Disusun Oleh :
Kelompok 4
A. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan adalah berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan/atau
seksual pada diri sendiri atau orang lain. (SDKI, 2017:312).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009).
Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak
terkontrol.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi seseorang yang
ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang
lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang
(Maramis, 2009).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Muhith, 2015). Perilaku kekerasan
merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang
melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Perilaku kekerasan ini dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan perilaku
yang kasar disertai kekerasan (Saragih,dkk, 2014).
B. Rentang Respon
Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah. Perilaku agresif
dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di mana agresif verbal di suatu
sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,
perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku agresif atau
melukai karena menggunakan koping yang tidak baik.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Perilaku yang ditampakan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif: Keterangan:
1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kenyamanan
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat mrah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marahdan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol
5. Amuk : suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan
C. Faktor predisposisi
1. Faktor Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur perilaku. Adanya
lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi dan meningkatkan perilaku
agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis dapat menimbulkan respon-respon
emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilaku
agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon testosteron atau progesteron.
Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik
amino- norepinefrin (Dalami, dkk, 2014).
Berdasarkan faktor biologis, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang
melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut (Direja, 2011) :
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin, norepineprin, dopamine, asetilkolin
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada ciran serebrospinal merupakan penyebab
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitanya
dengan penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan gangguan serebral,
tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit
ensefalitis, epilepsy (lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif atau kekerasan.
2. Faktor Psikologis
D. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan akan mengeluarkan respon marah apabila dirinya
merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis. Ancaman dapat
berupa internal dan eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita (Muhith,
2015).
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi yang proaktif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).
Menurut Dalami,dkk tahun 2014 stressor presipitasi yang muncul pada pasien
perilaku kekerasan yaitu :
a. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
b. Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c. Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda berarti
d. Ancaman internal : Kegagalan,kehilangan perhatian
Menurut (Yosep, 2009) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan antara
lain :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku berikut (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menggepalkan tangan
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mengancam secara verbal dan fisik
8. Melempar atau memukul benda atau orang lain
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.
1. Fisik
Mata melotot, pandangan tajam,tangan menggepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, dan meremehkan.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual
F. Mekanisme koping
PREDISPOSISI PRESIPITASI
NEUROBIOLOGIKAL
PSIKOSOSIAL SOSIAL BUDAYAStresor Nature Origin Timing Number
Lesi pada area frontal,
temporal dan limbik Ketidakmampuan trust Lingkungan bising, semua Sumber Lama Berapapun
(cidera kepala, kejang pada tahap Padat, jenis stresor terpaparnya jumlah stresor
demam, dll) perkembangan 1-18 Banyak waktu luang stresor yang stressor yang diterima
Dopamin diotak normal- bulan Kemiskinan tidak berasal tidak
dari dalam
tidak dapat
turun, diplasma turun riwayat kekerasan Disharmoni sosial mampu mampu
dan luar dihadapi
Ketidakseimbangan dalam rumah tangga budaya dihadapi diperpende
tidak
dopamin dan serotonin Ketidakmampuan k
mampu
Kembar identik mencintai dihadapi
STRESOR
1. Penatalaksanaan medik
a. Farmakoterapi
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku
kekerasan biasanya diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu
klorpromazin, diperkenalkan tahun 1951 sebagai pramedikasi anestesi.
Kemudian setelah itu, obat itu diuji coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti
dapat mengurangi skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik
tipikal dan antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya.
Antipsikotik tipikal terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol,
Fenotiazine,Chlorpromazine, perphenazine (Trilafon), trifluoperazin (stelazine),
sedangkan untuk antipsikotik atipikal terdiri dari (clozapine (clozaril),
risperidone (Risperidal). Efek samping yang ditimbulkan berupa rigiditas otot
kaku, lidah kaku atau tebal disertai kesulitan menelan. Biasanya sering
digunakan klien untuk mengatasi gejala-gejala psikotik (Perilaku kekersan,
Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik, psikotik akut dan
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak (Katona, dkk, 2012).
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun
yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi
(Kusumawati & Yudi, 2010).
Pengikatan
Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada
klien sendiri dan orang lain.
Terapi Kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan dipelipis
pasien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan
20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali) dengan kekuatan arus listrik (2-3 joule).
Isolasi
Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruang
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain dan lingkungan. Akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko
bunuh diri.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
b. Terapi modalitas
1) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
terhadap pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela.
Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti
tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama
ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain
maupun lingkungan sekitar.
c. Terapi Keluarga
1. Pengkajin
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
merupsksn proses yang sistematis dala pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al dalam Muhith
2015). Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah pasien.
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan status mental,
suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan alamat.
b. Alasan Masuk
Alasan yang menyebabkan pasien atau keluarga datang atau dirawat di rumah
sakit. Faktor pencetus perilaku kekerasan meliputi ancaman terhadap fisik,
ancaman internal dan ancaman eksternal.
d. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologi (biasanya klien mempunyai keluarga yang mempunyai riwayat
perilaku kekerasan, klien pernah mengalami gangguan jiwa), psikologis
(harapan yang tidak sesuai, sering melihat perilaku kekerasan atau mengalami
perilaku kekerasan dan sosiokultural (Dermawan, 2013).
e. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu yang bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan,
kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang berarti,
kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain). Selain itu
lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mencegah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
f. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan pasien.
g. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan pasien dengan tiga generasi keluarga dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Menggambarkan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
tidak disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai
dan bagian yang disukai.
b) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien
terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan
posisinya.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran pasien dalam keluarga atau kelompok masyarakat,
kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,
perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana
perasaan pasien akibat perubahan tersebut.
d) Ideal diri
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh ideal, posisi, tugas, peran dalam
keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
e) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak
pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas
diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri
tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain.
3) Hubungan sosial
Menggambarkan orang yang paling berarti dalam hidup pasien, dan upaya
yang biasa dilakukan bila ada masalah, kelompok apa saja yang diikuti
dalam masyarakat, peran dalam kelompok, hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan
h. Status mental
a) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapi, penggunaan pakaian sesuai, cara berpakaian.
b) Pembicaraan
Biasanya pada klien perilaku kekerasan ketika bicara nada suara keras,
tinggi, menjerit atau berteriak.
c) Aktivitas motorik
Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan), kompulsif
(kegiatan berulang-ulang), grimasem (otot-otot wajah yang berubah-ubah
dan tidak terkontrol). Seperti menggepalkan tangan, merusak barang atau
benda, rahang mengatup.
f) Persepsi sensori
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penghidu.
g) Proses pikir
Sirkumtansial, pembicaraan yang berbelit tapi sampai pada tujuan.
Tangensial, pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan.
Kehilangan asosiasi, pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat yang lain.
h) Isi pikir
Biasanya klien memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu
menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.
i) Tingkat kesadaran
Biasanya klien tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak mengarah
pada tujuan).
k) Memori
Gangguan mengingat jangka panjang, tidak dapat mengingat kejadian.
Gangguan mengingat jangka pendek, tidak dapat mengingat dalam
minggu terakhir
m) Kemampuan penilaian
Menggambarkan kemampuan pasien dalam melakukan penilaian terhadap
situasi, kemudian dibandingkan dengan yang seharusnya.
p) Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif
dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represi, dan resaksi formasi.
r) Pengetahuan
Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
yang kurang tentang penyakit atau gangguan jiwa.
s) Aspek medis
Pada klien perilaku kekerasan biasanya mendapatkan obat untuk klien
skizofrenia seperti haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.
J. Pohon permasalahan
Isoalasi sosial
K. Diagnose keperawatan
Menurut Kaliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan
yaitu:
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif
L. Fokus Intervensi
Menurut SLKI (2019 : 54) tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kontrol diri meningkat dengan kriteria hasil
Menurut SIKI (2018 : 513) terdapat intervensi utama dan intervensi pendukung untuk
masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan yaitu:
Intervensi Utama
Pencegahan perilaku kekerasan
Promosi koping
Intervensi Pendukung
Biblioterapi
Dukungan koping keluarga
Dukungan pengungkapan perasaan
Dukungan perkembangan spiritual
Dukungan perlindungan penganiayaan
Dukungan emosional
Latihan asertif
Latihan memori
Manajemen delirium
Manajemen demensia
Manajemen isolasi
Manajemen lingkungan
Dukungan spiritual
Edukasi manajemen stress
Edukasi teknik mengingat
Fasilitasi penampilan peran
Fasilitasi pengungkapan kebutuhan
Konseling
Konsultasi
Manajemen waham
Pelibatan keluarga
Pemberian obat
Pencegahan bunuh diri
Pencegahan resiko lingkungan
Skrining penganiayaan seksual
Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan untuk diagnosa
perilaku kekerasan yaitu:
Tujuan
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
5) klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
6) klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara fisik spiritual sosial dan
terapi psikofarmaka
Tindakan
M. Implementasi
1. SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan
cara menyalurkan rasa marah
2. SP 2 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
3. SP 3 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau verbal
4. SP 4 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
5. SP 5 pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
6. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku
kekerasan di rumah
N. Evaluasi
Menurut Fitria (2010) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi
dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
dan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan soap sebagai pola pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku kekerasan
antara lain
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
Definisi
http://repository.ump.ac.id/1372/3/DWI%20YUNI%20KRISNAWATI
%20BAB%20II.pdf
https://www.academia.edu/37822087/
LAPORAN_PENDAHULUAN_RPK_doc
https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/
VANY_ANGGRAINI_143110272_.pdf