LAPORAN PENDAHULUAN
II. Proses Terjadinya Masalah (Preddisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
mekanisme koping)
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu
suatu kegiatan yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang
sebenarnya dapat dicegah (Depkes, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu ungkapan perasaan
marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau
melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta
postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata
bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
perilaku atu respon kemerahan terhadap berflutuatif dalam rentang adaptif sampai maladaptive.Rentang respon
marah menurut (fitria,2010) dimana amuk dan agresif maladaptef seperti gambar berikut
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan
timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu yang
memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak
tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga
dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai
cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan pada hipotalamus
(pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang
melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa berbagai
neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen
dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetik
termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak
kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor
otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan
masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari
permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam menempatkan
diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak
mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan,
atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
d. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
orang lain.
Perilaku Kekerasan
1. Prilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
Pertemuan Ke :1
SP. :1
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosis Keperawatan
3. Tujuan Umum
KERJA
“Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah
yang berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa
yang bapak rasakan? Apakah bapak merasa kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal? Apa yang bapak lakukan selanjutnya? Apakah dengan bapak
marah-marah, keadaan jadi lebih baik? Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-
marah? Maukah bapak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian? Ada
beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu, begini pak, kalau
tanda- marah itu sudah bapak rasakan bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi pak dan lakukan
sebanyak 5 kali. Bagus sekali bapak sudah dapat melakukan nya. Nah sebaiknya latihan ini
bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya dan cara yang kedua dengan melampiasakan marah bapak dengan memukul bantal atau
kasur”.
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?
Evaluasi Objektif
“Coba bapak sebutkan penyebab bapak marah dan yang bapak rasakan dan apa yang bapak lakukan serta
akibatnya.”
“coba bagaimana cara mengontrol marah bapak saat bapak sedang marah?”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan):
“Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan nafas dalam ?”
3. Kontrak yang akan datang
“Baik bagaimana kalau besok saat jam makan siang kita latihan cara lain yaitu dengan minum obat
secara teratur.? Tempatnya disini saja ya pak? Selamat Pagi.”
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
Pertemuan Ke :2
SP. :2
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosis Keperawatan
3. Tujuan Umum
4. Tindakan Keperawatan
KERJA
“bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang bapak minum? warnanya apa
saja? Bagus, jam berapa di minum? Bagus. Obatnya ada 3 macam, yang warnanya oranye
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus
bapak minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum
obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bias mengisap-isap es
batu. Bila terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Nanti dirumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum,
baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek
lagi apakah benar obatnya. Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang kita masukkan waktu minum
obat kedalam jadwal ya”
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat
yang benar?”
Evaluasi objektif
“Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat yang bapak minum. Bagaiman cara minum
obat yang benar? Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
“Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya.”
3. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk latihan dengan cara yang ketiga, besok sekitar jam
09:00 WIB bagaimana pak? Bapak mau? Bagaimana kalo besok kita berbincang-bincang lagi
disini? Baik pak, selamat siang.”
Pertemuan Ke :3
SP. :3
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosis Keperawatan
3. Tujuan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
SP : Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan ke-2: dengan cara verbal/bicara baik.
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
ORIENTASI
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi bapak “Y” sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi. Masih ingat
dengan nama saya kan pak?
2. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana pak, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Apakah bapak masih ingat dengan macam-macam obat
bapak?
3. Kontrak
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah? Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama? Berapa lama bapak mau kita
berbincang-bincang? Bagaiman kalau 15 menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara bapak baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu
bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya:1.Meminta dengan baik tanpa
marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak
mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba bapak
minta sediakan makan dengan baik:” tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan
dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan:
‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan . Bagus
pak. 3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?
2. Evaluasi objektif
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus sekali, sekarang
mari kita masukkan dalam jadwal.”
3. Rencana Tindak Lanjut
“Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya? Coba
masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti
dicoba ya pak.”
4. Kontrak yang akan datang
“Bagaimana kalau besok untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, Mau
dimana pak? Disini lagi? Baik sampai bertemu besok ya pak”.
Pertemuan Ke :4
SP. :4
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosis Keperawatan
3. Tujuan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, yang mana yang mau
di coba? Nah, kalau bapak sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”. “bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk
meredakan kemarahan.Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana?
Coba sebutkan caranya?”
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang keempat
ini?”
Evaluasi objektif
“coba bapak ulangi apa yang tadi kita pelajari!”
“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus.”
2. Rencana Tindak lanjut
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan …… (sesuai dengan yang disebutkan
pasien).”
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak sedang
marah” “Setelah ini coba bapak lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
3. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang, sampai jumpa.”