Anda di halaman 1dari 12

RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi penyakit

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan akibatnya yang
dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat ( Maramis dalam Yosep&Titin, 2014
). Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang mengancam nyawa ( Fitria, 2009 ). Jadi dapat
disimpulkan bahwa resiko bunuh diri adalah sesorang yang beresiko menyakiti diri sendiri
untuk mengakhiri hidupnya secara sengaja dalam waktu yang singkat.

Resiko bunuh diri adalah perilaku individu melukai diri baik yang secara langsung dan
disengaja untuk mengakhiri hidup (Herdman, 2012). Bunuh diri menjadi bagian dari 20
penyebab utama kematian di dunia untuk semua umur dan kurang lebih satu juta orang
meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz, 2013).

B. Tanda dan Gejala Resiko Bunuh Diri

Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala risiko bunuh diri meliputi mempunyai ide bunuh diri,
mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan,
menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh), memiliki riwayat
percobaan bunuh diri, verbal terselubung ( berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan ), status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, dan mengasingkan diri ), kesehatan mental (secara klinik, klien terlihat sebagai orang
yang depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol ), dan kesehatan fisik ( biasanya pada
pasien pada penyakit kronis atau terminal).

C. Etiologi

Faktor Predisposisi Lima faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku destruktif-diri


sepanjang siklus kehidupan individu adalah sebagai berikut :

1) Diagnosis Psikiatrik Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 90% orang dewasa yang
memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka dengan melakukan bunuh diri memiliki
riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Ada 3 gangguan jiwa yang dapat menyebabkan
seorang individu menjadi berisiko untuk berupaya bunuh diri diantaranya gangguan
afektif, penyalah gunaan zat serta skizofrenia.

2) Sifat Kepribadian Tiga tipe kepribadian individu yang memiliki kaitan erat dengan
perilaku bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya
adalah pengalaman kehilangan orang atau benda berharga, kehilangan dukungan sosial,
pengalaman negatif selama hidup, penyakit kritis, perpisahan, hingga perceraian.
Kuatnya dukungan sosial sangatlah penting dalam terciptanya intervensi keperawatan
yang terapeutik, penyebab masalah dan respons individu dalam menghadapi masalah
tersebut dan lain-lain.

4) Riwayat Keluarga Riwayat keluarga terdahulu pernah melakukan percobaan bunuh diri
merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.

5) Faktor Biokimia Data menunjukkan pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang otak
Electro Encephalo Graph (EEG).

Faktor Presipitasi Perilaku destruktif diri dapat diakibatkan oleh stress berlebihan yang
dirasakan oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa pengalaman hidup yang
memalukan. Faktor lainnya yang dapat menjadi penyebab perilaku destruktif adalah
individu tersebut melihat atau membaca berita melalui media cetak maupun elektronik
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Pada
individuindividu yang sedang labil emosinya, hal yang seperti itu dapat memicu individu
tersebut melakukan hal yang sama.

D. Rentang Respons Protektif diri

Sumber : Yusuf (2015)

Keterangan :
a. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.

b. Pertumbuhan-peningkatan beresiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih


normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
c. Perilaku destruktif tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak, merebut,
berjudi, tindakan kriminal, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial,
dan perilaku yang menimbulkan stress.

d. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja.

e. Bunuh diri, yaitu tindakan angresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

E. Klasifikasi Bunuh Diri

Yosep (2010) menyatakan bunuh diri dan upaya bunuh diri dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, yaitu:

1) Bunuh diri Egoistik Pada kasus ini individu cenderung tidak memiliki kemampuan
berinteraksi dengan masyarakat. Kebudayaan yang dimiliki oleh individu yang berbeda
dari masyarakat sekitar sehingga membuat individu tersebut terlihat tidak memiliki
berkepribadian.

2) Bunuh diri altruistik Individu cenderung berupaya melakukan bunuh diri karena individu
merasa dirinya dikenal sebagai yang terbaik dari suatu kelompok, individu merasa
tertekan karena ekspektasi yang besar dikelompoknya.

3) Bunuh diri anomik Adanya gangguan keseimbangan unifikasi diantara masyarakat dan
individu yang terlibat, individu tersebut dianggap mengabaikan atau melakukan hal yang
bertentangan dengan aturan yang berlaku di masyarakat, seringkali bagi masyarakat
individu tersebut dianggap tidak memiliki kaidah sebagai pedoman ataupun tujuan, dan
sebaliknya masyarakat dianggap tidak memiliki kemampuan dalam memberikan
kepuasan kepada individu karena peraturan dan pengawasan terhadap kebutuhan individu
tersebut tidak ada.

F. Patofisiologi

Erat kaitannya antara depresi dengan bunuh diri. Depresi yang dialami individu dapat
menyebabkan individu berupaya bunuh diri demi terlepas dari rasa depresi. Namun sebagian
besar dari mereka tidak menunjukkan gejala klinis. papun tujuannya perilaku ingin bunuh
harus ditanggapi dengan serius. Biasanya orang yang ini melakukan bunuh diri memiliki
rencana yang spesifik untuk mati dan cenderung memiliki alasan serta nilai- nilai yang kuat
untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
1) Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri biasanya tidak disertai ancaman dan percobaan
bunuh diri hanya saja pada kondisi ini pasien cenderung sudah memiliki keinginan
ataupun ide bunuh diri yang tidak diperlihatkan secara langsung pada orang lain.

2) Ancaman bunuh diri Adanya ancaman untuk mati dari pasien, pasien sudah aktif
memikirkan bunuh diri dan respon kita bisa mempengaruhi sikap pasien.

3) Upaya bunuh diri Pada kondisi ini klien aktif melakukan upaya bunuh diri , seperti
gantung diri, minum racun, menyayat urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi seperti jembatan atau gedung

4) Bunuh diri Jika tidak berhasil dicegah orang-orang yang memiliki tanda-tanda klinis ingin
bunuh diri akan mungkin mati.

G. Komplikasi

Keinginan bunuh diri dapat berpengaruh negatif terhadap emosi pelakunya. Tindakan tersebut
dapat membuat pikiran menjadi tidak fokus dan memengaruhi aktivitas sehari-hari.
Selain itu, percobaan yang dilakukan terlalu sering dapat meninggalkan cedera atau luka
serius. Contoh, minum racun dapat menyebabkan kerusakan otak dan kegagalan organ.

H. Data Penunjang

Guided imagery adalah relaksasi yang membuat perasaan serta pikiran rileks, tenang dan
senang dengan membayangkan sesuatu hal seperti lokasi, seseorang atau suatu kejadian yang
membahagiakan. Relaksasi ini dilakukan dengan konsentrasi hingga mencapai kondisi
nyaman dan tenang (Kaplan & Sadock, 2010). Guided imagery adalah metode dengan
imajinasi individu mencapai efek positif (Smeltzer & Bare, 2013). Penelitian (Beck, 2012)
memaparkan, terapi Relaksasi Guided imagery mampu mengurangi konsumsi oksigen dalam
tubuh, metabolisme, pernapasan, tekanan darah sistolik, kontraksi ventrikular prematur dan
ketegangan otot, menurunkan hormon kortisol. Gelombang alpha otak meningkatkan hormon
endorphin yang membuat nyaman, tenang, bahagia dan meningkatkan imunitas seluler. Terapi
Relaksasi Guided imagery efektif terhadap penurunan depresi pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi (Nicolussi, Sawada, Mara, Cardozo, & Paula, 2016).

I. Penatalaksanaan medis

Menurut PPNI (2018) penatalaksanaan resiko bunuh diri dengan intervensi utama pencegahan
bunuh diri adalah :
1) Observasi

a) Identifikasi gejala resiko bunuh diri ( mis. Gangguan mood, halusinasi, delusi, panik,
penyalahgunaan zat, kesedihan, gangguan kepribadian )

b) Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri

c) Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin ( mis. Barang pribadi, pisau cukur,
jendela )

d) Monitor adanya perubahan mood atau perilaku

2) Terapeutik
a) Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh diri
d) Berika lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau ( mis. Tempat tdur
dekat ruang perawat )
e) Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu ( mis. Rapat staf, pergantian shif )
f) Lakukan intervensi perlindungan ( mis. Pembatasan area, pengekangan fisik ) jika
perlu
g) Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi berorientasi pada
masa sekarang dan masa depan
h) Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan ( mis.orang yang
dihubungi, kemana mencari bantuan )
3) Edukasi
a) Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain
b) Anjurkan menggunakan sumber pendukung ( mis. Layanan spiritual , penyedia
layanan)
c) Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang terdekat
d) Informasikan sumber daya masyarakat dan program tersedia
e) Latih pencegahan resiko bunuh diri ( mis. latihan asertif, relaksasi otot progresif )
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai indikasi
b) Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA

c) Rujuk ke pelayanan kesehatan mental, jika perlu.


J. Nursing Pathway

K. ASUHAN KEPERAWATAN

A) PENGKAJIAN

Menurut Stuart (2013), faktor predisposisi yang melatarbelakangi terjadinya resiko bunuh
diri meliputi diagnosa psikiatri, sifat kepribadian, lingkungan psikososial, riwayat
keluarga, faktor biokimia. Sedangkan faktor presipitasinya meliputi perilaku desdruktif
diri seperti stress berlebihan, kejadian yang memalukan, masalah interpersonal,
kehilangan pekerjaan atau ancaman pengangguran, melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri.

Menurut Fitria (2009), data yang perlu dikaji dalam masalah risiko bunuh diri meliputi :

a. Subjektif :

1. Mengungkapkan keinginan bunuh diri.


2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan

6. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.

7. Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

b. Objektif

1. Implusif

2. Menunjukan perilaku mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)

3. Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol)

4. Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)

5. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier)

6. Umur 15-19 tahun atau diatas 45

7. Status perkawinan yang tidak harmonmis.

Dalam pengkajian risiko bunuh diri terdapat kriteria untuk menilai tingkat risiko
bunuh diri yang terjadi, yaitu SIRS (Suicidal Intention Rating Scale). ( Yusuf,
2015)

Skor Intensitas
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.

1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri.

2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

3 Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendirian atau saya


bunun diri”.

4 Aktif mencoba bunuh diri.


Keterangan skor:
Skor 0 : Resiko Rendah
Skor 1-2 : Resiko Sedang
Skor 3-4 : Resiko Tinggi

B) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosa keperawatan utama klien dengan perilaku resiko bunuh diri adalah Resiko
bunuh diri berhubungan dengan gangguan perilaku,gangguan psikologis
(penganiayaan masa kanak kanak, riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja
homoseksual, gangguan psikiatrik, penyalahgunaan zat). Sedangkan diagnosa
keperawatan terkait lainnya adalah resiko menciderai diri sendiri
C) INTERVENSI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus pada masalah
halusinasi sebagai diagnose penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang
dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa resiko bunuh diri berhubungan
dengan gangguan perilaku adalah sebagai berikut
Diagnosa SLKI SIKI
Resiko bunuh diri Kontrol Diri (L.09076) Pencegahan Bunuh Diri
berhubungan dengan Setelah dilakukan (I.145338)
gangguan perilaku tindakan keperawatan Obervasi :
selama 6x pertemuan Identifikasi gejala resiko
klien bisa mengontrol bunuh diri (mis. Gangguan
diri dengan kriteria mood, halusinasi, delusi,
hasil: Verbalisasi panik, penyalahgunaan zat,
keinginan bunuh diri (5) kesedihan, gangguan
Verbalisasi isyarat kepribadian).
bunuh diri (5) Teraupetik :
Verbalisasi ancaman 1. Libatkan keluarga
bunuh diri (5) dalam perencanaan
Verbalisasi rencana perawatan.
bunuh diri (5) 2. Lakukan
Keterangan: pendekatan secara
1: Meningkat langsung dan tidak
2: Cukup meningkat menghakimi saat
3: Sedang membahas bunuh
4: Cukup menurun diri
5: Menurun 3. Tingkatkan
pengawasan pada
kondisi tertentu
(mis. rapat staf,
pergantian shift)
4. Lakukan intervensi
perlindungan (mis.
pembatasan area,
pengekangan fisik,
jika diperlukan
Kolaborasi:
1. Anjurkan
menggunakan
sumber pendukung
(mis. layanan
spiritual, penyedia
layanan)
2. Latihan pencegahan
resiko bunuh diri
(mis. latihan asertif,
relaksasi guided
imagery)
3. Kolaborasi
pemberian obt
antiansietas atau
antipsikotik

D) IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun


tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan danperawatan
serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan (Nursalam, 2015).

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata


sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum
terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan
(Dalami, 2014). Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak
ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa untuk resiko bunuh diri adalah
menggunakan teknik relaksasi guided imagery dengan langkah sebagai berikut :

1. Duduk atau berbaring di tempat yang tenang dan nyaman

2. Tutup mata, tarik napas yang dalam beberapa kali lalu embuskan

3. Bayangkan sesuatu atau tempat yang damai, misalnya pemandangan pegunungan,


hutan yang rimbun, pantai tropis yang tenang, atau tempat favorit yang bisa
membuat merasa rileks

4. Pikirkan detail yang ada di tempat tersebut, mulai dari suara, aroma, atau sensasi
saat berada di sana

5. Bayangkan sedang berjalan di tempat itu sambil menikmati setiap suara di


sekitarnya

6. Bersantailah, lanjutkan napas dalam-dalam

7. Setelah 15 menit, hitung sampai tiga lalu buka mata

Respon emosional terhadap situasi, memicu sistem limbik dan perubahan sinyal
fisiologis pada sistem saraf perifer dan otonom yang mengakibatkan melawan stres
(Snyder, 2007). Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan
psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stress (Hart, 2008).
E) EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi somatif yaitu evaluasi dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP (Nursalam, 2015).
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien (Dalami, 2014). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu: evaluasi proses
atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan.
Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. Evaluasi keperawatan yang diharapkan
pada pasien dengan resiko bunuh diri adalah keadaan klien yang tetap aman dan selamat,
dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri, klien mampu meningkatkan harga dirinya, dan
klien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aditomo, A., & Sofia, R. (2014). Perfeksionisme, Harga Diri, Dan Kecenderungan Depresi Pada
Remaja Akhir. Jurnal Psikologi, NO.1(1-14).
Fahrul, Alwiya, M., & Ingrid, F. (2014). Rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien
skizofrenia. Jurnal of Natural Science, Vol. 3 (2)
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Jannah,S.R. (2017). Tinjauan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Bunuh Diri.
Idea Nursing Journal, 1(1), 32-38.
Rahmantika, M. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa Dengan Menarik Diri Di
RS Jiwa Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG Malang. KTI dipublikasikan
Ranitasari. (2016). Resiko Bunuh Diri pada Sdr.R dengan Skizofrenia Paranoid di Ruang Bima RSUD
Banyumas. KTI tidak dipublikasikan. Purwokerto: Program Studi DIII Keperawatan,
Poltekkes Kemenkes Semarang.
Sukamto, E., Rusini, M., & Agustina. (2014). HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI
PELAKSANA DALAM MENCEGAH IDE BUNUH DIRI PADA PENDERITA
GANGGUAN JIWA. Jurnal Husada Mahakam, 3(7).
Wahyudi, A., & Fibriana, A.I. (2016). FAKTOR RESIKO TERJADINYA SKIZOFRENIA (Studi
Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Pati II Tahun 2014). Public Health Perspective Journal,
1(1).

Anda mungkin juga menyukai