Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

RESIKO PRILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
Kelompok 4

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK IDONESIA


POLTEKES KEMENKES TANJUNG KARANG
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

RESIKO PRILAKU KEKERASAN

A. Pengertian

Risiko perilaku kekerasan adalah berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan/atau
seksual pada diri sendiri atau orang lain. (SDKI, 2017:312).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009).

Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak
terkontrol.

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi seseorang yang
ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang
lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang
(Maramis, 2009).

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Muhith, 2015). Perilaku kekerasan
merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang
melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Perilaku kekerasan ini dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan perilaku
yang kasar disertai kekerasan (Saragih,dkk, 2014).

B. Rentang Respon

Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah. Perilaku agresif
dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di mana agresif verbal di suatu
sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,
perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku agresif atau
melukai karena menggunakan koping yang tidak baik.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

(Sumber : Yosep, 2011)

Perilaku yang ditampakan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif: Keterangan:

1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kenyamanan
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat mrah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marahdan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol
5. Amuk : suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan

C. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah terjadinya


perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun
keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang merupakan faktor predisposisi
artinya mungkin terjadi mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan (Direja, 2011)

1. Faktor Biologis

Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur perilaku. Adanya
lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi dan meningkatkan perilaku
agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis dapat menimbulkan respon-respon
emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilaku
agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon testosteron atau progesteron.
Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik
amino- norepinefrin (Dalami, dkk, 2014).
Berdasarkan faktor biologis, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang
melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut (Direja, 2011) :
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin, norepineprin, dopamine, asetilkolin
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada ciran serebrospinal merupakan penyebab
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitanya
dengan penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan gangguan serebral,
tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit
ensefalitis, epilepsy (lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif atau kekerasan.

2. Faktor Psikologis

Psychoanalitytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan


akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi
oleh dua insting. Pertama, insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan
kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas. Frustation-agression
theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi bahwa
bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya
peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak
merusak.

Beberapa contoh pengalaman tersebut :


a. Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
b. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak.
c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga. Kemudian perilaku juga termasuk
dalam faktor psikologi Perilaku Reinforcment yang diterima pada saat
melakukan kekerasan dan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
(Keliat, 1996 dalam Muhith, 2015).

Faktor psikologis menurut Direja (2011)


a. Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan
akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilau kekerasan.
b. Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak menyenangkan.
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan.
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengkibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat
membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan
kekuatan yang dapat meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam
kehidupan.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupak perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibanding anak-anak
tanpa faktor predisposisi biologik.

3. Faktor Sosial Budaya

Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai


dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa
agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat.

1. Social environment theory (teori lingkungan)


Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan di terima.

2. Social learning theory (teori belajar sosial)


Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi

D. Faktor presipitasi

Secara umum seseorang akan akan mengeluarkan respon marah apabila dirinya
merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis. Ancaman dapat
berupa internal dan eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita (Muhith,
2015).
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi yang proaktif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).
Menurut Dalami,dkk tahun 2014 stressor presipitasi yang muncul pada pasien
perilaku kekerasan yaitu :
a. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
b. Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c. Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda berarti
d. Ancaman internal : Kegagalan,kehilangan perhatian

Menurut (Yosep, 2009) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan antara
lain :

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

E. Manifestasi klinis / tanda gejala

Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku berikut (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menggepalkan tangan
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mengancam secara verbal dan fisik
8. Melempar atau memukul benda atau orang lain
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.

Menurut Direja, 2013 tanda gejala pada perilaku kekerasan yaitu :

1. Fisik
Mata melotot, pandangan tajam,tangan menggepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, dan meremehkan.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual

F. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien


sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti displancement, sublimasi, proyeksi, depresi,
dan reaksi formasi.
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada
mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang
cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang
benar-benar di lakukan orang lain.
G. Psikodinamika

PREDISPOSISI PRESIPITASI

NEUROBIOLOGIKAL
PSIKOSOSIAL SOSIAL BUDAYAStresor Nature Origin Timing Number
 Lesi pada area frontal,
temporal dan limbik  Ketidakmampuan trust  Lingkungan bising,  semua  Sumber  Lama  Berapapun
(cidera kepala, kejang pada tahap  Padat, jenis stresor terpaparnya jumlah stresor
demam, dll) perkembangan 1-18  Banyak waktu luang stresor yang stressor yang diterima
 Dopamin diotak normal- bulan  Kemiskinan tidak berasal tidak
dari dalam
tidak dapat
turun, diplasma turun  riwayat kekerasan  Disharmoni sosial mampu mampu
dan luar dihadapi
 Ketidakseimbangan dalam rumah tangga budaya dihadapi diperpende
tidak
dopamin dan serotonin  Ketidakmampuan k
mampu
 Kembar identik mencintai dihadapi

STRESOR

PENILAIAN TERHADAP STRESOR

 Respon Kognitif : mempunyai pikiran yang


MEKANISME KOPING negatif dalam menghadapi stresor
SUMBER KOPING
 Respon Afektif : berlarut-larut dalam
MALADAPTIF perasaan yang negatif
Tidak ada  Respon Fisiologis : kondisi tubuh (imun)
 proyeksi yang tidak baik dalam menghadapi stressor
 mengingkari  Keterlibatan keluarga yang terbatas  Respon Perilaku : lari dari stessor
 reaksi formasi  Hubungan dengan orang lain kurang  Respon Sosial : tidak mampu mencari
baik makna dari stresor, tidak mampu mencari
 Tidak ada kreativitas perbandingan dengan baik dari stressor,
 Kurang Motivasi
menghindar dari orang lain
Perilaku Kekerasan/Risiko Perilaku  Tidak mempunyai materi/sarana
yang mendukung
Kekerasan
 Keyakinan yang negatif
H. Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi pengobatan


dengan farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang
sesuai dengan gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu dukungan
keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan
pada pasien perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :

1. Penatalaksanaan medik

a. Farmakoterapi
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku
kekerasan biasanya diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu
klorpromazin, diperkenalkan tahun 1951 sebagai pramedikasi anestesi.
Kemudian setelah itu, obat itu diuji coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti
dapat mengurangi skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik
tipikal dan antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya.
Antipsikotik tipikal terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol,
Fenotiazine,Chlorpromazine, perphenazine (Trilafon), trifluoperazin (stelazine),
sedangkan untuk antipsikotik atipikal terdiri dari (clozapine (clozaril),
risperidone (Risperidal). Efek samping yang ditimbulkan berupa rigiditas otot
kaku, lidah kaku atau tebal disertai kesulitan menelan. Biasanya sering
digunakan klien untuk mengatasi gejala-gejala psikotik (Perilaku kekersan,
Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik, psikotik akut dan
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak (Katona, dkk, 2012).

b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun
yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi
(Kusumawati & Yudi, 2010).
 Pengikatan
Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada
klien sendiri dan orang lain.
 Terapi Kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan dipelipis
pasien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan
20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali) dengan kekuatan arus listrik (2-3 joule).
 Isolasi
Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruang
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain dan lingkungan. Akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko
bunuh diri.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan

Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik kepada


pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan keperawatan
terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan
sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku
kekerasan. Pada masingmasing pertemuan dilakukan tindakan keperawatan
berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut (Pusdiklatnakes, 2012) :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan


memukul kasur atau bantal.
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau verbal
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual

Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan


melatih latihan fisik
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa marah
dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas,
tanda kambuh.

b. Terapi modalitas

Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan


mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan
tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada
ketika menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis terapi
modalitas adalah :

1) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
terhadap pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela.
Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti
tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama
ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain
maupun lingkungan sekitar.

2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan
jiwa, bahkan merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik
dalam ilmu keperawatan. Pemimpin atau leader kelompok dapat
menggunakan keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok untuk
mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian
masalahnya dari kelompok, perawat juga adapatif menilai respon klien
selamaberada dalam kelompok. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok yang
digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan adalah Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi atau Kognitif. Terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli
persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu pada penderita
gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilainilai, menarik diri dari
realitas dan inisiasi atau ide-ide negatif.

c. Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien


dengan memberikan perhatian :
a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa klien ketempat
yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan fiksasi sementara,
rujuk ke pelayanan kesehatan (Afnuhazi, 2015).
I. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan

1. Pengkajin

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
merupsksn proses yang sistematis dala pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al dalam Muhith
2015). Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah pasien.

a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan status mental,
suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan alamat.

b. Alasan Masuk
Alasan yang menyebabkan pasien atau keluarga datang atau dirawat di rumah
sakit. Faktor pencetus perilaku kekerasan meliputi ancaman terhadap fisik,
ancaman internal dan ancaman eksternal.

c. Riwayat Penyakit sekarang


Keluhan saat ini pada pasien perilaku kekerasan, faktor yang memperberat
kejadian seperti putus pengobatan, melukai orang lain, diri sendiri maupun
lingkungan.

d. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologi (biasanya klien mempunyai keluarga yang mempunyai riwayat
perilaku kekerasan, klien pernah mengalami gangguan jiwa), psikologis
(harapan yang tidak sesuai, sering melihat perilaku kekerasan atau mengalami
perilaku kekerasan dan sosiokultural (Dermawan, 2013).

e. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu yang bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan,
kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang berarti,
kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain). Selain itu
lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mencegah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

f. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan pasien.

g. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan pasien dengan tiga generasi keluarga dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Menggambarkan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
tidak disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai
dan bagian yang disukai.

b) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien
terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan
posisinya.

c) Fungsi peran
Tugas atau peran pasien dalam keluarga atau kelompok masyarakat,
kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,
perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana
perasaan pasien akibat perubahan tersebut.

d) Ideal diri
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh ideal, posisi, tugas, peran dalam
keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.

e) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak
pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas
diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri
tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain.

3) Hubungan sosial
Menggambarkan orang yang paling berarti dalam hidup pasien, dan upaya
yang biasa dilakukan bila ada masalah, kelompok apa saja yang diikuti
dalam masyarakat, peran dalam kelompok, hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain.

4) Spiritual
Nilai keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan
h. Status mental

a) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapi, penggunaan pakaian sesuai, cara berpakaian.

b) Pembicaraan
Biasanya pada klien perilaku kekerasan ketika bicara nada suara keras,
tinggi, menjerit atau berteriak.

c) Aktivitas motorik
Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan), kompulsif
(kegiatan berulang-ulang), grimasem (otot-otot wajah yang berubah-ubah
dan tidak terkontrol). Seperti menggepalkan tangan, merusak barang atau
benda, rahang mengatup.

d) Afek dan Emosi


 Afek
Biasanya klien labil, emosi cepat berubah-rubah dan tidak sesuai, emosi
bertentangan dan berlawanan dengan stimulus
 Emosi
Biasanya klien memiliki emosi yang tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, bermusuhan, mengamuk
serta menuntut.

e) Interaksi selama wawancara


 Kooperatif, berespon dengan baik terhadap pewawancara
 Tidak kooperatif, tidak dapat menjawab pertanyaan dengan spontan
 Mudah tersinggung
 Bermusuhan
 Kontak kurang, tidak menantap lawan bicara
 Curiga

f) Persepsi sensori
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penghidu.

g) Proses pikir
 Sirkumtansial, pembicaraan yang berbelit tapi sampai pada tujuan.
 Tangensial, pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan.
 Kehilangan asosiasi, pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat yang lain.
h) Isi pikir
Biasanya klien memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu
menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.

i) Tingkat kesadaran
Biasanya klien tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak mengarah
pada tujuan).

k) Memori
 Gangguan mengingat jangka panjang, tidak dapat mengingat kejadian.
 Gangguan mengingat jangka pendek, tidak dapat mengingat dalam
minggu terakhir

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Menilai tingkat konsentrasi klien apakah mudah beralih atau tidak mampu
berkonsentrasi.

m) Kemampuan penilaian
Menggambarkan kemampuan pasien dalam melakukan penilaian terhadap
situasi, kemudian dibandingkan dengan yang seharusnya.

n) Daya litik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita : pasien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan pasien
menyangkal keadaan penyakitnya.

 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain atau


lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah
sekarang.

o) Kebutuhan persiapan pulang


 Makan
Biasanya frekuensi makan, jumlah, variasi, macam dan cara makan,
observasi kemampuan pasien menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
 Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan pasien untuk Buang Air Besar (BAB) dan BAK,
pergi menggunakan WC.
 Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi,
cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh.
 Berpakaian
Observasi kemampuan pasien dalam mengambil, memilih dan
mengenakan pakaian, observasi penampilan dadanan pasien.
 Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang,malam, persiapan
sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
 Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara
pemberian.
 Pemeliharaan kesehatan
Biasanya tentang perawatan lanjut yang dilakukan klien.
 Aktivitas di dalam rumah
Observasi kemampuan pasien dalam mengolah dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.
 Aktivitas di luar rumah
Biasanya menggambarkan kemampuan pasien dalam belanja untuk
keperluan sehari-hari.

p) Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif
dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represi, dan resaksi formasi.

q) Masalah psikososial dan lingkungan


Perlu dikaji tentang masalah dengan dukungan kelompok, maslah
berhubungan dengan lingkungan dan masalah pendidikan, pekerjaan,
perumahan ekonomi, pelayanan kesehatan.

r) Pengetahuan
Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
yang kurang tentang penyakit atau gangguan jiwa.

s) Aspek medis
Pada klien perilaku kekerasan biasanya mendapatkan obat untuk klien
skizofrenia seperti haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.
J. Pohon permasalahan

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (akibat)

Risiko perilaku kekerasan


MASA
masalah utama

Gangguan konsep diri: harga diri rendah (penyebab)

Isoalasi sosial

K. Diagnose keperawatan

Menurut Kaliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan
yaitu:
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif

L. Fokus Intervensi

Menurut SLKI (2019 : 54) tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kontrol diri meningkat dengan kriteria hasil

1) Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun


2) Verbalisasi umpatan menurun
3) Perilaku menyerang menurun
4) Perilaku melukai diri sendiri/orang lain menurun
5) Perilaku merusak lingkungan sekitar menurun
6) Perilaku agresif/amuk menurun
7) Suara keras/bicara ketus menurun
8) Verbalisasi keinginan bunuh diri menurun
9) Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
10) Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
11) Verbalisasi rencana bunuh diri menurun
12) Verbalisasi kehilangan hubungan yang penting menurun
13) Perilaku merencanakan bunuh diri menurun
14) Euforia atau alam perasaan depresi menurun

Menurut SIKI (2018 : 513) terdapat intervensi utama dan intervensi pendukung untuk
masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan yaitu:

 Intervensi Utama
 Pencegahan perilaku kekerasan
 Promosi koping

 Intervensi Pendukung
 Biblioterapi
 Dukungan koping keluarga
 Dukungan pengungkapan perasaan
 Dukungan perkembangan spiritual
 Dukungan perlindungan penganiayaan
 Dukungan emosional
 Latihan asertif
 Latihan memori
 Manajemen delirium
 Manajemen demensia
 Manajemen isolasi
 Manajemen lingkungan
 Dukungan spiritual
 Edukasi manajemen stress
 Edukasi teknik mengingat
 Fasilitasi penampilan peran
 Fasilitasi pengungkapan kebutuhan
 Konseling
 Konsultasi
 Manajemen waham
 Pelibatan keluarga
 Pemberian obat
 Pencegahan bunuh diri
 Pencegahan resiko lingkungan
 Skrining penganiayaan seksual

Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan untuk diagnosa
perilaku kekerasan yaitu:

1. Tindakan keperawatan untuk klien

 Tujuan
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
5) klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
6) klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara fisik spiritual sosial dan
terapi psikofarmaka

 Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
kalian merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi serta membuat kontrak,topik,waktu dan
tempat setiap kali bertemu klien

2) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di


masa lalu dan saat ini
3) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan
baik kekerasan fisik psikologis sosial spiritual maupun intelektual
4) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan
pada saat marah baik terhadap diri sendiri orang lain maupun lingkungan
5) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik nafas dalam) ,obat-
obatan ,sosial atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara
asertif) ataupun spiritual (salat atau berdoa sesuai keyakinan klien)

2. Tindakan keperawatan untuk kelurga


 Tujuan
Kelurga dapat merawat klien di rumah
 Tindakan
1) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi
penyebab tanda dan gejala perilaku yang muncul serta akibat dari
perilaku tersebut
2) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan
 Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
 Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila
anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
 Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus kalian
menunjukkan gejala-gejala peilaku kekerasan.
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi kondisi klien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat seperti melempar atau memukul benda atau
orang lain

M. Implementasi

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa


keperawatan risiko perilaku kekerasan

1. SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan
cara menyalurkan rasa marah
2. SP 2 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
3. SP 3 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau verbal
4. SP 4 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
5. SP 5 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
6. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku
kekerasan di rumah

N. Evaluasi

Menurut Fitria (2010) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi
dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
dan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan soap sebagai pola pikir.

Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku kekerasan
antara lain

1. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku kekerasan


2. Klien dapat membina hubungan saling percaya
3. Klien dapat penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya
4. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
5. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
6. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
7. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan
8. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
9. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
10. Klien menggunakan obat secara program yang telah ditetapkan

DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
Definisi

dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi

dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi


dan

Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

http://repository.ump.ac.id/1372/3/DWI%20YUNI%20KRISNAWATI
%20BAB%20II.pdf

https://www.academia.edu/37822087/
LAPORAN_PENDAHULUAN_RPK_doc

https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/
VANY_ANGGRAINI_143110272_.pdf

Anda mungkin juga menyukai