Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

YORIS ROLISA

NIM : 04416018046

AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTREN CIREBON

2020
a. Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan
 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (fitria, 2009). P
 erilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain
(Yoseph, 2009).

b. Rentang Respon

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).

o Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang


lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
o Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari
ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
o Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
o Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
o Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.


 

c. Tanda dan Gejala


1) Data Subjektif
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang
2) Data Objektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, sesak
dan bingung

d. Penyebab

a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh (Towsend,
1996 dalam Purba, dkk., 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.

b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

e. Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

f. Fokus Pengkajian
1. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan jiwa yang mungkin muncul pada pasien dengan resiko perilaku
kekerasan, diantaranya yaitu:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Resiko Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan, yaitu
diantaranya:
a. Data Subyektif :.
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif.
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

g. Diagnosis Keperawatan Utama


Resiko Perilaku kekerasan

h. Fokus Intervensi
a. Tujuan tindakan keperawatan jiwa pada pasien
1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3) Pasien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
4) Pasien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5) Pasien mampu melakukan tindakan pengontrolan perilaku kekerasan (fisik,
verbal, spiritual, dan obat-obatan) dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan
harian

b. Tujuan tindakan keperawatan jiwa pada keluarga:


1) Keluarga mampu mengungkapkan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Keluarga mampu menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya perilaku kekerasan
3) Keluarga mampu menjelaskan dan mempraktekkan cara merawat pasien dengan
perilaku kekerasan
4) Keluarga mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
c. Tindakan keperawatan jiwa yang dilakukan pada pasien:
1) Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3) Identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
4) Identifikasi akibat perilaku kekerasan
5) Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan
6) Melatih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan (fisik, verbal, spiritual, obat-
obatan) dan bimbing pasien untuk memasukkannya kedalam jadwal kegiatan
harian
d. Tindakan keperawatan jiwa yang dilakukan pada keluarga
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
perilaku kekerasan
3) Jelaskan dan praktekkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
4) Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
5) Jelaskan follow up pasien sesudah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Adam irawan. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


RESIKO PERILAKU KEKERASAN.

Awaludin, I. N. (2016). Upaya Peningkatan Kemampuan Mengontrol Emosi Dengan


Cara Fisik Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Di RSJD dr. Arif Zainudin
Srakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa. (T. Rahayuningsih, Ed.) (1st ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Retno Yuli Hastuti. (2016). EFEKTIFITAS TEKNIK MEMUKUL BANTAL


TERHADAP PERUBAHAN STATUS EMOSI : MARAH KLIEN
SKIZOFRENIA.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1

TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A.    PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3.  Tujuan Khusus
a.       Pasien dapat mengidentifikasi PK
b.      Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c.       Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d.      Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e.       Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4.  Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala
yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).

B.      STRATEGI  PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairil Anwar, saya
biaya dipanggil Anwar. Saya  perawat yang dinas diruang Madrim ini, saya dinas
diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang,
jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu
rasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”

2. Fase Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu R marah?
Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang
tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu R
rasakan?“
Apakah ibu R merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“ Apakah dengan ibu R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik nafas dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu
R sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini ibu R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul ibu R sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :        
“ Bagaimana perasaan ibu R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan ibu?”
“ Coba ibu  R sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan  dan apa yang ibu
lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu dibantu dan
T, bila ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah ibu R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
”Saya pamit dulu bu…assalamu’alaikum”    

Anda mungkin juga menyukai