Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :
Indah Permata Sari (C.0105.19.039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS STIKES BUDI LUHUR


CIMAHI
2021
A. Kasus ( diagnosa utama )

Resiko bunuh diri


B. Pengertian

Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri
merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global
untuk semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

C. Macam-macam bunuh diri

1. Bunuh diri egoistik

Yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa


kepentingan individu lebih tinggi daripada kepentingan kesatuan
sosial.

2. Bunuh diri altruistik

Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antara sesama


individu yang satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat
yang memiliki integritas yang kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di
Jepang.

3. Bunuh diri anomi


Yaitu tipe bunuh yang berfokus pada keadaan moral dimana individu
yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam
hidupnya.
4. Bunuh diri fatalistik

Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh durkheim
pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan
norma yang berlaku d masyarakat melemah, sebalikya bunuh diri
fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
meningkat dan terasa berlebihan.

D. Etiologi
Menurut Fitria , Nita, 2009. Dalam buku prinsip dasar dan
aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7 diagnosis keperawatn jiwa
berat bagi program S – 1 keperawatan, etiologi dan resiko bunuh diri
adalah :
1. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang padapemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai
berikut :
a. Diagnosis psikiatrik
Lebih dari 90 % orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa.
Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya


resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.

c. Lingkungan psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya


adalah pengalaman keilangan, kehilangan dukungan sosial,
kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan sosial
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulumengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

d. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri


merupakan faktro penting yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.

e. Faktor biokimia

Dalam menunjukan bahwa pada klien dengan resiko bunuh dir


terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat didalam otak
seperti serotonin, adrealin, dan dopamine. Peningkatan zat
tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang otak electri
encephalo graph (EEG).
2. Faktor presipitasi

Perilaku destruktif yang dapat ditimbulkan oleh stress yang dialami


oleh individu. Pencetusnya sering klai berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat mencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupunpercobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan,

3. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubugan dengan banyak faktor, baik faktor
sosial maupun budaya. Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi sosial dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga
dapat mecegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme koping

Seorang klien mungkin memakai bebrapa variasi mekanisme koping


yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternatif.

E. Rentang respon protektif diri

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan Resiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri
diri destruktif diri tidak diri
langsung

Perilaku bunuh diri menunjukan kegagalan mekanisme koping.


Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada seseorang.
Keterangan :

1) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,


yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2) Pertumbuhan-peningkatan beresiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
3) Perilaku destruktif tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesjahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang beresiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja.
5) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan.

F. Proses terjadinya perilaku bunuh diri

Motivasi Niat Penjabaran Krisis bunuh Tindakan


gagasan diri bunuh diri

Hidup atau Konsep  Jeritan minta tolong


mati bunuh diri  Catatan bunuh diri

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh
diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut ( Yosep
dan sutini , 2014). Obat-obat yang biasa digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah :
a. SSRI ( selective serotonine reuptake inhibitor (fluoksetin 20 mg/hari
per oral), venalaksin (75-225 mg/hari per oral)
b. Nefazodon (300-600 mg/hari per oral)
c. Trazodon (200-600 mg/hari per oral)
d. Bupropin (200-600 mg/hari per oral)
Obat-obat tersebut sering dipilih karen tidak beresiko letal akibat
overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan
sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin
dan serotonin kedua neurotransmiter ini dilepas diseluruh otak dan
membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhatian, mood,
proses sensori, dan nafsu makan.

H. Tanda dan gejala menurut Fitria , Nita (2009)


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keingininan untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukan perilaku yang mencurigakan / biasanya menjadi sangat
patuh
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung / berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, dan mengasingkan diri ).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihatsebagai orang yang
depresi, psikosis dn menyalahgunakan alkohol)
10.Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit krois atau
terminal)
11.Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau megalami
kegagalan dalam karir)
12.Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
13.Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
14.Pekerjaan
15.Konflik interpersonal
16.Latar belakang keluarga
17.Menjadi korban perilaku kekerasan sejak kecil
I. Proses keperawatan

1. Pengkajian
a. Data fokus
Format/data fokus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
( Yusuf, Firyasari, dan Nihayati, 2015 )
1. Keluhan uama : keluhan yang muncul pada saat pengkajian
yang mengarah pada tanda-tanda resiko bunuh diri
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
a. Riwayat percobaan bunuh diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian
boderline, paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilanangan dan proses
berduka.
3. Konsep diri
Klien umumnya mengatakan hal yang negatif tentang
dirinya, yang menunjukan harga diri rendah.
4. Alam perasaan
a. Sedih
b. Putus asa
(klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan
yang sangat mendalam).
5. Interaksi selama wawancara
a. Tidak koperatif
b. Defensive
c. Kontak mata kurang
d. Curiga
(klien biasanya menunjukan afek yang datar atau tumpul)

6. Afek
a. Datar
b. Tumpul
7. Mekanisme koping maladptif
a. Mencederai diri
b. Menghindri
(klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara
menghindar dan mencederai diri)
8. Masalah psikososial dan lingkungan
a. Masalah dengan dukungan keluarga
b. Masalah dengan perumahan

b.Masalah keperawatan

Resiko bunuh diri

c.Analisa data

No Data Masalah
1. a. mempunyai ide untuk buhun diri Resiko bunuh diri
b. mengungkapkan keinginan untuk mati
c. mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
d. impulsif
e. mnunjukan perilaku yang
mencurigakan / biasanya sangat patuh
f. memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. verbal terselubunng/ banyak bicara
tentang kematia, menanyakan tentang
obat dosis mematikan
h. status emosional (harapan, penolakan,
cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri )
i. kesehatan mental (secara klinis, klie
terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
j. kesehatan fisik (biasanya pada klien
dengan penyakit kronik atau terminal)
k. pengangguran (tidak bekerja,kehilangan
pekerjaan,atau mengalami kegagalan
dalam karier)
l. umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. status perkawinan (mengalami
kegagalan dalam perkawinan)
n. pekerjaan
o. konflik interpersonal
p. latar belakang keluarga
q. orientasi seksual
r. sumber-sumber personal
d.Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan


(pada diri sendiri,orang
lain,lingkungan dan
verbal)
Effect

Risiko bunuh diri


Core problem

Harga diri rendah


causa

(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014)

2. Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri

(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014)

3. Intervensi keperawatan

N KLIEN KELUARGA
O
SPIP SPIK
1. Mengidentifikasi benda-benda -mendiskusikan masalah yang
yang dapat membahayaka klien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda-benda yang klien
dapat membahayakan klien - menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontak treatment gejala risiko bunuh diri dan jenis
4. Mengajarkan cara-cara perilaku bunuh diri yang dialami klien
mengendalikan dorongan bunuh beserta proses terjadinya
diri -menjelaskan cara-cara merawat klien
5. Melatih cara mengendalikan risiko bunuh diri
dorongan bunuh diri
SP2P SP2K
1. Mengidentifikasi aspek positif - Melatih keluarga mempraktikan
klien cara merawat klien dengan risiko
2. Mendorong klien untuk berfikir bunuh diri
positif tentang diri - Melatih keluarga mempraktikan
3. Mendorong klien untuk cara merawat langsung kepada
menghargai diri sebagai individu klien risiko bunuh diri
yang berharga
SP3P SP3K
1. Mengidentifikasi pola koping yang Membantu keluarga membuat jadwal
biasa diterapkan klien aktifitas dirmah termasuk minum obat
2. Menilai pola koping yang biasa (discharge planning)
dilakukan mengidentifikasi pola Menjelaskan follow up klien setelah
koping yang konstruktif pulang
3. Mendorong klien memilih pola
koping yang konstruktif
4. Menganjurkan klien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiata harian
SP4P SP4K
1. Membuat rencana masa depan Menjelaskan follow up klien setelah
yang relistis bersama klien pulang
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan klien
melakukan kegiatan dalam rangka
merai masa depan yang realistis
4. Mengajurkan klien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian

SP5P SP5K
1. Memberi dorongan klien Membantu keluarga membuat jadwal
melakukan kegiatan dalam rangka aktifitas dirumah termasuk minum obat
merai masa depam yang realistis (discharge planning)
2. Menganjurkan klien memasukan Menjelaskan follow up klien setelah
dalam jadwal kegiatan harian pulang

(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014)

Anda mungkin juga menyukai