Anda di halaman 1dari 13

Telah diterima/disetujui

Hari/tanggal :

Tanda tangan :

LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI

PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

Keperawatan Jiwa

OLEH
IKAT FITRIANI
NIM. 04064822225005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
RISIKO BUNUH DIRI
A. Definisi
Ide bunuh diri didefinisikan sebagai pikiran, ide dan keinginan untuk bunuh diri
(Chan et al., 2018), sedangkan (Scott et al., 2015) mengartikan ide bunuh diri sebagai
pikiran tentang atau berencana untuk terlibat dalam perilaku dengan tujuan untuk
mengakhiri kehidupan. Ide bunuh diri yaitu pemikiran untuk membunuh diri sendiri;
membuat rencana kapan, dimana, dan bagaimana bunuh diri akan dilakukan; dan
pemikiran tentang efek bunuh dirinya terhadap orang lain (Zulaikha & Febriyana,
2018). American Psychiatric Association (APA) dalam website resminya
mengartikan perilaku bunuh diri sebagai bentuk tindakan dari individu dengan cara
membunuh dirinya sendiri dan paling sering terjadi diakibatkan oleh adanya tekanan,
depresi ataupun penyakit mental lainnya (Idham, 2019). Bunuh diri merupakan
tindakan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk mengakhiri hidupnya (Keliat,
Akemat., et al., 2011).
Penting untuk diingat bahwa bunuh diri merupakan rangkaian kesatuan dari ide
bunuh diri ke upaya bunuh diri dan lebih jauh ke penyelesaian bunuh diri. Setidaknya
95% dari pelaku bunuh diri melaporkan ide bunuh diri sebelumnya (May & Klonsky,
2016), dan setiap bunuh diri yang telah berhasil dilaksanakan merupakan upaya
bunuh diri yang mematikan. (Lenz et al., 2019).
B. Macam macam bunuh diri
1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa kepentingan
individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial.
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang
satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang
kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu
yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya.
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada
tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.
C. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan),
etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensiyang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalammenghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi
sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan
dengan banyak faktor, baik faktor social maupunbudaya. Struktur social dan
kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klienmelakukan
perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan
meningkatkankeinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatanmasyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Bunuh diri sebagai akibat dari perilaku ekstrim memiliki banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri terdiri dari dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Akumulasi dan interaksi faktor
tersebut meningkatkan risiko bunuh diri, adapun faktor internal dan eksternal
tersebut menurut (Guo & Zhu, 2019) adalah sebagai berikut:

Table 2. 1 Faktor yang berhubungan dengan penyebab bunuh diri (M. Guo &
Zhu, 2019)
Faktor internal
Faktor biologi Dalam hal riwayat keluarga, individu dengan riwayat
bunuh diri juga lebih mungkin memiliki penyakit mental
dan pernah mencoba bunuh diri atau pernah bunuh diri
daripada individu tanpa riwayat keluarga bunuh diri.
Gangguan jiwa Sekitar 90% kasus bunuh diri mengalami gangguan
jiwa. Di antara mereka, bunuh diri yang disebabkan oleh
depresi atau episode depresi dari gangguan bipolar
menyumbang setidaknya setengah dari total kejadian dan
merupakan gangguan mental paling
umum yang menyebabkan bunuh diri.
Karakteristik Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan mengontrol
kepribadian kesehatan, keramahan, keterbukaan, tanggung jawab dan
ekstroversi menurunkan risiko
bunuh diri diperkirakan menjadi 56,7%.
Faktor kognitif Penelitian menyatakan bahwa individu yang pernah
mencoba bunuh diri, memiliki tingkat kekakuan kognitif
(kecenderungan bertahan, ketidakmampuan mengubah
kebiasaan, konsep dan sikap setelah
dikembangkan) yang lebih tinggi daripada individu yang
tidak pernah mencoba bunuh diri
Faktor perilaku Sikap seseorang yang semakin tegas setuju dengan
Perilaku bunuh diri, maka semakin kuat pula keinginan
untuk bunuh diri
Pengalaman hidup Model teori stres menunjukkan bahwa stres adalah
yang negatif salah satu penyebab munculnya keinginan untuk bunuh
diri
Faktor keluarga Faktor keluarga berdampak besar pada bunuh diri.
Pertama-tama, pengalaman pelecehan masa kanak- kanak
atau pengalaman yang terabaikan, stabilitas keluarga dan
gaya pengasuhan keluarga juga dapat
memengaruhi ide bunuh diri individu
Faktor sosial dan Penelitian menunjukkan bahwa Internet dan forum
lingkungan sosial memiliki potensi besar dalam mempopulerkan dan
intervensi pengetahuan tentang bunuh diri
Faktor kebudayaan Suasana budaya yang kuat dapat memengaruhi ide
bunuh diri dengan memengaruhi sikap individu terhadap
bunuh diri

D. Rentang respon

Respon adaptif Respon Maladitif

Peningkatan diri Resiko Destruktif diri tidak Pemcederaan Bunuh diri


destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
Adaptif Maladaptif

Peningkata Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


n diri peningkatan destruktif diri diri
berisiko tak langsung
Gambar 2. 1 Rentang respon protektif diri (Yusuf, Fitryasari & Nihayati,
2015)

Keterangan
1. Peningkatan diri adalah individu yang mempunyai pengharapan, keyakinan serta
kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, merupakan rentang posisi perilaku yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, adalah setiap usaha untuk merusak keadaan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti: perilaku merusak,
mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menyebabkan stres.
4. Pencederaan diri, adalah tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan
dilakukan dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain, serta menyebabkan cedera
yang cukup parah pada tubuh. Perilaku pencederaan diri yang dilakukan seperti
melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif secara langsung dilakukan pada diri sendiri
yang bertujuan untuk mengakhiri kehidupan.
E. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk
bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri (Yusuf et al.,
2015).
Motivasi Niat Penjabaran Krisis Bunuh Tindakan
gagasan diri bunuh diri

Hidup atau Konsep bunuh Jeritan minta tolong


mati diri Catatan bunuh diri
Gambar 2. 2 Psikodinamika upaya percobaan bunuh diri (Yusuf et al., 2015).
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat bunuh diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi Kurangnya respon


kematian positif

Upaya bunuh diri

Bunuh diri
( Stuart & Sundeen , 2006 )
G. Tanda dan Gejala
Menurut Fitria, Nita (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan.
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karir.
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan
1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang
paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri dituliskan dalam
tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam faktor yang
berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka
sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah
apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan
tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan. (contohnya, apakah
pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan reaksi
pasien karena diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega?), dan
apakah faktor-faktor yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan
gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika keluarganya
dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat dimulai secara
cepat. Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia
dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psokologis dari putus
alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan
depresif berat. Semua pasien yang berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat
harus dinilai kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang kacau dengan
letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi
empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan bertanggung
jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana mereka
biasanya berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan
mungkin membantu dalam menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha
bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan
mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak mempengaruhi perilaku
tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan manfaat dari rehabilitasi jangka
panjang, dan periode singkat stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi tidak ada
pengobatan jangka pendek yang dapat diharapkan mengubah perjalanannya
secara bermakna.

I. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan
keluarga (pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat adalah
mengkaji faktor resiko, faktor predisposisi, faktor presipitasi, tanda dan gejala, dan
mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi
beberapa hal yaitu :
a. Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali lipat dari
orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai, atau
memiliki 4-5 lebih dari pada orang menikah ( Jacobs, dkk dalam townsend
2009 ).
b. Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh wanita, tetapi
tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria. Jumlah bunuh
diri yang sukses dilakukan pria adalah sekitar 70 %. Sedangkan wanita 30%
( townsend 2009 ).
c. Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American American journal
journal of psychiatry, pria dan wanita depresi depresi yang menganggap
menganggap dirinya dirinya berafiliasi berafiliasi dengan agama cenderung
cenderung mencoba mencoba bunuh diri daripada daripada rekan-rekan non
religious mereka (dervic, dkk.via townsend 2009) .
d. Status social ekonomi
Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh diri
lebih tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan sadock, 2007 ),
e. Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang kulit putih
berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh penduduk asli
amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan asia amerika ( pusat
nasional statistic kesehatan dalam townsend 2009 ).

Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai faktor resiko
bunuh diri.
a. Faktor resiko
No Perilaku dan Gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi / panik
2 Depresi Rendah Sedang Berat
3 Isolasi – menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak tidak berdaya,
depresi yang berdaya, putus putus asa,
samar, tidak asa, menarikmenarik diri,
menarik diri diri protes pada diri
sendiri
4 Fungsi sehari-hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
pada semua beberapa semua aktivitas
aktivitas aktivitas
5 Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang penting / dekat Beberapa Sedikit Tidak ada
8 Pelaynan psikiatri yang lalu Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negative
positif memuaskan terhadap
pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10 Pemakai alcohol dan obat Tidak sering Sering Terus menerus
11 Disorientasi dan Tidak, tidak fatal Tidak sampai Tidak sampai
disorganisasi agak fatal fatal
12 Bermusuhan Tidak Beberapa Jelas
13 Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan
ada pikiran tapi dipikirkan konstan kadang
tidak ada rencana kadang ada ada rencana yang
rencana spesifik

2. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat
keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri
dengan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi
ini terlepas dari transmisi gangguan kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku
bunuh diri tampaknya di mediasi oleh transimi kecendrungan agresi
impulsive, sifat yang mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi
untuk bertindak atas pemikiran bunuh diri
b. Faktor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan
stressor
3. Faktor social budaya
Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon inndividu yang merasa terpisah dan terlepas dari arus
utama masyarakat.
b. Bunuh diri altruistik
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan diintegraskan
kedalam kelompok. Kelompok ini sering di atur oleh ikatan budaya, agama,
atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga individu bersedia
mengorbankan untuk kelompoknya tersebut.
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang
misalnya kehilangan pekerjaan yang mengganggu perasaan keterkaitan
dengan kelompok.
4. Faktor presipitasi
Faktor pencetus resiko bunuh diri adalah :
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang
berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang
menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung
dengan data hasil wawancara dan observasi. Data yang digunakan adalah data
subjektif dan objektif
a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
c. Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara
dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan klien saat ini?
2. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
3. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
lakukannya?Sudah berapa kali? Kapan terakhir melakukannya? Dengan
apa klien melakukan percobaan bunuh diri? apa yang menyebabkan klien
ingin melakukan percobaan bunuh diri?
7. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?
d. Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah:
1. Klien tampak murung
2. Klien tidak bergairah
3. Klien tampak banyak diam
4. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri
J. Perencanaan
Perencanaa meliputi penentuan diagnosisi keperawatan, tujuan dan intervensi
keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawata pada keadaan gawat
darurat adalah sbg berikut :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani
setress, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebegai
pemecah masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan kerisis yang tibab tiba
(dirumah, komuniti).
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal).
DAFTAR PUSTAKA
Chan, Y. Y., Lim, K. M., Teh, C. H., et al. (2018). Pravalence and risk factors associated
with suicidal ideation among adolescents in Malaysia. 30(3).

Keliat, B., Akemat., Helena, N., & Nurhaeni, N. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Ed.1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Keliat., Akemat., Helena, N., & Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Nugroho, W. B. (2012). Pemuda bunuh diri dan resiliensi. Jurnal Studi Pemuda, 1(1),
31-45.

Zulaikha, A., & Febriyana, N. (2018). Bunuh diri pada anak dan remaja; Suicide in
Children and Adolescent. Suicide in Children and Adolescent, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai