Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN


Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Jiwa
di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang

Dosen Pengampu : Firman Hidayat, M.Kep.,Ns, Sp.Kep.J

Disusun Oleh:

Nama : Reski Sekar Sari


NIM : C1021121
Semester : 5/3C

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2023/2024
A. Masalah Utama
Violence atau tindak kekerasan adalah agresi fisik yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain. Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai
gangguan psikiatrik, tapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat
menggatasi tekanan hidup sehari-hari dengan cara yang lebih baik.
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat.
Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif.
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta
tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi
dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan
menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang
maladaptif yaitu agresi-kekerasan.
Tindak kekerasan dan ancaman tindak ancaman kekeraasan sering
terjadi di ruang gawat darurat psikiatrik serta sering menyebabkan permintaan
konsultasi ke psikiatri. Para dokter dan staf harus mengetahui cara cepat
memulai prosedur pencegahan peningkatan tindak kekerasan ini. Prosedur ini
meliputi intervensi perilaku, farmakologik, dan psikososial.
Salah satu komponen penting dalam kegaruratan psikiatri adalah
perawat. Maka dari itu diperlukan pemahaman lebih untuk menangani kondisi
tindak kekerasan dan juga mengidentifikasi resiko yang timbul agar tidak
menjadi diagnosa aktual.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap

1
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan adalah
tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan dan benci. Hal ini merupakan keadaan emosi yang
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan
emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri,
atau secara destruktif.
Perilaku kekerasan Adalah suatu suatu perilaku maladaptive dalam
memanifestasikan perasaan marah yang dialami oleh sesorang. Perilaku
tersebut dapat berupa mencederai diri sendiri, melalukan penganiayaan
terhadap orang lain dan merusak lingkungan.
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Data Subjektif:
Merasa tidak aman dan nyaman; merasa terganggu; dendam dan
jengkel; menganggap semua musuh; ingin berkelahi; menyalahkan
dan menuntut orang lain; merasa diri berkuasa dan benar;
b. Data Objektif:
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam; tangan
mengepal; rahang mengatup; postur tubuh kaku; jalan mondar-mandir;
bicara kasar; suara tinggi, membentak atau berteriak; mengancam
secara verbal atau fisik; mengumpat dengan kata-kata kotor; suara
keras; ketus; melempar atau memukul benda/orang lain; menyerang
orang lain; melukai diri sendiri/orang lain; merusak lingkungan;
amuk/agresif; cerewet; kasar; berdebat; meremehkan dan sarkasme;
mengkritik pendapat orang lain; menyinggung perasaan orang lain;
tidak perduli dan kasar; menarik diri; pengasingan; penolakan;
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi

2
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori
sosiokultural yang dijelaskan oleh Townsend (2005) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan
pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh
Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak,

3
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal;
trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
2) Teori Psikologi
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan
untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang
orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor
budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada

4
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak
kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan
dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam
hidup individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
4. Akibat
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman. Perasaan marah normal bagi setiap individu, namun

5
perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain


dan merasa lega.
b. Frustasi : merasa gagal mencapai tujuan disebabakan karena ada tujuan
yang tidak realistis.
c. Pasif : diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang di alami.
d. Agresif : memperhatikan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai.
e. Kekerasan : sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan,memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan,
dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal
atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal.
Sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana, dan sebagainya.
Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu (disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana
seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau
menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah
waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius), maka ia

6
akan dapat melakukan kegiatan secara positif (compensatory act) dan
tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan
makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu
melakukan kegiatan positif, maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan
sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan
(anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed outward)
dengan kegiatan yang konstruktif (constructive action) dapat
menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan keluar dengan
kegiatan yang destruktif (destructive action) dapat menimbulkan perasaan
bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan
menimbulkan gejala psikosomatis (painful symptom).

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

D. Diagnosa keperawatan
Dx.
No Deskripsi Data Mayor Data Minor
Keperawatan
1. Perilaku Kemarahan yang Subjektif : Subjektif :
kekerasan di ekspresikan a. Mengancam a. Mengatakan
secara berlebihan b. Mengumpat ada yang
dan tidak c. Bicara keras mengancam,
terkendali baik dan kasar mengejek
secara verbal Objektif : b. Mendengar
maupun tindakan a. Agitasi suara yang
dengan b. Meninjau menjelekkan
mencederai orang c. Membanting c. Merasa orang
lain dan atau d. Melempar lain

7
lingkungan. e. Tindakan mengancam
mencederai dirimya
orang lain Objektif :
yang sejenis. a. Menjauh dari
orang lain
b. Katatonia

2. Resiko Adanya Subjektif : Subjektif :


perilaku kemungkinan a. Mengatakan a. Mendengar
kekerasan mencederai orang pernah suara-suara
lain dan merusak melakukan b. Merasa orang
lingkungan akibat tindakan lain
ketidak mampuan kekerasan mengancam
mengendalikan b. Informasi dari c. Menganggap
marah secara keluarga orang lain
konstruktif tindak jahat
kekerasan Objektif :
yang a. Tampak
dilakukan oleh tegang saat
pasien berbicara
Objektif : b. Pembicaraan
a. Ada tanda atau kasar jika
jejas perilaku menceritakan
kekerasan marahnya
pada anggota
tubuh
3 Harga Diri Evaluasi diri/ Subjektif : Subjektif :
Rendah perasaan negatif a. Klien a. Klien
tentang diri mengatakan mengatakan
sendiri atau merasa tidak harus
kemampuan diri mampu, bergantung
yang sifatnya malu, pada pendapat

8
berlangsung lama merendahkan orang lain.
atau situasional. dirinya, b. Klien
menyalahkan mengatakan
dirinya enggan
dengan mencoba hal
masalah yang baru
terjadi c. Klien
padanya. mengatakan
Objektif : mengalami
a. Tidak ada kegagalan
kontak mata, hidup yang
pandangan berulang
menunduk, Objektif :
ekspresi a. Menolak
terlihat sedih. umpan balik
b. Perilaku tidak positif tentang
aserftif diri sendiri
b. Pasif
c. Perilaku
bimbang

E. Fokus Intervensi atau tindakan Keperawatan


No Dx Kep. Penjabaran

1. Perilaku Tujuan Umum : Pasien dapat melanjutkan hubungan peran


kekerasan sesuai tanggung jawab.
Tujuan Khusus : Pasien dapat membina hubungan saling
percaya.
Setelah dilakukan interaksi diharapkan klien menunjukkan
tanda-tanda :
a. Pasien mau membalas salam.
b. Pasien mau berjabat tangan
c. Pasien menyebutkan nama

9
d. Pasien tersenyum
e. Pasien ada kontak mata
f. Pasien tahu nama perawat
g. Pasien menyediakan waktu untuk kontrak
Intervensi :
a. Beri salam dan panggil nama pasien.
b. Sebut nama perawat sambil berjabat tangan
c. Jelaskan maksud hubungan interaksi
d. Beri rasa nyaman dan sikap empatis
e. Lakukan kontrak singkat tapi sering
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
hubungan interaksi selanjutnya.
Tujuan Khusus : Pasien dapat mengidentifikasi penyebab
marah/amuk.
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
b. Pasien dapat menyebutkan perasaan marah/jengkel.
Intervensi :
a. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Bantu pasien untuk mengungkapkan marah atau
jengkel.
Rasional : Mengungkapkan perasaan merupakan cara untuk
mengidentifikasi karakteristik gangguan yang dialami pasien.
Tujuan Khusus : Pasien dapat mengidentifikasi tanda marah
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaan saat
marah/jengkel.
b. Pasien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal
Intervensi :
a. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan saat marah
/jengkel.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan pada pasien.

10
Rasional : Mengobservasi adalah cara untuk mendapatkan
data baik objektif maupun subjektif.
Tujuan Khusus : Pasien dapat mengungkapkan perilaku
marah yang sering dilakukan
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien mengungkapkan marah yang biasa dilakukan.
b. Pasien dapat bermain peran dengan perilaku marah yang
dilakukan.
c. Pasien dapat mengetahui cara marah yang dilakukan
menyelesaikan masalah atau tidak
Intervensi :
a. Anjurkan pasien mengungkapkan marah yang biasa
dilakukan.
b. Bantu pasien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan pasien apa dengan cara itu bisa
menyelesaikan masalah.
Rasional : Menstimulus pasien untuk mengidentifikasi
secara mandiri apakah respon yang ia keluarkan merupakan
respon adaptif atau maladaptif.
Tujuan Khusus : Pasien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat menjelaskan akibat dari
cara yang digunakan.
Intervensi :
a. Bicarakan akibat/kerugian dari apa yang dilakukan
b. Bersama pasien menyimpulkan cara yang digunakan
pasien.
c. Tanyakan pasien apakah mau tahu cara marah yang
sehat
Rasional : Diskusi yang asertif dapat menunjang
keberhasilan intervensi.

11
Tujuan Khusus : Pasien mengidentifikasi cara konstruksi
dalam berespon terhadap perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat melakukan berespon
terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada pasien apakah pasien mau tahu cara
baru yang sehat.
b. Beri pujian jika pasien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan cara marah yang sehat dengan pasien.
d. Pukul bantal untuk melampiaskan marah.
e. Tarik nafas dalam
f. Mengatakan pada teman saat ingin marah.
g. Anjurkan pasien sholat atau berdoa
Rasional : Memberikan opsi cara marah yang adaptif
bertujuan untuk mengurangi kebiasaan pasien melakukan
perilaku kekerasan.
Tujuan Khusus : Pasien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol marah.
Kriteria Evaluasi :
Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan
a. Tarik nafas dalam
b. Mengatakan secara langsung tanpa menyakiti
c. Dengan sholat/berdoa
Intervensi :
a. Pasien dapat memilih cara yang paling tepat.
b. Pasien dapat mengidentifikasi manfaat yang terpilih
c. Bantu pasien menstimulasi cara tersebut.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan.
e. Anjurkan pasien menggunakan cara yang telah
dipelajari.
Rasional : Dukungan yang positif dapat berperan dalam

12
keberhasilan intervensi.
2. RPK Tujuan Khusus : Pasien dapat dukungan keluarga
(Resiko mengontrol marah
Perilaku Kriteria Evaluasi :
Kekerasan) Keluarga pasien dapat :
a. Menyebutkan cara merawat pasien dengan perilaku
kekerasan.
b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat pasien
Intervensi :
a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat pasien dari
sikap apa yang telah dilakukan.
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien.
c. Jelaskan cara-cara merawat pasien.
d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien.
e. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
Rasional : Keluarga berperan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar pasien.
Tujuan Khusus : Pasien dapat menggunakan obat dengan
benar.
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien dapat menggunakan obat-obat yang diminum
dengan kegunaannya.
b. Pasien dapat minum obat sesuai program pengobatan.
Intervensi :
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum pasien dan
keluarga.
b. Diskusikan manfaat minum obat.
c. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat.
d. Anjurkan pasien minum obat tepat waktu.
Rasional : Keluarga berperan dalam medikasi pasien saat
tenaga kesehatan tidak berada di tempat.

13
Tujuan Khusus : Pasien dapat dukungan dari lingkungan
untuk mengontrol marah.
Kriteria Evaluasi : Lingkungan mengetahui bagaimana cara
menyikapi pasien dengan perilaku kekerasan.
Intervensi :
a. Jelaskan peran serta lingkungan terhadap kondisi
pasien.
b. Beri penjelasan bagaimana cara menyikapi pasien
dengan perilaku kekerasan.
c. Diskusikan cara -cara yang dilakukan untuk menyikapi
pasien dengan perilaku kekerasan.
Rasional : Lingkungan adalah tempat terdekat pasien.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP-1)

14
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
Pertemuan Ke : 1
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
 Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
 Klien mengatakan orang lain jahat
 Klien mengatakan ingin memukul atau merusak apapun didekatnya
jika marah
 Klien mengatakan dendam dan jengkel Klien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang.
Data Objektif :
 Klien terlihat matanya merah, pandangan tajam
 Nada suara tinggi, keras dan berteriak
 Klien terlihat wajah tegang
 Klien terlihat mengepalkan tangan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dialaminya
d. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasanya
4. Tindakan Keperawatan (sesuai SP)
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan
dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik tarik nafas dalam.
B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam

15
“Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, masih ingat bu dengan saya ?
Perkenalkan nama saya Riyan Faizal M biasa dipanggil Riyan, saya
mahasiswa keperawatan dari Universitas Bhamada Slawi yang akan
berjaga pada hari ini pukul 08.00 sampai 14.00.”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana kabar ibu hari ini? dan bagaimana perasaan ibu saat ini ?
Apakah tidur ibu nyenyak? Apakah masalah yang ibu ceritakan
kemarin masih ibu alami hari ini ? apa yang ibu lakukan ketika sedang
marah ? ya baik bu”
c. Kontrak dan Tujuan
“Baiklah seperti janji kita kemarin hari ini kita akan berbincang-
bincang kembali tentang perasaan marah yang ibu rasakan. Ibu ingin
berbincang-bincang dimana? Baiklah disini saja ya. Berapa lama ibu
mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit? Baiklah ibu
tujuan kita berbincang bincang hari ini adalah untuk mengetahui
penyebab dan tanda-tanda ibu marah dan belajar latihan cara
mengontrol marah ibu.”
2. Fase Kerja
“Sebelumnya saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan ibu marah?”
“Apakah penyebabnya dari ibu sendiri atau dari lngkungan ibu dan orang
lain ? Apakah sebelumnya ibu selalu ingin marah marah seperti saat ini ?
Terus apa yang menyebabkan ibu selalu ingin marah ? Apakah sama
dengan yang sekarang ? Apakah ibu merasa kesal, kemudian dada ibu
berdebar-debar, mata melotot, dan tangan mengepal dan ingin melukai diri
sendiri atau orang lain? Apa ibu mengetahui akibat dari yang ibu lakukan
tersebut ? Ketika perasaan marah ibu muncul apa yang ibu lakukan?”
“Apakah dengan ibu marah-marah, keadaan jadi lebih baik? Menurut ibu
adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah? Maukah ibu belajar
mengungkapkan rasa marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Baiklah ibu ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa marah yaitu
dengan latihan fisik, minum obat, latihan berbicara dengan baik dan
spriritual.Nah hari ini kita belajar cara-cara mengendalikan rasa marah

16
dengan latihan fisik.Begini bu, kalau tanda-tanda dan perasaan marah ibu
muncul, cara yang pertama yaitu ibu duduk dengan rileks lalu tarik nafas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba sekarang ibu ikuti dan
lakukan sebanyak 5 kali.”
“Bagus sekali ibu sudah dapat melakukan nya. Cara yang kedua yaitu
melampiasakan rasa marah dengan memukul bantal atau kasur, nah disaat
rasa marah ibu muncul ibu bisa melampiaskannya dengan cara memukul
bantal dan kasur, seperti ini saya contohkan dan bisa ibu ulangi ?”
“Bagus sekali ibu bisa melakukannya. Nah sebaiknya latihan ini ibu
lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul
ibu sudah terbiasa melakukannya. Baiklah latihan hari ini kita masukan ke
jadwal kegiatan untuk latihan fisik ya bu.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dan belajar cara
mengendalikan rasa marah secara fisik ?”
b. Evaluasi Objektif
“Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang bincang dan
belajar apa? Coba ibu sebutkan penyebab ibu marah dan apa yang ibu
lakukan untuk mengendalikan rasa marah ibu?”
“Coba contohkan kembali bagaimana cara mengontrol rasa marah
ibu ? Bagus sekali ibu, ibu masih mengingatnya dan bisa
melakukannya.”
c. RTL
“Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari ibu
mau latihan nafas dalam ? dan jika rasa marah ibu muncul ibu bisa
melakukan tarik nafas dalam dan melampiaskannya dengan memukul
kasur dan bantal ya bu.”
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah bagaimana kalau besok kita mengobrol kembali dan latihan
cara kedua untuk mengontrol marah yaitu dengan minum obat?”

17
“Besok saya akan kembali lagi sekitar pukul 09.00, tempatnya ibu
mau dimana?”
“Baiklah disini saja ya bu.Waktunya ibu mau berapa lama bagaimana
sama seperti tadi 15 menit. Kalau begitu saya permisi dulu ya bu.”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP-2)


Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
Pertemuan Ke : 2
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
 Klien Klien mengatan sudah bisa mengontrol marah
 Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab perasaan marah
Data Objektif :
 Klien terlihat lebih tenang
 Nada suara tinggi dan keras
 Kontak mata perawat dan klien terjalin
 Klien tampak kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
Mampu mengontrol/mencegah perilaku kekerasan dengan minum obat
4. Tindakan Keperawatan (sesuai SP)
SP 2: Mengevaluasi kegiatan latihan fisik dan Mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara minum obat
B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam
“Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya kan?
Coba siapa? Iyaa benar sekali.”
b. Evaluasi/Validasi

18
“Bagaimana perasaan ibu saat ini ? apa perasaan ibu saat marah masih
sama seperti kemarin ? Bagaimana bu, sudah makan siang dan sudah
minum obat ?”
“Apakah ibu sudah melakukan cara yang saya ajarkan kemarin untuk
mengontrol marah ibu ? ibu masih ingat cara latihan fisik yang
kemarin kan ?”
c. Kontrak dan Tujuan
“Baiklah bu seperti janji kita kemarin hari ini kita latihan tentang cara
lain mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan minum obat. Ibu lebih
nyaman berbincang dimana? Bagaimana kalau ditempat yang kemarin
? ibu mau berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit ?”
“Baiklah bu seperti janji kita kemarin hari ini kita latihan tentang cara
lain mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan minum obat. Ibu lebih
nyaman berbincang dimana? Bagaimana kalau ditempat yang kemarin
? ibu mau berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit ?”
2. Fase Kerja
“Apa yang ibu ketahui tentang obat yang ibu minum ? apa nama dan
warna obat yang ibu minum ? apa ibu tahu berapa dosis obat yang ibu
minum ? apa kegunaan obat yang ibu minum ? ya baik, sekarang apa ibu
tahu 6 cara minum obat ?”
“Baik bu, saya akan menjelaskan 6 cara minum obat dengan benar. Yang
pertama yaitu benar pasien ibu harus memastikan bahwa obat yang ibu
minum benar untuk ibu, yang kedua benar obat yaitu ibu harus tau tentang
jumlah dan warna obat yang ibu konsumsi serta harus mengetahui tentang
kegunaan dan efek samping obat yang ibu minum. Prinsip ketiga yaitu
benar dosis yaitu ibu harus mengetahui berapa dosis obat yang harus ibu
konsumsi. Prinsip keempat yaitu benar waktu yaitu ibu harus tau kapan
waktu ibu harus minum obat. Prinsip kelima yaitu benar cara, yaitu ibu
harus mengetahui apakah minum obat sebelum atau sesudah makan.
Prinsip keenam yaitu benar kontinuitas yaitu ibu harus tau bahwa obat

19
yang diminum harus rutin sesuai dosis dan waktu minumnya demi
pemulihan ibu. Baik, setelah saya jelaskan dan contohkan ibu sekarang
mengulangi yang sudah saya ajarkan, ya bagus sekali bu. Saat melakukan
kegiatan ini ibu harus lebih fokus demi kesembuhan dan pemulihan ibu.
Baik kita masukan kegiatan ini dikegiatan harian ibu ya bu.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan cara minum obat ?”
b. Evaluasi Objektif
“Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang bincang dan
belajar apa? Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang dimunim,
bagaiman cara minum obat yang benar? Bagus sekali, ibu masih
mengingatnya. Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah
yang kita pelajari?”
c. RTL
“Sekarang kita tambahkan ke jadwal kegiatan dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu.”
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah cukup sampai disini dulu kita mengobrol, besok kita ketemu
lagi besok kita akan belajar latihan cara yang ketiga untuk mengontrol
rasa marah ibu yaitu dengan verbal atau berbicara dengan
mengungkapkan, menolak dan meminta dengan baik. Besok saya akan
kembali lagi sekitar jam 09:00,bagaimana kalo besok kita berbincang
bincang lagi disini? Waktunya sama seperti yang tadi 15 menit ?”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP-3)


Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
Pertemuan Ke : 3
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :

20
 Klien mengatakan pernah ingin melukai sesorang
 Klien mengatakan jengkel dan kesal
Data Objektif :
 Klien tampak tegang saat bercerita
 Klien tampak, pandangan tajam
 Nada suara keras dan tinggi
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengevaluasi latihan nafas, pukul bantal dan minum obat
b. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara keketiga yaitu
melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Klien dapat memasukan jadwal pada kegiatan fisik, minum obat dan
verbal
4. Tindakan Keperawatan (sesuai SP)
SP 3:
a. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat
b. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal yaitu dengan
mengungkapkan, menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat,
dan verbal
C. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam
“Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi, masih ingat nama saya bu? Coba siapa?
Iyaa benar sekali.”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah melakukan
latiahan fisik untuk mengontrol rasa marah ibu seperti yang saya

21
ajarkan? Ayo sudah berapa cara yang sudah diajarkan untuk
mengontrol marah ibu? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur bu? Apakah ibu masih ingat dengan macam-macam obat
bu?”
c. Kontrak dan Tujuan
“Baiklah bu seperti janji kita kemarin hari ini belajar cara ke tiga
mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan latihan cara bicara yang baik
untuk mencegah marah. Dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau ditempat yang kemarin kita mengobrol?Ibu mau
berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
Tujuan kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah ibu
adalah mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.”
4. Fase Kerja
“Sebelum kita belajar cara latihan bicara yang baik saya ngin bertanya
apakah ibu masih ingat ada berapa cara yang sudah diajarkan untuk
mengontrol rasa marah ibu ?coba sebutkan apa saja?”
“Bagus sekali ibu, ternyata ibu masih mengingatnya dan melakukannya,
kemudian apa ibu masih ingat dengan cara cara minum obat dan jenis-jenis
obat untuk mengurangi rasa marah ibu? Sebutkan apasaja obat yang
diminum? Iya hebat sekali, bu masih mengingatnya. Selain dari cara yang
ibu telah sebutkan tadi, apa ibu mengetahui cara lain untuk mengontrol
rasa marah ibu ?”
“Baik, Sekarang kita latihan cara bicara baik untuk mencegah marah ya
bu? Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara baik dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya: 1.Meminta dengan baik tanpa
marah dengan suara yang rendah dengan kata tolong serta tidak
menggunakan kata-kata yang kasar. Contohnya seperti “ Tolong ambilkan
barang itu”. Coba ibu praktekkan? Bagus sekali ibu. 2. Menolak dengan
baik,jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya bisa
dengan kata maaf, contohnya “maaf saya tidak bisa melakukannya karena

22
sedang ada kerjaan”.Coba ibu praktekkan ? Bagus ibu. 3. Mengungkapkan
perasaan kesal ibu dengan baik, jika ada perlakuan teman atau keluarga
yang membuat ibu kesal contohnya ibu dapat mengatakan “ Saya jadi ingin
marah karena perkataan mu itu”. Coba praktekkan. Bagus sekali ibu. Kita
masukan ke jadwal latihan verbal ya bu? bagus sekali ibu sudah bisa
mempraktekannya, saat melakukan kegiatan yang telah saya ajarkan ibu
harus lebih fokus demi pemulihan dan kesembuhan ibu, kegiatan ini bisa
ibu lakukan saat ibu merasa marah atau kesal dengan orang lain ya bu.”
5. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan latihan verbal berbicara yang baik ?”
b. Evaluasi Objektif
“Baiklah ibu masih ingat tidakcara bicara yang baik nah coba ibu
sebutkan 3 cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus sekali
ibu sekarang mari kita masukkan dalam jadwal ya bu.”
c. RTL
“Berapa kali sehari ibu mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat
jadwalnya? Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu.”
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah cukup dulu kita mengobrol, bagaimana kalau besok kita
latihan cara mengatasi rasa marah ibu yang ke empat yaitu dengan
ibadah. Besok saya akan kembali lagi sekitar jam 10:00, mau dimana
bu? Disini lagi? Baik sampai bertemu besok ya bu, kalu begitu saya
permisi dulu ya bu.”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP-4)


Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
Pertemuan Ke : 4
1. Kondisi Klien

23
Data Subjektif :
 Klien mengatakan sudah melakukan cara nafas dalam
 Klien mengatakan sudah bisa mengontrol emosi
 Klien mengatakan lebih tenang dan lega
Data Objektif :
 Klien tampak tenang memperagakan cara mengontrol amarahnya
dengan cara nafas dalam
 Klien tampak dan lebih tenang tenang
 Nada suara keras tetapi tidak tinggi
 Klien kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengontrol mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan verbal
b. Klien dapat mengontrol marah dengan latihan berdoa/ sholat
c. Klien dapat memasukan jadwal kegiatanberdoa / sholat
4. Tindakan Keperawatan (sesuai SP)
SP 4:
a. Evaluasi kegiatan latihan fisik, obat dan verbal
b. Latihan cara mengontrol marah dengan spiritual yaitu berdoa dan
sholat
c. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat,verbal
dan spiritual
B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam
“Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, masih ingat nama saya bu? Coba
siapa? Iyaa benar sekali.”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana bu, latihan apa saja yang sudah dilakukan? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,

24
bagaimana rasa marahnya masih sama seperti kemarin atau tidak? Ya
bagus bu. Coba masih ingat tidak berbicara yang baik untuk
mengntrol marah ibu?”
c. Kontrak dan Tujuan
“Baiklah bu seperti janji kita kemarin hari ini belajar cara ke empat
mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan beribadah.Dimana enaknya
kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau ditempat biasa seperti
kemarin? Berapa lama mau kita berbincang-bincang bu? Bagaimana
kalau 15 menit? Mari bu. Tujuan kita latihan mengontrol marah ibu
dengan beribadah adalah agar ibu lebih bisa dekat dengan Allah SWT
dengan cara sholat, bias lebih tenang dan selalu meminta perlindungan
dengan berdoa dalam keadaan apapun.”
2. Fase Kerja
“Baik saya ingin bertanya kepada ibu, selain dengan cara tarik nafas dalam
dan memukul kasur atau bantal, minum obat dengan cara 6 benar, dan
latihan cara berbicara yang baik, adakah cara lain yang ibu ketahui untuk
mengontrol rasa marah ibu ?”
“Ya baik bu, hari ini kita akan belajar cara mengontrol rasa marah dengan
cara spiritual atau beribadah, Sebelum kita belajar cara mengontrol marah
dengan beribadah, nah saya mau tanya apa ibu masih ingat ada berapa cara
yang sudah diajarkan untuk mengontrol rasa marah ibu ?coba sebutkan apa
saja? Bagus sekali ibu, ternyata ibu masih mengingatnya dan
melakukannya, dan apa ibu masih ingat kemarin kita latihan apa?Coba ibu
sebutkan ? Iya bagus sekali, bu masih mengingatnya.”
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan. Nah, baiklah
sekarang ibu bias megontrol rasa marah ibu dengan beribadah yaitu wudhu
dan dzikir, saat ibu sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik
nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks.
Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat lalu berdzikir. Ibu
bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya? Bagus sekali bu. Kemudian ibu bisa mengontrol marah

25
dengan cara berdoa, ibu tau gimna caranya? Iya bagus sekali bu. nah cara
ini bisa mengurangi marah ibu dan membuat ibu lebih tenang. Baiklah kita
masukan ke jadwal kegiatan beribadahya bu.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan cara yang keempat ini yaitu dengan
beribadah?”
b. Evaluasi Objektif
“Baiklah coba ibu sebutkan lagidan ulangi cara ibadah yang ibu
lakukan bila sedang marah, bagus sekali bu. Jadi sudah berapa cara
mengontrol marah yang kita pelajari? Wah hebat sekali ibu.”
c. RTL
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau
berapa kali ibu sholat dan berdoa. Setelah ini coba ibu lakukan sholat
sesuai jadwal yang telah kita buat tadiya bu.”
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.
Besok saya akan kembali lagi sekitar jam 10:00,mau dimana bu?
Disini lagi ya? Baik sampai bertemu besok ya bu, kalu begitu saya
permisi dulu ya bu.”

26
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung:


PT Refka Aditama.
Anggit Madhani, A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma
Husada Surakarta).
Untari, S. N. (2021). Asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan (Doctoral dissertation, Perpustakaan Universitas
Kusuma Husada Surakarta).
Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko
Perilaku Kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 2(2), 1-10.
Putra, Y. A., Rahman, G., & Ismansyah, I. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK) DENGAN PENERAPAN
STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JUANDA SAMARINDA TAHUN 2019.
Suhartono, D. L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RPK
DENGAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF BERBASIS RELIGI
TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL MARAH DI INSTALASI
JIWA RSUD BANYUMAS (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).

27

Anda mungkin juga menyukai