2.2 Etiologi
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan pada Pasien Gangguan
Jiwa.
A. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
Adaptif Maladaptif
1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu
dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini
tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang
mampu.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang tampak
dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.
2.6 Pathosikologi
2.9 Evaluasi
1. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasaan,
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukan.
2. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur
sesuai jadwal:
a. Secara fisik
b. Secara sosial/verbal
c. Secara spiritual
d. Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).
A. Pengkajian
Tandadangejalaperilakukekerasanyaitu :
Fisik :Mukamerah, berkeringat, pandangantajam, sakitfisik, nafaspendek,
tekanandarahmeningkat, penyalahgunaanobat. Emosi :Tidakadekuat, rasa terganggu,
tidakaman, marah/jengkeldandendam. Sosial :Menarikdiri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan humor. Spiritual: Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidakbermoral,
kebejatan, kebajikan/
kebenarandiridankreatifitasterhambatkarenatidakdapatdipilihsecararasional.
Intelektual: Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, danmeremehkan (Keliat B.A,
1996).
B. DiagmosaKeperawatan
1. Perilakukekerasan
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan Depkes RI (2006)
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
Data Objektif
a. Klien mengamuk, merusak dan melempar barang – barang.
b. Melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Resiko perilaku kekerasan
Data subjektif
Klien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan tidak puas bila tidak
memecahkan barang, klien mengungkapkan mengancam orang lain.
Data objektif
Muka merah dan tegang, pandangan tajam, postur tubuh yang kaku, mengatupkan
rahang dengan kuat, mengepal kantangan, jalan mondar – mandir, bicara kasar,
suara tinggi, menjerit / berteriak, mengancam secara verbal ataufisik, nafas
pendek, menolak.
3. Harga diri rendah
Menurut Depkes RI (2006)
Data subyektif:
a. Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah.
b. klien merasa tidak berguna, klien merasa malu, pandangan hidup yang
pesimis, penolakkan terhadap kemampuan diri.
Data objektif:
Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dan nada suara lemah.
Ketidakefektifan koping
keluarga : Gangguan konsep diri :
Ketidakmampuan harga diri rendah kronis
keluarga merawat klien
3.4 Intervensi
dirumah
A. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.
Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik 2 merawat langsung pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan obat (dischange planning)
cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian
Pertemuan : Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).
1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Alfin Nugroho, saya
biaya dipanggil Alfin. Saya Mahasiswa Keperawatan UMM yang dinas diruang ini,
saya dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai
jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu
rasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”
2. Fase Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu R marah?
Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang
tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu R
rasakan?“
Pertemuan : Ke 2 (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua
(evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Alfin”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau
marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut dengan
memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya
bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“ Coba
ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu
mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu
kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“
sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai
Jumpa!” Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 3 (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara,
sesekali nada bicara agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan
perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal
( menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya bu: 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan
suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu
mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan baik:” bu, tolong sediakan
makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan . Bagus bu. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?’
Pertemuan : Ke 4 (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/
berdoa)
2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana
yang mau di coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan
langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu
bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”
3. Fase terminasi
Pertemuan : Ke 5 (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi
psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum
obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat
secara teratur)
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat
yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum! Bagaiman
cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah
yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu
lagi untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat
mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (6th ed).
St louis:
Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th ed).
St louis:
Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedomanuntuk
pembuatan
rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).