Keperawatan Jiwa
JUDUL KASUS
“PERILAKU KEKERASAN”
OLEH
SRI RIZKI
NIM.040648221240017
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang lain.
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, gunting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa di
rumah sakit jiwa sebagia besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus
jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukan selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentan respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan (kebutuhan bayinya yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman. Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya
kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat,
1991).
2. Patofisiologi
Resiko Menciderai
Orang lain dan diri sendiri
Koping inefektif
3. Etiologi
Faktor predisposisi
a. Teori biologik
Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang
melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut :
1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen neurologis mempunyai implikasi
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sengat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku betmusuhandan respon agresif
2) Pengaruh biologi, menurut Goldsten dalam Townsend menyatakan bahwa
berbagai neurotransmiter (efinefrin, norepinefrin, doppamin, asetilkolin dan
norepinefrinserta penurunan serotinin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
seresbrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang dapat menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana)
4) Ganggang otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbikdan lobus temporal), trauma otak,
penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Teori pembelajaran, perilaku kekuatan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
c. Teori sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan
sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain
sebagai berikut.
5. Diagnosis medis
Skizofrenia
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk penyakit fisik yang dapat
menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi defisiensi/toksik, penyakit neurologis,
gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostik yang dapat dilakukan pada
Skizofrenia Paranoid adalah sebagai berikut:
1) Computed Tomograph (CT) Scan
Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia berupa abnormalitas otak
seperti atrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak
meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan gambaran
yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama
hipokampus, girus parahipokampus, dan girus temporal superior).
3) Positron Emission Tomography (PET)
Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan dapat
menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area
prefrontal dari korteks serebral.
4) Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)
Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada
daerah otak yang bervariasi.
5) Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap ransangan yang
bervariasi disertai dengan adanya respons yang terhambat dan menurun, kadang-
kadang di lobus frontal dan sistem limbik.
6) Addiction Severity Index (ASI)
ASI dapat menentukan masalah ketergantungan (ketergantungan zat), yang
mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit mental, dan mengindikasikan area
pengobatan yang diperlukan.
7) Electroensephalogram (EEG)
Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal, menunjukkan ada atau
luasnya kerusakan organik pada otak.
7. Penatalaksanaan Medis
Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika seseorang mengalami suatu
gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu bukan terbatas pada
aspek jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai kebutuhan manusia itu
sendiri. Adapun penatalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai
berikut :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan
badan, biasanya dilakukan dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau
psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada
proses mental pasien karena efek obat tersebut pada otak. Obat antipsikotik,
contohnya Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine, phenotizin
2) Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh
penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus. ECT ini berfungsi untuk
menenangkan klien bila mengarah pada keadaan amuk.
b. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi
atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan
sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental
penderita, mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik
serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
c. Manipulasi lingkungan
Manipulasi lingkungan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien,
sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Tujuan utamanya untuk
mengembangkan atau merubah / menciptakan situasi baru yang lebih kondusif
terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkungan
baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses
penyembuhan yang dilakukan.
Obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku
kekerasan adalah:
a) Antianxiety dan sedative hipnotics, obat-obatan ini dapat mengendalikan
agitasi yang akut. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan
dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.
b) Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c) Anti depressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
d) Mood stabilizer, misalnya Lithium dan Carbamazepin, efektif untuk agresif
karena manik.
e) Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan, misalnya
Nozinan.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Ada tiga strategi tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan. Strategi
tindakan itu terdiri dari :
a. Strategi preventif : kesadaran diri, penyuluhan klien dan latihan asertif.
b. Strategi Antisipasi : komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku dan
psikofarmakologi.
c. Strategi pengekangan : manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan.
Terapi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Terapi keluarga : Keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik, cara membatasi
konflik, saling mendukung dan menghilangkan stress.
b. Terapi kelompok : Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan
keterampilan sosial dan aktifitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien
c. Terapi musik : Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien, kare na dengan perasaan terhibur maka klien
dapat mengontrol emosinya.
9. WOC
Kekerasan
Perilaku Kekerasan/amuk
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spritual pengelompokkan data
pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki klien.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No. MR.
b. Alasan Masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang
lain, merusak alat “RT dan marah”.
c. Faktor Predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan.
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
3) Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu
d. Fisik
Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
e. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan
keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri: Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas klien: Klien biasanya tidak puas dengan status dan posisinya baik
sebelum maupun ketika dirawat tapi klien biasanya puas dengan statusnya
sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran diri: Klien menyadari peran sebelum sakit, saat di rawat peran klien
terganggu.
d) Harga diri: Klien biasanya memiliki harga diri rendah sehubungan dengan
sakitnya.
e) Ideal diri: Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang tidak terpenuhi.
3) Hubungan Sosial
Klien kurang dihargai di keluarga dan lingkungan.
4) Spritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma dan
budaya.
b) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah
terganggu atau sangat berlebihan.
f. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak cocok / serasi dan berubah dari
biasanya.
2) Pembicaraan
Pembicaraan cepat, keras
3) Aktivitas motorik
Biasanya aktifitas motorik klien tampak tegang, dan agitasi (gerakan motorik yang
gelisah), serta memiliki penglihatan yang tajam jika ditanyai hal-hal yang dapat
menyinggungnya.
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya:
sedih dan putus asa.
5) Afek
Biasanya klien selama berinteraksi emosinya labil. Dimana klien mudah
tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak mndukungnya, klien
memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang tajam dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak bermusuhan, selalu
berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya, dan mudah
tersinggung.
7) Persepsi
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki kerusakan persepsi.
8) Proses pikir
Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis dan
keheran.
9) Isi Pikir
Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien, masih memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu menanyakan
kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana ia masih bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah dialaminya, maupun daya
ingat jangka pendek, seperti menceritakan penyebab ia masuk ke RSJ.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mengalami gangguan konsentrasi dan berhitung.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Harga diri rendah
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
C. Rencana Keperawatan
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Risiko Tujuan Umum :
Perilaku Klien dapat
Kekerasan mengontrol
perilaku kekerasan
Keliat, B. A., dkk. (2011), keperawatan kesehatan jiwa komunitas (cmhn - basic course).
Jakarta: EGC.
Tim Direktorat Keswa. (2000). Standar asuhan keperawatan jiwa, edisi 1. Bandung:
RSJP Bandung.
Townsend, M.C. (1998). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri,
edisi 3. Jakarta: EGC.