkan perasaan
perasaan yang yang muncul secara dan fikirannya.
muncul secara berulang dalam Diskusikan
berulang dalam fikirannya. (Setelah 2 X dengan klien
pikiran klien. interaksi) pengalaman yang
dialami selama ini
termasuk
hubungan dengan
orang yang
berarti,
lingkungan kerja,
sekolah, dsb.
Dengarkan
pernyataan klien
dengan empati
tanpa
mendukung /
menentang
pernyataan
wahamnya.
Klien dapat Klien dpt menyebutkan Bantu klien untuk
mengidentifikasi kejadian-kejadian sesuai mengidentifikasi
stressor/pencetus dengan urutan waktu kebutuhan yang tidak
wahamnya. serta terpenuhi serta
(Triggers Factor) harapan/kebutuhan-nya kejadian yang
yg tdk terpenuhi menjadi factor
seperti : Harga diri, rasa pencetu.
aman dsb. (2 X Diskusikan dengan
interaksi) klien tentang
kejadian-kejadian
transmatik yang
menimbulkan rasa
takut, anxietas
maupun perasaan
tidak dihargai.
Diskusikan dengan
klien cara-cara
mengatasi situasi
tersebut.
Diskusikan dengan
klien apakah ada
halusinasi yang
meningkatkan
fikiran / perasaan
yang terkait
wahamnya.
Hubungkan kejadian-
kejadian tersebut
dengan wahamnya.
Klien dapat Klien dapat Bantu klien
mengidentifikasi membedakan mengidentifikasi
wahamnya pengalaman nyata keyakinannya
dengan pengalaman yang salah tentang
wahamnya. (3x situasi yang nyata
interaksi) (bila klien sudah
siap)
Diskusikan
dengan klien
pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi
Katakan kepada
klien akan
keraguan perawat
terhadap
pernyataan klien
Diskusikan
dengan klien
respon perasaan
terhadap
wahamnya
Diskusikan
frekuensi,
intensitas dan
durasi terjadinya
waham
Bantu klien
membedakan
situasi nyata
dengan situasi
yang
dipersepsikan
salah oleh klien
Klien dapat Klien dapat menjelaskan Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi gangguan fungsi hidup pengalaman-pengalaman
konsekuensi dari sehari-hari yang yang tidak
wahamnya (2x diakibatkan ide-ide / menguntungkan sebagai
interaksi) fikirannya yang tidak akibat dari wahamnya
sesuai dengan kenyataan seperti :
seperti : Hambatan dalam
Hubungan berinteraksi dg
dengan orang orang lain
lain Perubahan dalam
Pekerjaan prestasi kerja /
Sekolah sekolah
Prestasi, dsb Ajak klien melihat
bahwa waham
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari
orang lain
Diskusikan
dengan klien
orang/tempat ia
minta bantuan
apabila wahamnya
timbul / sulit
dikendalikan.
Klien melakukan 6. Klien dapat melakukan Motivasi klien
teknik distraksi sbg aktivitas yang memilih dan
cara menghentikan konstruktif yang dapat melakukan
pikiran yg terpusat mengalihkan fokus klien aktivitas yang
pada wahamnya dari wahamnya, sesuai membutuhkan
dengan minatnya (3X perhatian dan
interaksi) ketrampilan fisik
Bicara dengan
klien topik-topik
yang nyata
Diskusikan
hobi/aktivitas
yang disukainya
Ikut sertakan klien
dalam aktivitas
fisik yang
membutuhkan
perhatian sebagai
pengisi waktu
luang
Bertanggung
jawab secara
personal dalam
mempertahankan /
meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
Beri penghargaan
bagi setiap upaya
klien yang positif
Klien dapat Keluarga dapat 7. Diskusikan dengan
dukungan keluarga menjelaskan keluarga tentang :
tentang Pengertian waham
pentingnya cara- Penyebab
cara merawat Gejala
klien di rumah Cara merawat
Keluarga dapat Follow up dan
menjelaskan obat
cara-cara
merawat klien di
rumah.(4X
pertemuan)
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama