Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO BUNUH DIRI

OLEH :

INDAH YANET CAHYANI

C01418077

D KEPERAWATAN 2018

PROGRAM STUDIILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.  (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa” dinyatakan
sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada
kematian (2007). 

2. Etiologi
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.
Terbagi menjadi :
1) Faktor Genetik
1) 1,5 –  3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.

2) Faktor Biologis lain


Faktor Biologis lain .
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) Diabetes Penyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS Faktor Psikososial & Lingkungan
3) Faktor Psikososial & Lingkungan Faktor genetik (berdasarkan penelitian) :
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek
berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang  berkembang,
memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung sosial akibat klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya atau mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dll.

3. Akibat Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :


 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala :


 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan

Tiga macam perilaku yang memungkinkan pasien melakukan bunuh diri yaitu :
 Isyarat bunuh diri : ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “tolong jaga anak anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah,
sedih marah, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal hal
negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
 Ancaman bunuh diri: umumnya diucapkan oleh pasien. Berisi keinginan
untuk mati serta disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut, secara aktif pasien
telah memikirkan
 Rencana bunuh diri tapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri: tindakan pasien menciderai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

5. Faktor yang mempengaruhi


Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja
yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas
protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka
yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa.
Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada
puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam otak
itu bisa menjadi petunjuk dalam neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak)
kejiwaan manusia. Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar
ketiga cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban
kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh
adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi.
Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan
bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi
pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di sini merupakan asupan
yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan
kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Sering
kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu
diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter.
Kita perlu memperhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra
yang halus, seperti minum racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang
pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.

Faktor isolasi sosial dan Human Relations


Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan
atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa
dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.

Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar


Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya
akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta
ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan
kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku


resiko bunuh diri meliputi:
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.

Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko untuk
perilaku resiko bunuh diri

Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku
resiko bunuh diri.

a) Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau
ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
b) Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
c) Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh
diri.
d) Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.

6. Gambaran klinis dan diagnosis


Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas yang
penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resiko
bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, umur lanjut, dan
isolasi sosial. Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang
berhasil membuat resiko makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronik,
pembedahan yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula
pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur masalah–
masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian anggota keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil,
biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung pada alkohol. Bunuh
diri merupakan 15% sebab kematian pada kedua kelompok orang diatas. Sedangkan
resiko tinggi untuk peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu
kehilangan anggota keluarga. Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang, oleh sebab
itu menjadi faktor pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para
pasien skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada penemuan
dan terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko bunuh diri saat
mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban bunuh diri yang berhasil tidak
pernah mencoba pada masa sebelumnya, biasanya mereka akan berhasil pada percobaan
pertama. Walaupun para pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau menunjukkan
perilaku yang mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan bunuh diri yang
berhasil dalam 10 tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak merusak diri
seperti memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang jelas tidak mematikan tanpa
keinginan sungguh untuk membunuh diri. Berbagai motif mungkin berada dibelakang ini,
termasuk manipulasi secara sengaja dan amarah yang tak sadar terhadap orang lain yang
berarti dalam hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat memenuhi kriteria untuk
gangguan anti sosial atau ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan
gagasan aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah peristiwa
parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya berperilaku bunuh diri
yang mendekati letal sedangkaan ia menyangkal adanya gagasan bunuh diri itu. Varian
yang paling sering dijumpai ialah pasien yang minum obat overdosis secara berulang dan
tidak bertujuan. Pasien macam ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian tanpa
gejala psikiatrik gawat. Mereka sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya
setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih senang, dan ternyata sulit
untuk menentukan perawatan dengan agak paksa. Namun demikian, lebih bijaksana
untuk menahan orang semacam ini secara paksa atau involunter bila frekuensi perilaku
parasuisidanya meningkat.

7. Pedoman wawancara dan psikoterapi


Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah merasa ingin
menyerah saja terhadapa hidup ini? atau mereka merasa lebih baik mati. Pendekatan
seperti ini membewa stigma kecil saja dan dapa diterima oleh kebanyakan orang. Lalu
bicaralah soal tepatnya apa yang dipikirkan oleh pasien? Dan catatlah semua pikiran itu.
Begitu masalahnya telah mulai diperbincangkan, gunakan kata seperti “bunuh diri” dan
mati daripada “cidera” atau “melukai” karena beberapa pasien bingung dengan kata-kata
itu dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila mereka ingin
membunuh dirinya.
Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah
pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda hanya punya pikiran yang
kurang baik saja atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh dirinya? Apakah pikiran
bunuh diri anda hanya sepintas saja atau benar-benar serius? Pertimbangkan umur pasien
dan kecanggihan serta keinginan dan cara bunuh dirinya. Cocokkan ucapan dan rencana
dari cara yang akan dilakukan itu.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a) Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina
atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan
benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
b) Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap,
berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
c) Penyakit psikiatrik : uoaya bunuh diri sebelumnya, kelainan, afektif, zat adiktif,
depresi remaja, gangguan mental lansia
d) Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple
(pindah, kehilangan,putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit
kronik.
e) Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus
asa, harga diri rendah, antisocial
f) Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
 Perkenalkan diri dengan klien
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting,
tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
 keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,kematian, dan lain
lain.  Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan). Klien dapat menggunakan koping yang
adaptif Tindakan:
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

HARGA DIRI RENDAH

OLEH :

INDAH YANET CAHYANI

C01418077

D KEPERAWATAN 2018

PROGRAM STUDIILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021
A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
ideal diri. Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan.
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri.

2. Penyebab

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Dalam
tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil
sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah
kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :

a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,


tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya

3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orangtua,


tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh,
perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara
umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik.
Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif
dan meningkat saat dirawat.

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif
akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta
terfiksasi pada tahap perkembangan awal.

3. Jenis Harga Diri Rendah


Merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang yang
penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan
melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri
yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan diri atau harga diri
rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
b. Kronik Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada
pasien gangguan jiwa.

4. Proses terjadinya masalah


a. Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

Faktor predisposisi citra tubuh adalah :


1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.

Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :

a) Penolakan

b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak konsisten,terlalu


dituruti,terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar.

Faktor predisposisi gangguan peran adalah :


(1) Stereotipik peran seks
(2) Tuntutan peran kerja
(3) Harapan peran kultural.
Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :
(a) Ketidakpercayaan orang tua
(b) Tekanan dari peer gruup
(c) Perubahan struktur sosial

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.

1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu melakukan
peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai dalam melakukan
perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran
dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan peran
yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak
mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang peran yang sesuai :
(a) Trauma peran perkembangan
(b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
(c) Transisi peran situasi
(d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
(e) Transisi peran sehat-sakit
(f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh, perubahan
bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan keperawatan.

3) Perilaku
(a) Citra tubuh Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak
bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha
rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
(b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain, produkstivitas menurun,
gangguan berhubungan ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik,
penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada diri, menarik
diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi pada orang lain, merasa
tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
(c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang tentang
diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu empati pada orang lain,
masalah estimasi
(d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan terpisah dari diri,
perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang
seksualitas diri,sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti
dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya ingat,
gangguan penilaian, kepribadian ganda.

5. Tanda dan gejala


Menurut Carpenito dalam keliat perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah
antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Menarik diri dari hubungan sosial
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Perasaan lemah dan takut
e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
g. Hidup yang berpolarisasi
h. Ketidakmampuan menentukan tujuan
i. Merasionalisasi penolakan
j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart tanda- tanda klien dengan harga diri rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri

6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah
menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini menyebutkan penampilan seseorang
yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuanya.
Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,maka akan berdampak pada orang
tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik
diri. Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

7. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi
pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan
Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
c. Terapi Modalitas Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi) ECT adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang granmal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4 – 5 joule/detik.

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
Jangka pendek :
1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2. Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok sosial, keagamaan,
politik.
3. Kegiatan yang memberi dukungan sementara : kompetisi olah raga kontes
popularitas.
4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara : penyalahgunaan
obat-obatan.

Jangka Panjang :

1. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari


orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi
diri sendiri.
2. Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.

Mekanisme Pertahanan Ego:

Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,


disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan
orang lain.

Anda mungkin juga menyukai