Disusun Oleh :
Indah Permata Sari (C.0105.19.039)
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri
merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global
untuk semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh durkheim
pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan
norma yang berlaku d masyarakat melemah, sebalikya bunuh diri
fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
meningkat dan terasa berlebihan.
D. Etiologi
Menurut Fitria , Nita, 2009. Dalam buku prinsip dasar dan
aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7 diagnosis keperawatn jiwa
berat bagi program S – 1 keperawatan, etiologi dan resiko bunuh diri
adalah :
1. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang padapemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai
berikut :
a. Diagnosis psikiatrik
Lebih dari 90 % orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa.
Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
c. Lingkungan psikososial
d. Riwayat keluarga
e. Faktor biokimia
3. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubugan dengan banyak faktor, baik faktor
sosial maupun budaya. Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi sosial dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga
dapat mecegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme koping
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh
diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut ( Yosep
dan sutini , 2014). Obat-obat yang biasa digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah :
a. SSRI ( selective serotonine reuptake inhibitor (fluoksetin 20 mg/hari
per oral), venalaksin (75-225 mg/hari per oral)
b. Nefazodon (300-600 mg/hari per oral)
c. Trazodon (200-600 mg/hari per oral)
d. Bupropin (200-600 mg/hari per oral)
Obat-obat tersebut sering dipilih karen tidak beresiko letal akibat
overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan
sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin
dan serotonin kedua neurotransmiter ini dilepas diseluruh otak dan
membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhatian, mood,
proses sensori, dan nafsu makan.
1. Pengkajian
a. Data fokus
Format/data fokus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
( Yusuf, Firyasari, dan Nihayati, 2015 )
1. Keluhan uama : keluhan yang muncul pada saat pengkajian
yang mengarah pada tanda-tanda resiko bunuh diri
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
a. Riwayat percobaan bunuh diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian
boderline, paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilanangan dan proses
berduka.
3. Konsep diri
Klien umumnya mengatakan hal yang negatif tentang
dirinya, yang menunjukan harga diri rendah.
4. Alam perasaan
a. Sedih
b. Putus asa
(klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan
yang sangat mendalam).
5. Interaksi selama wawancara
a. Tidak koperatif
b. Defensive
c. Kontak mata kurang
d. Curiga
(klien biasanya menunjukan afek yang datar atau tumpul)
6. Afek
a. Datar
b. Tumpul
7. Mekanisme koping maladptif
a. Mencederai diri
b. Menghindri
(klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara
menghindar dan mencederai diri)
8. Masalah psikososial dan lingkungan
a. Masalah dengan dukungan keluarga
b. Masalah dengan perumahan
b.Masalah keperawatan
c.Analisa data
No Data Masalah
1. a. mempunyai ide untuk buhun diri Resiko bunuh diri
b. mengungkapkan keinginan untuk mati
c. mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
d. impulsif
e. mnunjukan perilaku yang
mencurigakan / biasanya sangat patuh
f. memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. verbal terselubunng/ banyak bicara
tentang kematia, menanyakan tentang
obat dosis mematikan
h. status emosional (harapan, penolakan,
cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri )
i. kesehatan mental (secara klinis, klie
terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
j. kesehatan fisik (biasanya pada klien
dengan penyakit kronik atau terminal)
k. pengangguran (tidak bekerja,kehilangan
pekerjaan,atau mengalami kegagalan
dalam karier)
l. umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. status perkawinan (mengalami
kegagalan dalam perkawinan)
n. pekerjaan
o. konflik interpersonal
p. latar belakang keluarga
q. orientasi seksual
r. sumber-sumber personal
d.Pohon masalah
2. Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
3. Intervensi keperawatan
N KLIEN KELUARGA
O
SPIP SPIK
1. Mengidentifikasi benda-benda -mendiskusikan masalah yang
yang dapat membahayaka klien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda-benda yang klien
dapat membahayakan klien - menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontak treatment gejala risiko bunuh diri dan jenis
4. Mengajarkan cara-cara perilaku bunuh diri yang dialami klien
mengendalikan dorongan bunuh beserta proses terjadinya
diri -menjelaskan cara-cara merawat klien
5. Melatih cara mengendalikan risiko bunuh diri
dorongan bunuh diri
SP2P SP2K
1. Mengidentifikasi aspek positif - Melatih keluarga mempraktikan
klien cara merawat klien dengan risiko
2. Mendorong klien untuk berfikir bunuh diri
positif tentang diri - Melatih keluarga mempraktikan
3. Mendorong klien untuk cara merawat langsung kepada
menghargai diri sebagai individu klien risiko bunuh diri
yang berharga
SP3P SP3K
1. Mengidentifikasi pola koping yang Membantu keluarga membuat jadwal
biasa diterapkan klien aktifitas dirmah termasuk minum obat
2. Menilai pola koping yang biasa (discharge planning)
dilakukan mengidentifikasi pola Menjelaskan follow up klien setelah
koping yang konstruktif pulang
3. Mendorong klien memilih pola
koping yang konstruktif
4. Menganjurkan klien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiata harian
SP4P SP4K
1. Membuat rencana masa depan Menjelaskan follow up klien setelah
yang relistis bersama klien pulang
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan klien
melakukan kegiatan dalam rangka
merai masa depan yang realistis
4. Mengajurkan klien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP5P SP5K
1. Memberi dorongan klien Membantu keluarga membuat jadwal
melakukan kegiatan dalam rangka aktifitas dirumah termasuk minum obat
merai masa depam yang realistis (discharge planning)
2. Menganjurkan klien memasukan Menjelaskan follow up klien setelah
dalam jadwal kegiatan harian pulang