Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RSJ Dr. RADJIMAN W. LAWANG-MALANG

Oleh
Melina Yolanda Setiawati
P17220173024

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN, LAWANG
Agustus 2019
A. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk


melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Farida & Yudi, 2011).

Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai


marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontrol (Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan
yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak
langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku


kekerasan yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan
suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

B. PENYEBAB

Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku


kekerasan pada pasien gangguan jiwa antara lain

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi
oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan
perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan
lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan memori)
akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal
(narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
1. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
C. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
D. AKIBAT

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi


mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan
E. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan


menenangkan hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila


mengarah pada keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik

b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d. Pendidikan kesehatan

F. POHON MASALAH

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan

Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif

Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :


Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga Berduka Disfungsional


Tidak Efektif

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Sumber : (Fitria, 2010)


G. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muk amerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengarupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda /orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasan.

2. Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada
perilaku kekerasan yaitu :
a. Perilaku Kekerasan.
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d. Harga diri rendah kronis.
e. Isolasi sosial.
f. Berduka disfungsional.
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h. Koping keluarga inefektif.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan
untuk diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
a. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasannya.
e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka.
2) Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya
adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik,
waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang
terjadi di masa lalu dan saat ini.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan
gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis,
sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.
d) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa
dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
e) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari
perilaku marahnya. Diskusikan bersama klien cara
mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur
atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial
atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara
asertif), ataupun spiritual (salat atau berdoa sesuai keyakinan
klien).
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul,
serta akibat dari perilaku tersebut.
b) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan
perilaku kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien
bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain.

4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP I Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan
dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatanyang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan.Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan
perilaku kekerasan antara lain
a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.
b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.
c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukakannya.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan.
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan.
j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
(Fitria, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr.
Soeroyo Magelang.

Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap


Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan , 138-139.

Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU
Press.

Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai