Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012).
Bunuh diri merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian
secara global untuk semua umur dan hampir satu juta orang meninggal
karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

B. Macam-macam Bunuh Diri


Macam-macam bunuh diri dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa
kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan
sosial
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama
individu yang satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang
memiliki integritas yang kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana
individu yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma
dalam hidupnya
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim
pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri
fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
meningkat dan terasa berlebihan.
C. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai
berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untukmelakukan
tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat,
dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya
adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial,
kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensiyang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri
terjadi peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat
dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus
adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu
yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor
social maupunbudaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga
dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk
denial, rasionalization, regression dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan
koping alternatif.
D. Rentang Respon Protektif Diri
Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan bunuh diri


diri destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Keterangan :
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan
kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan
perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut
cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit
demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

E. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya


motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan
bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh
diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah
keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sesekali pasien
berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu
diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri.
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen , 2006 )


Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut
:
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau
sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila
tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa
pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya
tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan
yang dilakukan umumnya tidak mematikan karena mengalami
ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki kemampuan untuk
hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini dinamakan “crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
individu ingin mati dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat
yang mematikan, namun masih ada yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebelumnya. Suicide ini merupakan pilihan terakhir utnuk mengatasi
kesedihan yang mendalam

G. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala resiko bunuh diri menurut Fitria, Nita (2009) adalah
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis.
Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri
dituliskan dalam tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke
dalam faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko
rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan
meninggalkan mereka sendirian, keluarkan semua benda yang
kemungkinan berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri,
nilailah apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan
secara impulsif dan tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk
ditemukan. (contohnya, apakah pasien sendirian dan apakah pasien
memberitahukan orang lain?), dan reaksi pasien karena diselamatkan
(apakah pasien kecewa atau merasa lega?), dan apakah faktor-faktor
yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien
dengan gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan
jika keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika
pengobatan dapat dimulai secara cepat. Selain hal tersebut, perawatan
di rumah sakit mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan
abstinensia dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda
psokologis dari putus alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan
yang tinggi adanya gangguan depresif berat. Semua pasien yang
berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat harus dinilai kembali jika
mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius,
karena mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang
kacau dengan letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari
konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan
rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah yang mencetuskan
krisis dan bagaimana mereka biasanya berperan. Keterlibatan keluarga
atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin membantu dalam
menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang
menyebabkan mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak
mempengaruhi perilaku tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan
manfaat dari rehabilitasi jangka panjang, dan periode singkat
stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi tidak ada pengobatan jangka
pendek yang dapat diharapkan mengubah perjalanannya secara
bermakna.
I. Terapi Modalitas
Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah
1. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari
faktor fisik/ penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini
adalah terapi psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
2. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri,
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat serta mencapai
perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari
(bila ada) harus dalam keadaan terkunci
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan
menyapa pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan
keperawatan atau kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau
merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian
terpusat pada pengobatan, serta agar pasien menemukan
harapan baru bagi masa depannya.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Resiko bunuh diri (Riyadi, Surojo
dan Purwanto Teguh, 2009)
a. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan
melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini
juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,
merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist
bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

J. Komplikasi
1. Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi
2. Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia
3. Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien
dan keluarga (pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh
perawat adalah mengkaji factor resiko, factor predisposisi, factor
presipitasi, tanda dan gejala, dan mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009)
meliputi beberapa hal yaitu :
b. Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali
lipat dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status
bercerai, berpisah, atau janda memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar
dari pada orang menikah ( Jacobs, dkk dalam townsend 2009 )
c. Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh
wanita, tetapi tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan
oleh pria. Jumlah bunuh diri yang sukses dilakukan pria adalah
sekitar 70 %. Sedangkan wanita 30% ( townsend 2009 )
d. Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American journal of
psychiatry, pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya
berafiliasi dengan agama cenderung mencoba bunuh diri daripada
rekan-rekan non religious mereka (dervic, dkk.via townsend 2009)
e. Status social ekonomi
Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat
bunuh diri lebih tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan
sadock, 2007).
f. Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang
kulit putih berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh
penduduk asli amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan
asia amerika (pusat nasional statistic kesehatan dalam townsend
2009)
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai factor
resiko bunuh diri.
a. Factor resiko versi hatton, valente, dan rink (1977 dalam yusuf,
dkk, 205)
No Perilaku dan gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah sedang Tinggi atau
panik
2 Depresi Rendah sedang Berat
3 Isolasi-menarik diri Perasaan Perasaan tidak Tidak berdaya,
depresi yang berdaya, putus putus asa,
samar, tidak asa, menarik menarik diri,
menarik diri diri protes pada diri
sendiri
4 Fungsi sehari hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik
pada semua beberapa pada semua
aktivitas aktivitas aktivitas
5 Sumber sumber beberapa sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang penting/dekat beberapa Sedikit atau Tidak ada
hanya satu
8 Pelayanan psikiatri Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
yang lalu positif memuaskan negatif
terhadap
pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10 Pemakai alkohol dan Tidak sering sering Terus menerus
obat
11 Percobaan bunuh diri Tidak, atau Dari tidak Dari tidak
sebelumnya yang tidak fatal sampai dengan sampai
cara yang agak berbagai cara
fatal yang fatal
12 Disorientasi dan Tidak ada sedikit Jelas atau ada
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau tidak beberapa Jelas atau ada
sedikit
14 Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan
kadang ada dipikirkan konstan
pikiran tidak kadang kadang dipikirkan
ada rencana ada ide untuk dengan rencana
merencanakan yang spesifik

2. Factor predisposisi
a. Factor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat
keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh
diri dengan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis
psikiatri. Transmisi ini terlepas dari transmisi gangguan kejiwaan.
Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh diri tampaknya di mediasi
oleh transimi kecendrungan agresi impulsive, sifat yang
mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi untuk
bertindak atas pemikiran bunuh diri
b. Factor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina,
dan stressor

3. Pemeriksaan fisik
Pada pasien resiko bunuh diri biasanya ada bekas percobaan bunuh
diri pada leher dan pergelangan tangan, BB pasien menurun dan klien
tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala
sakit.

4. Factor social budaya


Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon inndividu yang merasa terpisah dan terlepas
dari arus utama masyarakat
b. Bunuh diri altruistik
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan
diintegraskan kedalam kelompok. Kelompok ini sering di atur oleh
ikatan budaya, agama, atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat,
sehingga individu bersedia mengorbankan untuk kelompoknya
tersebut
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan
seseorang ( misalnya perceraian, kehilangan pekerjaan ) yang
mengganggu perasaan keterkaitan dengan kelompok

5. Factor presipitasi
Factor pencetus resiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan
hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

6. Lingkungan psikososial
Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan
sosial, kejadian kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian.kekuatan dukungan sosial sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang teraoeutik, dengan
terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain lain.
7. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dapat menyebabkan sesorang melakukan tindakan
bunuh diri

8. Faktor biokimia
Pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat zat kimia
yang terdapat di dalam otak seperti serotinin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)

9. Sifat kepribadian
Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, implisif dan depresi.

10. Konsep diri


a. Gambaran diri
Biasanya klien merasa tidakmada yang disukai dari dirinya.
b. Identitas diri
Status klien dalam kehidupan, yang dapat menjadi faktor resiko
bunuh diri
c. Peran diri
Sikap dan prilaku, nilai, serata tujuan yang diharapkan. Biasanya
pasien merasa perannya kurang diharapkan dan tidak sesuai
dengan ideal dirinya
d. Ideal diri
Pasien biasanya merasa tidak adanya kesesuaian apa yang dia
pikirkan dengan lingkungan sekitarnya.
e. Harga diri
Klien biasanya bersifat agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan
jarang berinteraksi dengan orang lain.
11. Hubungan sosial
Klien biasanya kurang perduli dengan lingkungan nya, klien sering
diam, menyendiri, murung dan tidak bergairah, jarang berkomunikasi
dan selalu bermusuhan dengan teman yang lain serta sangat sensistif.

12. Spiritual
Klien biasanya sering mempermasalahkan tuhan atas apa yang
menimpanya namun klin percara akan adanya tuhan. Bianya klien
resiko bunuh diri jarang melakukan ibadah dan mendekatkan diri
kepada tuhan

13. Status Mental


a. Penampilan
Pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki penampilan
fisik yang tidak rapi, berpakaian harus disuruh, rambut tidak
pernah disisir dan tidak rapi, perubahan kehilangan fungsi, tidak
berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan apa yang
orang lain sampaikan
b. Pembicaraan
Klien dengan resiko bunuhdiri biasanya akan memberikan
jawaban yang pendek, afek datar, lambat dengan suara yang
pelan, tidak ada kontak mata dengan lawan bicara terkadang
terjadi blocking
c. Aktivitas motorik
Klien biasanya lebih banyak murung dan tak bergairah, serta
malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien menunjukan kontak mata yang kurang, afek
datar, klien jarang memandang lawan saat berkomuikasi
e. Memori
Klien akan kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
14. Mekanisme koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk
denial, rasionalization, regression, dan magical thinking.Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternatif.
Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan bunuh diri


diri destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.


Ancaman bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri
yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif
pada diri seseorang.

15. Tanda dan gejala


a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara
dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan klien saat ini?
2. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
3. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
lakukannya?Sudah berapa kali? Kapan terakhir melakukannya?
Dengan apa klien melakukan percobaan bunuh diri? apa yang
menyebabkan klien ingin melakukan percobaan bunuh diri?
7. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh
diri?

Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah:
1. Klien tampak murung
2. Klien tidak bergairah
3. Klien tampak banyak diam
4. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pohon masalah

Diagnosis : Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga diri rendah


Daftar Pustaka

Fitri, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Lp dan SPTK) untuk
7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan.
Jakarta : Penerbt Salemba Medika

Kelliat, Anna, Budi, dkk. (2007). Keperawatan Keseehatan Jiwa Komunitas :


CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC

Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Sutejo. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika

Atkinson (1999).Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth


Edition.Washington, DC, Amerika Psychiatric Association, 1994

Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo &
Istiwidayanti.Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai