Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :

Kadek Yona Ariska


19089014057

Semester VI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Bunuh diri merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara
global untuk semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013). Bunuh diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
merupakan keputusan terakhir dariindividu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak
diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008).
Bunuh diri juga merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi
gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa
rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik
untuk bunuh diri. (Yusuf, Fitryasari, & Endang, 2015, hal. 140). Resiko bunuh
diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri
kehidupan (Herdman, 2012).
Bunuh diri adalah tindakan sengaja membunuh diri sendiri. Menyakiti diri
adalah istilah lebih luas yang mengacu pada kesengajaan meracuni diri sendiri
secara sengaja atau dengan menciderai diri, yang mungkin tidak memiliki niat
fatal atau hasil (WHO, 2014)
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalanu
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart,
2006).
Jadi dapat disimpulkan bahwa resiko bunuh diri adalah salah satu tindakan
untuk mencederai diri sendiri dikarenakan stress yang berkepanjangan yang
dimana gagal dalam beradaptasi, merasa terisolasi, tidak bisa memecahkan
masalah yang di hadapinya sehingga menggambil keputusan untuk mengakhiri
kehidupnya.
B. Etiologi
Menurut Damaiyanti (2012), etiologi dari resiko bunuh diri yakni:
1. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan efektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi
c. Lingkungan psikososial
Pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadiankejadian
negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan dan bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapiutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab maslah,
respon seorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonim,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup
yang memalukan. Faktur lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat
atau membaca melalui medaia mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunu diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.
3. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh
diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun budaya.
Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi
stres dan menurunkan angka bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh
diri. Seseorang yang akrif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapt mencegah seseorang melakukan Tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression dan megical thinking. Mekanisme pertahanan diri
yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Adapun faktor lain yang dapat memicu atau mempengaruhi terjadinya resiko
bunuh diri yakni seperti:
1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri.
Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap
otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan
bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri
lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Hj.
Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang
menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian
menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan
dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia. Karena
itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan itu di
dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus bunuh
diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin. Apa penyebab umum yang
meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh adanya masalah yang
membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi. Itulah yang sering
membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa
juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di
sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu
bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang
erat kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang idak menyadari
Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan,
kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu
memperhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra
yang halus, seperti minum racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras
dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi
di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan
hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi.
Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan
keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh istri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha
bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat
memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
C. Psikopatologi
Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga
melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Perilaku
bunuh diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat
dari gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untul bunuh diri dengan alasan, berniat, melakukan bunuh diri, mengembangkan
gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri.
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri. (Fitria,
2009).
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
1. Isyarat Bunuh
Diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “tolong jaga
anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih
baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang
kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai
dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Ancaman bunuh diri
pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri.
3. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini
pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami
depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
4. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri).
9. Mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alkohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber sosial.
20. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil.
E. Klasifikasi Perilaku Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan
secara non verbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan
sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks
peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi
seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan
sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh
diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
F. Rentan Respon
Respon Adaftif Respon Maladaftif
Peningkatan Beresiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri
diri destruktif diri tidak diri
langsung

Perilaku bunuh diri menunjukan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan
koping dan mekanisme adaptif padadiri seseorang.

Respon Maladaftif
Respon Adaptif

Peningkatan Besiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri


destruktif diri tidak diri
diriKeterangan Rentan respon, Yosep, Iyus (2009):
langsug
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan
tidak optimal.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

G. Respon Umum Fungsi Adaptif


Pengkajian kegawadaruratan jiwa berdasarkan RUFA (Mahardika, 2013) yaitu:
Table 2.1 RUFA Resiko Bunuh Diri
Skor 1-10 Skala Skor 11-20 Skala Skor 21-30 Skala RUFA
RUFA RUFA
Percobaan bunuh Ancaman bunuh Isyarat bunuh diri :
diri : diri : 1. Mungkin sudah
1. Aktif 1. Aktif memiliki ide
mencoba memikirkan untuk mengakhiri
bunh diri rencana bunuh hidupnya. Namun
dengan cara: diri namun tidak di sertai
a. Gantung tidak disertai ancaman dan
diri percobaan percobaan bunuh
b. Minum bunuh diri diri
racun
c. Memoton
g urat
nadi
d. Menjatuh
kan diri
dari
tempat
tinggi
2. Mengalami 2. Mengatakan 2. Mengungkapkan
depresi ingin bunuh perasaan seperti
diri namun rasa
tanpa rencana bersalah/sedih/ma
yang spesifik rah/putus asa
3. Mempunyai 3. Menarik diri 3. Mengungkap kan
rencana dari pergaulan hal-hal yang
bunuh diri social negatif tentang
yang spesifik dirinya sendiri
4. Menyimpan 4. Mengatakan
alat untuk tolong jaga
bunuh diri keluarganya atau
(pistol, silet mengatakan
dan pisau) sesuatu akan lebih
baik tanpa saya

H. Tahapan Rentang Perkembangan Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yan dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati
dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki
kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help”
sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di
selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum
obat yang mematikan. walaupun demikian banyak individu masih
mengalami ambivalen akan kehidupannya
6. Suicide, Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri. hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang
berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari
individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.
I. Mekanisme Koping
1. Mood/ Affek
Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation,
sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau
melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa
dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah,
mengharapkan untuk dihukum.
2. Perilaku/ Behavior
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti
tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitif, mengeluh
sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial: menolak untuk minum,
menggunakan obat – obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman –
temannya, kegiatan – kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal
yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
4. Ketrampilan koping
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total
tidak berdaya.

Sedangkan mekanisme koping menurut Stuart (2006) yakni


mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
J. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Harga Diri Rendah


Penyebab

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh dir
adalah dengan
1. Terapi farmakologi.
Menurut (videbeck, 2008), obatobat yang biasanya digunakan pada
klien resiko bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor)
(fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75- 225 mg/hari per oral),
nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral),
dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut
akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya
norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh
otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood,
proses sensori, dan nafsu makan.
2. Terpi Modalitas
Adapun terpi modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah:
a. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/penyimpangan pasien adalah akibat dari
factor fisik/penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melakukan terapi
ini adalah terapi psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
b. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan
unuk berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk
Kembali ke masyarakat serta mencapai perubahan Kesehatan yang
positif. Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-
hal sebagai berikut:
1) Secara psikologis
a) Ruangan aman dan nyaman
b) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai
diri sendiri atau orang lain
c) Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di almari
(bila ada) harus dalam keadaan terkunci
d) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan
ruangan mudah di pantau oleh petugas Kesehatan
e) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien
f) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
2) Lingkungan social
a) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas Kesehatan
menyapa pasien sesering mungkin
b) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan
keperawatan atau kegiatan medis lainnya
c) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau
merendahkan
d) Meningkatkan harga diri pasien
e) Sertakan keluarga dalam rencana asuha keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
3) Lingkungan spiritual
a) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah
b) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat
pada pegobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru bagi
masa depan.
c. Terapi aktivitas
Terapi aktivitas kelompok (TAK) pada pasien resiko bunuh diri
menurut Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009) yakni :
1) Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui
hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga
menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan
akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan
individu dan kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota
dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat
dikoreksi dan dipelajari.
II. Knsep dasar asuhan keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan utama dari proses keperawatan,
pengkajian mereflesksikan isi, proses dan informasi yang berhubungan dengan
kondisi bilogis, psikologis, sosial dan spiritual klien yang terdiri atas
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah pasien (Keliat, 2006).
Untuk menyaring data di perlukan format pengkajian yang didalamnya
berisi: identitas pasien, alasan masuk rumah sakit, faktor predisposisi,
pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, masalah psikososial, lingkungan pengetahuan, maupun
aspek medik.
1. Identitas Klien
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, dan dari penanggung jawab.
2. Keluhan utama dan alasan masuk
Keluhan utama atau alasan masuk ditanyakan pada keluarga/ klien, apa yang
menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Keluhan biasanya
berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
3. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/ frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, di tuduh kkn, dipenjara tiba
– tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Faktor presipitasi
Faktor internal dan eksternal: trauma dan ketegangan peran ( transisi peran :
perkembangan, situasi, dan sehat sakit ).
5. Aspek fisik
Mengukur dan mengobservasi TTV, ukur TB dan BB, aktivitas seharihari,
pola tidur, pola istirahat, rekreasi dan kaji fungsi organ tubuh bila ada
keluhan.
6. Aspek psikososial
a. Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi.
b. Konsep diri :
1) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran diri : Tugas yang diemban dalam keluarga, Berubah atau
berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua ,
putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri : Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas dll.
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri : Hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya.
c. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
7. Status mental
Kontak mata klien kurang/ tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian
c. Mandi klien dan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien
d. Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah
minum obat.
9. Mekanisme koping
Apabila klien mendapat masalah, maka kliem takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
11. Pengetahuan
Dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang
dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bias berupa ECT, terapi lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi,
dan terapi lingkungan, TAK, serta rehabilitasi ( Khaidir Muhaj, 2009 )
B. Diagnose Keperawatan
1. Harga diri Rendah
2. Resiko bunuh diri
3. Resiko Perilaku Kekerasan
C. Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl No.Dx Dx. Perencanaan


Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Risiko Bunuh TUM : 1. Setelah ....x... menit selam...jam klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Diri Klien dapat mengendalikan menunjukkan tanda-tanda percaya pada a. kenalkan diri pada klien
dorongan untuk bunuh diri. perawat : b. Tanggapi pembicaraan klien dengan
a. Menjawab salam sabar dan tidak menyangkal
TUK 1 : b. Mau menerima perawat c. Bicara tegas,jelas dan jujur
Klien dapat membina c. Ada kontak mata d. Bersifat hargai dan bersahabat
hubungan saling percaya d. Mau berjabat tangan e. Temani klien saat keinginan
mencederai diri meningkat
f. Jauhkan klien ari bena-bena (eperti :
pisau, silet, gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah .....x..menit selama.....jam klien 1.1 Dengar kan keluhan yang dirasakan klien
Klien mampu dapat mengekpresikann perasaannya : 1.2 Bersikap empati untuk meninkatkan
mengekpresikan perasaannya. a. Menceritakan peneritaan secara unkapan keraguan, ketakutan dan
terbuka dan konstruktif dengan oran keprihatinan.
lain.
1.3 Beri dorongan kepada klien untuk
mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapan karena harapan adalah hal yang
terpenting dalam kehidupan.
TUK 3 : 2. Setelah .....x....menit selama...jam klien 3.1 Bantu klien untuk memahami bahwa ia
Klien dapat meningkatkan dapat mengenang dan meninjau kembali dapat mengatasi aspek-aspek keputusan
harga diri kehiupan secara positif : dan memisahkan dari aspek harapan.
a. Mempertimbangkan nilai-nilai dan 3.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber
arti kehidupan. internal individu (outonomi, mandiri,
b. Mengekpresikan perasaan-perasaan rasional pemikiran kognitif , fleksibelitas
yang optimis tentang yang ada. dan spiritualitas.
3.3 Bantu klien mengidentifikasi sumber-
sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan hak-hak untuk
diselesaikan).
3.4 Bantu klien mengembangkan tujuan-
tujuan realitas jangka panjang dan angka
pendek (beralih dari yang sederhana ke
yang lebih komplek dapat menggunakan
suatu poster tujuan untuk menandakan
jenis dan waktu untuk pencapaian tujuan-
tujuan spesifik).
TUK 4 : 3. Setelah ....x...menit selama ...jam klien 1.1. Ajarkan klien untuk mengantisipasi
Klien menggunakan dapat mengekpresikan perasaan tentang pengalaman yang dia senang melakukan
dukungan sosial. hubungan yang positif dengan orang setiap hari ( misal : beralan, membaca
terdekat : buku favorit dan menulis surat).
a. Mengekpresikan percaya diri dengan 1.2. Bantu klien untuk mengenali hal-hal yang
hasil yang diinginkan. dicintai yang ia sayang dan penting
b. Menekpresikan percaya ddiri dengan terhadap kehidupan orang lain disamping
diri dan orang lain. tentan kegagalan dalam kesehatan.
c. Menatap tujuan-tujuan yang realitis. 1.3. Beri dorongan pada klien untuk berbaai
keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai masalah dan penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi tersebut dengan
koping yang efektif.
TUK 5 : 4. Setelah ...x... menit selama...jam , 1.1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
Klien menggunakan sumber tersedia (keluarga, lingkungan ekternal individu (orang terdekat,
dukungan sosial. dan masyarakat) : timpelayanan kesehatan, kelompok
a. Keyakinan makin meningkat pendukung, agama dianutnya).
1.2. Kaji sistem pendukung keyakinan(nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
Lakukan rujukan selesai indikasi
D. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi benda – benda yang 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
dapat membahayakan pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Amankan benda yang dapat 2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala
membahayakan pasien resiko bunuh diridan jenis perilaku
3. Ajarkan cara mengendalikan bunuh diri yang dialami pasien
dorongan bunuh diri beserta proses terjadinya
4. Latih cara mengendalikan dorongan 3. Jelaskan cara merawat pasien bunuh
bunuh diri diri
SP 2 SP 2
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Identifikasi askep positif pasien 2. Latih keluarga mempraktikan cara
3. Dorong pasien berfikir positif merawat pasien dengan resiko bunuh
4. Dorong pasien menghargai diri diri
sendiri 3. Latih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
risiko bunuh diri.
SP 3 SP 3
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi SP 1,2
2. Identifikasi pola koping yang dapat 2. Bantu keluarga membuat jadwal
diterapkan aktivitas di rumah termasuk minum
3. Menilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang )
dilakukan 3. Jelaskan kepada keluarga setelah
4. Identifikasi dan dorong pasien pulang
memilih pola koping yang
konstruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
SP 4 SP 4
1. Evaluasi SP 1,2,3 1. Evaluasi SP 1,2,3
2. Buat rencana masa depan yang 2. Latih langsung ke pasien
realistis 3. RTL keluarga: follow up dan
3. Identifikasi cara mencapai masa rujukan
depan yang realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan
yang realistis.
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih
sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan yang telah
dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014).

F. Evaluasi Keperawatan
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 adapan evalusia keperawatan
antara lain :
1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien
yang tetap aman dan selamat.
2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan
kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga
yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal
berikut.
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota
keluarga yang berisiko bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

fatmawati. (2021). Literature Review: Hubungan Respon Time Perawat Dengan


Keberhasilan Penanganan Pada Pasien Cedera Kepala . 6.
Hidayah, A. D., W, E. D. T., Fitriani, H., Zulistin, R., & Dermawanti, R. P. (2014).
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Resiko Bunuh
Diri. Paper Knowledge . Toward A Media History Of Documents.
Intan, E. R. (2018). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Pada Tn. R Dengan
Intervensi Inovasi Terapi Meditasi Ringan Dengan Mindfulness Terhadap
Penurunan Ide-Ide Bunuh Diri Di Ruang Belibis Rsjd Atma Husada Mahakam
Samarinda. 7(5), 1–2.
Http://Content.Ebscohost.Com/Contentserver.Asp?Ebscocontent=Dgjymnle80se
p7q4y9f3olcmr1gep7jssky4sa6wxwxs&Contentcustomer=Dgjympgptk%2b3rljn
uepfgeyx43zx1%2b6b&T=P&P=An&S=R&D=Buh&K=134748798%0ahttp://A
mg.Um.Dk/~/Media/Amg/Documents/Policies And Strategies/Str
Marita, Z. (2014). Keperawatan Jiwa “ Risiko Tinggi Bunuh Diri .”
Muhajir. (2016). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Pada Pasien Resiko Bunuh
Diri Dengan Pemberian Terapi Pendekatan Spritual Terhadap Penurunan
Keinginan Bunuh Diri Di Ruang Elang Rsjd Atma Husada Mahakam Samarinda.
August.
Novitasari, R. (N.D.). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Resiko Bunuh Diri Di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang .
Yollanda, A., Efrandau, A., & Retnani, A. D. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Resiko Bunuh Diri. 12–26.
Maramis. (2014). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press:
Surabaya.
Herman, Ade. (2016) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Medical
Book
Keliat, Budi Anna. (2012). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2015). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Stuart, GW. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai