Anda di halaman 1dari 21

A.

    PENGERTIAN

  Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun

lingkungan (fitria, 2009).

  Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut

(Purba dkk, 2008).

  Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph,

2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress

berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan:

memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan

orang lain, bahkan membakar rumah.

  Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO

(dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan

kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok

orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan

memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau

perampasan hak

  Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan

untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai

perang atau menyerang


  Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap

diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk

mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif

  Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

B.     PENYEBAB

1.      Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori

biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996

dalam Purba dkk, 2008) adalah:

a.       Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

1)      Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem

limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan

dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik

merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan

pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu

membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.

Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2)      Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan

serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.

Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam

teorinya tentang respons terhadap stress.

3)      Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan

genetik karyotype XYY.

4)      Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak

kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus

temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti

ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b.      Teori Psikologik

1)      Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan


dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep

diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang

dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku

agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap

rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

2)      Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua

mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise

atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak

memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.

Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku

guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau

mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan

cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

c.       Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap

perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku

kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga

berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa

kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk

yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.

Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.


2.      Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan

dengan (Yosep, 2009):

a.       Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti

dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan

sebagainya.

b.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c.       Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan

dalam menyelesaikan konflik.

d.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya

sebagai seorang yang dewasa.

e.       Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme

dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f.       Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

C.    RENTANG RESPONS MARAH

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.

Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).

  Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,

atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

  Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman

tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

  Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang

dialami.

  Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh

individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia

berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan

sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain

  Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol

diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang

lain.

Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

D.    TANDA DAN GEJALA


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut:

1.      Fisik

a.       Muka merah dan tegang

b.      Mata melotot/ pandangan tajam

c.       Tangan mengepal

d.      Rahang mengatup

e.       Postur tubuh kaku

f.       Jalan mondar-mandir

2.      Verbal

a.       Bicara kasar

b.      Suara tinggi, membentak atau berteriak

c.       Mengancam secara verbal atau fisik

d.      Mengumpat dengan kata-kata kotor

e.       Suara keras

f.       Ketus

3.      Perilaku

a.       Melempar atau memukul benda/orang lain

b.      Menyerang orang lain

c.       Melukai diri sendiri/orang lain

d.      Merusak lingkungan

e.       Amuk/agresif
4.      Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak

berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5.      Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6.      Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7.      Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.      Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E.     AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi

mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu

tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan

lingkungan.

F.     PROSES MARAH

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus

dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang


menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat

menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :(Beck,

Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)

 Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan

melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan

menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang

dua cara yang lain adalah destruktif.

 Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,

dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan

pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan

psikomatik atau agresif dan ngamuk.

Pathway/ Patoflowdiagram
G.   

PERILAKU

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

 Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom

beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,

takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster

menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga

meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

 Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya

yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang

terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa

marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu

perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.

 Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk

menarik perhatian orang lain.

 Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan
Perilaku Kekerasan

H.    MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan

stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan

yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya

ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)

 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya

secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan


kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok

dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa

marah.

 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya

yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh

bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke

alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya

yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang

diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak

baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan

akhirnya ia dapat melupakannya.

 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,

dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada

teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,

pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia

baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding

kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.


I.       PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1.      Medis

a.       Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b.      Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c.       Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan

hiperaktivitas.

d.      ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada

keadaan amuk.

2.      Penatalaksanaan keperawatan

a.       Psikoterapeutik

b.      Lingkungan terapieutik

c.       Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d.      Pendidikan kesehatan

J.      PERENCANAAN PULANG

Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu

semua rumah  sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang

dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses

keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.

Tujuan perencanaan pulang:

1.      Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.

2.      Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.

3.      Klien tidak terisolasi sosial

4.      Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).

K.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,

pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan

serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.

Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam

pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik

sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah

adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)

1.      Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data,

analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa

keperawatan.

Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

  Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap

sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil

melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan

seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan

dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang

dikeluarkan saat marah bertambah.

  Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,

dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,

menyalahkan dan menuntut.

  Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,

peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang

selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu

mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana

informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.

  Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi

marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan

kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.

Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,

menolak mengikuti aturan.

  Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan.

Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan

yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji

individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan

spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :

  Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,

berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

  Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.

  Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.

  Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu

data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara

lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan

klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini

didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.


Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan

yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui

penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat

ditentukan diagnosa keperawatan.

Pohon masalah

2.      Diagnosa

Keperawatan

“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan

potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan

sebagai proses kehidupan” (Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa

keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut :

  Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku

kekerasan.

  Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.


FORMAT PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR JIWA

Ruang rawat : R. Elang Tanggal dirawat :

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Jaka Umbara Tgl Pengkajian :
Umur : 22 th No CM :

II. ALASAN MASUK


Sering ingin melukai diri sendiri dan orang lain serta pernah mengamuk digereja

III. FAKTOR PREDISPOSISI


A. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu :
Klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
B. Pengobatan sebelumnya :
Pengobatan sebelumnya kurang berhasil
C. Trauma :
Klien tidak mempunyai riwayat trauma
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa :
Tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa
E. Pengalaman di masa lalu yang tidak menyenangkan :
Klien pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan ketika ayah, dan
ibunya meninggal

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanda vital : BP : 120/80 mmhg
P : 89
R : 28
S : 36ºC

B. Ukur : BB : 77
TB : 167

C. Tidak / ada keluhan fisik : Tidak


V. PSIKOSOSIAL
A. Genogram
B. KONSEP DIRI
1. Gambaran diri :
Klien mengatakan bahwa ia menyukai alisnya
2. Identitas :
Sebelum sakit klien merupakan pegawai swasta yang bekerja di perusahaan dan
klien merasa puas dengan pekerjaannya
3. Peran

Anda mungkin juga menyukai