Anda di halaman 1dari 4

Nama : Wa Ode Siti Salwa

NIM : 841423092
Semester : 2 (Dua)
Mata Kuliah : Promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan

Edukasi Kepada masyarakat Sekolah untuk Mencegah Werther Effect “Bunuh Diri
Karena Terpengaruh Bunuh Diri Sebelumnya”
A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil riset Gorontalo berada di posisi kedua tingkat bunuh diri
tertinggi di Indonesia. Bunuh diri di Gorontalo banyak dilakukan oleh kelangan
remaja, salah satunya oleh siswa SMP 3 Kabila, kab. Bonebolango. Hal ini diduga
akibat adanya bunuh diri yang disebabkan oleh Werther effect , yakni tindakan bunuh
diri karena terpengaruh melihat atau mendengar kasus bunuh diri sebelumnya
Bunuh diri dapat bervariasi dalam tingkat keparahan, mulai dari ide bunuh diri,
ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri, hingga melakukan bunuh diri (completed
suicide). Menurut Orden dalam Murniati (2021), ide bunuh diri melibatkan pemikiran
untuk membunuh diri sendiri, membuat rencana, dan memikirkan efek terhadap orang
lain. Ancaman bunuh diri adalah ungkapan keinginan untuk bunuh diri kepada orang
lain. Percobaan bunuh diri adalah tindakan melukai diri sendiri dengan hasil tidak
fatal untuk mencari perhatian atau mengakhiri hidup.
B. Tujuan Pelatihan
Dengan fokus pada program edukasi ini dapat memberikan pemahaman dan
pengetahuan tentang kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri. Dari segi
pendidikan, terciptanya kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya menjaga
kesehatan mental. Dari segi perilaku, dapat memahami dampak media sosial dan
Werther Effect serta belajar cara memberikan pertolongan dalam situasi darurat
kesehatan mental. Dengan meningkatkan pemahaman dan keterampilan ini, mitra
program akan menjadi lebih efektif dalam memberikan dukungan emosional dan
mengimplementasikan program pencegahan bunuh diri dengan tepat dan
berkelanjutan.

C. Sasaran
Program edukasi sekaligus pelatihan ini akan difokuskan kepada masyarakat sekolah
terkhususnya para anak remaja.

D. Materi
a. Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan tindakan fatal yang mewakili keinginan orang tersebut untuk
mati. Pada psikiatri, bunuh diri adalah keadaan darurat utama, dengan pembunuhan dan
kegagalan untuk mendiagnosis penyakit yang berpotensi fatal yang mendasari mewakili
keadaan darurat psikiatri lain yang kurang umum (Sadock & Sadock, 2014).
Bunuh diri dalam psikiatri sama seperti kanker bagi internis. Psikiater dapat
memberikan perawatan yang optimal, namun pasien dapat meninggal karena bunuh diri
yang sulit untuk diprediksi namun terdapat petunjuk yang dapat dilihat. Konsep yang
paling penting mengenai bunuh diri yaitu hal tersebut hampir selalu diakibatkan oleh
penyakit mental biasanya depresi dan dapat menerima perawatan psikologis dan
farmakologis (Sadock & Sadock, 2014).
b. Macam-macam Perilaku Bunuh Diri
1. Isyarat bunuh diri
Seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri namun belum memikirkan cara
maupun melakukan percobaan. Isyarat secara tidak langsung misalnya dengan
mengatakan “semua akan lebih baik tanpa saya” atau “Tolong jaga anak-anak,
karena saya akan pergi jauh”
2. Ancaman bunuh diri
Seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri dengan adanya rencana serta
mengancam untuk melakukan bunuh diri, namun tidak disertai tindakan bunuh
diri. Saat seseorang memiliki ide untuk bunuh diri dengan ungkapan atau tindakan
melukai diri yang jika dilakukan kemungkinan besar akan mengakibatkan
kematian
3. Percobaan bunuh diri (PBD)
PBD merupakan tindakan untuk melukai diri untuk menyakiti hidupnya, tindakan
aktif untuk menghilangkan nyawanya. Seseorang akan mencoba untuk
menggantung diri, minum obat racun atau yang lainnya, untuk bisa
menghilangkan nyawanya (Keliat et al. 2014).
c. Faktor Risiko Bunuh Diri
Faktor risiko yang dapat menambah kemungkinan terjadinya tindakan bunuh diri
yaitu (Sadock & Sadock, 2014):
1. Status perkawinan
2. Jenis kelamin
3. Usia
 Remaja dan dewasa awal
Faktor resiko paling kuat pada kaum muda adalah tindakan kekerasan, agresi,
perilaku depresi, dan isolasi sosial. Terdapat faktor lain yang berhubungan
dengan bunuh diri di kalangan remaja seperti : sering melarikan diri, sering
marah, sering bermasalah dengan orangtua, menarik diri dari keluarga dan teman.
 Dewasa akhir
Seseorang yang berusia 65 tahun atau lebih memiliki angka bunuh diri yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Faktor resiko yang menyebabkan
tingginya bunuh diri pada lansia seperti isolasi sosial, hidup sendiri, masalah
ekonomi, masalah kesehatan, dan perasaan putus asa.
 Status sosial ekonomi
Individu kelas sosial yang sangat tinggi dan sangat rendah memiliki angka
kejadian bunuh diri tertinggi dibandingkan mereka yang hidup kelas mengeah
4. Faktor lainnya
Seseorang dengan gangguan mood (depresi mayor dan gangguan bipolar)
memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk bunuh diri dibanding dengan kelompok
gangguan psikiatrik atau medis.
d. Faktor Penyebab Bunuh Diri
 Teori Psikologis – penderitaan tak tertahankan
Faktor-faktor penyebab bunuh diri sebagai berikut :
 Isolasi dan kesepian memicu perilaku bunuh diri
 Kematian sebagai upaya penebusan dosa dari kesalahan sebelumnya
 Kematian sebagai cara untuk mendapat kembali objek yang dicintainya
 Bunuh diri sebagai kelanjutan hasil dari proses depresi mayor.
 Ide dan perilaku bunuh diri berasal dari pengabaian kecemasan
 Teori Kognitif
Teori ini meyakini jika kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi
terhadap perilaku bunuh diri. Sikap kekakuan dan ketidakluwesan dalam berpikir
menyebabkan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian
masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan orang tersebut
menghilang. Kekakuan dan keluwesan dalam berpikir ini menyebabkan individu
melakukan tindakan bunuh diri (Ritzer & Goodman, 2008).
 Teori Sosiologi
Faktor sosial sangat mempengaruhi sekali mengapa seseorang melakukan
tindakan bunuh diri. Gejala-gejala sosial sangat berpengaruh dalam diri individu
ketika mempunyai hubungan sosial dalam masyarakat. Segala bentuk integrasi
sosial yang kurang atau berlebihan akan mempengaruhi terhadap tindakan yang
dilakukan oleh manusia. Selain itu adanya aturan yang tercipta, baik yang sangat
kuat atau yang melemah juga mempunyai dampak tersendiri bagi masyarakat.
5. Faktor Neurologik
Sistem Serotonergik Otak (5-HT): Serotonin dibentuk oleh neuron-neuron
yang terintegrasi ke dalam nuklei raphe di batang otak. Neurotransmisi serotonin
diatur oleh jaringan reseptor pra dan pasca-sinaptik dan transporter 5-HT (5-HTT).
Data yang tersedia dari studi klinis dan post-mortem menunjukkan bahwa input
serotonergik yang berkurang merupakan faktor penting dalam kerentanan terhadap
perilaku bunuh diri, terlepas dari penyakit kejiwaan yang terkait. Studi post-
mortem menggunakan autoradiografi 5HTT dengan ligan transporter 5-HT
spesifik, cyano imipramine, menunjukkan berkurangnya pengikatan transporter 5-
HT pada PFC (Pre Frontal Cortex) bunuh diri dan meningkatkan kemungkinan
adanya penurunan persarafan serotonergik. Asam 5-hidroksiindoleasetat (5-HIAA)
tingkat rendah ditemukan pada cairan serebrospinal (CSF) orang depresi yang
mencoba bunuh diri dan di batang otak orang yang melakukan bunuh diri. Hal ini
membuktikan adanya penurunan neurotransmisi serotonin di otak pasien bunuh diri
(Menon & Kattimani, 2015).
e. Tanda dan Gejala Bunuh Diri
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus menjadi catatan potensi bunuh diri yang
nyata:
 Pasien dengan rencana pasti untuk bunuh diri
Orang yang berpikir atau berbicara tentang bunuh diri berisiko; dimana seorang
pasien yang memiliki rencana (misalnya untuk mendapatkan senjata dan membeli
peluru) telah membuat pernyataan yang jelas mengenai risiko bunuh diri.
 Pasien yang mengikuti pola perilaku sistematis di mana mereka terlibat dalam
aktivitas yang menunjukkan bahwa mereka akan meninggalkan kehidupan. Ini
termasuk mengucapkan selamat tinggal kepada teman, membuat surat wasiat,
menulis catatan bunuh diri, dan rencana pemakaman.
 Pasien dengan riwayat bunuh diri yang kuat dalam keluarga
Riwayat bunuh diri dalam keluarga secara khusus menunjukkan risiko bunuh diri
jika pasien mendekati peringatan kematian tersebut atau usia di mana kerabatnya
melakukan bunuh diri.

E. Metode
Dalam program ini akan dilaksanakan melalui pelatihan profesional non-mental
health dan psikoedukasi kepada siswa yang aktif dalam organisasi, mengubah mereka
menjadi sukarelawan yang menjadi agen perubahan positif di lingkungan sekolah.
Dalam konteks pencegahan bunuh diri, Supportif merujuk pada pendekatan yang
menekankan pentingnya dukungan sosial dan emosional bagi individu yang berisiko
bunuh diri. Ini melibatkan

F. Media
Media yang digunakan dalam program pelatihan ini adalah secara langsung dengan
memberikan edukasi bagaimana berkolaborasi agar dapat mencapai tujuan

G. Rencana Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan sebanyak dua kali. Manfaat utama
evaluasi dilaksanakan secara berulang agar dapat mendorong siswa dan guru untuk
dapat berpartisipasi aktif dalam program pencegahan bunuh diri di sekolah. Evaluasi
pertama akan dilaksanakan setelah kegiatan pemberdayaan siswa dan guru. Evaluasi
kedua dilakukan setelah post test sebagai penilaian terkait pengetahuan siswa terkait
pentingnya menjaga kesehatann mental, mengontrol emosi serta penanganan yang
tepat. Kegiatan ini berlangsung secara luring dengan dihadiri oleh mitra dengan
menerapkan protokol kesehatan. Monitoring akan selalu dilaksanakan selama
program berlangsung

H. Jadwal Pelaksanaan

N Jenis Keiatan Bulan


o 1 2 3 4
1 Observasi
2 Izin
Pelaksanaan
3 Pre-Test
4 Sosialisasi
Program
6 Past-Test

Anda mungkin juga menyukai