Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN

OLEH:
LUH SRI BUDIARTINI
20089142114

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATN BULELENG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN RESIKO
PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Resiko Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak
terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).

Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang


menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal (NANDA,
2016)
2. Rentang Respon Neurobiologis

Keterangan :
1. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain,hal ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalamproses pencapaian tujuan.
3. Pasif merupakanperilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marahyang sekarang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.
4. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi, ketakutan
atau panic. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk,
mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman
tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk
tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat rringan sampai pada
yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
3. Etiologi
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
kekerasan pada pasien gangguan jiwa antara lain:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.

2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa


kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya.
Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi
oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan
perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan
lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut :

a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis


mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan
hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal
(narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat


menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasan terdiri dari :

1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan
tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan
pada objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-
suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan
kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal
ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
terapeutik inefektif).

6. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2
yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan
dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas Pasien
2. Alasan Masuk
3. Faktor Predisposisi
4. Faktor Presipitasi
5. Pemeriksaan Fisik
6. Psikososial
7. Status Mental
8. Kebutuhan Pasien Pulang
9. Mekanisme Koping
10. Masalah Psikososial dan Lingkungan
11. Pengetahuan
12. Aspek Medik

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2


macam yaitu sebagai berikut :
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat pada klien
dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.

2. Masalah Keperawatan yang Muncul :


1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Resiko perilaku kekerasan.
3. Perilaku kekerasan.
3. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan
Effect

Resiko perilaku kekerasan

Core Problem

Perilaku kekerasan

Causa

4. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan.
5. Intervensi Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan

Diagnosa Perencanaan
Tgl. No. Intervensi Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Resiko TUM : Klien menunjukkan 1.1 Bina hubungan saling Kepercayaan dari pasien
Perilaku Klien dan keluarga tanda-tanda percaya percaya dengan merupakan hal yang akan
Kekerasan mampu mengatasi kepada perawat melalui: mengemukakan prinsip memudah perawat dalam
atau mengendalikan a. Ekspresi wajah komunikasi terapeutik : melakukan pendekatan
resiko perilaku cerah, tersenyum. a. Mengucapkan salam keperawatan atau
kekerasan. b. Mau berkenalan. terapeutik. Sapa klien intervensi selanjutnya
TUK 1 : c. Ada kontak mata. dengan ramah, baik terhadap pasien.
Klien dapat membina d. Bersedia verbal maupun non
hubungan saling menceritakan verbal.
percaya perasaan. b. Berjabat tangan
e. Bersedia dengan klien.
mengungkapkan c. Perkenalkan diri
masalah. dengan sopan.
d. Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan yang
disukai pasien.
e. Jelaskan tujuan
pertemuan.
f. Membuat kontrak
topik, waktu, dan
tempat setiap kali
bertemu pasien.
g. Tunjukkan sikap
empati dan menerima
pasien apa adanya.
h. Beri perhatian kepada
pasien dan perhatian
kebutuhan dasar
pasien.
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1. Bantu klien Menentukan mekanisme
Klien dapat Setelah 1x intervensi, mengungkapkan koping yang dimiliki oleh
mengidentifikasi pasien dapat : perasaan marahnya: pasien dalam menghadapi
penyebab perilaku 1. Menceritakan a. Diskusikan bersama masalah. Selain itu juga
kekerasan yang penyebab perilaku pasien untuk sebagai langkah awal
dilakukannya. kekerasan yang menceritakan dalam menyususn strategi
dilakukannya. penyebab rasa kesal berikutnya.
2. Menceritakan atau rasa
penyebab perasaan jengkelnya.
jengkel atau kesal, b. Dengarkan
baik dari diri sendiri penjelasan pasien
maupun tanpa menyela atau
lingkungannya. memberi penilaian
pada setiap
ungkapan perasaan
pasien.
TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Membantu pasien Deteksi dini dapat
Klien dapat Setelah 1intervensi, klien mengungkapkan tanda- mencegah tindakan yang
mengidentifikasi dapat menceritakan tanda perilaku bisa membahayakan
tanda-tanda perilaku tanda-tanda perilaku kekerasan yang pasien dan lingkungan
kekerasan. kekerasan secara : dialaminya. sekitar.
a. Fisik : mata merah,
tangan mengepal,
ekspresi tegang, dan
lain-lain.
b. Emosional: Perasaan
marah, jengkel, bicara
kasar.
c. Sosial : bermusuhan
yang dialami saat
terjadi perilaku
kekerasan.
3.2 Diskusikan dan
motivasi pasien untuk
menceritakan kondisi
fisik saat perilaku
kekerasan terjadi.
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1 Diskusikan dengan Melihat mekanisme
Klien dapat Setelah 1x intervensi, pasien seputar perilaku koping pasien dalam
mengidentifikasi jenis pasien menjelaskan : kekerasan yang menyelesaikan masalah
perilaku kekerasan a. Jenis-jenis ekspresi dilakukannya selama yang dihadapi.
yang pernah kemarahan yang ini.
dilakukannya. selama ini telah 4.2 Motivasi pasien
dilakukannya. menceritakan jenis-
b. Perasaannya saat jenis tindak kekerasan
melakukan kekerasan. yang selama ini
c. Efektivitas cara yang pernahdilakukannya
dipakai dalam 4.3 Motivasi pasien
menyelesaikan menceritakan perasaan
masalah. pasien setelah tindak
kekerasan tersebut
terjadi.
4.4 Diskusikan apakah
dengan tindak
kekerasan yang
dilakukannya, masalah
yang dialami teratasi.
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 5.1 Diskusikan dengan Membantu pasien melihat
Klien dapat Setelah 1x intervensi, pasien akibat dampak yang ditimbulkan
mengidentifikasi klien menjelaskan akibat negatifatau kerugian akibat perilaku kekerasan
akibat dari perilaku yang timbul dari tindak dari cara atau tindakan yang dilakukan pasien.
kekerasan. kekerasan yang kekerasan yang
dilakukannya: dilakukan pada:
a. Diri sendiri: luka, a. Diri sendiri
dijauhi teman, dan b. Orang lain atau
lain-lain.
b. Orang lain atau keluarga.
keluarga: luka, c. Lingkungan.
tersinggung,
ketakutann dan
lain-lain.
c. Lingkungan:
barang atau benda-
benda rusak, dan
lain-lain.
TUK 6: Kriteria Evaluasi: 6.1 Diskusikan dengan Menurunkan perilaku yang
Klien dapat Setelah 3x intervensi, pasien seputar: destruktif yang berpotensi
mengidentifikasi cara pasien dapat 1. Apakah pasien mau mencederai pasien dan
konstruktif atau cara- menjelaskan: cara-cara mempelajari cara baru lingkungan sekitar.
cara sehat dalam sehat dalam mengungkapkan
mengungkapkan mengungkapkan marah. marah yang sehat.
kemarahan. 2. Jelaskan bebagai
alternative pilihan
untuk
mengungkapkan
kemarahan selain
perilaku kekerasan
yang diketahui pasien.
3. Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
kemarahan:
a. Cara fisik: nafas
dalam, pukul bantal
atau kasur, olahraga.
b. Verbal:
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal kepada
orang lain.
c. Sosial: latihan
asertif dengan orang
lain.
d. Spiritual:
sembahyang atau
doa, zikir, meditasi,
dan sebagainya
sesuai dengan
keyakinan
agamanya masing-
masing.
TUK 7 : Kriteria Evaluasi: 7.1 Diskusikan cara yang Keinginan untuk marah
Klien dapat Setelah 1x intervensi, mungkin dipilih serta yang tidak bisa diprediksi
mendemonstrasikan klien memperagakan cara anjurkan pasien waktunya serta siapa yang
cara mengontrol mengontrol perilaku memilih cara yang akan memicunya
perilaku kekerasan. kekerasan secara fisik, mungkin diterapkan meningkatkan kepercayaan
verbal, dan spiritual untuk mengungkapkan diri pasien serta asertifitas
dengan cara berikut: kemarahannya. (ketegasan) pasien saat
a. Fisik: tarik nafas marah atau jengkel.
dalam, memukul 7.2 Latih pasien
bantal atau kasur. memperagakan cara
b. Verbal: yang dipilih dengan
mengungkapkan melaksanakan cara
perasaan kesal atau yang dipilih.
jengkel pada orang 7.3 Jelaskan manfaat cara
lain tanpa menyakiti.
c. Spiritual: zikir atau tersebut.
doa, meditasi sesuai
agamanya.
TUK 8: Kriteria Evaluasi: 8.1 Diskusikan pentingnya Keluarga merupakan
Klien mendapat Setelah 1x intervensi, peran serta keluarga system pendukung utama
dukungan keluarga keluarga mampu: sebagai pendukung bai pasien dan merupakan
untuk mengontrol a. Menjelaskan cara pasien dalam mengatasi bagian penting dari
risiko perilaku merawat pasien risiko perilaku rehabilitasi pasien.
kekerasan. dengan risiko perilaku kekerasan.
kekerasan. 8.2 Diskusikan potensi
b. Mengungkapkan rasa keluarga untuk
puas dalam merawat membantu pasien
pasien dengan risiko mengatasi perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan.
8.3 Jelaskan pengertian,
penyebab, akibat, dan
cara merawat pasien
risiko perilaku
kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh
keluarga.
8.4 Peragakan cara
merawat pasien
(menangani PK).
8.5 Beri kesempatan
keluarga untuk
memperagakan ulang
cara perawatan
terhadap pasien.
8.6 Beri pujian kepada
keluarga setelah
peragaan.
8.7 Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan.
TUK 9: Kriteria Evaluasi: 9.1. Jelaskan manfaat Menyukseskan program
Klien menggunakan Setelah 1x intervensi menggunakan obat pengobatan pasien.
obatsesuai program pasien bisa menjelaskan: secara teratur dan
yang telah ditetapkan. kerugian jika tidak Obat dapat mengontrol
a. Manfaat minum obat. menggunakan obat. risiko perilaku kekerasa
b. Kerugian tidak 9.2. Jelaskan kepada pasien: pasien dan dapat
minum obat. a. Jenis obat (nama, membantu penyembuhan
c. Nama obat. warna, dan bentuk pasien.
d. Bentuk dan warna obat)
obat. b. Dosis yang tepat Mengontrol kegiatan
e. Dosis yang diberikan untuk pasien. pasien minum obat dan
kepadanya. c. Waktu pemakaian. mencegah pasien putus
f. Waktu pemakaian. d. Cara pemakaian. obat.
g. Cara pemakaian. e. Efek yang akan
h. Efek yang dirasakan. dirasakan pasien.
i. Pasien menggunakan 9.3. Anjurkan pasien
obat sesuai program. untuk:
a. Minta dan
menggunakan obat
tepat waktu.
b. Lapor ke perawat
atau dokter jika
mengalami efek
yang tidak biasa.
9.4. Beri pujian terhadap
kedisiplinan pasien
menggunakan obat.
6. Strategi Pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan

Diagnosa Pasien Keluarga


Keperawatan SP1P SP1K
Resiko 1. Membina hubungan saling 1. Mendiskusikan masalah
Perilaku percaya yang dirasakan
Kekerasan 2. Mengidentifikasi penyebab keluarga dalam
perilaku kekerasan. merawat pasien
3. Mengidentifikasi tanda dan perilaku kekerasan.
gejala perilaku kekerasan. 2. Memberikan
4. Mengidentifikasi bentuk pendidikan kesehatan
perilaku kekerasan yang tentang pengertian
pernah dilakukan perilaku kekerasan,
5. Mengidentifikasi akibat tanda dan gejala, serta
perilaku kekerasan. proses terjadinya
perilaku kekerasan.
3. Menjelaskan cara
merawat pasien dengan
perilaku kekerasan.
4. Mengajarkan dan
melibatkan keluarga
dalam mempraktekkan
cara merawat pasien
dengan perilaku
kekerasan secara
langsung di rumah
sakit.
SP2P SP2K
1. Mengajarkan cara 1. Membantu keluarga
mengontrol perilaku membuat jadwal
kekerasan antara lain: aktivitas pasien di
a. Secara fisik (relaksasi, rumah termasuk
kegiatan dan olahraga). minum obat
b. Secara verbal (sharing (discharge planning).
atau menceritakan pada
orang lain)
c. Secara spiritual (berdoa, 2. Menjelaskan follow
sholat). up pasien setelah
d. Secara farmakologis pulang.
(minum obat).
2. Membantu pasien
mempraktekkan cara yang
telah diajarkan.
3. Menganjurkan pasien untuk
memilih cara mengontrol
perilaku kekerasan yang
sesuai.
4. Memasukan cara
mengontrol perilaku
kekerasan yang telah dipilih
ke dalam jadwal kegiatan
harian.
SP3P
1. Mengevaluasi pelaksanaan NB : Pelaksanaan masing-
jadwal kegiatan pasien di masing SP
rumah sakit. disesuaikan dengan
2. Membantu pasien membuat kondisi pasien.
rencana jadwal kegiatan di
rumah.
3. Mendiskusikan tentang obat
yang diminum (jenis, dosis,
waktu minum, manfaat dan
efek samping)

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan yang
dilakukan setelah melaksanakan implementasi dan intervensi keperawatan
yang telah disusun yang nantinya memungkinkan telah tercapai atau tidak
dalam meningkatkan kondisi pasien. Serta evaluasi keperawatan ditulis dalam
bentuk SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Jalil, Abdul. 2009. Modul Keperawatan Jiwa Asuhan Keperawatan Fase Akut
(UPIP) & Maintenance. Magelang: Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo

Sutejo. 2017. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:


Gangguan Jiwa dan Psikososial.Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4718 (Diakses pada tanggal 23


Februari 2021).

http://repository.ump.ac.id/1372/3/DWI%20YUNI%20KRISNAWATI%20BAB
%20II.pdf (Diakses pada tanggal 23 Februari 2021).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter (Diakses pada


tanggal 23 Februari 2021).

Anda mungkin juga menyukai