Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1.1 Definisi
Menurut Berkowitz (1993), perilaku kekerasan adalah perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis, sedangkan menurut Citrome
dan Volavka (2002, dalam Mohr, 2006) perilaku kekerasan adalah respon dan perilaku
manusia untuk merusak dan berkonotasi sebagai agresif fisik yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain dan atau sesuatu.
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan
terancam ini dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang
berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja,
perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Menurut Keliat, dkk, perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk, 2011).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu
tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain
(Herdman, 2012)
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan:
a) Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang
meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).
b) Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
c) Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontol (Yosep, 2007).

2.2 Etiologi
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan pada Pasien Gangguan
Jiwa.
A. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadapstress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
1. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
B. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.3 Tanda dan gejala perilaku kekerasan


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
a) Muka merah dan tegang

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
f) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
f) Ketus
3. Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
2.4 Rentang Respon Marah

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif, seperti
rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk / PK

1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu
dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini
tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang
mampu.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang tampak
dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.

2.5 Proses terjadinya marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1)
Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara ini, cara

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan
melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini
dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk.

Skema 2.1 Proses terjadinya marah (Yosep, 2007)


Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang
menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara
positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal
dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah
dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan
yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
(Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam
(Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom)
(Yosep, 2007).

2.6 Pathosikologi

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


2.7 Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan
A. Definisi
Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal
yang diterapkan pada pasien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk
mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Purba dkk, 2008).
B. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.
C. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Mengucapkan salam terapeutik
c. Berjabat tangan
d. Menjelaskan tujuan interaksi
e. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
f. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
D. Diskusikan perasaan paien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
E. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
a. Sosial/verbal
b. Terhadap orang lain
c. Terhadap diri sendiri
d. Terhadap lingkungan
F. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
G. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam
b. Obat
c. Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


H. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
a. Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
b. Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal
I. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
b. Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
J. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
1) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
2) Latihan sholat dan berdoa
3) Buat jadwal latihan sholat/berdoa
K. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar dosis obat)
disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
b. Susun jadwal minum obat secara teratur
L. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku
kekerasan (Keliat & Akemat, 2009).

2.8 Pembagian Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan


SP 1 pasien : membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik I (latihan napas dalam).
SP 2 pasien : membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
fisik II (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara
kedua).
SP 3 pasien : membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal kegiatan harian tentang kedua cara fisik mengendalikan

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal [menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik], susun
jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/
verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat
(bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama
pasien/ pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat, susun
jadwal minum obat secara teratur).

2.9 Evaluasi
1. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasaan,
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukan.
2. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur
sesuai jadwal:
a. Secara fisik
b. Secara sosial/verbal
c. Secara spiritual
d. Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).

2.10 Manajemen Krisis


1. Identifikasi pemimpin tim krisis.
2. Susun atau kumpulkan tim krisis.
3. Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
4. Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
5. Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
6. Susun strategi dan beritahu anggota lain.
7. Tugas penanganan pasien secara fisik.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


8. Jelaskan semua tindakan pada pasien, “Kami harus mengontrol Tono, karena
perilaku Tono berbahaya pada Tono dan orang lain. Jika Tono sudah dapat
mengontrol perilakunya, kami akan lepaskan”.
9. Ikat/kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman).
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.
11. Jaga tetap kalem dan konsisten.
12. Evaluasi tindakan dengan tim.
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Tandadangejalaperilakukekerasanyaitu :
Fisik :Mukamerah, berkeringat, pandangantajam, sakitfisik, nafaspendek,
tekanandarahmeningkat, penyalahgunaanobat. Emosi :Tidakadekuat, rasa terganggu,
tidakaman, marah/jengkeldandendam. Sosial :Menarikdiri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan humor. Spiritual: Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidakbermoral,
kebejatan, kebajikan/
kebenarandiridankreatifitasterhambatkarenatidakdapatdipilihsecararasional.
Intelektual: Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, danmeremehkan (Keliat B.A,
1996).

B. DiagmosaKeperawatan
1. Perilakukekerasan
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan Depkes RI (2006)
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


c. Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak
berdaya, inginberkelahi, dendam.

Data Objektif
a. Klien mengamuk, merusak dan melempar barang – barang.
b. Melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Resiko perilaku kekerasan
Data subjektif
Klien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan tidak puas bila tidak
memecahkan barang, klien mengungkapkan mengancam orang lain.
Data objektif
Muka merah dan tegang, pandangan tajam, postur tubuh yang kaku, mengatupkan
rahang dengan kuat, mengepal kantangan, jalan mondar – mandir, bicara kasar,
suara tinggi, menjerit / berteriak, mengancam secara verbal ataufisik, nafas
pendek, menolak.
3. Harga diri rendah
Menurut Depkes RI (2006)
Data subyektif:
a. Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah.
b. klien merasa tidak berguna, klien merasa malu, pandangan hidup yang
pesimis, penolakkan terhadap kemampuan diri.
Data objektif:
Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dan nada suara lemah.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


3.3 Pohon Masalah
Resiko Perilaku Gangguan
Mencederai diri Pemeliharaan Kesehatan

Ketidakefektifan Perilaku Kekerasan Defisit Perawatan Diri


penatalaksanaan Masalah Utama Mandi dan Berhias
program terapeutik

Ketidakefektifan koping
keluarga : Gangguan konsep diri :
Ketidakmampuan harga diri rendah kronis
keluarga merawat klien
3.4 Intervensi
dirumah
A. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.
Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
1) verbal,
2) terhadap orang lain,
3) terhadap diri sendiri,
4) terhadap lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
2) obat;
3) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
4) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas
dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh
minum obat.
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
B. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain.
d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan :
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


STRATEGI PELAKSANAAN
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Menjelaskan masalah yang
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan pasien
4. Mengidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
5. Menyebutkan cara mengontrol PK dan gejala, serta proses terjadinya
6. Membantu pasien mempraktekkan PK
latihan cara mengontrol fisik 1 3. Menjelaskan cara merawat pasien
7. Menganjurkan pasien memasukkan dengan PK
dalam jadwal kegiatan

SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik 2 merawat langsung pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan obat (dischange planning)
cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan
minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Pertemuan  : Ke 1 (satu)

A.    PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3.  Tujuan Khusus
a.       Pasien dapat mengidentifikasi PK
b.      Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c.       Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d.      Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e.       Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4.  Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala
yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).

B.      STRATEGI  PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Alfin Nugroho, saya
biaya dipanggil Alfin. Saya  Mahasiswa Keperawatan UMM yang dinas diruang ini,
saya dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai
jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu
rasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”

2. Fase Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu R marah?
Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang
tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu R
rasakan?“

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


Apakah ibu R merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“ Apakah dengan ibu R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik nafas dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu
R sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini ibu R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul ibu R sudah terbiasa melakukannya”.

3. Fase Terminasi :       


“ Bagaimana perasaan ibu R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan ibu? ”
“ Coba ibu  R sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan  dan apa yang ibu
lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu dibantu dan
T, bila ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah ibu R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Ibu…Assalamu’alaikum.”             

Pertemuan  : Ke 2 (dua)

A.    PROSES KEPERAWATAN
1.  Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2.  Diagnosa Keperawatan
      Risiko perilaku kekerasan
3.   Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4.   Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua
(evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan  harian cara
ke dua.

B.    STRATEGI  PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1.   Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Alfin”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan    
kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”

2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau
marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut dengan
memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya
bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”

3. Fase Terminasi      
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“ Coba
ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu
mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu
kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“
sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai
Jumpa!”    Assalamu’alaikum

Pertemuan  : Ke 3 (tiga)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.     Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara,
sesekali nada bicara agak tinggi.
2.      Diagnosa Keperawatan
    Risiko perilaku kekerasan
3.     Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal   

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal

4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan
perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal
( menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)

B.     STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN.


1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Alfin”,
sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat
jadual kegiatan hariannya. “Bagus,
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 10 menit?”

2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara  ibu baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya bu: 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan
suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu
mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan baik:” bu, tolong sediakan
makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan . Bagus bu. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
 

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?’

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus
sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu!”
“ Bagaimana kalau besok  kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu
dengan cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti
ya Ibu…Assalamu’alaikum

Pertemuan  : Ke 4 (empat)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.  Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2.  Diagnosa Keperawatan    
  Risiko perilaku kekerasan
3.   Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4.   Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual  
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/
berdoa) 

B.     STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1.  Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” Betul Ibu
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?”   

2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana
yang mau di coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan
langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu
bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”

3. Fase terminasi

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali
ibu sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang
marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat
tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu  ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat! “
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah ibu, setuju bu?”….Assalamu’alaikum

Pertemuan  : Ke 5 (lima)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.   Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2.    Diagnosa Keperawatan
       Risiko perilaku kekerasan
3.    Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi
psikofarmaka
4.   Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum
obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat
secara teratur)

B.    STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Anwar,
“sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara
yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”“Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”        

2. Fase Kerja (Perawat membawa obat pasien)


“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu minum?
warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?Bagus”“Obatnya ada 3 macam
bu, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam
7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut ibu
terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bias mengisap-isap es batu”.“Bila
terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”“ Sekarang kita masukkan waktu minum obat
kedalam jadwal ya bu”.

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat
yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum! Bagaiman
cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah
yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu
lagi untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat
mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (6th ed).
St louis:
Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th ed).
St louis:
Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedomanuntuk
pembuatan
rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).

ALFIN NUGROHO | 201820461011125


ALFIN NUGROHO | 201820461011125

Anda mungkin juga menyukai