Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN DAN JENIS


1. Definisi
a. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
b. Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
c. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat,
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting
barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
d. Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak
e. Menurut Townsend (2011), amuk (aggresion) adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang
lain juga diartikan sebagai perang atau menyerang
f. Menurut Stuart dan Sundden (2006), perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
g. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2003).
2. Jenis
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan
B. PENYEBAB/ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Townsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial
yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang
ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

C. MANIFESTASI KLINIS
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:

a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. POHON MASALAH
E. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
2. Psikofarmaka
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
3. Psikosomatik
a. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
b. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien
menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan
dengan suntikan gluk
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika    sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan
a. Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika    sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif ;
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data Subyektif:
a) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif:
a) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang   dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa II Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
4) Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa III   : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :                                                       
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
laain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa
Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart and Sundeen (2006), ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”,
alih bahasa Hapid AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Townsend C. Mary , 2011, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi V,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Nita, Fitria. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Penerbit Buku : Salemba Medika. Jakarta.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Berkowitz, Leonard. (2003).  Emotional Behavior. Buku Kesatu Terj. Hartatni
WoroSusiatni. Jakarta: Penerbit PPM

Anda mungkin juga menyukai